Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 153364 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Teguh Harjono Karjadi
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1994
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Liana Arsyanti
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2006
T39523
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iris Rengganis
"Background: pollens from trees or grasses in Indonesia have a perennial distribution due to the tropical climate. However, pollen allergy has not been well studied. This study aimed to evaluate the profile of pollen IgE sensitization in respiratory allergic patients in Jakarta.
Methods: this was a cross-sectional study in patients with a history of respiratory allergy in Jakarta, Indonesia between September and December 2016. Adult asthmatic patients aged 19-60 years were invited to undergo serum specific IgE testing at the Allergy and Immunology Clinic, Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. Patients were included if they showed at least one positive skin prick test with environmental allergens. Quantitative determination of specific IgE in serum was carried out by multiple allergosorbent (MAST) assays (Polycheck Allergy, Biocheck GmbH, Munster, Germany). Serum specific IgE levels of more than 0.35 kU/L or Class 1 was considered positive.
Results: a total of 106 cases were eligible for analysis; 81 (76.4%) were women. Patients mean age was 38.8+12.1 (range 19-59) years old. 59.4% of patients have both asthma and allergic rhinitis. There are 9 (8.5%) patients positive for IgE-pollen sensitization; 8 among them showed sensitization to at least 2 pollens. Sensitivity to goosefoot pollen is the highest (5.7%), followed by rye pollen (4.7%), plantain pollen (4.7%), wall pellitory pollen (4.7%), and Bermuda grass pollen (3.8%).
Conclusion: although most pollens tested are not originated from native plants to Indonesia, a small number of patients showed specific IgE-sensitizations. Allergic persons planning to travel to the endemic areas of the relevant pollen should be advised. A panel of pollen allergens from local plants is highly desired.

Latar belakang: serbuk sari dari pohon-pohon atau rerumputan di Indonesia mempunyai penyebaran sepanjang masa akibat iklim tropisnya. Meskipun demikian, alergi serbuk sari belum diteliti dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk menilai profil sensitisasi serbuk sari IgE pada pasien dengan alergi pernapasan di Jakarta.
Metode: penelitian ini adalah penelitian potong lintang pada pasien dengan riwayat alergi pernapasan di Jakarta, Indonesia yang dilaksanakan antara bulan September dan Desember 2016. Pasien asma dewasa berusia 19-60 tahun diundang untuk menjalani pemeriksaan serum IgE spesifik di Klinik Alergi dan Imunologi, Rumah Sakit Cipto Mangunkumo, Jakarta. Pasien diikutsertakan dalam penelitian bila mereka menujukkan setidaknya satu hasil positif pada pemeriksaan uji tusuk kulit (prick test) terhadap alergen-alergen lingkungan. Penentuan kuantitatif kadar IgE spesifik dalam serum dilakukan dengan pemeriksaan menggunakan multiple allergosorbent (MAST) assays (Polycheck Allergy®, Biocheck GmbH, Munster, Jerman). Kadar IgE spesifik dalam serum yang melebihi 0,35 kU/L atau Kelas 1 dianggap positif.
