Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 137146 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Haryo Septiadi Arunanto
"Tesis ini mengkaji kewajiban hukum internasional yang dimiliki oleh negara kepulauan terhadap kerangka kapal perang asing yang terdampar atau tenggelam di wilayah kedaulatannya. Permasalahan ini penting mengingat kompleksitas hukum maritim dan lingkungan yang berkaitan dengan penanganan bangkai kapal perang, yang dapat memiliki implikasi politik dan lingkungan yang signifikan. Penelitian ini adalah penelitian normatif, alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui studi dokumen, sehingga data yang digunakan adalah data sekunder dan teknik analisis yang digunakan adalah analisis isi (content analysis). Pendekatan hukum internasional untuk menganalisis kewajiban negara kepulauan berdasarkan Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa 1982 (UNCLOS 1982) serta praktik dan kebijakan yang relevan. Selain itu, tesis ini juga mengeksplorasi kasus-kasus studi dan tinjauan literatur untuk memahami bagaimana negara-negara kepulauan menghadapi tantangan dalam mengelola kerangka kapal perang asing sesuai dengan kewajiban mereka dalam menjaga keamanan maritim dan melindungi lingkungan laut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penanganan kerangka kapal perang asing oleh negara kepulauan tidak hanya merupakan kewajiban hukum, tetapi juga berhubungan dengan aspek politik, lingkungan, dan keamanan regional. Implikasi dari kajian ini memberikan wawasan yang mendalam terhadap bagaimana negara kepulauan dapat memperkuat kerangka regulasi dan praktik yang efektif dalam menghadapi tantangan tersebut, dengan mempertimbangkan hak dan kewajiban mereka dalam konteks hukum laut internasional.

This thesis examines the international legal obligations of archipelagic states concerning the remains of foreign warships that have run aground or sunk in their sovereign territory. This issue is significant due to the complexity of maritime and environmental law associated with the handling of warship wrecks, which can have substantial political and environmental implications. This research is a normative study, utilizing document study as the data collection method, which means the data used is secondary and the analytical technique employed is content analysis. The international legal approach for analyzing the obligations of archipelagic states is based on the 1982 United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982) and relevant practices and policies. Additionally, this thesis explores case studies and literature reviews to understand how archipelagic states address the challenges of managing foreign warship remains in line with their obligations to ensure maritime security and protect the marine environment. The research findings indicate that the handling of foreign warship remains by archipelagic states is not only a legal obligation but also relates to political, environmental, and regional security aspects. The implications of this study provide deep insights into how archipelagic states can strengthen regulatory frameworks and effective practices to address these challenges, considering their rights and obligations within the context of international maritime law."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chandra Herwibowo
"ABSTRAK
Diundangkan Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uangtelah memberikan suatu dasar bagi penggunaan Rupiah sebagai alat pembayaran yang sah di negara Republik Indonesia. Pembuatan undang-undang ini merupakan amanat dari Pasal 23B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yakni “macam dan harga Mata Uang ditetapkan dengan undang-undang”. Penetapan dan pengaturan tersebut diperlukan untuk memberikan pelindungan dan kepastian hukum bagi macam dan harga Mata Uang.
Pengaturan Pasal 21 jo. Pasal 23 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang tersebut telah menimbulkan respon yang beragam dari stakeholders khususnya terkait penerapan pasal tersebut dihubungkan dengan praktek kegiatan usaha perbankan maupun perekonomian antara lain pemberian kredit dalam valas, pasar uang antar bank dalam valas, SKBDN dalam valas, ekspor impor. Adanya potensi permasalahan dilapangan menimbulkan suatu pertanyaan dari stakeholders apa maksud daripada Pasal 21 dan Pasal 23 Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang dan sejauhmana batasannya, kemudian bagaimana terkait kegiatan-kegiatan usaha yang selama ini telahdilakukan dapat tetap dilaksanakan dengan tidak melanggar ketentuan Undang- UndangNomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
Menghadapi permasalahan tersebut, Kementerian Keuangan (Pemerintah) kemudian melakukan penafsiran terhadap penggunaan uang Rupiah di Undang- Undang Mata Uang hanya terbatas pada transaksi secara fisik (dengan menggunakan uang kartal). Dengan penafsiran ini maka ketentuan Pasal 21 dan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang menjadi dapat dilaksanakan dan tidak menghambat perekonomian. Namun demikian penafsiran ini menimbulkan konsekuensi bahwa transaksi pembayaran di Wilayah Kesatuan
Republik Indonesia yang tidak menggunakan uang kartal (non tunai) dapat dilakukan dengan valuta asing. Dalam kaitan hal ini akan disadari adanya kekosongan hukum terkait kewajiban penggunaan mata uang Rupiah dalam
transaksi keuangan non tunai.

