Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 120862 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wenny Ningsih Haryadi
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1994
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra Listiarini
"Latar Belakang: Pertumbuhan janin terhambat (PJT) merupakan suatu kondisi dimana pertumbuhan janin tidak mencapai potensi genetiknya. Diagnosis PJT dilakukan dengan pemeriksaan ultrasonografi (USG) serial, namun pemeriksaan USG memiliki beberapa keterbatasan. Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) plasenta terutama MRI difusi, yaitu Diffusion Weighted Image (DWI) dan Apparent Diffusion Coefficient (ADC), merupakan modalitas pemeriksaan yang dapat mengatasi keterbatasan dari pemeriksaan USG dengan melihat perubahan di level mikrostruktural secara tidak langsung.
Tujuan: Melihat peran nilai ADC plasenta dalam mendiagnosis PJT.
Metode: Pencarian sistematis menggunakan data dasar Scopus dan PubMed dilakukan pada September 2021. Studi yang membandingkan pemeriksaan MRI DWI-ADC plasenta antara pasien yang memiliki kehamilan normal dan PJT atau insufisiensi plasenta di suia kehamilan trimester kedua dan ketiga dengan pemeriksaan USG dan atau kondisi bayi saat dilahirkan sebagai referensi baku, diidentifikasi. Analisis statistik dari nilai ADC plasenta antara pasien normal dan PJT diuji.
Hasil: Empat studi diidentifikasi. Didapatkan nilai rerata ADC plasenta pada janin PJT dan/atau insufisiensi plasenta lebih rendah dibandingkan dengan janin normal. Namun, batas nilai rerata ADC plasenta pada janin dengan PJT dan janin normal sulit untuk ditentukan, karena hasil yang tumpang tindih antara janin dengan PJT dan janin normal. Kualitas bukti sedang.
Kesimpulan: Penurunan nilai rerata ADC plasenta dapat membantu dalam mendiagnosis adanya PJT pada kehamilan trimester kedua dan ketiga.

Background: Intrauterine growth retardation (IUGR) is a condition in which the growth of the fetus does not reach its genetic potential. The diagnosis of IUGR is made by serial ultrasonography (USG), but ultrasound examination has some limitations. Magnetic resonance imaging (MRI) of the placenta, especially diffusion MRI, which are Diffusion Weighted Image (DWI) and Apparent Diffusion Coefficient (ADC), is an examination modality that can overcome the limitations of ultrasound examination by looking at changes in the microstructural level indirectly. 
Objectives: To evaluate the role of placental ADC values ​​in diagnosing IUGR.
Methods: A systematic search of Scopus and PubMed database were performed through September 2021. Studies comparing DWI-ADC MRI of the placenta between patients who had a normal pregnancy and IUGR or placental insufficiency in the second and third trimesters of pregnancy with ultrasound examination and/or the condition of the baby at birth as a standard reference, were identified. Statistical analysis of placental ADC values ​​between normal and IUGR patients was tested.
Results: Four studies were identified. The mean value of placental ADC in IUGR and/or placental insufficiency was lower than in normal fetuses. However, the cut-off values of mean placental ADC ​​in IUGR and normal fetuses are difficult to determine, because of the overlapping results between IUGR and normal fetuses. The quality of evidence was moderate. 
Conclusion: Decreased mean placental ADC values can help in diagnosing the presence of IUGR in the second and third trimesters of pregnancy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Gusmara Adiwidjaja
"Dari hasil evaluasi tahunan Dinas Kesehatan Kabupaten Serang (2000) diketahui bahwa kegiatan Audit Maternal Perinatal (AMP) yang dilaksanakan puskesmas dan kabupaten (rumah sakit umum dan dinas kesehatan) sudah berjalan sejak tahun 1994. Selama ini kegiatan AMP telah menghasilkan banyak rekomendasi dan tindak lanjut namun hasilnya masih belum baik dan jauh dari yang diharapkan. Kegiatan AMP di Kabupaten Serang belum memperlihatkan daya ungkit yang berarti dalam mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) hal ini tampak dengan masih tingginya AKI yaitu 425/100.000 kelahiran hidup dan AKB yaitu 86,70/1000 kelahiran hidup yang merupakan angka tertinggi di Jawa Barat.
Tujuan penelitian ini untuk melihat gambaran pelaksanaan kegiatan AMP di Kabupaten Serang yang dilihat dengan pendekatan sistem input, proses dan output. Sebagai komponen input adalah pengetahuan petugas, struktur organisasi, sarana dan dana 1 anggaran. Komponen proses dilihat melalui koordinasi , metoda dan bimbingan teknis serta supervisi. Outputnya adalah rekomendasi dan tindak lanjut.