Hasil: sejumlah 106 kasus memenuhi syarat untuk dianalisis; 81 (76.4%) di antaranya adalah wanita. Usia rata-rata pasien adalah 38,8 (12,1) tahun (kisaran usia 19-59 tahun). Sekitar 59,4% pasien mempunyai asma sekaligus rinitis alergi. Terdapat 9 (8,5%) pasien dengan hasil positif untuk sensitisasi serbuk sari IgE; 8 di antaranya menunjukkan sensitisasi terhadap setidaknya 2 serbuk sari. Sensitivitas terhadap serbuk sari gulma goosefoot ternyata paling tinggi (5,7%), diikuti oleh serbuk sari gandum hitam (4,7%), serbuk sari pisang raja (4,7%) dan serbuk sari tanaman wall pellitory (4.7%) dan serbuk sari rumput Bermuda (3,8%).
Kesimpulan: meskipun sebagian besar serbuk sari yang diuji bukan merupakan tumbuhan asli di Indonesia, beberapa pasien menunjukkan sensitisasi IgE spesifik. Orang dengan alergi yang berencana bepergian ke daerah endemik tempat asal serbuk sari yang relevan perlu diberi saran. Panel alergen serbuk sari dari tanaman lokal sangat dinantikan,
"
Jakarta: University of Indonesia. Faculty of Medicine, 2017
616 UI-IJIM 49:3 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Gestina Aliska
"Background: Amikacin is one of the antibiotics of choice for sepsis and septic shock. Pharmacokinetic of amikacin can be influenced by septic condition with subsequent effect on its pharmacodynamic. At Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM), Jakarta, adult patients in the ICU were given standard amikacin dose of 1 g/day, however the achievement of optimal plasma level had never been evaluated. This study aimed to evaluate whether the optimal plasma level of amikacin was achieved with the use of standard dose in septic conditions.
Methods: all septic patients admitted to the intensive care unit of a national tertiary hospital receiving standard dose of 1g/day IV amikacin during May-September 2015 were included in this study. Information of minimum inhibitory concentration MIC was obtained from microbial culture. Cmax of amikacin was measured 30 minutes after administration and optimal level was calculated. Optimal amikacin level was considered achieved when Cmax/MIC ratio >8.
Results: average Cmax achieved for all patients was 86.4 (43.5-238) µg/mL with 87% patients had Cmax of >64 µg/mL.MIC data were available for 7 of 23 patients. MICs for identified pathogens were 0.75 - >256 µg/mL (K. pneumonia), 0.75 - >256 µg/mL(A. baumanii), 1.5 - >256 µg/mL (P. aeruginosa)and 0.75 - 16 µg/mL(E. coli). Four out of seven patients achieved optimal amikacin level.
Conclusion: despite high Cmax, only half of the patients achieved optimal amikacin level with highly variable Cmax. This study suggests that measurement of Cmax and MIC are important to optimize septic patients management.

