Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 123672 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yoersi
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1991
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Punjabi, Narain H.
Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia , 2018
614.4 PUN p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sunarso Brotosoetarno
"ABSTRAK
Demam tifoid dan paratifoid adalah suatu penyakit sistemik yang disebabkan oleh kuman golongan Salmonella. Penyakit ini disebut pula demam enterik, tifus, dan paratifus abdomen. Paratifoid biasanya lebih ringan perjalanannya dan menunjukkan gambaran klinis yang sama seperti tifoid atau menyebabkan enteritis akut. Kedua jenis penyakit ini merupakan masalah kesehatan yang penting, terutama di negara-negara yang sedang berkembang baik ditinjau dart segi epidemiologi, segi diagnosis laboratoriumnya serta kelengkapan dart laboratorium kliniknya. Hal ini berhubungan erat pula dengan keadaan sanitasi dan kebiasaan higiene yang kurang memuaskan.
Diagnosis demam tifoid ditegakkan atas dasar klinis dan ditopang oleh diagnosis laboratorium. Pemeriksaan jumlah leukosit pada penderita demam tifoid kurang dapat menyokong diagnosis kliniknya. Walaupun menurut literatur pada demam tifoid terdapat leukopenia dan limfositosis relatif, tetapi kenyataannya leukopenia tidak sering dijumpai. Pada sebagian besar kasus demam tifoid, jumlah leukosit pada darah tepi masih dalam batas-batas normal, malahan kadang-kadang terdapat leukositosis walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu, pemeriksaan jumlah leukosit kurang dapat menyokong diagnosis klinis demam tifoid.
Sejak ditemukannya uji serologi Widal lebih kurang 80 tahun yang lalu, uji ini mempunyai nilai diagnostik yang tinggi dan masih luas dipergunakan di negara-negara yang sedang berkembang. Uji serologi ini didasarkan atas pemeriksaan adanya antibody dalam serum penderita akibat infeksi oleh kuman Salmonella. Tetapi akhir-akhir ini kegunaan uji serologi Widal masih banyak diperdebatkan oleh para ahli. Hal ini disebabkan adanya berbagai faktor yang dapat mempengaruhi hasil uji Widal, antara lain : keadaan gizi penderita, nengobatan dengan antibiotika, pernah mendapat vaksinasi Typhus Paratyphus A-Paratyphus B ( TAB ) atau infeksi sebelumnya, saat pengambilan darah, dan sebagainya.
Dalam upaya untuk meningkatken perawatan penderita tersangka demam tifoid diperlukan suatu hasil pemeriksaan laboratorium sedini mungkin, untuk menyokong penegakkan diagno sis klinisnya. Adapun jenis pemeriksaan laboratorium yang dapat lebih menyokong diagnosis klinis demam tifoid adalah menemukan kuman Salmonella dengan cara mengisolasikannya dari darah, urin, tinja atau cairan badan lainnya. Frekuensi dapat ditemukannya kuman dari darah, urin, tinja ataupun cairan badan lainnya berhubungan dengan patogenesis penyakit. Pada permulaan penyakit lebih mudah ditemukan kuman dalam darah, baru pada stadium selanjutnya dalam tinja, kemudian dalam urin?
"
1985
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeremy Andreas Hasoloan Oscar Putra
"Latar Belakang: Demam tifoid merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi dengan gejala berupa demam, lemas, batuk ringan, sembelit, ketidaknyamanan perut, sakit kepala, dan muntah.Kasus demam tifoid di Kota Jakarta Timur menjadi yang tertinggi dari 6 kabupaten/kota yang berada di Provinsi DKI.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan faktor lingkungan (jamban sehat), faktor invidu (usia), faktor iklim (curah hujan), dan faktor kependudukan (kepadatan penduduk) dengan proporsi kasus demam tifoid di Kota Jakarta Timur pada tahun 2020-2023.
Metode: Penelitian ini menggunakan studi ekologi dengan uji korelasi.