ABSTRACT
The Law number 7 Year 2011 had been appointed concerning to Currency that has provided a basis for the use of Rupiah as legal tender in the Republic of Indonesia. This legislation establishment was the mandate of Article 23B of the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945 that was "kind and Currency prices were set by law." The determination and arrangements were needed to provide protection and legal certainty for the kind and Currency price.
The setting of Article 21 jo. Article 23 of Law No. 7 of 2011 on the Currency had caused varied responses from stakeholders particularly regarding the application of that article linked to the practice of banking operations and the economy, including the provision of credit in foreign currency, money market in the interbank in foreign currency, SKBDN in the foreign currency, and import export. There was a potential problem in the field that raised a question of stakeholders about what was the purpose of Article 21 and Article 23 of Law No. 7 of 2011 on the currency and the extent of the limit, then how about the related business activities that had been done so that could still be implemented without violating the provisions of Act 7 of 2011 about the currency.
In facing these problems, the Ministry of Finance (Government) then making interpretation in the use of the Rupiah money in Currency Act that was limited to the physical transaction (using the currency). With this interpretation, the provisions of Article 21 and Article 23 of Law No. 7 of 2011 on Currency could be implemented and did not obstruct the economy. However, this interpretation raised the consequence that payment transactions in the Territory of the Republic of Indonesia, which did not use currency (non-cash), could use foreign exchange. Related to this matter, it would be realized that there was a law emptiness related to the liability of Rupiah currency use in non-cash financial transactions.The Law number 7 Year 2011 had been appointed concerning to Currency that has provided a basis for the use of Rupiah as legal tender in the Republic of Indonesia. This legislation establishment was the mandate of Article 23B of the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945 that was "kind and Currency prices were set by law." The determination and arrangements were needed to provide protection and legal certainty for the kind and Currency price."
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Dhika Machmudda
"Tingkat kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap mata uang Rupiah akan mempengaruhi stabilitas moneter, seperti yang terjadi pada saat krisis moneter tahun 1997-1998. Selain itu, Indonesia pernah kehilangan wilayah Sipadan dan Ligitan dikarenakan dominasi penggunaan Ringgit Malaysia pada kegiatan perekonomian. Jika kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap Rupiah rendah, maka kedaulatan wilayah Indonesia dapat diragukan. Pemerintah mewajibkan penggunaan mata uang Rupiah di wilayah Indonesia yang diatur dalam Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang yang menyatakan bahwa Rupiah wajib digunakan dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang, transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penelitian ini mengkaji efektivitas pengaturan kewajiban penggunaan mata uang Rupiah dalam transaksi keuangan secara tunai di wilayah NKRI dalam rangka menunjang tercapainya stabilitas moneter dan penegakan kedaulatan negara. Bentuk penelitian ini adalah yuridis normatif dengan tipe deskriptif analitis. Hasil penelitian ini adalah faktor yang mempengaruhi efektivitas kewajiban penggunaan mata uang Rupiah dapat berjalan secara efektif dipengaruhi oleh 3 unsur sistem hukum yaitu substansi hukum yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/11/DKSP/2015, struktural hukum yaitu Bank Indonesia dan Polisi Republik Indonesia sebagai penegak hukum, dan kultur hukum yaitu kebiasaan masyarakat. Penggunaan mata uang Rupiah dalam setiap transaksi di wilayah NKRI berarti mendukung tercapainya stabilitas moneter dan menjaga kedaulatan negara. Saran pemerintah harus terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat terutama masyarakat di daerah perbatasan dan membuat regulasi pembatasan nilai transaksi jual-beli mata uang.