mikasin merupakan salah satu pilihan antibiotik untuk tatalaksana sepsis dan syok septik. Kondisi sepsis dapat mempengaruhi farmakokinetik amikasin yang juga dapat berefek pada farmakodinamiknya. Saat ini belum pernah dilakukan penelitian untuk mengevaluasi kadar puncak (Cmax) amikasin dengan dosis standar pada pasien sepsis dewasa di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ketercapaian kadar amikasin optimal pada pasien sepsis dengan dosis standar.
Metode: semua pasien sepsis di ICU RSCM periode Mei-September 2015 yang mendapat amikasin dosis 1 g/hari IV diikutkan dalam penelitian. Data hasil kultur mikrobiologi dan minimum inhibitory concentration (MIC) didapatkan dari pemeriksaan mikrobiologi. Dilakukan pengukuran Cmax amikasin dan penghitungan Cmax/MIC. Kadar optimal amikasin dinyatakan tercapai bila Cmax/MIC >8.
Hasil: rerata Cmax amikasin adalah 86,4 (kisaran 43,5-238) μg/mL, dengan 87% pasien memiliki Cmax >64 μg/mL. Data MIC didapatkan dari 7 dari 23 pasien. Bakteri yang banyak ditemukan dari hasil kultur pasien sepsis di ICU RSCM ialah K. pneumonia, A. baumanii, P. aeruginosadan E. coli. Rentang nilai MIC untuk patogen tersebut berturut-turut yaitu 0,75 - >256 μg/mL, 0,75 - >256 μg/mL, 1,5 - >256 μg/mL dan 0,75 - 16) μg/mL. Sebanyak 4 dari 7 pasien mencapai kadar amikasin yang optimal.
Kesimpulan: Cmax amikasin yang dicapai dengan dosis 1g/hari sangat bervariasi. Hanya pasien mencapai kadar amikasin optimal meskipun kadar puncak yang dicapai cukup tinggi. Pengukuran kadar puncak dan MIC bakteri sangat penting dalam mencapai terapi yang optimal
"
Jakarta: University of Indonesia. Faculty of Medicine, 2017
616 UI-IJIM 49:3 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ignatia Sinta Murti
"ABSTRAK
Latar Belakang : Kekuatan genggam tangan (KGT) merupakan metode pemeriksaan yang mudah, murah, cepat dan dapat digunakan secara bedside pada pasien yang dirawat. Data mengenai hubungan KGT dengan parameter status nutrisi lain selama perawatan di rumah sakit di Indonesia belum tersedia
Tujuan : Mengetahui hubungan KGT dengan nilai subjective global assessment (SGA), antropometri, analisis bioimpedans dan biokimia pada awal dan akhir perawatan. Metode : Ini merupakan penelitian potong lintang pada pasien yang dirawat inap di ruang perawatan penyakit dalam RS. Cipto Mangunkusumo. Status nutrisi dinilai berdasar SGA. Indeks masa tubuh (IMT), corected arm muscle area (cAMA), arm fat area (AFA) dihitung secara antropometri. Masa otot dan masa lemak tubuh didapat dari analisis bioimpedans. Analisis statistik menggunakan uji anova, pearson dan uji T.
Hasil : Terdapat 131 pasien terdiri dari 102 laki-laki dan 29 perempuan dengan rerata umur 45,6 ± 14.2 tahun. Pada awal dan akhir perawatan didapatkan perbedaan KGT yang bermakna antara status nutrisi baik dan malnutrisi sedang maupun malnutrisi berat tetapi tidak ada perbedaan KGT antara malnutrisi sedang dan malnutrisi berat (p<0.001). Kekuatan genggam tangan berkorelasi dengan cAMA (r=0,47 dan 0,49), masa otot tubuh (r=0,67 dan 0,55) dan albumin (r=0,23 dan 0,28). Tidak ada hubungan antara KGT dengan AFA, masa lemak tubuh dan IMT. Tidak ada perbedaan KGT antara pasien yang mencapai target nutrisi berdasar SGA dan yang tidak (p=0,81).
Kesimpulan : Terdapat perbedaan KGT yang bermakna antara status nutrisi baik dan malnutrisi sedang dan antara nutrisi baik dan malnutrisi berat. Tidak ada perbedaan KGT antara malnutrisi sedang dan malnutrisi berat. Nilai KGT berkorelasi dengan cAMA, masa otot tubuh dan albumin tetapi tidak berkorelasi dengan AFA, masa lemak tubuh dan IMT. Tidak ada hubungan antara pencapaian target nutrisi berdasar SGA dengan nilai KGT

