Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 205968 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Lalisang, Arnetta Naomi Louise
"Latar Belakang: Pankreatikoduodenektomi (PD) merupakan prosedur pilihan pada keganasan periampula yang dapat direseksi. Namun, angka kematian pasca operasi untuk PD relatif tinggi. Prediksi kematian dengan sistem penilaian membantu memilih pasien yang memenuhi syarat operasi untuk meminimalkan risiko kematian. Studi ini membandingkan empat sistem penilaian kematian pasca prosedur PD, termasuk skor prognostik Naples (SPN), WHipple-ABACUS (WA), skor Pitt yang dimodifikasi (MSP), dan skor Pitt pada populasi Indonesia.
Metode: Kami mengidentifikasi pasien yang menjalani PD karena keganasan periampula di Rumah Sakit Umum Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo antara Januari 2010 dan Januari 2022. Kami menilai akurasi, cut-off, sensitivitas, spesifisitas, negative predictive value, positive predictive value, dan area di bawah kurva (AUC). Nilai AUC dari masing-masing sistem penilaian dibandingkan dengan menggunakan uji De-Long. Kami juga menganalisis prediktor kematian.
Hasil: Dari 116 pasien yang memenuhi kriteria, angka kematian 29,3%. Rerata usia tahun 51,63 ± 10,22 terdiri dari 75,9% kelompok <60 tahun dan 24,1% 60 tahun, dengan 46,6% laki-laki dan 53,4% perempuan. AUC dari yang tertinggi hingga terendah adalah Pitt Score 0,662 (p 0,006), MPS 0,631 (p 0,027), WA 0,539 (p 0,505), dan SPN 0,495 (p 0,932) dengan tingkat akurasi masing-masing skor adalah skor Pitt 63,79%, MSP 65,52%, WA 50,00%, dan SPN 57,76%.
Kesimpulan: Skor Pitt dan MSP memiliki akurasi tertinggi dari semua sistem penilaian dalam penelitian ini. MSP memiliki keuntungan yaitu komponen yang lebih sedikit, sehingga mudah untuk diimplementasikan. MSP dapat menggantikan peran Skor Pitt dalam memprediksi mortalitas pasca-prosedur pankreatikoduodenektomi di Indonesia.

Background: Pancreaticoduodenectomy (PD) is the procedure of choice in resectable periampullary malignancies. However, the postoperative mortality rate for PD is relatively high. Prediction of mortality with a scoring system helps select patients eligible for surgery to minimize mortality risk. The study compared four post-procedural mortality scoring systems for PD, including Naples prognostic score (NPS), WHipple-ABACUS (WA), modified Pitt score (MPS), and Pitt score in Indonesian population.
Methods: We identified patients who underwent PD due to periampullary malignancy at Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital between January 2010 and January 2022. We assessed accuracy, cut-off, sensitivity, specificity, negative predictive value, positive predictive value, and area under the curve (AUC). The AUC values of each scoring system were compared using De-Long test. We also analyzed predictors of mortality.
Results: Of the 116 patients who met the criteria, the mortality rate was 29.3%. Mean age years 51.63 ± 10.22 consist of 75.9% group <60 years and 24.1% ≥60 years, with 46.6% male and 53.4% female. The AUC from highest to lowest were Pitt Score 0.662 (p 0.006), MPS 0.631 (p 0.027), WA 0.539 (p 0.505), and NPS 0.495 (p 0.932) with the level of accuracy of each score were Pitt Score 63.79%, MPS 65.52%, WA 50.00%, and NPS 57.76%.
Conclusions: The Pitt and MPS scores have the highest accuracy of all the scoring systems in this study. MPS has the advantage of having fewer components, making it easy to implement. MPS can replace the role of the Pitt Score in predicting post-procedure PD mortality in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Lalisang, Toar J.M.