Hasil: Proporsi demam tifoid di Kota Jakarta Timur memmpunyai persebaran yang fluktuatif dengan penurunan pada tahun 2021 dan peningkatan pada tahun 2023. Proporsi demam tifoid pada kota Jakarta Timur memiliki nilai total sebesar 2,34 % dan lebih tinggi proporsi demam tifoid di DKI Jakarta sebesar 0,2 % dengan proporsi tertinggi terdapat pada Kecamatan Pasar Rebo sebesar 0.17 %, dan proporsi demam tifoid terendah terdapat pada Kecamatan Jatinegara dan Cakung sebesar 0,02 %. Pada penelitian ini, faktor resiko yang berkaitan dengan kejadian demam tifoid meliputi variabel usia (p = 0.000) dan curah hujan (p = 0.003).
Kesimpulan: Proporsi demam tifoid di Kota Jakarta Timur Tahun 2020-2023 mencapai 2,34 % dan lebih tinggi dari proporsi demam tifoid di DKI Jakarta. Faktor resiko demam tifoid yang terjadi di Kota Jakarta Timur,
Saran: Pemerintah dan masyarakat dapat berkolaborasi untuk meningkatkan higiene dan sanitasi makanan di perumahan dan lingkungan sekolah

Background: Typhoid fever is a disease caused by the bacterium Salmonella typhi, with symptoms including fever, weakness, mild cough, constipation, abdominal discomfort, headache, and vomiting. The incidence of typhoid fever in East Jakarta is the highest among the six districts/cities in the DKI Jakarta Province. Objective: This study aims to analyze the relationship between environmental factors (sanitary latrines), individual factors (age), climate factors (rainfall), and demographic factors (population density) with the proportion of typhoid fever cases in East Jakarta from 2020 to 2023.
Methods: This study uses an ecological study with correlation tests.
Results: The proportion of typhoid fever in East Jakarta City has shown a fluctuating distribution, with a decrease in 2021 and an increase in 2023. The proportion of typhoid fever in East Jakarta City is 2.34%, which is higher than the proportion in DKI Jakarta at 0.2%. The highest proportion of typhoid fever is in the Pasar Rebo District at 0.17%, while the lowest proportions are in the Jatinegara and Cakung Districts at 0.02%. In this study, risk factors related to typhoid fever incidence include age (p = 0.000) and rainfall (p = 0.003).
Conclusion: The proportion of typhoid fever in East Jakarta City from 2020 to 2023 reached 2.34%, which is higher than the proportion of typhoid fever in DKI Jakarta. The risk factors for typhoid fever in East Jakarta City include rainfall and age.
Recommendations: The government and the community can collaborate to improve food hygiene and sanitation in residential and school areas.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Budi Prastiani
"Anak usia sekolah sebagai salah satu populasi berisiko untuk mengalami demam tifoid. Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan demam tifoid adalah dengan deteksi dan pencegahan demam tifoid secara dini di keluarga. Penulisan karya ilmiah akhir ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana Program Lingkungan dan Anak Sehat sebagai bentuk intervensi keperawatan komunitas efektif dilaksanakan dalam pencegahan demam tifoid pada anak usia sekolah dengan penguatan kelompok pendukung PROLAS.
Hasil intervensi menunjukkan peningkatan pengetahuan Ibu anak usai sekolah sebesar 68.72% ketrampilan 42.33%, dan sikap 64.55%. Sementara peningkatan pengetahuan kader 10.9%, sikap 11.64% dan ketrampilan 27.62%. Program Lingkungan dan Anak Sehat sebagai salah satu program pencegahan demam tifoid pada anak usia sekolah harus dilaksanakan secara kontinyu serta dilakukan pembinaan secara terus menerus dari pihak Dinas Kesehatan dan Puskesmas.

