Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 199360 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ilmi Zaiyin Zahreini
"Pemekaran wilayah kantor pertanahan di Indonesia, termasuk di dalamnya adalah pemecahan Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2022, dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan pada masyarakat, khususnya terkait peralihan hak atas tanah yang mesti didaftarkan di kantor pertanahan setempat. Pemekaran wilayah ini dalam kenyataannya merubah daerah kerja Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sehingga meskipun PPAT dapat membuat akta akan tetapi akta tersebut tidak dapat didaftarkan karena berada di luar wilayah kantor pertanahan yang dipilihnya. Penelitian ini menganalisis implikasi hukum pemekaran wilayah kantor pertanahan terhadap daerah kerja PPAT dalam rangka peralihan hak atas tanah melalui kegiatan pendaftaran tanah di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Selain itu menganalisis pembuatan akta oleh PPAT terhadap bidang tanah yang masuk ke dalam wilayah daerah yang dimekarkan. Penelitian hukum ini berbentuk nondoktrinal dengan mengumpulkan data primer melalui wawancara terhadap beberapa narasumber yang relevan. Sedangkan pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi kepustakaan. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dijelaskan bahwa implikasi pemekaran wilayah kantor pertanahan terhadap daerah kerja PPAT adalah munculnya ketidakpastian hukum karena akta autentik yang dibuat untuk mengalihkan hak atas tanah oleh PPAT menjadi tidak dapat didaftarkan ke kantor pertanahan hasil pemekaran yang bukan merupakan pilihan PPAT sebagai daerah kerjanya. Adapun terkait pembuatan akta oleh PPAT terhadap bidang tanah yang masuk ke dalam wilayah pemekaran daerah harus dilakukan secara cermat dan hati-hati melalui pengecekan sertipikat dan selanjutnya disesuaikan dengan data dan informasi terbaru. Apabila dalam kenyataanya akta tersebut tidak dapat didaftarkan oleh PPAT ke kantor pertanahan setempat karena daerah kerja PPAT tidak termasuk wilayah kantor pertanahan itu maka PPAT harus menyarankan kepada pihak yang hendak membuat akta untuk menghubungi PPAT yang berwenang sesuai dengan wilayah kantor pertanahan setelah pemekaran.

The territorial expansion of land offices in Indonesia, which includes the division of the Bogor Regency Land Office in West Java Province based on the Minister of Agrarian Affairs and Spatial Planning/Head of the National Land Agency of the Republic of Indonesia Regulation Number 12 of 2022, is intended to improve public services, particularly concerning the transfer of land rights that must be registered at the local land office. In practice, this territorial expansion alters the working areas of Land Deed Officials (PPAT), meaning that although a PPAT can create a deed, the deed cannot be registered if it falls outside the jurisdiction of the land office chosen by the PPAT. This study analyzes the legal implications of the territorial expansion of land offices on the working areas of PPATs in relation to the transfer of land rights through land registration activities in Bogor Regency, West Java Province. Additionally, it examines the creation of deeds by PPATs for land plots within the newly expanded regions. This legal research is non-doctrinal, collecting primary data through interviews with several relevant sources, while secondary data collection is conducted through literature studies. The collected data is then qualitatively analyzed. The analysis results indicate that the implication of the territorial expansion of land offices on the working areas of PPATs is the emergence of legal uncertainty. This is because the authentic deeds made to transfer land rights by PPATs become unregistrable at the expanded land offices that are not the PPAT's chosen working areas. Concerning the creation of deeds by PPATs for land plots within the expanded regions, this must be done carefully and meticulously by checking the certificates and aligning them with the latest data and information. If it turns out that the deed cannot be registered by the PPAT at the local land office due to the PPAT's working area not being within that land office's jurisdiction, the PPAT must advise the parties intending to create the deed to contact the PPAT authorized in accordance with the land office's jurisdiction after the territorial expansion"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanda Ahimsa Dwiputra
"Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam menjalankan jabatannya harus berhati-hati agar terhindar dari perbuatan melanggar hukum yang dapat merugikan dirinya sendiri dan PPAT lain, seperti dalam pembuatan Akta Jual Beli (AJB) yang berdasarkan perjanjian hutang piutang didasarkan surat kuasa mutlak sebagaimana dalam Putusan Pengadilan Negeri Nomor 69/Pdt.G/2018/PN Bna. PPAT seharusnya paham bahwa surat kuasa mutlak tidak diperkenankan pada proses pemberian hak atas tanah sesuai dengan ketentuan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 tahun 1982 dan Pasal 39 ayat (1) huruf d PP Nomor 24 tahun 1997 agar mencegah akta yang dibuatnya batal demi hukum, dan tidak merugikan pihak terkait ataupun PPAT lain. Persoalan mengenai bagaimana tanggung jawab PPAT atas perbuatan melanggar hukum yang dilakukan berdasarkan kuasa mutlak dan perlindungan PPAT Y yang terlibat atas AJB yang sebelumnya dibuat berdasarkan kuasa mutlak dihadapan PPAT lain menjadi dasar pembahasan penelitian ini. Guna mendapat jawaban atas kedua persoalan tersebut, sehingga metode penelitian yuridis normatif dilakukan melalui studi dokumen (kepustakaan). Adapun tipologi penelitian ini adalah eksplanatoris. Data sekunder didapat dari studi dokumen yang dianalisis secara kualitatif. Berdasarkan hasil analisis bahwa PPAT IR terbukti melakukan perbuatan melanggar hukum, dan dapat dimintakan pertanggung jawaban perdata dan administratif, sementara PPAT Y tidak terbukti melakukan perbuatan melanggar hukum. Perlindungan bagi PPAT Y dapat dilakukan setelah pemanggilan oleh Majelis Kehormatan Daerah untuk memberikan keterangan sesuai dalam Pasal 9 Kode Etik IPPAT.

Land Deed Making Officials (PPAT) in carrying out their positions must be careful to avoid unlawful acts that can harm themselves and other PPATs, such as in the making of a Sale and Purchase Deed (AJB) which is based on a debt agreement based on an absolute power of attorney as stated in the Decision. District Court Number 69/Pdt.G/2018/PN Bna. PPAT should understand that absolute power of attorney is not allowed in the process of transferring land rights in accordance with the provisions of the Instruction of the Minister of Home Affairs Number 14 of 1982 and Article 39 paragraph (1) letter d of PP Number 24 of 1997 in order to prevent the deed he made is null and void, and does not harm related parties or other PPATs. The issue of how PPAT is responsible for unlawful acts committed based on absolute power and protection of PPAT Y involved in AJB which was previously made based on absolute power before other PPATs is the basis for the discussion of this research. In order to get answers to these two problems, so that the normative juridical research method is carried out through document studies (library). The typology of this research is explanatory. Secondary data obtained from the study of documents which were analyzed qualitatively. Based on the results of the analysis, PPAT IR is proven to have violated the law, and can be asked for civil and administrative responsibility, while PPAT Y is not proven to have violated the law. Protection for PPAT Y can be carried out after being summoned by the Regional Honorary Council to provide information in accordance with Article 9 of the IPPAT Code of Ethics."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manik, Endang Swarni
"Penulisan tesis ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, spesifikasi penelitian adalah preskriptif analitis, pengumpulan data menggunakan penelitian kepustakaan dengan data sekunder sebagai sumber datanya. Yang jadi pokok permasalahan adalah bagaimanakah jual beli hak atas tanah no. 8/Cikande tersebut dapat dikatakan telah memenuhi syarat jual beli; bagaimana akta jual beli tersebut dapat disebut sebagai cacat yuridis sehingga dibatalkan oleh pengadilan dan bagaimanakah pertanggungjawaban PPAT terhadap akta jual beli hak atas tanah no. 8/Cikande yang cacat hukum. Peralihan hak atas tanah karena jual beli hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang, oleh karena itu akta jual beli merupakan akta otentik yang mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat akan tetapi akta PPAT tersebut masih dapat dibatalkan oleh pengadilan apabila perbuatan hukum yang dituangkan dalam akta tersebut mengandung cacat yuridis yang disebabkan dalam proses pembuatannya terdapat unsur melawan hukum yang membawa kerugian bagi pihak lain. Dalam hal ini jual beli hak atas tanah menjadi batal disebabkan oleh tidak terpenuhinya syarat materiil dalam pelaksanaan jual beli yaitu penjual bukanlah orang yang berhak menjual maka jual beli hak atas tanah tersebut menjadi batal demi hukum artinya sejak semula dianggap tidak pernah terjadi jual beli. Kebatalan akta karena adanya cacat juridis disebabkan oleh tidak terpenuhinya syarat subyektif dalam perjanjian yaitu adanya cacat kehendak dalam membuat kesepakatan seperti adanya kekhilafan/kesesatan (dwaling), adanya paksaan (dwang) dan adanya penipuan (bedrog). PPAT dalam pembuatan aktanya mempunyai tanggung jawab baik perdata, pidana maupun secara etika dan moral. Hasil penelitian dalam sengketa yang menyebabkan kebatalan akta jual beli no. 8/Cikande adalah adanya penipuan dalam pelaksanaan pembuatan akta jual beli yang dilakukan para penghadap yaitu pemalsuan identitas pemegang hak atas tanah yang sah. PPAT dalam proses pembuatan akta hanya mengkonstatir apa yang para penghadap inginkan, bila terbukti PPAT hanya menjalankan jabatannya sesuai dengan prosedur perundang-undangan dengan demikian berlakulah pasal 50 dan 51 KUHPidana kepadanya.