ABSTRACT
Background : Hand grip strength (HGS) is an easy, cheap and quick method and can be used bedside in hospitalized patient. Data about HGS correlation with other nutrition status parameters in hospital are not yet provided in Indonesia Objective : To find relation among HGS with the value of subjective global assessment (SGA), anthropometry, bioimpedance analysis and albumin at the beginning and end of hospitalization.
Methods : This is a cross-sectional study from hospitalized patients at medical ward Cipto Mangunkusumo Hospital. Nutritional status assessed by SGA. Body mass index (BMI), corected arm muscle area (cAMA), arm fat area (AFA) were calculated by anthropometry. Muscle mass and a body fat obtained from the bioimpedance analysis. Data were analyzed using ANOVA, Pearson and T test. Results : There were 131 patients consisted of 102 men and 29 women with mean age of 45.6 ± 14.2 years. At the beginning and end of the hospitalization there is significant HGS differences between good nutritional status with moderately malnourished and severely malnourished, but no HGS differences between moderately malnourished and severely malnourished (p <0.001). Hand grip strength was correlated with CAMA (r=0.47 and 0.49), muscle mass (r=0.67 and 0.55) and albumin (r=0.23 and 0.28) and was not correlate with AFA, body fat and BMI. There was no HGS difference between patients who achieved nutrition targets based on SGA and who did not (p=0.81).
Conclusion : There are significant HGS differences between good nutritional status and moderate malnutrition and good nutritional status and severe malnutrition. There is no HGS differences between moderately malnourished and severely malnourished. Hand grip strength was correlated with cAMA, muscle mass and albumin but did not correlate with the AFA, body fat and BMI. There was no corelation between nutritional achievement based on SGA with HGS value"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Septian Saraslina Ekawati
"Untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan yang optimal, rumah sakit perlu memiliki hubungan yang baik dengan karyawan sebagai pelanggan internal. Di RS Yadika didapatkan rata-rata nilai perputaran pegawai pada empat tahun terakhir sebesar 24%. Tingginya angka perputaran pegawai menimbulkan ketidakstabilan kondisi organisasi dan meningkatkan biaya sumber daya manusia. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan angka retensi karyawan, rumah sakit harus berfokus terhadap kepuasan karyawan melalui proses pemasaran internal. Penelitian ini membahas hubungan pemasaran internal dengan kepuasan kerja dan retensi karyawan di Rumah Sakit Yadika Pondok Bambu tahun 2022. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemasaran internal dan kepuasan kerja. Sedangkan variabel terikatnya adalah kepuasan kerja dan retensi karyawan. Penelitian merupakan penelitian kuantitatif dengan desain potong lintang menggunakan uji korelasi. Penelitian dilakukan pada bulan Februari-Maret 2022 dengan jumlah responden 98 orang karyawan tetap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi signifikan antara pemasaran internal dengan kepuasan kerja, antara kepuasan kerja dengan retensi karyawan, dan antara pemasaran internal dengan retensi karyawan. Peneliti menyarankan rumah sakit melakukan peningkatan hubungan baik antara karyawan dengan atasan, memanfaatkan media elektronik sebagai sarana promosi, menjamin kondisi fisik ruangan dan gedung selalu nyaman, melakukan evaluasi proses rekrutmen dan seleksi, serta meninjau besaran gaji karyawan.