School-aged children as a population at risk for typhoid fever. One effort to overcome the problem of typhoid fever is the detection and prevention of typhoid fever early in the family. Final Scientific writing aims to know the extent of Healthy Environment and Children program as a form of community nursing intervention implemented was effective in the prevention of typhoid fever in children of school aged by strengthening support group PROLAS.
The results showed an increase in the knowledge of the intervention on school aged children mother of 68.72%, theskillsof 42.33%, and the attitudes of 64.55%. While the cadre’s knowledge increased by 10.9%, attitudes and skills by 11.64% and 27.62%. Healthy Environment and Kids program as one of typhoid fever prevention programs in school-aged children should be carried out continuously and should be monitored by the Health Department and Community Health Center.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Muchtar
"Dewasa ini demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Tetapi masih terdapat kesulitan dalam menegakkan diagnosis demam tifoid secara tepat dan cepat. Sampai saat ini isolasi S.typhi dari penderita merupakan baku emas diagnosis demam tifoid. Namun yang menjadi permasalahan adalah membutuhkan waktu yang lama (sampai 7 hari). Selain itu hasilnya dipengaruhi oleh berbagai hal, antara lain metoda yang dipakai dan pemberian antimikroba sebelumnya. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dikembangkan suatu alat otomatis Bactec. Prinsip ke~a alat ini berdasarkan deteksi adanya C02 yang merupakan sisa metabolisme kuman, dan dimonitor secara otomatis tiap 10 menit. Selain
itu dalam media Bactec terdapat resin yang dapat menetralisir antimikroba. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah Bactec dapat memberikan sensitivitas yang lebih baik dan waktu deteksi yang lebih cepat dibandingkan dengan biakan menggunakan media empedu. Selanjutnya ingin mengetahui pola kepekaan S.typhi terhadap beberapa antimikroba dan profil leukosit pada penderita dengan biakan positif. Subyek penelitian ini adalah 100 penderita demam tifoid yang dirawat di RS Persahabatan Jakarta, mulai bulan Januari 1997 sampai Agustus 1997. Dari hasil penelitian didapatkan 66 isolat positif pada Bactec dan 40 isolat positif pada media empedu, keduanya didapat perbedaan bermakna (p = 0,0000). Semua biakan positif pada media empedu positif pada Bactec. Rerata waktu deteksi S.typhi pada Bactec 4,03 hari dan pada media empedu 5,00 hari, keduanya didapatkan perbedaan bermakna (p = 0,0002). Hasil uji kepekaan : S. typhi sensitif terhadap kloramfenikol 98,48%, Ampisilin dan kotrimoksazol masingmasing
94,45%, seftriakson, sefoperazon, sefotaksim, siprofloksasin dan pefloksasin masing-masing 100%. Didapatkan profil leukosit sebagai berikut : jumlah leukosit normal 57,58%, aneosinofilia 74,24%,
neutropenia 46,97% dan limfositosis 56,06%. Aneosinofilia dan limfositosis mempunyai korelasi dengan biakan positif."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahdi Dewin Marzaini
"Salmonella typhi merupakan etiologi dari demam tifoid dan Shigella flexneri merupakan etiologi dari shigellosis. Kedua bakteri ini menginfeksi manusia melalui jalur fekal-oral dan menginvasi sistem gastrointestinal. Penyebab tersering dari terjadinya infeksi ini adalah konsumsi makanan yang tidak higienis. Infeksi bakteri ini umumnya terjadi di negara berkembang. Bakteri ini sudah mengalami peningkatan resistensi antibiotik, karena itu penemuan antibiotik baru sangat diperlukan. Salah satu substansi yang berpotensi sebagai antibiotik baru adalah senyawa X. Dalam penelitian ini, senyawa X diujikan kepada kedua bakteri tersebut dengan menggunakan metode disk diffusion testing. Bakteri dibagi menjadi 9 kelompok sesuai dengan jenis intervensinya, yaitu akuades, alkohol 98% sebagai kontrol, dan 7 jenis senyawa X berkonsentrasi 2 - 128 mg/l. Masing-masing kelompok berjumlah 3 sampel.