Writing of this thesis used judicial normative method, research of specification was prescriptive analysis, for collecting data used library research with secondary data. The main of problems are how buying and selling land of rights number 8/Cikande can fulfill requirement of buying and selling, how deed of sale called as disability law which had been cancelled by court and how responsibility of PPAT toward deed of sale land of rights number 8/Cikande which as disability law. The transition of land rights because of buying and selling only can be registered if can be proved with deed which made by authorized PPAT, therefore deed of sale constitute of authentic deed which had perfect verification strength value and binding but the deed can be cancelled by court therefore legal act can be occur in the deed contain disability of law that caused in process made of deed had substance unlawful law that gave loss to other side. In this case the nullification buying and selling land of rights is caused by who didn’t have the authority to sell in the material requirement buying and selling which caused of from the beginning the transaction never happened. The nullification deed caused disability law not fulfill the requirement subjective in the agreement there are any willing disability in the agreement like digression (dwaling), compulsion (dwang) and fraud (bedrog). PPAT in deed have a responsibility of private law, criminal law, as well as ethical and moral. Responsible of PPAT in this case was responsible of private law there is unlawful made by PPAT which raises of loss by litigants caused of issued deed of sale number 57/2003. As a public official who make deed can not be punished even though do unlawful in process the deed caused that PPAT only doing what parties wanting and implementation refer to process regulation order Article 50 and article 51 KUHPidana."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35239
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra Aprilian
"Akta Jual Beli (AJB) dengan objek tanah semestinya dibuat dengan memenuhi syarat sahnya perjanjian menurut ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), yang terdiri atas syarat subjektif dan objektif. Selain itu, seharusnya dalam pembuatan akta tersebut dipertimbangkan pula ketentuan Pasal 1321 KUHPerdata tentang batalnya perjanjian yaitu dengan adanya cacat kehendak yang meliputi ancaman, kekhilafan, dan penipuan. Demikian pula halnya dalam jual beli dengan objek tanah yang menggunakan ketentuan yang diatur Undang-undang Nomor 5 1960 tentang Peraturan dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Dalam kenyataannya dijumpai AJB dengan objek tanah yang perjanjiannya mengandung cacat kehendak karena adanya penipuan. Kasus tersebut ditemukan dalam Putusan Pengadilan Negeri Kalianda Nomor: 2/PDT.G/2021/PN Kla. Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis keabsahan dari AJB dengan objek tanah yang mengandung cacat kehendak, selain itu menganalisis juga tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) terhadap adanya cacat kehendak dalam pembuatan AJB dengan objek tanah. Penelitian hukum ini berbentuk doktrinal yang dipaparkan secara eksplanatoris analitis untuk mengumpulkan data sekunder berupa bahan-bahan hukum melalui studi kepustakaan. Selanjutnya bahanbahan hukum tersebut dianalisis secara kualitatif. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa cacat kehendak (dalam hal ini adalah penipuan) membuat tidak terpenuhinya syarat subjektif yang berkenaan dengan kesepakatan para pihak untuk mengikatkan diri melalui perbuatan hukum jual beli yang dituangkan dalam AJB di hadapan PPAT sehingga akta tersebut menjadi dibatalkan oleh Hakim. Adapun terkait tanggung jawab dari PPAT dalam pembuatan AJB dengan objek tanah yang mengandung cacat kehendak adalah sebatas formalitas dari akta autentik yang dibuatnya, sedangkan berkenaan dengan kebenaran dari substansi (isi) perjanjian yang merupakan kehendak para pihak, bukan merupakan tanggung jawab PPAT.