To be able to provide optimal health services, hospitals need to have good relationships with employees as internal customers. At Yadika Hospital, the average employee turnover value in the last four years was 24%. The high number of employee turnover causes instability in organizational conditions and increases the cost of human resources. To improve service quality and employee retention, hospitals must focus on employee satisfaction through internal marketing processes. This study discusses the relationship between internal marketing with job satisfaction and employee retention at Yadika Pondok Bambu Hospital in 2022. The independent variables in this study are internal marketing and job satisfaction. While the dependent variable is job satisfaction and employee retention. This research is a quantitative study with a cross-sectional design using correlation test. The research was conducted in February-March 2022 with 98 permanent employees as respondents. The results showed that there was a significant correlation between internal marketing and job satisfaction, between job satisfaction and employee retention, and between internal marketing and employee retention. Researchers suggest hospitals to improve good relations between employees, use electronic media as a tool of promotion, ensure physical condition of the room and building is always comfortable, evaluate the recruitment and selection process, and review the amount of employee’s salaries"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ikhwan Rinaldi
"

Entrustable professional activities (EPA) adalah kerangka kerja asesmen dengan pemberian tanggung jawab dari staf pengajar kepada peserta didik untuk dilakukan tanpa supervisi setelah peserta didik memiliki kompetensi yang memadai. EPA diharapkan dapat menjembatani kinerja sehari-hari peserta didik, kompetensi yang dimiliki dan supervisi yang sesuai sehingga meningkatkan secara sinergis keselamatan pasien dan kualitas pendidikan. Tujuan penelitian adalah menetapkan aktivitas residen program pendidikan dokter spesialis penyakit dalam sebagai EPA dalam kurikulum pendidikan berbasis kompetensi program pendidikan dokter spesialis penyakit dalam Indonesia. Penelitian dilakukan dengan desain kualitatif yang meliputi telaah pustaka, panel ahli (expert panels) untuk menentukan daftar aktivitas residen program pendidikan dokter spesialis penyakit dalam Indonesia yang dapat ditetapkan sebagai EPA menggunakan kuesioner Taylor dkk, serta pengambilan kesimpulan pendapat pemangku kepentingan melalui metode Delphi terhadap butir EPA yang telah disusun menggunakan kuesioner Hauer et al. Diskusi paneh ahli penelitian ini menghasilkan  28 EPA terbaru melalui penilaian kelayakan EPA sebagai unit kerja, esensi, dan peran menggunakan kuesioner Taylor dkk.  Metode Delphi menetapkan 28 butir EPA dapat diterima (Content Validity Index ≥ 80%). Pada analisis statistik tidak didapatkan perbedaan bermakna. Akhir tahap pendidikan butir EPA menunjukkan sebagian besar variasi yang tidak berbeda bermakna antara keempat kelompok dalam menentukan akhir tahap pendidikan suatu butir EPA.

 


Entrustable professional activities (EPA) is an assessment framework where teaching staff gives students responsibility to be carried out without supervision after students have sufficient competence. EPA is expected to be able to bridge daily performance of students, their competencies, and appropriate supervision so as to synergistically improve patient safety and education quality. Objective of this study was to determine activities of internal medicine resident as EPA in the competency-based educational curriculum of Indonesian internal medicine specialist education program. The study used a qualitative design which included literature review, expert panels to determine list of resident activities in Indonesian internal medicine specialist education program that could be designated as EPA using questionnaire by Taylor et al and drawing conclusions on stakeholder opinions through Delphi method on EPA items. Expert panel discussion resulted in 28 new EPAs through assessment using questionnaire by Taylor et al. The Delphi method determines that 28 EPA items are acceptable (Content Validity Index ≥ 80%). In statistical analysis, there was no significant difference. At the end of the education stage, the EPA item shows most of the variations do not differ significantly between the four groups in determining the final stage of education for an EPA item.

 

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tifa Maulina
"Diabetes melitus adalah kelainan metabolik yang prevalensinya terus meningkat dari tahun ke tahun di setiap negara, dengan 80 penderitanya berada di negara berkembang termasuk Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan obat antidiabetes oral pada pasien diabetes melitus tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Depok tahun 2017. Desain studi yang digunakan adalah cross sectional dengan metode pengambilan data secara retrospektif. Studi dilakukan secara kuantitatif dengan metode Anatomical Therapeutic Chemical/Defined Daily Dose ATC/DDD dan kualitatif dengan menggunakan indikator DU 90 dan kesesuaian obat dengan Formularium Nasional untuk Fasilitas Kesehatan Tingkat 2. Berdasarkan hasil penelitian secara kuantitatif, total penggunaan obat antidiabetes oral adalah sebanyak 198.972,83 DDD dengan obat yang paling banyak digunakan adalah gliklazid dengan nilai DDD sebesar 75.881,23 dan nilai DDD/1000 pasien/hari yaitu 22,55. Sedangkan secara kualitatif, Drug Utilization 90 disusun oleh empat jenis obat yaitu gliklazid, metformin, akarbose, dan glimepirid. Kesesuaian penggunaan obat antidiabetes oral dengan Formularium Nasional untuk Fasilitas Kesehatan Tingkat 2 sebesar 100. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan obat antidiabetes oral di RSUD Kota Depok tahun 2017 telah sesuai dengan pedoman dan daftar obat pada Formularium Nasional, sehingga penggunaan obat yang rasional diharapkan dapat tercapai.