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif, yang pengumpulan datanya dilakukan dengan Diskusi Kelompok Terarah (DKT) bagi 32 informan yang terdiri dari 16 dokter puskesmas dan 16 bidan puskesmas dan Wawancara Mendalam (WM) bagi 7 informan terdiri dan 4 informan RSU Serang dan 3 informan Dinas Kesehatan Kabupaten Serang serta telaah dokumen yang ada di puskesmas, rumah sakit dan dinas kesehatan kabupaten. Peneliti mengumpulkan data sejak 1 Mei 2000 sampai dengan 22 Juli 2000, sedangkan analisa dilakukan dengan cara analisis isi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa umumnya pengetahuan petugas tentang AMP sudah cukup baik dan sudah dirasakan manfaatnya oleh petugas, tapi tidak menyeluruh. Struktur organisasi belum tertata dengan baik terutama ditingkat puskesmas . Kemudian sarana dan anggaran yang ada sampai saat ini belum mencukupi, terutama untuk tindak lanjut dan mengenai koordinasi antar petugas, metoda AMP dan bimbingan teknis serta supervisi yang telah dilaksanakan selama ini sudah cukup baik . Rekomendasi yang dihasilkan sudah cukup baik hanya kasusnya masih terbatas dan tindak lanjut yang dilaksanakan oleh tim AMP kabupaten sudah cukup baik sedangkan oleh puskesmas masih kurang baik.
Untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan dan jangkauan AMP perlu dibuat perencanaan AMP lebih baik lagi menyangkut pelatihan dan penyegaran petugas, pengadaan sarana dan dana. Perlu juga diusulkan agar puskesmas membuat struktur organisasi AMP yang baku dan ditandatangani oleh kepala dinas kesehatan. Selain itu perlu melakukan perbaikan Surat Keputusan (SK) tim AMP kabupaten dengan SK yang ditandatangani oleh bupati_ Tim AMP kabupaten perlu melakukan bimbingan teknis dan supervisi yang lebih intensif lagi. Selain itu tim AMP kabupaten perlu memikirkan agar rekomendasi dan tindak lanjut lebih sederhana lagi sehingga dapat dilaksanakan oleh petugas serta perlu adanya penelitian lanjutan guna melengkapi penelitian ini.

Based on Yearly Evaluation of Health Office of Serang District,(year 2000) known that Maternal and Perinatal Audit( MPA ) has been held by Public Health Centre, Public Hospital and Health Office of Serang District since 1994.. During that period, the audit got a lot of recommendation and follow-up care, but it is still bad and not as expected. The implementation of MPA doesn't show that Maternal Mortality Rate (MMR) and Infant Mortality Rate (IMR) have been deceased quickly. lt can be proved that MMR is 4251100.000 live births and IMR is 86,7011000 live births. It is high rate in West Java.
The purpose of observation is to know the implementation of. MPA program in Serang District by System Approach "input, process and output". The component parts of input are knowledge of officers, structure of organization, facilities and fund/budget. The components of process are coordination, method, guiding and supervising. TheOutput components are recommendation and follow-up.
This observation uses qualitatyve method , which data is collected by Focus Group Discussion (FGD), there are 32 informants, , consist of 16 doctors and 16 midwives from public health centre. Also by In dept Interview 7 informants, consist of 4 informants from Hospital and the others from Health Office of Serang District. And also observing the documents in Public Health Centre, Hospital and Health District Office, done from 1st May until 22nd July 2000, using content analysis.
The result of observation shows that knowledge of some officer about MPA are good enough and useful for officer but not all. But the arrangement of structure of organization is still bad, especially at public health centre. The facilities and budget are not enough right now, especially in follow-up. The implementation of coordination of officers, MPA method, guiding and supervising are good enough. The result of recommendation is also good, even though limited number of cases. The follow up from MPA district team is good enough but it is bad from public heath centre team.
To increase the quality of implementation and scope of MPA, need a good planning, such as : training and refreshing for officers, preparing facilities and funds. Public health centre should be better make the standard of MPA organization structure, signed by head of health district office. The Decision letter for MPA team of district must be sign by bupati (Head of District). The team must get the training of guiding and supervising intensively how to make recommendation and follow up more simply. So it can make officers do it easily. And it's better to do the following research to complete this research."