The level of Indonesian people's trust in the Rupiah will affect monetary stability, as happened during the 1997-1998 monetary crisis. In addition, Indonesia has lost the Sipadan and Ligitan areas due to the dominance of the use of the Malaysian Ringgit in economic activities. If Indonesias public confidence in the Rupiah is low, then the sovereignty of Indonesias territory can be doubted. The government requires the use of the Rupiah in the Indonesian territory as regulated in Article 21 paragraph (1) of Law Number 7 of 2011 concerning Currency which states that Rupiah must be used in every transaction that has the purpose of payment, settlement of other obligations that must be fulfilled with money, other financial transactions carried out in the territory of the Unitary State of the Republic of Indonesia. This study examines the effectiveness of regulating the obligation to use Rupiah in cash financial transactions in the NKRI region in order to support the achievement of monetary stability and the enforcement of state sovereignty. The form of this research is normative juridical with analytical descriptive type. The results of this study are factors that influence the effectiveness of the obligation to use the Rupiah can run effectively influenced by 3 elements of the legal system, namely the substance of law namely Law Number 7 of 2011 concerning Currency, Bank Indonesia Regulation Number 17/3 / PBI / 2015, Bank Indonesia Circular Number 17/11 / DKSP/2015, legal structure, namely Bank Indonesia and the Police of the Republic of Indonesia as law enforcers, and legal culture, namely the habits of the people. The use of the Rupiah in every transaction in the NKRI region means supporting the achievement of monetary stability and safeguarding state sovereignty. Suggestions the government must continue to disseminate to the public, especially the people in the border areas and make regulations limiting the value of buying and selling currency transactions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54075
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Awang Anggargeni
"ABSTRAK
Perekonomian yang dipengaruhi oleh globalisasi dunia usaha memungkinkan para pengusaha untuk menambahkan modal usahanya dengan melakukan pinjaman yang bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri. Hal tersebut dapat menimbulkan masalah dalam penyelesaian utang piutang di antara mereka. Lembaga Kepailitan dan PKPU di Indonesia merupakan lembaga yang memberikan solusi penyelesaian masalah utang piutang di Indonesia. Penelitian ini akan membahas bagaimana implikasi hukum atas permohonan PKPU terhadap debitor asing di Pengadilan Niaga Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif. Melalui penelitian ini dapat diketahui bahwa Pengadilan Niaga Indonesia dapat memeriksa dan mengadili perkara permohonan PKPU terhadap debitor asing apabila debitor asing tersebut terbukti melakukan kegiatan usaha di Indonesia.

ABSTRACT
The economy that is affected by the globalization of the corporate world allows entrepreneurs to growth its business capital by acquiring loans from local or foreign source. However, it can cause problems about the debts settlement between them. The Indonesian institution of Bankruptcy and Suspension of Payment is an institution that provides resolution of debts settlement in Indonesia. This research will review how is the legal implication of the appeal of suspension of payment toward foreign debtor in Indonesian Commercial Court. The research method used in this research is the juridical normative research. This research found that the Indonesian Commercial Court may examine and adjudicate the appeal of suspension of payment toward foreign debtor if the foreign debtor proved doing business activities in Indonesia."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kunto Wibisono
"ABSTRAK
Nama:Kunto WibisonoNPM:1506780475Program Studi:Magister HukumJudul:Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Indonesia Yang Mengalami Pemutusan Hubungan Kerja di Kedutaan/Konsulat Asing di Wilayah Indonesia Studi Kasus Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 673 K/PDT.SUS/2012 Tesis ini membahas perlindungan terhadap pekerja Indonesia yang mengalami pemutusan hubungan kerja di Kedutaan/Konsulat asing yang berada di wilayah Indonesia. Dalam beberapa tahun belakangan ini dunia peradilan di Indonesia sudah mulai bersentuhan terhadap kekebalan diplomatik dari perwakilan diplomatik khususnya dalam perkara pemutusan hubungan kerja termasuk didalamnya adalah Putusan MA No. 673 K/PDT.SUS/2012. Timbul sebuah pertanyaan besar ketika menghadapi permasalahan tersebut, yurisdiksi negara manakah yang akan dipakai?. Terjadi perbedaan pendapat dalam menjawab pertanyaan tersebut. Ada yang berpendapat bahwa yurisdiksi kedutaan/konsulat asing lah yang berlaku dengan berlandaskan paham imunitas yang bersumber dari asas extrateritorialitas kemudian ada pendapat lain yang menyatakan yurisdiksi Indonesialah yang berlaku karena permasalahan ketenagakerjaan tidak termasuk hal ndash; hal yang dilindugi dalam imunitas perwakilan diplomatik asing. Pertanyaan lain