Diabetes mellitus is a metabolic disorder which prevalence continues to increase year by year in every country, with 80 of the sufferers are in developing countries including Indonesia. This study aims to evaluate the use of oral antidiabetic drugs in patients with type 2 diabetes mellitus in the Outpatient Installation of Depok Regional General Hospital in 2017. The study design used was cross sectional study with retrospective data retrieval method. The study was carried out quantitatively with the method of Anatomical Therapeutic Chemical Defined Daily Dose ATC DDD and qualitatively by using DU 90 indicator and drug suitability with National Formulary for Health Facility Level 2. Based on quantitative research result, the total use of oral antidiabetic medication was as much as 198,972.83 DDD with the most widely used drug was gliclazide with DDD value of 75,881.23 and DDD 1000 patient day value of 22,55. While qualitatively, Drug Utilization 90 composed by four types of drugs namely gliclazide, metformin, acarbose, and glimepiride. Compliance of oral antidiabetic drug use with National Formulary for Health Facilities Level 2 at 100. From the results of the study it can be concluded that the use of oral antidiabetic drugs in Depok City Hospital in 2017 has been in accordance with the guidelines and lists of drugs in the National Formulary, so that rational use of drugs is expected to be achieved."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arini Cyndwiana Prastiwi
"Setiap fasilitas kesehatan diwajibkan melakukan pengukuran dan evaluasi mutu sesuai dengan indikator secara rutin. Menurut PMK No. 129 tahun 2008, SPM waktu tunggu di unit rawat jalan yaitu ≤ 60 menit. RSUI merupakan RS-PTN kelas B yang berlokasi di Depok. Hasil capaian indikator waktu tunggu rawat jalan RSUI masih dibawah 80% dan berdasarkan studi pendahuluan data rekam medik, waktu tunggu di poli penyakit dalam yaitu 122 menit. Poli penyakit dalam termasuk kedalam Indikator minimal ketersediaan pelayanan di unit rawat jalan dan memiliki jumlah pasien yang besar di RSUI namun sering mendapat keluhan waktu tunggu. Penelitian dilakukan secara time motion di poli penyakit dalam dengan membagi jenis pembayaran yaitu BPJS Kesehatan, Asuransi, dan Umum. Pengambilan data melalui observasi, wawancara, telaah dokumen, dan CDMG. Kriteria inklusi pasien yaitu pasien accidental jam 07.00-14.00 yang sudah membuat perjanjian dan bersedia diikuti selama pelayanan. Analisis data menggunakan metode Lean Six Sigma dengan tahapaan DMAI dan RCA Hasil penelitian yaitu perhitungan terbesar berada pada proses pelayanan registrasi pasien BPJS dengan VA 7,88% dan NVA 92,12%, serta pelayanan di ruang konsul dokter penyakit dalam dengan VA 14,20% dan NVA 85,80%. Rekomendasi yang dapat diberikan kepada rumah sakit dibagi menjadi jangka pendek dan jangka panjang.

Every health facility is required to carry out quality measurements and evaluations according to indicators on a regular basis. According to PMK No. 129 of 2008, the SPM waiting time in the outpatient unit is ≤ 60 minutes. RSUI is a class B PTN Hospital located in Depok. The achievement indicator for outpatient waiting time at RSUI is still below 80% and based on a preliminary study of medical record data, the waiting time at the internal medicine polyclinic is 122 minutes. Internal medicine poly is included in the minimum indicator of service availability in the outpatient unit and has many patients at RSUI but often gets complaints of waiting time. The research was carried out in time motion in the internal medicine polyclinic by dividing the types of payments, namely BPJS Health, Insurance and General. Data collection through observation, interviews, document review, and CDMG. The patient inclusion criteria were accidental patients at 07.00-14.00 who had made an appointment and were willing to be followed during the service. Data analysis used the Lean Six Sigma method with DMAI and RCA stages. The results of the study showed that the largest calculation was in the BPJS patient registration service process with VA 7.88% and NVA 92.12%, as well as services in the consulting room of internal medicine doctors with VA 14.20% and NVA 85.80%. Recommendations that can be given to hospitals are divided into short term and long term."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oxfrod: Oxford University Press, 1987
616 OXF I
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>