Jakarta: Universitas Indonesia, 2001
T636
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmi Handayani
"Latar belakang: Etiologi dari Gangguan Perkembangan Pervasif (GPP) masih belum diketahui dengan pasti. Berbagai penelitian terus dilakukan untuk menemukan etiologi sebenarnya dari GPP. Berbagai kemungkinan telah dipikirkan mengenai etiologi dari GPP, mulai dari faktor genetik sampai faktor-faktor risiko eksternal yang berperan untuk terjadinya GPP. Mengingat dampak buruk yang dapat terjadi apabila anak dengan GPP tidak diintervensi secara dini dan data mengenai faktor-faktor risiko eksternal sampai saat ini belum ada di Indonesia, maka penulis berminat untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor risiko yang terkait dengan GPP sehingga dapat dilakukan beberapa tindakan prevensi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan GPP pada saat kehamilan, proses kelahiran, keadaan saat anak lahir, riwayat medis anak dan riwayat keluarga dengan GPP.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian cross sectional terhadap anak dengan GPP dan anak NonGPP yang bcrobat jalan kc poliklinik psikiatri anak dan remaja RSUPNCM yang meincnuhi kriteria penelitian. Instrwnen yang digunakan adalah DSM IV untuk mendiagnosis GPP pada anak dan daftar isian dari faktor-faktor risiko selama kehamilan, kelahiran, riwayat medis anak dan riwayat keluarga dengan GPP.
Hasil : Telah didapatkan 57 anak yang diteliti terdiri dari 41 anak dengan GPP dan 16 anak dengan NonGPP. Dan berbagai faktor risiko yang diteliti terdapat dua faktor yang signifikan secara statistik yaitu faktor ibu yang mengkonsumsi ikan sewaktu hamil (p 0,01 ; OR 4,54 ; 95%C11,33-15,48) dan faktor keluarga lain (kakak/sepupu) yang menderita GPP (p 0,04 ; OR 4,13 ; 95%CI 1,02-16,68).
Simpulan: Hasil dari penelitian ini tidak seluruhnya mendukung penelitian penelitian sebelumnya. Interpretasi dari hasil penelitian ini cukup sulit mengingat adanya keterbatasan-keterbatasan penelitian yang muncul. Faktor-faktor risiko yang kemungkinan berperan adalah adanya hubungan antara riwayat keluarga lain (kakak/sepupu) yang menderita GPP dan faktor risiko makan ikan laut pada ibu hamil. Faktor risiko makan ikan laut pada ibu hamil mungkin berperan, namun penelitian selanjutnya diperlukan untuk meneliti waktu yang tepat saat makan ikan laut, dan jumlah makanan ikan laut yang dimakan untuk mendapatkan hubungan yang lebih bermakna.

Background: The exact etiology of Pervasive Developmental Disorder (PDD) is still unknown although genetics and external risk factors have been associated with it. There are ongoing studies investigating the etiology of PDD. Early intervention is necessary due to its enormous negative impact on the child. The researcher would like to investigate the external risk factors associated with PDD since there are potentially modifiable. The purpose of this study is to find risk factors associated with PDD that may be present during pregnancy, birth, development of the child and family history associated with PDD.
Methods: This is a cross sectional study conducted at the child and adolescent psychiatric outpatient unit at RSUPN-CM. DSM IV criteria is used to establish the diagnosis of children with PDD and a questionnaire addressing parental characteristic during pregnancy, birth, child condition, development of the child and family history with PDD.
Result: A total of 41 subjects with PDD and 16 subjects with NonPDD are involved. From a number risk factors that has been studied only two factors were significantly correlated with PDD: maternal consumption of ocean fish during pregnancy with p=0,01;OR 4,54 ; 95%C1 1,33-15,48 and family history associated with PDD with p-0,04; OR 4,13; 95%CI 1,02-16,68 .
Conclusion: Our result do not support the findings of previous studies although' it is difficult to interpret present result due to many limitations. External risk factor such as maternal fish consumption during pregnancy may be a predisposing factor to the development of PDD. However, further studies are necessary to investigate the precise timing and amount of exposure to ocean fish that will cause eventual PDD in the child.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21268
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jimmy Sakti Nanda Berguna
"Latar Belakang: Hipertensi pada kehamilan diketahui menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi. Banyak faktor yang memengaruhi, diantaranya asam urat, walau masih banyak perdebatan diantara para ahli. Peneliti ingin mengetahui hubungan luaran ibu dan bayi dengan kadar asam urat darah ibu pada kehamilan dengan gangguan hipertensi.
Metode: Studi analitik observasional dengan desain potong lintang. Subjek adalah ibu hamil dengan gangguan hipertensi di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, periode Januari 2014 sampai Desember 2018. Luaran ibu adalah tingkat keparahan gangguan hipertensi pada kehamilan dan derajat hipertensi. Luaran bayi adalah usia gestasi saat kelahiran, berat badan lahir bayi berdasarkan kurva Lubchenco dan skor APGAR menit pertama. Hubungan luaran ibu dan bayi dengan kadar asam urat darah ibu diketahui dengan uji Kruskal Willis dan Mann Whitney.