yang kemudian timbul adalah apakah Pengadilan hubungan Industrial memiliki kewenangan dalam mengadili perkara yang melibatkan perwakilan diplomatik asing. Tesis ini menggunakan metode penelitian normatif yang bersifat explanatoris dengan maksud untuk menguji hipotesa bahwa yurisdiksi Indonesia dapat digunakan untuk menyelesaikan perkara pemutusan hubungan kerja yang melibatkan pekerja Indonesia yang bekerja pada kedutaan/konsulat asing, Tesis ini menggunakan data yang bersifat sekunder dari bahan hukum yang sifatnya primer, sekunder dan tersier. Tesis ini nantinya akan menguraikan dasar ndash; dasar hukum yang menyebabkan yurisdiksi Indonesia dapat digunakan untuk menyelesaikan perkara pemutusan hubungan kerja antara pekerja Indonesia dengan perwakilan diplomatik asing. Tesis ini kemudian juga akan meguraikan bahwa terdapat sebuah celah dimana sebenarnya pengadilan hubungan industrial tidak memiliki kewenangan untuk mengadili perselisihan pemutusan hubungan kerja antara pekerja Indonesia dengan perwakilan diplomatik asing. Kata Kunci :PHK, Kedutaan/Konsulat Asing, Yurisdiksi

ABSTRACT
Name Kunto WibisonoStudent Number 1506780475Program Magister of LawTittle Legal Protection for Indonesia Worker who Experiencing the Termination of Employment at the Foreign Embassy or Consulat in the territory of Indonesia Case Studies Supreme Court of Republic Indonesia Decision No. 673 K PDT.SUS 2012 This thesis discusses the protection of Indonesian workers who experiencing the termination of employment at the Embassy Consulate of foreigners residing in the territory of Indonesia. In recent years the court in Indonesia has begun to contact the diplomatic immunity of the diplomatic representation, especially in the case of termination of employment including the Supreme Court Decision No. 673 K PDT.SUS 2012. Arises a big question when faced with these problems, the jurisdiction of which country will be used . There is a difference of opinion in answering these questions. Some argue that the jurisdiction of the embassy consulate of foreigners who applies to understand the basis of the principle of immunity sourced extrateritorialitas theory. then there is another opinion that jurisdiction of Indonesia applicable because of employment issues are not included in the immunity of foreign diplomatic representatives. Another question which then arises is whether the Court of Industrial relations has the authority to prosecute cases involving foreign diplomatic missions. This thesis research method normative explanatoris with the intent to test the hypothesis that the jurisdiction of Indonesia can be used to resolve the case of termination of employment involving Indonesian workers who work at embassies consulates of foreign, this thesis uses data that is secondary legal materials that are primary , secondary and tertiary. This thesis will outline the basic basic legal cause Indonesian jurisdiction can be used to resolve the case of termination of employment between the worker Indonesia with foreign diplomatic representatives. This thesis then also be outline that there is a gap where the actual labor court has no authority to adjudicate disputes between the termination of employment of Indonesian workers with foreign diplomatic missions Keywords Termination of Employnment, Embassy Consulat, Yurisdiction "
2017
T47895
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deniza Ariani
"ABSTRACT
Climate change has become an issue that is increasingly raising concerns. Scientific studies have portrayed the possible detrimental effects it could have towards human life. Consequentially, governments have started to regulate and implement measures in response. States have also convened together and negotiated international legal instruments in order to collectively address climate change. Nevertheless, an issue that remains of concern is compliance. The most recent international legal instrument, which is the Paris Agreement on Climate Change addresses compliance through a Compliance Committee, but limits possible responses in case of non compliance to not include adversarial and punitive responses. This brings the question on how can a State rsquo s citizens ensure that their government indeed complies with obligations and commitments under the climate change regime. In finding the answer to such question, this undergraduate thesis uses the normative juridical method in order to research, then analyse and evaluate a possible solution to the issue of compliance. After using such method, this thesis concludes that a possible solution is to use climate change litigation as a venue to hold governments accountable to their international, as well as national obligations. This is possible in Indonesia through Citizen Lawsuits. Nevertheless, there are external factors that may affect the success of cases, including the time needed for the central or regional government to adhere to court decisions, and how the resulting measure will be implemented and supervised. Therefore, it is suggested for further research to be conducted in order to understand the possibilities of climate change litigation.