"Kami melaporkan hasil 31 pankreatikoduodenektomi dari 141 tumor periampula pada peroide 1994-2002. Di antara kasus, terdapat 16 perempuan; rentang usia 17-68 tahun. Ikterus adalah keluhan tersering, 14 penderita dengan kadar albumin di bawah 3,5 g/dl dan 10 penderita dengan kadar bilirubin lebih dari 10 mg/dl. Telah dilakukan 17 Whipple klasik, 11 pankreatiokoduodenektomi dengan preservasi pilorus dan 3 total pankreatektomi+duodenektomi. Rerata lama operasi 436 menit (290-570). Penderita dikelompokkan dalam 2 periode, antara 1994-1999 dan sesudahnya. Dengan meningkatnya pengalaman, perdarahan intra operatif menurun dari rerata 2000 ml ke 400 ml. Gambaran histopatologi menunjukkan 11 adeno karsinoma kaput pankreas, 11 adeno karsinoma ampula Vater, 4 adeno karsinoma duodenum, 2 kista jinak kaput pankreas dan 3 tumor jinak. Mortalitas operatif terjadi pada 4 penderita dari 12 penderita periode pertama, dan hanya 1 pada 19 penderita sisanya. Komplikasi tersering adalah kebocoran anastomosis ke pankreas yang terjadi pada 14 penderita, dan 4 dari kebocoran tersebut menyebabkan mortalitas operatif. Rentang rawat antara 12 - 47 hari pasca bedah. Sampai akhir laporan ini, 7 penderita hidup tanpa penyakit, dan 4 penderita putus kontak. Rekurensi terjadi pada 13 penderita dari 22 penderita yang terjadi antara 4-24 bulan sesudah operasi, dan 12 penderita meninggal 2-3 minggu kemudian. Tiga penderita meninggal karena sebab yang lain. Kesimpulan: pankreatikoduodenektomi adalah tehnik yang efektif, dan mortalitas operatif dapat diturunkan, khususnya morbidas kebocoran pankreas yang dapat ditangani. (Med J Indones 2004; 13: 166-70).

We reported our experience on 31 pancreaticoduodenectomy out of 141 periampullary tumors during 1994 until 2002; 16 of them were female, and age average 17-68 years. Jaundice was the most common presenting sign; 14 patients showed plasma albumin lower than 3.5 g/dl, and 10 patients had bilirubin level more than 10 mg/dl. We performed classical Whipple technique in 17, pyloric preserving pancreaticoduodenectomy in 11, and total pancreaticoduodenectomy in 3 patients. The mean of operative time was 436 minutes (290-570 minutes). The patients were grouped into 2 periods, between 1994-1999 and thereafter. With experience, the amount of blood loss has decreased from 2000 ml to 400 ml. Histopathologic results showed adenocarcinoma of the pancreas head in 11, adenocarcinoma of the ampulla of Vater in 11, carcinoma of duodenum in 4, head of pancreas benign cyst in 2, and benign tumor in 3 patients. The surgical mortality was 4 in the first 12 patients, in contrast to only 1 in the last 19 patients. The most serious complication was pancreatic leakage in 14 patients, in 4 of them it was responsible as the cause of death. The length of stay after operation varied between 12 and 47 days. Until the end of this report 7 patients are still alive, and 4 patients lost of contact. Recurrence was detected in 13 out of 22 survivors, occurring between 4 to 24 months after operation and 12 patients died 2-3 months later. Three patients died due to other causes. We conclude that pancreoticoduodenectomy is an effective technique, and the operative mortality is decreasing. Furthermore, morbidity especially from pancreatic leakages can be treated in our hospital. (Med J Indones 2004; 13: 166-70)."
Medical Journal of Indonesia, 2004
MJIN-13-3-JulSep2004-166
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
St. Louis: Mosby, 2003
616NATP001
Multimedia  Universitas Indonesia Library
cover
Yapina Widyawati
"ABSTRAK
Konflik yang berkepanjangan di Ambon menimbulkan berbagai macam kerugian baik fisik maupun psikologis. Sampai tahun 2000, akibat konflik dan kekerasan di Maluku tercatat 8000 orang tewas, sekitar 4000 orang luka-luka,ribuan rumah, perkantoran dan pasar dibakar, ratusan sekolah hancur serta terdapat 692.000 jiwa sebagai korban konnik yang sekarang telah menjadi pengungsi di dalam dan luar Maluku (Corputty, 2000).