The Deed of Sale and Purchase (AJB) involving land objects should be made in accordance with the validity requirements of an agreement as stipulated in Article 1320 of the Indonesian Civil Code (KUHPerdata), which includes both subjective and objective conditions. Furthermore, the making of such a deed should also consider the provisions of Article 1321 of the Civil Code regarding the annulment of agreements due to defects in consent, which include coercion, mistake, and fraud. Similarly, in land sale and purchase transactions governed by the provisions of Law Number 5 of 1960 concerning Basic Agrarian Principles (UUPA), there are cases where the AJB involving land objects contains defects in consent due to fraud. Such a case was found in the decision of the Kalianda District Court Number: 2/PDT.G/2021/PN Kla. This research aims to analyze the validity of the AJB involving land objects that contain defects in consent and to analyze the responsibility of the Land Deed Official (PPAT) regarding the defects in consent in the making of the AJB involving land objects. This legal research is doctrinal, presented in an explanatory-analytical manner to collect secondary data in the form of legal materials through literature study. The legal materials are then analyzed qualitatively. The research findings indicate that defects in consent (in this case, fraud) result in the non-fulfillment of the subjective requirement regarding the agreement of the parties to bind themselves through the legal act of sale and purchase as stated in the AJB before the PPAT, thus rendering the deed annulled by the Judge. As for the responsibility of the PPAT in making the AJB involving land objects that contain defects in consent, it is limited to the formality of the authentic deed they made. However, regarding the truth of the substance (content) of the agreement, which is the will of the parties, it is not the responsibility of the PPAT."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christian Arijanto G.
"Tanah merupakan kebutuhan dasar manusia. Pendaftaran tanah yang baik sangat menguntungkan masyarakat. Tugas pelaksanaan pendaftaran tanah dilaksanakan oleh Kepala Kantor Pertanahan, dengan dibantu oleh PPAT termasuk PPAT Sementara. Akta PPAT merupakan salah satu sumber utama pemeliharaan data pendaftaran tanah.
Tesis ini membahas : A. Kepada siapa tuntutan pemalsuan dapat diajukan dalam hal suatu akta Jual Beli yang dibuat dihadapan PPAT Sementara, yang diduga sebagai akta palsu, B. Dampak akta Jual Beli yang dibuat dihadapan PPAT Sementara yang diduga palsu terhadap permohonan pendaftaran tanah yang diajukan berdasarkan akta tersebut, C. Perlindungan hukum terhadap pihak yang dirugikan dengan adanya akta Jual Beli yang diduga palsu tersebut.
Dalam hal tindak pidana pemalsuan surat ini, Camat sebagai PPAT Sementara, bertanggung jawab terhadap akta-akta jual beli yang dibuatnya. Terdakwa dianggap bertanggung jawab terhadap tindak pidana pemalsuan surat. Akibat dari proses hukum yang sedang berjalan, tanah tersebut tidak dapat diterbitkan sertifikatnya oleh Kantor Pertanahan Jakarta Barat sampai adanya putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Salah satu bentuk perlindungan hukum adalah bahwa Kantor Pertanahan harus lebih teliti dalam memeriksa surat-surat asal usul tanah, serta mengirim petugasnya ke lokasi tanah dengan mengikutsertakan pemilik-pemilik tanah bertetangga.

Land is a basic need for humans. Good land registry has positive benefits for public. The task of land registration conducted by Chief of Land Office assisted by Land Deeds Officer including Temporary Land Deeds Officer. Land Deeds Officer's deeds is one of the main sources of land registration data maintenance.
This thesis discusses : A. to whom the counterfeiting charges may be brought in the case of a Sale and Purchase Deed made before Temporary Land Deeds Officer which alleged counterfeit deed, B. The impact of Sale and Purchase which alleged counterfeit deed made before Temporary Land Deeds Officer on land registration application submitted under such deed, C. Legal protection against the aggrieved party by the counterfeit deed.