ABSTRAK
Perubahan iklim telah menjadi isu yang semakin meningkatkan kekhawatiran. Studi ilmiah telah menggambarkan dampak merugikan yang mungkin terjadi terhadap kehidupan manusia, jika persoalan perubahan iklim tidak ditangani dengan benar. Akibtanya, pemerintahan berbagai negara telah mulai mengatur dan menerapkan langkah-langkah mitigasi dan adaptasi. Negara-negara juga telah menegosiasikan instrumen hukum internasional untuk bersama-sama menangani persoalan perubahan iklim. Namun demikian, masalah yang masih menjadi perhatian adalah kepatuhan. Instrumen hukum internasional terbaru, yaitu Paris Agreement on Climate Change telah membahas persoalan kepatuhan melalui diaturnya sebuah Komite Kepatuhan. Tetapi terdapat pembatasan terhadap tanggapan yang mungkin diberi oleh Komite Kepatuhan jika terdapat ketidakpatuhan terhadap Paris Agreement, yakni, tidak boleh bersifat adversarial dan punitif. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana warga negara dapat memastikan bahwa pemerintahannya mematuhi kewajiban dan komitmen di bawah rezim perubahan iklim. Dalam menemukan jawaban untuk pertanyaan tersebut, riset skripsi ini menggunakan metode normatf yuridis untuk meriset, lalu menganalisis dan mengevaluasi solusi yang mungkin diterapkan terhadap masalah kepatuhan Negara. Dengan menggunakan metode tersebut, tesis ini menyimpulkan bahwa solusi yang mungkin adalah menggunakan litigasi perubahan iklim sebagai tempat untuk meminta pertanggungjawaban pemerintah terhadap kewajiban internasional, serta kewajiban nasional mereka. Hal ini dimungkinkan di Indonesia melalui Tuntutan Warga. Namun demikian, ada faktor eksternal yang dapat mempengaruhi keberhasilan kasus, termasuk waktu yang diperlukan bagi pemerintah pusat atau daerah untuk mematuhi keputusan pengadilan, dan bagaimana ukuran yang dihasilkan akan dilaksanakan dan diawasi. Oleh karena itu, disarankan supaya riset lebih lanjut mengenai kemungkinan-kemungkinan dan akibat terkait litigasi perubahan iklim untuk dilaksanakan oleh pihak berkepentingan."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karl Joshua
"Penelitian ini bertujuan menganalisa dampak moratorium kapal asing terhadap rumah tangga nelayan Indonesia. Analisa dampak dilakukan dengan menguji klaim manfaat moratorium kapal asing terhadap pendapatan dan durasi bekerja nelayan Indonesia. Hasil penelitian dengan metode Difference in Difference (DiD) menunjukkan bahwa moratorium kapal asing menurunkan pengeluaran per kapita rumah tangga nelayan sebesar Rp 80.988,25. Jika diasumsikan enam hari kerja, moratorium kapal asing membuat durasi bekerja nelayan bertambah sebesar 39 hingga 40 menit per hari. Temuan ini tidak sesuai dengan klaim manfaat moratorium kapal asing terhadap nelayan Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa manfaat moratorium kapal asing tidak dinikmati oleh nelayan Indonesia. Oleh karena itu, kebijakan moratorium kapal asing perlu didukung oleh kebijakan lainnya sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan nelayan Indonesia.