Kerusuhan dan konflik yang berkepanjangan akan menguras tenaga, pikiran dan harta benda korban Bersamaan dengan itu, trauma dan stress yang diderita akibat adanya konflik akan membekas pada diri manusia yang mengalaminya. Ketakutan dan hilangnya rasa aman menyebabkan mereka merasa Iumpuh dan tak berdaya (Ida Kaplan & Diana Orlando, 1998; Mona
Macksound, 1993 dalam Hadis, 2002).
Pengalaman sosial psikologis tersebut akan membentuk reaksi trauma pada diri panderita Melihat seseorang terluka "atau terbunuh, mengalami bencana dan kecelakaan adalah hal yang paling banyak membuat orang mengaiami trauma (Resick, 2001). Mereka selalu dalam ketakutan, selalu siap siaga tanpa tahu apa yang akan terjadi (Hadis, 2002).
Penanganan penuh dilakukan oleh berbagai pihak yang terkait campur tangan atau intervensi dari pihak Iain diperiukan bagi anak-anak karena dampak dari konflik bersenjata ini mengenal diri mereka. Berkaitan dengan proses penanganan anak-anak korban konflik bersenjata ini, perlu dipahami ape yang terjadi dalam dirinya, dalam hal ini gambaran emosionalnya, agar intervensi yang dilakukan optimal, sesuai dengan keadaan anak tersebut.
Gambaran emosional anak-anak dapat diketahui dengan alat bantu. Salah satu alat bantu yang dapat digunakan adalah alal tes psikologi berupa teknik proyeksi dengan menggambar. Salah satu tes menggambar yang dapat digunakan adalah human Hgure drawings (HFDS). Dari penelitian ini ingin dilihat bagaimana gambaran emosional anak-anak berusia 10 - 12 tahun yang menjadi korban konfiik di Ambon dan sekitamya dilihat dari tes menggambar orang.
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa hasil gambar orang dari anak-anak korban konflik di Ambon dan sekitarnya berjumlah 45 anak.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa anak-anak korban konfllk di Ambon dan sekitarnya menunjukkan adanya perasaan tidak aman dan tidak mampu serta depresi. Dari gambar menunjukkan juga adanya kecemasan pada diri mereka. Anak-anak mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan Iingkungan serta cenderung menarik diri Mereka juga tampak impulsif dan kurang kontrol diri. Terlihat juga adanya ketegangan seria kecenderungan acting-out dan berorientasi pada masa lalu."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38490
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rizqi Adhi Primaputra
"Pendahuluan: Cedera pleksus brachialis traumatik merupakan cedera pada ekstremitas atas yang menimbulkan disabilitas motorik dan sensorik yang berakhir pada penurunan kualitas hidup. Prosedur pembedahan saraf atau otot masih menjadi terapi pilihan untuk menangani cedera pleksus brachialis, akan tetapi belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Penelitian mengenai luaran pasien dengan cedera pleksus brachialis traumatik pasca prosedur pembedahan, khususnya di Indonesia, belum pernah dilakukan. Prosedur pembedahan cedera pleksus brachialis di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo sudah berlangsung sejak tahun 2010, namun belum ada hasil luaran yang terdokumentasikan dengan baik. Studi ini diharapkan menjadi gambaran awal mengenai hasil luaran klinis dan fungsional pasien cedera pleksus brachialis setelah dilakukan tindakan pembedahan.
Metode: Penelitian ini merupakan studi analitik observasional dengan metode potong lintang. Data pasien diambil minimum follow up 6 bulan pasca pembedahan. Luaran klinis dinilai dengan mengukur kekuatan motorik (Medical Research Council Scale) dan ruang lingkup gerak dari sendi abduksi bahu dan fleksi siku. Luaran fungsional dinilai melalui sistem skoring Disabilities of the Arm, Shoulder, and Hand (DASH). Analisis bivariat dan multivariat dilakukan untuk mencari hubungan antara berbagai faktor (usia, jenis kelamin, penyebab cedera, awitan cedera, tipe cedera, tindakan pembedahan, rehabilitasi) dengan luaran klinis dan fungsional (skor DASH dan perubahan skor DASH).