Hasil: Sebanyak 704 subjek memenuhi kriteria penelitian dari 880 pasien ibu hamil dengan gangguan hipertensi. Didapatkan perbedaan bermakna kadar asam urat darah ibu (p<0,001) antarkelompok keparahan gangguan hipertensi pada kehamilan (preeklamsia gejala berat 5,7 (2,2–16,0) mg/dL, preeklamsia tanpa gejala berat 5,18 + 1,54 mg/dL, dan hipertensi kronik/hipertensi dalam kehamilan 4,8 (2,2-8,0) mg/dL). Didapatkan perbedaan bermakna kadar asam urat darah ibu antarkelompok derajat hipertensi (hipertensi derajat I 4,8 (2,2–8,0) mg/dL, hipertensi derajat II 5,7 (2,2–16,0) mg/dL, dan krisis hipertensi 5,4 (2,6–9,8) mg/dL). Kelompok usia gestasi aterm saat kelahiran menunjukkan kadar asam urat darah ibu 5,0 (2,2–9,8) mg/dL, lebih rendah bermakna (p<0,001) dibandingkan usia gestasi preterm saat kelahiran 6,3 (2,7–16) mg/dL. Tidak didapatkan perbedaan bermakna antarkelompok berat lahir bayi maupun skor APGAR menit pertama.
Simpulan: Didapatkan hubungan bermakna antara luaran ibu yaitu tingkat keparahan gangguan hipertensi dan derajat hipertensi, dan luaran bayi yaitu usia gestasi saat kelahiran, dengan kadar asam urat darah ibu. Tidak didapatkan hubungan bermakna antara berat badan lahir bayi dan skor APGAR menit pertama, dengan kadar asam urat darah ibu.

Background: Hypertensive disorders in pregnancy is known to cause maternal and perinatal morbidity and mortality. Many factors influence, including uric acid, although there is still a lot of debate among experts. This study aims to find out the relationship between mother and baby outcomes with mother’s uric acid level, in pregnancy with hypertensive disorders.
Method: Observational analytic study with cross sectional design. Subjects were pregnant women with hypertensive disorders at Persahabatan General Hospital, from January 2014 to December 2018. Maternal outcomes were the severity of hypertensive disorders in pregnancy and the degree of hypertension. The perinatal outcomes were the gestational age at birth, the baby's birth weight based on the Lubchenco curve, and the first minute APGAR score. The relationship between maternal and perinatal outcome and maternal blood uric acid levels was questioned by the Kruskal Willis and Mann Whitney test.
Result: A total of 704 subjects met the criteria of the study of 880 pregnant women with hypertensive disorders. There were significant differences of maternal blood uric acid level (p <0.001) between groups of severity of hypertension (preeclampsia with severe features 5.7 (2.2–16.0) mg/dL, preeclampsia without severe features 5.18 + 1.54 mg/dL, and chronic hypertension / gestational hypertension 4.8 (2.2-8.0 mg/dL). There was a significant difference in maternal blood uric acid level between groups of hypertension stage (hypertension stage I 4.8 (2.2–8.0) mg/dL, hypertension stage II 5.7 (2.2–16.0) mg/dL, and a hypertensive crisis 5.4 (2.6–9.8) mg / dL). The group of term gestational age at birth showed maternal blood uric acid level 5.0 (2.2–9.8) mg/dL, significantly lower (p <0.001) than preterm gestational age at birth 6.3 (2.7–7). 16) mg/dL. There were no significant differences between groups of birth weight and first minute APGAR scores.
Conclusion: There is a relationship between maternal outcomes (the severity of hypertensive disorders and the degree of hypertension) and perinatal outcomes (gestational age at birth) with maternal blood uric acid level. There is no relationship between birth weight and first minute APGAR score with maternal blood uric acid level.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Pamungkas
"Latar belakang : Preeklamsia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi yang masih tergolong cukup tinggi di dunia. Preeklamsia menduduki kedua tertinggi sebesar 14% penyebab kematian ibu. Penyebab kematian bayi pada masa neonatus sebesar 78,5% disebabkan oleh asfiksia, bayi berat lahir rendah dan infeksi. Salah satu akibat hal tersebut dikarenakan faktor maternal seperti preeklamsia. Luaran neonatal dengan kasus preeklamsia yaitu pertumbuhan janin terhambat, gangguan darah (Trombositopenia), gangguan sistem saraf pusat (hypoxic ischemic ensephalopathy, cerebral palsy), gangguan organ pernafasan (bronchopulmonary dysplasia, respiratory distress syndrome) serta gangguan saluran pencernaan (NEC).
Tujuan : Mengetahui adakah perbedaan luaran neonatal pada kelahiran preterm dengan preeklamsia dibandingkan dengan kelahiran preterm tanpa preeklamsia.