In terms of crime of counterfeiting this deed, District Head as Temporary Land Deeds Officer is responsible for the Sale and Purchase he made. The defendant is considered responsible for the crime of counterfeiting the deed. Due to the ongoing legal process, that land's certificate can not be issued by West Jakarta Land Office until there is a final and binding court decision. One of the form of legal protection is Land Office must more carefully in inspecting the letters of the origins of land and sending officers to the location of land by involving neighboring landowners.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28611
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dumanauw, Azalia Delicia
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui akibat hukum yang timbul dalam penerimaan penitipan pembayaran pajak yang tidak disetor oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah terhadap pembayaran pajak jual beli tanah ditinjau dari delik tindak pidana korupsi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, yaitu dengan menelaah norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu penulusuan dokumen-dokumen resmi, buku-buku, serta hasil penelitian ilmiah. Hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Akibat hukum yang timbul dari tidak disetorkannya pajak ialah akta jual beli tidak dapat ditandatangani oleh pejabat pembuat akta tanah (PPAT). Penerimaan pembayaran pajak tidak termasuk dalam wewenang jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Pajak yang tidak disetorkan berakibat menimbulkan hutang pajak bagi wajib pajak  Pejabat pembuat akta tanah bertanggung jawab secara pribadi kepada wajib pajak selaku pemberi kuasa penitipan pembayaran pajak; dan 2) Unsur-unsur pada delik tindak pidana korupsi dalam Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak sepenuhnya terpenuhi. Tidak ditemukan korelasi langsung antara kerugian keuangan negara dengan perbuatan penerimaan pajak jual beli tanah yang tidak disetor oleh PPAT dikarenakan PPAT tidak dapat menandatangani akta jual beli sebelum dilakukan pembayaran pajak jual beli oleh wajib pajak.

This research aims to determine the legal consequences that arise in the receipt of undeposited tax payments by Land Deed Making Officials and the responsibilities of Land Deed Making Officials regarding the payment of land sale and purchase tax in terms of criminal acts of corruption. The method used in this research is normative juridical research, namely by examining the legal norms contained in statutory regulations. This research uses secondary data, namely reviewing official documents, books, and the results of scientific research. The results of this research are as follows: 1) The legal consequences arising from non-payment of tax are that the sale and purchase deed cannot be signed by the land deed official (PPAT). Receipt of tax payments is not included in the authority of the Land Deed Official. Taxes that are not remitted result in tax debt for the taxpayer. The official who makes the land deed is personally responsible to the taxpayer as the person giving the tax payment deposit; and 2) The elements of the criminal offense of corruption in Article 3 of the Corruption Eradication Law are not fully fulfilled. No direct correlation was found between state financial losses and land sale and purchase tax receipts that were not paid by the PPAT because the PPAT was unable to sign the sale and purchase deed before the sale and purchase tax was paid by the taxpayer."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Yuda Nugraha
"Instruksi Mendagri Nomor. 14 Tahun 1982 Tentang Larangan Penggunaan Akta Kuasa Mutlak Terhadap Peralihan Hak Atas Tanah telah dicabut, namun hakim dalam memutus perkara masih menggunakan peraturan tersebut. Hal tersebut dapat dicermati dalam Putusan Pengadilan Negeri Labuan Bajo No.28/Pdt.G/2020/PN Lbj. Selain itu masih terdapat perbedaan hakim dalam memutus keabsahan mengenai akta kuasa menjual yang dapat dilihat pada Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara No.273/Pdt.G/2022/PN. Jkt.Utr dan Putusan Pengadilan Tinggi Samarinda Nomor 38/Pdt/2021/PT Smr. Tesis ini menganalisis implikasi hukum yang terjadi sejak dicabutnya Instruksi Mendagri Nomor. 14 Tahun 1982 dan kedudukan Pasal 1797 KUH Perdata dalam melindungi cacat kehendak. Metode penelitian tesis ini adalah yuridis normatif dengan tipologi penelitian eksplanatoris. Simpulan penelitian dalam tesis ini adalah 1. lebih memperjelas Pasal 39 ayat (1) huruf d PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dimana perlu ditambahkan pengertian kuasa mutlak yang diperbolehkan adalah kuasa yang diberikan kepada pembeli dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) untuk menandatangani Akta Jual Beli dihadapan PPAT namun tidak menciderai ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata. 2. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 273/Pdt.G/2022/PN. Jkt.Utr, si penerima kuasa melakukan suatu perbuatan hukum yang menurut hukum itu menciderai Pasal 1320 dan 1321 KUH Perdata. Akibat dari ketentuan ini ialah bahwa apa yang dilakukan oleh seorang penerima kuasa dengan melampaui batas wewenangnya, adalah atas tanggungannya sendiri, sehingga menyebabkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli, Akta Kuasa Menjual, beserta Akta Jual Beli yang dibuat menjadi dapat dibatalkan. Sehingga dengan adanya Pasal 1797 KUH Perdata, si Pemberi Kuasa menjadi terlindungi dari cacat kehendak. Adapun saran dalam tesis ini Perlu adanya pengaturan secara eksplisit baik itu merevisi Pasal 39 ayat (1) huruf d PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah atau membuat Peraturan Badan Kepala Badan Pertanahan terbaru terkait Kuasa Mutlak.