Hasil penelitian berupa diameter hambatan pertumbuhan bakteri tersebut. Uji Post-Hoc pada Salmonella typhi menunjukkan bahwa senyawa X mampu menghambat pertumbuhan (p = 0,000 - 0,002) namun tidak terdapat perbedaan antara intervensi senyawa X dengan berbagai konsentrasinya (p = 0,191 - 0,982). Uji Kruskal-Wallis pada Shigella flexneri antara seluruh jenis intervensi menunjukkan bahwa senyawa X tidak mampu menghambat pertumbuhan dan tidak terdapat perbedaan antara intervensi senyawa X yang berlainan konsentrasi (p = 0,185).

Salmonella typhi and Shigella flexneri are the etiology of typhoid fever and shigellosis respectively. Both infect humans via the fecal-oral route, invade the gastrointestinal system, and are common in developing countries. Antibiotic resistance of these bacteria has been increased. One substance that is potential as a new antibiotic is substance X. In this study, substance X is tested on both bacteria using the disk diffusion testing. Bacteria are divided into 9 groups according to the type of intervention, namely distilled water, 98% alcohol as a control, and 7 types substance X (2-128 mg/l). Each group consists of 3 samples.
The results are the diameters of bacterial growth inhibition. Post-Hoc test on Salmonella typhi shows that substance X is able to inhibit growth (p = 0.000 to 0.002) but there were no differences between the interventions of substance X with various concentrations (p = 0.191 to 0.982). Kruskal-Wallis test in Shigella flexneri between all types of interventions shows that substance X is not able to inhibit the growth and there are no differences between the intervention of substance X with various concentrations (p = 0.185).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Enny Nugraheni Sulistyorini
"Latar Belakang : Indonesia adalah daerah endemik penyebaran virus dengue (DENV), demam tifoid, malaria, leptospirosis dan arbovirus lain. Sehingga terjadinya infeksi yang bersamaan sangat mungkin terjadi. Koinfeksi Salmonella typhi yang terjadi dapat menyebabkan manifestasi yang lebih berat, atau menyebabkan diagnosis yang salah atau tertunda. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kejadian koinfeksi Salmonella typhi di Bengkulu dan juga melihat bagaimana peran respon imun dalam proses imunopatogenesis pada berbagai tingkat keparahan.
Metode: Subjek penelitian ini adalah usia 16-60 tahun yang memiliki gejala demam kurang atau sama dengan 3 hari dan memiliki 2 gejala minimal dari kriteria WHO 1997. Infeksi DENV dikonfirmasi dengan pemeriksaan antigen NS1 dan serotipe dengan Reverse Transcriptase-PCR (RT-PCR). Keparahan penyakit DENV diklasifikasikan menjadi Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD). Tubex TF digunakan untuk menegakkan diagnosis infeksi Salmonella typhi. Pemeriksaan TNF-α, IL-6, TLR-4 dan TLR-6 dilakukan dengan metode ELISA. Penentuan Genotipe DENV pada penelitian ini dilakukan pada gen-E menggunakan software Mega dan Bioedit.
Hasil: Subjek yang memenuhi kriteria penelitian sebanyak 63 orang dan DENV-2 merupakan serotipe dominan. Kasus monoinfeksi dan koinfeksi sebanyak 24 subjek dan 39 subjek secara berurutan. Kadar IL-6, TLR-4 dan TLR-6 pada kelompok monoinfeksi dan koinfeksi menunjukkan perbedaan yang bermakna. Sedangkan berdasarkan kelompok DD dan DBD, kadar TNF-α dan IL-6 terdapat perbedaan yang bermakna. Analisis genotiping menunjukkan DENV-1 masuk dalam genotipe-I, DENV-2 masuk dalam genotipe cosmopolitan, sedangkan DENV-3 masuk dalam genotipe-I dan DENV-4 termasuk dalam genotipe-II.