Metode : penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan menggunakan metode case-control. Pengambilan sampel dengan cara consecutive sampling. Subjek penelitian ini merupakan neonatal dari kelahiran preterm di usia kehamilan kurang dari 37 minggu yang dilakukan di RSCM. Data yang didapatkan dianalisis secara bivariat menggunakan uji chi-square untuk mengetahui ada atau tidaknya preeklamsia pada kelahiran preterm dengan bayi yang mengalami hypoxic ischemic ensephalopathy (HIE), broncopulmonary syndrome (BPD), respiratory distress syndrome (RDS) dan necrotizing entercolitis (NEC) selama masa perinatal.
Hasil : Dari 2.750 subjek yang diteliti dari tahun 2015 hingga 2018 didapatkan luaran neonatal preterm dari ibu yang mengalami Preklamsia sebanyak 455 subjek (16,5%) dibandingkan ibu yang tidak mengalami Preeklamsia sebanyak 2295 subjek (83,5%). Terdapat perbedaan bermakna untuk seluruh gangguan luaran neonatus preterm yaitu hypoxic ischemic ensephalopathy dengan nilai p = 0,002, OR 3,84, CI95% 1,61-9,17, broncopulmonary syndrome dengan nilai p = 0,04, OR 1,87, CI95% 1,03-3,42, respiratory distress syndrome dengan nilai p < 0,0001, OR 5,51 CI95% 4,35-6,98 dan necrotizing entercolitis dengan nilai p< 0,001, OR 2,22 CI95% 1,5-3,17.
Kesimpulan : Terdapat perbedaan bermakna untuk seluruh gangguan luaran neonatus preterm berupa hypoxic ischemic ensephalopathy (HIE), broncopulmonary syndrome (BPD), respiratory distress syndrome (RDS) dan necrotizing entercolitis (NEC) pada ibu dengan preeclampsia.

Background: Preeclampsia is one of major causes of maternal and infant morbidity and mortality in the world. Preeclampsia is the second highest causes maternal death. Factors of death in infants are due to asphyxia, low birth weight and infections. One of the reasons causing infant death are maternal factors such as preeclampsia. Neonatal outcomes with maternal preeclampsia are fetal growth restriction, trombositopenia, nervous system disorder (hypoxic ischemic ensephalopathy, cerebral palsy), respiratory disorder (broncopulmonary dysplasia, respiratory distress syndrome), and digestive tract disorder (necrotizing enterocolitis).
Objective : To investigate whether there are differences of preterm neonatal outcomes in cases with and without preeclampsia.
Method : This study is an observational analytic study using case-control method and consequtive sampling. The subject of this study was preterm neonatal outcomes at gestational age less than 37 weeks in Cipto Mangunkusumo Hospital. The data then bivariately analyzed in order to determine preterm neonatal outcomes in cases with and without preeclampsia with hypoxic ischemic ensephalopathy (HIE), bronchopulmonary dysplasia (BPD), respiratory distress syndrome (RDS) and necrotizinf enterocolitus (NEC) on perinatal period.
Result : Two-thousand and seventy hundred fifty subjects from 2015 until 2018 was studied, preterm infants with preeclampsic mother were 455 subjects (16,5%) and without preeclampsia is 2295 subjects (82,4%). There were significant relationship between preeclampsia with hypoxic ischemic ensephalopathy ( p = 0,002, OR 3,84, CI95% 1,61-9,17) broncopulmonary syndrome (p = 0,04, OR 1,87, CI95% 1,03-3,42), respiratory distress syndrome (p < 0,0001, OR 5,51 CI95% 4,35-6,98) and necrotizing entercolitis (p< 0,001, OR 2,22 CI95% 1,5-3,17).
Conclusion : There were significant relationship between preeclampsia with neonatal outcame hypoxic ischemic ensephalopathy (HIE), bronchopulmonary dysplasia (BPD), respiratory distress syndrome (RDS) and necrotizif enterocolitus (NEC).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Aisyah Budi Hartati
"Preeklampsia masih menimpakan penyakit obstetrik peringkat atas di RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta. Penatalaksanaan preeklampsia meliputi pemberian obat, diet dan istirahat. Prinsip diet preeklampsia antara lain tinggi energi dan tinggi protein. Telah dilaporkan bahwa asupan energi dan protein pasien preeklampsia masa antenatal yang dirawat adalah Kurang dari kebutuhan dan ternyata tidak berhubungan dengan perubahan albumin darah dan kejadian edema. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran kehutuhan energi dan protein, serta mengetahui hubungan antara asupan energi dan protein dengan albumin darah dan kejadian edema.