Minister of Home Affairs Instruction Number. 14 of 1982 concerning the Prohibition of the Use of Absolute Power of Attorney Deeds for the Transfer of Land Rights has been revoked, but judges in deciding cases still use this regulation. This can be observed in the Labuan Bajo District Court Decision No.28/Pdt.G/2020/PN Lbj. Apart from that, there are still differences between judges in deciding the validity of the power of attorney deed to sell which can be seen in the North Jakarta District Court Decision No.273/Pdt.G/2022/PN. Jkt.Utr and Samarinda High Court Decision Number 38/Pdt/2021/PT Smr. This thesis analyzes the legal implications that have occurred since the revocation of Minister of Home Affairs Instruction Number. 14 of 1982 and the position of Article 1797 of the Civil Code in protecting defects of will. The research method for this thesis is normative juridical with an explanatory research typology. The research conclusions in this thesis are 1. to further clarify Article 39 paragraph (1) letter d PP No. 24 of 1997 concerning Land Registration where it is necessary to add the definition of absolute power that is permitted, namely the power given to the buyer in the Sale and Purchase Agreement (PPJB) to sign the Sale and Purchase Deed before the PPAT but without violating the provisions of Article 1320 of the Civil Code. 2. North Jakarta District Court Decision Number 273/Pdt.G/2022/PN. Jkt.Utr, the recipient of the power of attorney committed a legal act which according to the law violated Articles 1320 and 1321 of the Civil Code. The effect of this provision is that what a power of attorney does by exceeding the limits of his or her authority is at his or her own risk, thereby causing the Sale and Purchase Agreement, the Power of Attorney Deed, along with the Sale and Purchase Deed made to be cancelled. So with the existence of Article 1797 of the Civil Code, the Principal is protected from defects in the will. The suggestions in this thesis require explicit regulation, whether revising Article 39 paragraph (1) letter d PP No. 24 of 1997 concerning Land Registration or making the latest Land Agency Head Regulation regarding Absolute Power."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Indonesia. Kementrian Hukum dan HAM RI. Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2010
347.016 IND m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Samantha Rachmanandyta
"PPAT sebagai pejabat yang tanda tangannya menimbulkan terjadinya peralihan hak, seyogianya ia bertindak penuh kecermatan/kehati-hatian dalam merealisasikan tugas jabatannya. Sebagai pejabat yang berkompeten membuat akta di bidang pertanahan, PPAT harus melaksanakan tugas jabatan selaras dengan Peraturan Jabatan PPAT. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah pertama, untuk mengetahui cara menyelesaikan masalah akta yang dibuat oleh PPAT yang tidak hati-hati akibat penjual beritikad tidak baik. Kedua, untuk mengetahui akta jual beli tanah yang dibuat oleh PPAT secara tidak hati-hati akibat penjual beritikad tidak baik tidak terjadi lagi terkait putusan Nomor : 111/PDT.G/2020/PN.JKT.TIM.  Bentuk penelitian ini merupakan penelitian doktrinal atau legal Research. Hasil Penelitian menunjukkan: (1) Cara menyelesaikan masalah akta jual beli yang dibuat oleh PPAT yang tidak hati-hati akibat penjual beritikad tidak baik yaitu kepada PPAT tersebut dapat dikenakan sanksi administratif, sanksi keperdataan dan sanksi pidana. (2) Cara agar tidak terjadi lagi pembuatan akta jual beli tanah oleh PPAT secara tidak hati-hati, maka perlu adanya penegakan hukum yang tegas, transparan dan konsekuen tanpa pandang bulu, sebagaimana teori sistem hukum (three elements law system) perspektif  Lawrence M. Friedman yang menyatakan bahwa sistem hukum terdiri dari tiga elemen, yaitu elemen struktur (structure), substansi (substance) dan budaya hukum (legal culture)