Kesimpulan: Koinfeksi dapat menyebabkan peningkatan IL-6, TLR-4 dan TLR-6 plasma, sedangkan jika dilihat dari keparahan penyakit TNF-α dan IL-6 mengindikasikan derajat keparahan penyakit yang lebih berat. Genotipe DENV dalam penelitian ini sama dengan genotype yang beredar di tempat lain di Indonesia.

Background: Indonesia is an endemic area of dengue virus (DENV), typhoid, malaria, leptospirosis and other arboviruses. Therefore, the possibility of coinfection in DENV patients can occur. Co-infections may lead to severe manifestations, missed or delayed diagnosis and treatment of DENV infection. The aim of this study is to define incidence of coinfection in DENV patients with Salmonella typhi in Bengkulu, Sumatera, Indonesia 2020. In addition, we also evaluated characteristics of immune responses in coinfection DENV patients with different disease severities.
Method: Adult subjects more than 16 years old with fever and other clinical symptoms of DENV less than 3 days were included in this study. DENV infection was confirmed by NS1 antigen test and RT-PCR. DENV disease severity was classified into DD and DHF based on hematocrite value. Tubex TF were conducted to confirm Salmonella typhi infection in the convalescent phase. The examination of TNF-α, IL-6, TLR-4, and TLR-6 was performed by ELISA method. xty-three subjects met the study criteria and DENV-2 was the most dominant serotype. Monoinfection and coinfection cases were found in 24 subjects and 39 subjects respectively. The levels of IL-6, TLR-4, and TLR-6 in the monoinfected and coinfected groups showed significant differences. Meanwhile, based on the DF and DHF groups, there were significant differences in the levels of TNF-α and IL-6.
Conclusion: Coinfection caused an increasing in plasma IL-6, TLR-4, and TLR-6, whereas TNF-α and IL-6 caused more severe disease in DENV patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prima Rakhmawati
"Demam tifoid adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri Salmonella Typhi (S. Typhi). Penularan S. Typhi adalah melalui jalur fecal-oral, yaitu penyebaran mikroorganisme ke dalam mulut lewat makanan atau minuman yang terkontaminasi. Pada skripsi ini dibahas model matematika penyebaran penyakit demam tifoid dengan intervensi vaksinasi, pengobatan, dan higiene. Selanjutnya, model tersebut dikembangkan menjadi masalah kontrol optimal untuk memperoleh strategi intervensi yang optimal dalam mengendalikan sistem dinamik yang digambarkan oleh variabel state (manusia dan bakteri) dan variabel kontrol (intervensi vaksinasi, pengobatan, dan higiene). Eksistensi solusi kontrol optimal dianalisis dengan menggunakan prinsip minimum Pontryagin. Simulasi numerik dilakukan pada masalah kontrol optimal dengan berbagai skenario. Skenario didasarkan pada kombinasi intervensi yang diberikan. Hasil simulasi menunjukkan bahwa masing-masing skenario memberikan pengaruh yang signifikan terhadap model dalam mereduksi individu terinfeksi demam tifoid dan bakteri S. Typhi. Untuk memperoleh skenario terbaik, dilakukan analisis cost-effectiveness pada skenario pengendalian terkait kombinasi intervensi di lapangan. Terdapat tiga metode yang dilakukan, yaitu infection averted ratio (IAR), average cost effectiveness ratio (ACER), dan incremental cost effectiveness ratio (ICER). Berdasarkan analisis IAR, skenario dengan kombinasi vaksinasi dan higiene merupakan skenario yang paling optimal dalam mereduksi kasus infeksi baru. Berdasarkan ACER dan ICER, skenario dengan kombinasi ketiga intervensi (vaksinasi, pengobatan, dan higiene) adalah skenario yang paling optimal dari segi biaya intervensi untuk mengendalikan penyebaran penyakit demam tifoid.