Metoda: Jenis disain penelitian adalah cross sectional dengan populasi dan sampel adalah ibu hamil dengan preeklampsia yang dirawat dan besar sampel 90. Semua sampel mendapat diet preeklampsia sesuai standar RSCM. Asupan makanan sebelum dirawat menggunakan metoda Semi quantitative food frequency dan selama dirawat dengan metoda penimbangan. Analisa zat gizi menggunakan program Food Processor 2. Dilakukan pemeriksaan albumin darah, proteinuria dan kejadian edema Analisa data secara univariat.bivariat dan multivariat menggunakan program Epi info 6, dengan menggunakan uji perbedaan t dan regresi multiple.
Hasil dan pembahasan: Rerata kebutuhan energi responder adalah 1852 kalori dan kebutuhan protein 61.5 gram. Sebelum dirawat, rerata asupan energi dan protein masih dahlia batas normal yaitu 110.6% dan 94.5% .Ternyata tidak ada hubungan antara asupan energi dan protein dengan albumin darah sebelum dirawat yang kemungkinan disebabkan karena jumlah subyek terbatas dan homogen, serta perbedaan tingkat kerusakan endotel pembuluh darah Selma dirawat rerata asupan energi dalam batas normal (91.2% kebutuhan) dan protein termasuk defisit kurang (86.3%). Faktor gangguan fisik berhubungan dengan asupan energi dan protein tetapi faktor pengetahuan gizi tidak berhubungan. Kejadian edema dan tingkat proteinuria tidak berhubungan dengan asupan energi dan protein. Diperlukan standar diet preeklarnpsia berdasarkan tinggi badan yang dilengkapi dengan suatu pedoman untuk kemudahan pemesanan dan distribusinya. Parameter pre albumin dapat digunakan untuk melihat penibahan status protein selama perawatan 2 - 3 hari.
Saran: Preskepsi diet dapat dikelompokkan rnenjadi 1700 kalori, 1900 kalori dan 2100 kalori. Anggota tim kesehatan perlu meningkatkan motivasi kepada pasien, baik dalam penyuluhan maupun pemberian bantam saat makan. Sedangkan parameter prealbumin dapat digunakan untuk menentukan kasus dan control dalam penelitian lebih lanjut."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Filza Amara Kamila Harlena
"Latar belakang: Preeklamsia dengan gejala berat adalah salah satu penyakit hipertensi ibu hamil. Penyakit ini meningkatkan kejadian komplikasi dan kematian maternal dan neonatus. Banyak karakteristik ibu hamil yang diasosiasikan sebagai faktor risiko preeklamsia berat, diantaranya adalah paritas. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara paritas dan kejadian preeklamsia berat pada ibu hamil. Metode: Studi potong lintang ini dilakukan pada Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dengan menggunakan data yang diambil dari laporan jaga Departemen Obstetri dan Ginekologi tahun 2019 dengan metode consecutive sampling. Populasi yang digunakan adalah ibu hamil yang melahirkan di RSCM tahun 2019. Analisis bivariat yang digunakan adalah uji Chi-square dengan nilai kemaknaan p<0,05. Hasil: Dari 108 ibu hamil diinklusikan sebagian besar adalah warga DKI Jakarta, tidak bekerja, berusia 20-35 tahun, berstatus paritas nulipara, dan berusia kehamilan ≥37 minggu. Uji bivariat menunjukkan hubungan bermakna antara paritas dan kejadian preeklamsia dengan gejala berat (p = 0,045). Setiap paritas mempunyai efek yang berbeda-beda terhadap kejadian preeklamsia berat, odds ratio yang didapat adalah sebagai berikut: nulipara (OR 0,47; 95%CI 0,22-1,02), primipara (OR 0,91; 95%CI 0,39-2,13), dan multipara (OR 2,94; 95%CI 1,19-7,26). Kesimpulan: Terdapat hubungan antara paritas dan kejadian preeklamsia dengan gejala berat. Multiparitas merupakan satu-satunya paritas yang menjadi faktor risiko preeklamsia berat.