Hasil Penelitian: Sebanyak 67 dari 139 pasien cedera pleksus brachialis traumatik yang menjalani pembedahan di RSUPN Cipto Mangunkusumo periode 2010-2017 dimasukkan ke dalam penelitian dengan rerata waktu follow up 28 bulan pasca pembedahan. Laki-laki (82,2%) dengan nilai rerata usia 26 tahun dengan penyebab cedera tumpul karena kecelakaan lalu lintas. Tipe cedera terbanyak adalah postganglionik tipe total (56,7%). Sebagian besar subjek (65,7%) menjalani rehabilitasi. Rerata skor DASH 71,7 dengan perubahan skor DASH sebesar 17,5.
Diskusi: Luaran klinis dan fungsional pada pasien cedera pleksus brachialis traumatik baik dipengaruhi oleh awitan cedera, tipe cedera, jenis tindakan pembedahan, dan rehabilitasi pasca pembedahan. Analisis multivariat menunjukkan bahwa rehabilitasi menjadi faktor prediktor terhadap seluruh luaran klinis, sementara rehabilitasi dan tipe cedera dapat digunakan untuk memprediksi skor DASH.

Introduction: Traumatic brachial plexus injury (TBPI) is a disease that cause disability in motoric and sensory upper extremity that leads to decrease in quality of life. Nerve or muscle surgeries are still the treatment of choice for treating brachial plexus injury, despite the result is still not satisfying. Study on the outcomes of brachial plexus injury after surgical procedures, especially in Indonesia, has not been conducted. Surgical procedure for brachial plexus injury in RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo has been performed since 2010, but no study had recorded outcome result yet. This study aim to give a brief clinical and functional outcome of patient with brachial plexus injury after surgical procedure.
Methods: We performed an observational analytic study using cross-sectional method. Data was taken with minumum follow up 6 months after surgery. Clinical outcome was measured with motoric strengh using Medical Research Council Scale and range of motion shoulder abduction and elbow flexion. Functional outcome was assessed through DASH scoring. Bivariate and multivariate analysis was performed to find relationships between various factors (age, sex, injury onset, type of injury, type of surgery, rehabilitation) and clinical and functional outcomes (DASH score and change in DASH score).
Results: A total of 67 from 139 traumatic brachial plexus injury patients had surgery at Cipto Mangunkusumo General Hospital from 2010-2017 with mean of follow up for 28 months. Male contributed major patient (82.2%) and had median age of 26 years. The most common type of brachial plexus injury was postganglionic total type (56.7%). Most subjects (65.7%) underwent rehabilitation. Mean DASH score was 71,7 with DASH score changed 17,5.
Discussion: Clinical and functional outcomes in TBPI patients who underwent surgery were influence with onset, type of TBPI, choice of surgery performed, and rehabilitation after surgery. Multivariat analysis showed rehabilitation is the main predictor factor in determine clinical outcome. Rehabilitation and type of injury can be predicted for DASH score. Multivariate analysis showed that rehabilitation was predictive of shoulder abduction ROM and motoric function, and also elbow flexion ROM and motoric function. Rehabilitation and type of injury can be used to predict DASH scores.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57657
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Firsyada
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T57263
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frame, Scott B.
New York : Mosby , 2003
616.891 FRA p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"This well-established book on injury biomechanics has been extensively revised and expanded for this new edition. It now includes a fundamental treatment of the mechanics at a cellular level, written by the new coauthor Prof. Barclay Morrison III from Columbia University. Furthermore, considerably more attention is paid to computer modeling, and in particular modeling the human body.
The book addresses a wide range of topics in injury biomechanics, including anatomy, injury classification, injury mechanisms, and injury criteria. Further, it provides essential information on regional injury reference values, or injury criteria, that are either currently in use or proposed by both US and European communities. Although the book is intended as an introduction for doctors and engineers who are newcomers to the field of injury biomechanics, sufficient references are provided for those who wish to conduct further research, and even established researchers will find it useful as a reference guide to the biomechanical background of each proposed injury mechanism and injury criterion."
Switzerland: Springer Nature, 2019
e20509520
eBooks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>