The purpose of this study is to analyze foreign vessel moratorium’s impact on Indonesian fishery households. This study compares the impact of the policy with the benefit claims on Indonesian fishery households. All this time, foreign vessel moratorium is claimed increase Indonesian fishery households’ earnings and makes them easier to catch fish. The result from Difference in difference (DiD) method shows that Indonesian fishery households’ per capita expenditure drops Rp 80.988,25 because of foreign vessel moratorium. The other result shows that Indonesian fishery household’s work duration rise 39 - 40 minutes per day (assumption six workdays per week). These results disprove the benefit claims of foreign vessel moratorium. In the other words, Indonesian fishery households don’t get the benefit from foreign vessel moratorium policy. Hence, the other policy is needed to increase Indonesian fishery households’ prosperity."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monica Gracia Irjanto Putri
"Maraknya interaksi yang melewati batas-batas negara serta meningkatnya hubungan hukum yang berupa perkawinan campuran, membawa potensi namun juga permasalahan-permasalahan hukum. Salah satu permasalahan hukum yang muncul adalah terkait dengan hak Warga Negara Asing (WNA) atas tanah, baik yang berasal dari harta benda perkawinan maupun pewarisan. Di Indonesia, pengaturan mengenai harta benda perkawinan dengan unsur asing masuk ke dalam bidang status personal. Sedangkan hukum warisan tidak termasuk status personal, meskipun kaidah Hukum Perdata Internasional (HPI) yang tidak tertulis juga menunjuk hukum nasional dari si pewaris. Dengan menelaah kasus-kasus yang ada di Indonesia, tulisan ini akan menunjukkan bahwa penerapan Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria masih memerlukan penjelasan lebih lanjut, khususnya terkait dengan tanah yang merupakan objek harta benda perkawinan dan pewarisan dengan unsur asing. Hal tersebut, membuka peluang bagi WNA untuk memiliki tanah hak milik di Indonesia lebih daripada jangka waktu yang ditetapkan di dalam Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

The multitude of interactions that cross countries' borderlines and the increasing numbers of legal relationships in terms of mixed marriages generate both advantages and legal complications. One of the legal difficulties that emerged is related Foreign Citizens’ right upon land ownership derived from marital property or inheritances. In Indonesia, the regulations regarding marital properties are included within the qualification of personal status. However, the inheritance laws are not included within the qualification of personal status as well, but the unwritten principle of Private International Laws also refers to the testator’s national law. This research will show that the implementation of Article 21(3) of Law No 5 of 1960 concerning Basic Agrarian Principles still requires further clarification, primarily related to the lands that are the object of marital properties and inheritance with foreign elements. That matter becomes the loophole for foreigners to possess land ownership rights in Indonesia that surpasses the maximum period regulated in Article 21(3) of Law No 5 of 1960 concerning Basic Agrarian Principles"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reyra Dewanti Kumala Raden
"Indonesia sebagai negara bukan anggota dari Konvensi Tahun 1951 tentang Status Pengungsi (Konvensi Pengungsi) sering kali disalahkan atas ketidakmampuannya dalam pemenuhan hak pendidikan pencari suaka anak dan pengungsi anak. Posisi hukum suatu negara terhadap suatu konvensi merupakan landasan dari terbentuknya kewajiban negara tersebut atas ketentuan yang terdapat didalamnya. Adanya keikutsertaan Indonesia di dalam konvensi hak asasi manusia lainnya menyebabkan ketidakpastian atas standarisasi pemenuhan hak pendidikan anak berdasarkan statusnya sebagai pencari suaka maupun pengungsi. Maka, berdasarkan masalah ini, peneliti melakukan penelitian berdasarkan metode penelitian hukum normatif kualitatif melalui studi kepustakaan. Selanjutnya penemuan atas penelitian bahwa dalam hal kewajiban negara bukan pihak dalam Konvensi Pengungsi terhadap hak pendidikan anak, terdapat 2 kewajiban yaitu penerimaan berdasarkan non-refoulement dan penghormatan atas hak asasi manusia yang keduanya merupakan bagian dari hukum adat internasional. Sebagaimana hasil penelitian, seharusnya komunitas internasional membantu secara aktif upaya pemenuhan hak pendidikan pencari suaka anak dan pengungsi anak melalui kontribusi nyata baik secara langsung maupun tidak langsung dan bukannya menuntut pemenuhan hak tersebut secara sepihak kepada negara-negara bukan pihak, yang dalam hal ini salah satunya adalah Indonesia.