Background: Preeclampsia with severe features is one of hypertension disorders of pregnancy. It can increase maternal and neonate complication as well as their mortality rate. There are many maternal characteristics that can be considered as risk factors of preeclampsia with severe features, parity being one of it. Therefore, this study aims to determine the association between parity and preeclampsia with severe features incidence in pregnant women. Methods: This cross-sectional study was conducted in Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) using data collected consecutively from morning conference report of Obstetrics and Gynecology Department, 2019. The case population is pregnant women who gave birth at RSCM in 2019. The association of parity and severe preeclampsia incidence was analyzed using Chi-square test (degree of confidence 95%). Results: From 108 pregnant women included in this study, majority of the patients belong to these characteristics: located in DKI Jakarta, aged 20-35 years old, nullipara, and have gestational age ≥37 weeks. The Chi-square test showed that parity has significant association with preeclampsia with severe features (p = 0,029). Each parity category showcased different odds ratios, meaning they have different effect towards preeclampsia with severe features incidence. Said odds ratios are as followed: nullipara (OR 0,47; 95%CI 0,22-1,02), primipara (OR 0,91; 95%CI 0,39-2,13), and multipara (OR 2,94; 95%CI 1,19-7,26). Conclusion: There is a significant association between parity and preeclampsia with severe features incidence. Multiparity is the only parity that becomes the risk factor of severe preeclampsia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosalyn Catherine Jono
"ABSTRAK
Latar Belakang : Preeklamsia pada kehamilan didapatkan sekitar 3-7 dan merupakan salah satu penyebab utama dari kematian ibu, yaitu sekitar 18 .Pemeriksaan petanda preeklamsia masih mahal dan belum rutin dilakukan. Adanya pemeriksaan yang lebih murah dan mudah untuk menilai tingkat keparahan preeklamsia sangat diperlukan dalam penatalaksanaan preeklamsia, terutama di tempat dengan fasilitas yang terbatas. Banyak penelitian telah dilakukan untuk mengetahui petanda preeklamsia dan keparahannya. Walaupun demikian belum didapatkan petanda yang khusus, disamping biaya yang mahal dan belum rutin digunakan. Rasio netrofil limfosit NLR dan Red Distribution Width RDW diketahui telah banyak diteliti untuk menilai inflamasi yang berhubungan dengan tingkat keparahan preeklamsia. Pemeriksaan ini termasuk dalam pemeriksaan darah lengkap yang relatif murah, mudah dan rutin digunakan. Tujuan Penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk mencari perbedaan rasio netrofil limfosit NLR dan Red Distribution Width RDW pada pasien dengan preeklamsia dibandingkan dengan kehamilan normal serta perbedaan rasio netrofil limfosit dan RDW pada preeklamsia early onset dan late onset. Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang dengan menggunakan data rekam medis pasien hamil normal dan preeklamsia yang ke IGD dan Poliklinik Obstetri RSU Persahabatan pada bulan Juli 2014-Juni 2016. Data penelitian didokumentasikan pada dan ditabulasi serta dianalisis menggunakan SPSS 20.0. Hasil Penelitian : Didapatkan 254 sampel data yang memenuhi kriteria inklusi penelitian, yang terdiri atas 136 preeklamsia dan 118 kehamilan normal, 24 preeklamsia early onset dan 112 preeklamsia late onset. Dilakukan analisis Mann Whitney dan T Test Didapatkan rasio netrofil limfosit preeklamsia 4,41 1,41-32,54 dan pada kehamilan normal 2,61 1,39-5,48 dengan p: 0.000. Red Distribution Width pada preeklamsia adalah 14,2 11,48-23,90 dan pada kehamilan normal 13,8 10,81 ndash; 18,70 dengan p:0.001. Rasio netrofil limfosit pada preeklamsia early onset 4,35 1,41-17,56 dan preeklamsia late onset 4,41 1,69-32,54 dengan p:0,993. Red Distribution Width pada preeklamsia early onset 13,50 1,47 dan preeklamsia late onset 14,91 2,16 dengan p:0.003. Uji power rasio netrofil limfosit pada preeklamsia early onset dan late onset adalah 16,4 . Uji power Red Distribution Width pada preeklamsia early onset dan late onset adalah 97,29 .Kesimpulan : Terdapat perbedaan bermakna rasio netrofil limfosit dan RDW pada preeklamsia dibandingkan dengan kehamilan normal, terdapat perbedaan bermakna RDW preeklamsia early onset dan late onset. Belum dapat disimpulkan tidak ada perbedaan bermakna rasio netrofil limfosit pasien preeklamsia early onset dan late onset.