Typhoid fever is an infection caused by the bacteria Salmonella Typhi (S. Typhi). Transmission of S. Typhi is through the fecal-oral route, namely the spread of microorganisms into the mouth through contaminated food or drink. This thesis discusses the mathematical model of the spread of typhoid fever with vaccination, treatment, and hygiene interventions. Furthermore, the model was developed into an optimal control problem to obtain the optimal intervention strategy in controlling the dynamic system described by state variables (humans and bacteria) and control variables (vaccination, treatment, and hygiene interventions). The existence of the optimal control solution was analyzed using the Pontryagin’s minimum principle. Numerical simulations were carried out on the optimal control problem with various scenarios. The simulation scenario is based on a combination of given interventions. The simulation results show that each scenario has a significant effect on the model in reducing individuals infected with typhoid fever and S. Typhi bacteria. To obtain the best scenario, a cost-effectiveness analysis was carried out on several control scenarios related to the combination of interventions that can be applied in the field. There are three methods used, namely infection averted ratio (IAR), average cost effectiveness ratio (ACER), and incremental cost effectiveness ratio (ICER). Based on the IAR analysis, the scenario with a combination of vaccination and hygiene is the most optimal scenario in reducing new infection cases. Based on ACER and ICER, the scenario with the combination of the three interventions (vaccination, medication, and hygiene) is the most optimal scenario in terms of the lowest intervention cost to control the spread of typhoid fever."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lucky Hartati Moehario
"ABSTRAK
Salmonella typhi (S typhi) adalah kuman penyebab demam tifoid. Penyakit ini sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan global, termasuk Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara seperti Malaysia dan Thailand. Angka kesakitan pertahun mencapai 157/100.000 populasi pada daerah semi rural dan 810/100.000 populasi di daerah urban di Indonesia, dan dilaporkan adanya kecenderungan untuk meningkat setiap tahun.
Dari studi epidemiologi molekuler ditemukan divesitas genetik yang bermakna diantara strain-strain S. typhi. Strain S. typhi yang menyebabkan demam tifoid di Indonesia diduga memiliki keunikan dibandingkan dengan strain-strain yang ditemukan di negara-negara Asia Tenggara Hal ini dihubungkan dengan manifestasi klinis demam tifoid di Indonesia yang pada umumnya lebih berat, seperti antara lain terjadinya komplikasi hepatitis tifoid, pankreatitis tifoid, dan gangguan neuropsikiatrik. Penelitian ini adalah studi awal epiderniologi molekuler menggunakan Pulsed-Field Gel Electrophoresis (PFGE) atau elektroforesis medan listrik berpulsasi, suatu metode typing yang mempunyai kemampuan diskriminasi yang tinggi, untuk melihat diversitas genetik isolat lokal S. typhi dan menilai spesifisitas tipe PFGE tertentu isolat S. typhi dengan gejala klinik demam tifoid yang ditimbulkannya.
Penelitian ini dimulai dengan melakukan persiapan bahan-bahan yang diperlukan, baik pemesanan, pembuatan regensia dan koleksi isolat S. typhi beserta data klinis pasien. Optimasi teknik isolasi DNA genom, digesti menggunakan ensim restriksi dan teknik elektroforasis medan listrik berpulsasi.
Pada saat ini telah diperoleh hasil PFGE dari 25 isolat S. typhi yang di digesti dengan ensim restriksi XbaI. Hasil analisis menggunakan NTSYS-pc versi 1.80 menunjukan hubungan kekerabatan diantara 25 isolat S. typhi yang relatif tinggi, namun demikian, tampaknya tidak ditemukan korelasi antara tipe PFGE tertentu isolat S. typhi dengan manifestasi klinik pasien, dalam hal ini perubahan biokimiawi fungsi hati. Penelitian ini masih berjalan, digesti DNA genom S. typhi dengan ensim restriksi kedua yaitu AvrII sedang dalam proses pelaksanaan. Diharapkan hasil yang diperoleh dapat digunakan untuk konfirmasi hasil analisis saat ini. "
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>