Indonesia as a non-party to the 1951 Convention on the Status of Refugees (the Refugee Convention) is often blamed for its inability to fulfill the educational rights of child asylum seekers and child refugees. The legal position of a country towards a convention is the basis for the formation of the country's obligations for the provisions contained therein. The existence of Indonesia's participation in another human rights conventions causes uncertainty over the standardization of the fulfillment of children's education rights based on their status as asylum seekers or refugees. Therefore, based on this problem, the researcher conducts research based on qualitative normative legal research methods through literature study. Furthermore, the findings from the research show that in terms of the obligations of a country that is not a party to the Refugee Convention towards  children's education rights, there are 2 obligations, namely acceptance based on non-refoulement and respect for human rights, both of which are parts of international customary law. As the research results, the international community should actively assist efforts to fulfill the educational rights of child asylum seekers and child refugees through real contributions, either directly or indirectly, instead of demanding the fulfillment of these rights unilaterally to non-parties, which in this case is Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shamira Diandra
"Kebutuhan akan pinjaman luar negeri hingga kini masih dibutuhkan oleh bangsa ini, salah satunya adalah untuk mendukung pembangunan infrastruktur. Mengingat pengalaman buruk Indonesia dalam manajerial dan pengawasan terhadap dilakukannya pinjaman luar negeri pada krisis moneter 1998, maka Bank Indonesia dan pemerintah mengeluarkan berbagai regulasi untuk mengatur kewajibankewajiban yang harus dilakukan debitur dalam melakukan pinjaman luar negeri. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui pengaturan-pengaturan terkait kewajiban
debitur pinjaman luar negeri dan bagaimana implementasi yang dilakukan debitur swasta di Indonesia. Maka dari itu, Bank Indonesia berdasarkan Undang-Undang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar mengeluarkan PBI Nomor 12/24/PBI/2010 Tahun 2010 tentang Kewajiban Pelaporan Utang Luar Negeri, PBI Nomor 18/4/PBI/2016 Tahun 2016 tentang Penerapan Prinsip Kehati-Hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi, dan PBI 21/2PBI/2019 Tahun 2019 tentang Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa. Hal ini telah diimplementasikan oleh 90% korporasi di Indonesia. Untuk menjawab hal-hal tersebut, tulisan ini dibuat dengan pendekatan penelitian yuridis-normatif dengan tipe penelitian deskriptif. Penelitian akan diolah secara kualitatif berdasarkan studi kepustakaan
dengan alat pengumpulan data berupa data sekunder yang didukung oleh
wawancara dengan narasumber terkait.
The need of foreign debt for this nation is inevitable, which one of the need is to support development and construction. Considering Indonesia's bad experience in managerial of foreign debt during the 1998 monetary crisis, Bank Indonesia and the government have to make various regulations regarding the obligations that must be done by borrower in conducting foreign debt. This study aims to determine the arrangements related to the obligations of foreign borrowers and how the implementation of private debtors in Indonesia. Therefore, pursuant to the Foreign Exchange Act and Exchange Rate System, Bank Indonesia issued PBI Number 12/24/PBI/2010 concerning Obligations for Foreign Debt Reporting, PBI Number 18/4/PBI/2016 2016 concerning Application of Prudential Principles in Managing Corporate Foreign Debt, and PBI 21/2PBI/2019 2019 concerning Reporting on
Foreign Exchange Flows. This has been implemented by 90% of corporations in Indonesia. To answer these things, this writing is done yuridical-normative approach with descriptive research type. The research is processed qualitatively based on literature study with secondary data followed by topic-related interview as the data collection tools."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>