ABSTRACT
Background Preeclampsia in pregnancy found about 3 7 and is one of the main causes of maternal mortality, which is about 18 . Examination markers of preeclampsia is still expensive and not routinely performed. Inspections are cheaper and easier to assess the severity of preeclampsia is indispensable in the management of pre eclampsia, especially in places with limited facilities. Many studies have been conducted to determine markers of preeclampsia and severity. Nevertheless, specific markers have not been obtained, while costs are expensive and not routinely used. Neutrophil lymphocyte ratio NLR and Red Distribution Width RDW are known to have been studied to assess the inflammation associated with the severity of preeclampsia. These examinations included in the CBC relatively inexpensive, easily and routinely used.Objective This study aims to find differences in neutrophil lymphocyte ratio NLR and Red Distribution Width RDW in patients with preeclampsia compared with normal pregnancy as well as the differences in neutrophil lymphocyte ratio and RDW in preeclampsia early onset and late onset.Methods This study is a cross sectional study using medical records of patients of normal pregnancy and preeclampsia were comes to ER and Obstetrics Clinic Persahabatan Hospital in July 2014 to June 2016. Data were documented in and tabulated and analyzed using SPSS 20.0.Results 254 samples obtained data that met the inclusion criteria research, consisting of 136 preeclampsia and 118 normal pregnancies, 24 preeclampsia early onset and 112 late onset preeclampsia, using Mann Whitney and T Test analysis. Neutrophil lymphocyte ratio obtained in preeclampsia 4.41 1.41 to 32.54 and normal pregnancy 2.61 1.39 to 5.48 with p 0.000. Red Distribution Width in preeclampsia 14.2 11.48 to 23.90 and in normal pregnancies 13.8 10.81 to 18.70 with p 0001. Neutrophil lymphocyte ratio in early onset preeclampsia 4.35 1.41 to 17.56 and late onset preeclampsia 4.41 1.69 to 32.54 with p 0.993. Red Distribution Width in preeclampsia early onset preeclampsia 13.50 1.47 and 14.91 2.16 late onset with p 0003. Test power of neutrophil lymphocyte ratio in preeclampsia early onset and late onset was 16.4 . Test power of Red Distribution Width in preeclampsia early onset and late onset was 97.29 .Conclusions There are significant differences neutrophil lymphocyte ratio and RDW in preeclampsia compared with normal pregnancy, there are significant differences RDW preeclampsia early onset and late onset. Can not be concluded no significant difference in the ratio of neutrophils lymphocytes of patients with preeclampsia early onset and late onset."
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aldi Wahyudin
"Kadar asam urat dalam darah dan urin yang tidak normal menyebabkan timbulnya berbagai penyakit sehingga dibutuhkan pendeteksian asam urat secara cepat. Penggunaan sensor untuk mendeteksi asam urat secara elektrokimia menggunakan Screen Printed Electrode (SPE) telah dilakukan. Penelitian ini dilakukan untuk mendeteksi asam kadar asam urat secara presisi. Pengukuran luas permukaan aktif elektroda diukur dengan menggunakan teknik siklik voltametri dengan luas permukaan elektroda yang aktif sebesar 87,16%. Modifikasi elektroda dilakukan dengan menggunakan teknik kronoamperometri terhadap logam Co, Ni, dan Co/Ni pada potensial tetap secara berurutan sebesar -0,9 V; -0,8 V; -0,9 V selama 180 detik. Modifikasi SPE kemudian dikarakterisasi menggunakan Scanning Electron Microscopy/Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy (SEM/EDS). Didapatkan pH optimum yaitu pH 7 untuk pengujian asam urat dengan menggunakan bare SPE dan memiliki nilai linearitas sebesar 0,9109. Hasil uji linearitas, nilai LOD, dan sensitivitas yang diperoleh dari modifikasi elektroda Co/SPE, Ni/SPE, dan CoNi/SPE terhadap pengujian asam urat adalah 0,9185, 3,02 x 10-3 M, dan 2049,4 μA mM-1 cm-2 untuk Co/SPE; 0,9923, 0,169 x 10-3 M, dan 9874 μA mM-1 cm-2 untuk Ni/SPE; serta 0,989, 2,34 x 10-3 M, dan 3563,8 μA mM-1 cm-2 untuk CoNi/SPE.

Abnormal uric acid levels in the blood and urine cause various diseases so that a fast uric acid detection is needed. The use of sensors to detect uric acid electrochemically using a Screen Printed Electrode (SPE) has been carried out. This research was conducted to detect uric acid level with precision. Measurement of the active surface area of the electrodes was measured using a cyclic voltammetry with an active electrode surface area of 87.16%. Modification of the electrodes was carried out using the chronoamperometric technique of Co, Ni, and CoNi metals at a fixed potential in sequence of -0.9 V; -0.8 V; -0.9 V for 180 seconds. The SPE modification was characterized using Scanning Electron Microscopy / Energy Dispersive X-Ray Sprectroscopy (SEM/EDS). The optimum pH obtained is pH 7 for testing uric acid using bare SPE and has a linearity value of 0.9109. The results of the linearity test, LOD value, and sensitivity obtained from the modification of the electrodes Co/SPE, Ni/SPE, and CoNi/SPE against testing of uric acid were 0.9185, 3.02 x 10-3 M, and 2049.4 μA mM-1 cm-2 for Co/SPE; 0.9923, 0.169 x 10-3 M, and 9874 μA mM-1 cm-2 for Ni/SPE; and 0.989, 2.34 x 10-3 M, and 3563,8 μA mM-1 cm-2 for CoNi/SPE."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>