As an official whose signature is capable of causing a transfer of rights, PPAT should act with great care/prudence in realizing the duties of his position. As an official authorized to make a deed in the land sector, the PPAT must carry out his duties in line with the PPAT Position Regulations. As the formulation of the problem is: What are the legal consequences for PPAT who make a sale and purchase deed inaccurately? How the position of the sale and purchase deed was made where the seller has bad intentions as decision PN East Jakarta No. 111/Pdt.G/2020/PN.Jkt.Tim)? The form of this research is normative or doctrinal juridical research or legal research. The results showed: (1) How to resolve the problem of a sale and purchase deed made by a PPAT that is not careful due to the seller having bad intentions, namely that the PPAT can be subject to administrative sanctions, civil sanctions and criminal sanctions. (2) The way to prevent the creation of land sale and purchase deeds by PPATs without being careful is the need for strict, transparent and consistent law enforcement without discrimination, as stated in the three elements law system theory from Lawrence M. Friedman's perspective that the legal system consists of three elements, namely structure, substance and legal culture."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Armalia Sarah
"Penelitian ini membahas mengenai implikasi dan kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah terhadap peralihan hak atas tanah yang mengalami pemekaran wilayah. Pemekaran wilayah dapat berdampak pada perubahan kewenangan Kantor Pertanahan dalam penerbitan sertipikat dan daerah kerja Pejabat Pembuat Akta Tanah, selain itu adanya peran Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam peralihan hak atas tanah yang objeknya mengalami pemekaran wilayah. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini mengenai implikasi pemekaran wilayah terhadap peralihan hak atas tanah bekas hak milik adat dimana perlu untuk dilakukan konversi hak ulayat menjadi hak milik dan yang kedua kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam peralihan hak atas tanah yang objeknya mengalami Pemekaran Wilayah yang dikaitkan dengan 2 (dua) kasus pemekaran wilayah di Jakarta Selatan yang menggabungkan Kelurahan Bintaro bagian dari Daerah Tingkat 1 Jawa Barat dengan Kota Jakarta Selatan dan Kelurahan Bintaro, Kota Jakarta Selatan dengan sebagian Kota Tangerang Selatan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif yang akan dianalisis secara deskriptif dengan menggambarkan permasalahan terkait kebijakan pemekaran wilayah di Jakarta Selatan. Penelitian akan dilakukan dengan pendekatan identifikasi permasalahan. Hasil penelitian ini ialah bahwa implikasi dari adanya pemekaran wilayah terhadap peralihan hak atas tanah bekas hak milik adat yaitu adanya perubahan kewenangan kantor pertanahan dan daerah kerja Pejabat Pembuat Akta Tanah, hal ini juga sangat diperlukan kewenangan dari Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam peralihan hak atas tanah untuk melakukan pengecekan keaslian sertipikat dan pendaftaran perubahan data terhadap tanah yang mengalami pemekaran wilayah.

This study discusses the implications and authority of Land Deed Officials on the transfer of land rights undergoing regional expansion. The expansion of the territory can have an impact on changes in the authority of the Land Office in issuing certificates and the working area of ​​the Land Deed Official, in addition to the role of the Land Deed maker Officer in the transfer of land rights whose object undergoes regional expansion. The problems raised in this study are regarding the implications of regional expansion on the transfer of land rights to former customary property rights where it is necessary to convert ulayat rights into property rights and secondly, the authority of the Land Deed Official in the transfer of land rights whose object undergoes Regional Expansion is linked with 2 (two) cases of regional expansion in South Jakarta which combines Bintaro Urban Village, part of West Java Level 1 Region with South Jakarta City and Bintaro Urban Village, South Jakarta City with part of South Tangerang City. This study uses a normative research method which will be analyzed descriptively by describing the problems related to the regional expansion policy in South Jakarta. The research will be conducted with a problem identification approach. The results of this study are that the implications of the existence of regional expansion on the transfer of land rights to former customary property rights, namely a change in the authority of the land office and the work area of ​​the Land Deed Maker Official, this is also very much needed by the authority of the Land Deed Maker Official in the transfer of land rights to checking the authenticity of certificates and registering changes in data on land undergoing regional expansion.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>