Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 110358 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Meri Murda Fiawati
"Penelitian ini mengeksplorasi kebijakan alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan di Provinsi Papua dalam konteks desentralisasi dan otonomi daerah sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945. Dengan sistem desentralisasi yang diterapkan oleh Pemerintah Indonesia, DAK Pendidikan bertujuan mendukung prioritas nasional dan memenuhi standar pelayanan minimal pendidikan. Penelitian menggunakan pendekatan hukum doktrinal dengan fokus pada aturan, asas, dan norma yang relevan, serta data sekunder dari studi kepustakaan. Temuan menunjukkan bahwa alokasi DAK Pendidikan di Papua mengalami peningkatan, namun masih menghadapi tantangan signifikan seperti distribusi yang tidak merata, kapasitas manajerial yang terbatas, dan infrastruktur yang kurang memadai. Banyak sekolah di Papua kekurangan fasilitas dasar, yang berdampak negatif pada kualitas pendidikan dan menciptakan kesenjangan partisipasi serta hasil pendidikan dibandingkan provinsi lain. Fungsi DAK provinsi papua selain untuk pengadaan sarana prasarana DAK Fisik provinsi papua juga dialokasikan untuk menyediakan tempat tinggal bagi guru dan siswa di daerah terpencil. Pelaksanaan DAK memerlukan kepatuhan ketat dalam pelaporan dan pengelolaan anggaran, dengan perhatian pada koordinasi harmonis antara pemerintah pusat dan daerah untuk efektivitas penyaluran dana.

This study explores the allocation policy of the Special Allocation Fund (DAK) for Education in Papua Province within the context of decentralization and regional autonomy as mandated by the 1945 Constitution. With the decentralization system implemented by the Indonesian government, the DAK for Education aims to support national priorities and meet minimum education service standards. The research employs a doctrinal legal approach focusing on relevant rules, principles, and norms, as well as secondary data from literature studies. The findings indicate that the allocation of DAK for Education in Papua has increased; however, it still faces significant challenges such as uneven distribution, limited managerial capacity, and inadequate infrastructure. Many schools in Papua lack basic facilities, which negatively impacts education quality and creates disparities in participation and educational outcomes compared to other provinces. In addition to infrastructure procurement, DAK in Papua is also allocated to provide accommodation for teachers and students in remote areas. The implementation of DAK requires strict compliance in reporting and budget management, with a focus on harmonious coordination between central and regional governments for effective fund distribution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riris Katharina
"Analisis Kebijakan Otonomi Khusus Papua 2001-2016 dalam Perspektif Deliberative Public Policy Penelitian ini menganalisis kebijakan Otonomi Khusus Otsus di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, yang hanya melihat kebijakan Otsus Papua pada tahap implementasi, penelitian ini menganalisis kebijakan Otsus sebagai sebuah proses kebijakan, mulai dari tahap formulasi hingga implementasi, dengan menggunakan perspektif deliberative public policy dari teori Dryzek 1990 mengenai deliberative democracy. Data dikumpulkan melalui studi kepustakaan dan wawancara mendalam dengan informan beragam, baik yang mendukung maupun yang mengritisi kebijakan Otsus. Para informan adalah para pembuat kebijakan Otsus Papua di DPR RI dan Pemerintah, serta di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Kegiatan observasi dilakukan di Jayapura, Wamena, Manokwari, Sorong, dan Kaimana, yang merepresentasikan wilayah kota dan kabupaten, serta wilayah pantai dan pegunungan. Data dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif, dan sesuai dengan tujuannya, untuk menganalisis kebijakan Otsus di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, penelitian ini menggunakan tipe eksplanatori kualitatif. Triangulasi dilakukan melalui kegiatan focus group discussions, yang melibatkan para pemangku kepentingan. Berbeda dengan penelitian LIPI 2004 , yang mengungkap bahwa kebijakan Otsus Papua sudah dilakukan secara partisipatif, penelitian ini menemukan partisipasi yang dilakukan dalam tahap formulasi bersifat semu pseudo-participation . Penelitian ini selanjutnya mengungkap bahwa dalam tahap implementasi, orang asli Papua sebagai target penerima manfaat cenderung diabaikan partisipasinya. Menurut hasil penelitian ini, formulasi dan implementasi kebijakan Otsus Papua harus memperhatikan prinsip-prinsip deliberatif. Penelitian menemukan bahwa perspektif deliberative public policy telah membuka cara pandang baru dalam menganalisis kebijakan Otsus Papua. Penelitian ini mengemukakan kebaruan novelty bahwa dalam perspektif deliberative public policy, pembatasan waktu dalam proses formulasi kebijakan akan menimbulkan masalah dalam implementasinya. Penekanan pada substansi deliberasi lebih penting dari pada sekadar pemenuhan formalitas, karena ia akan menimbulkan pseudo-deliberative, yang menciptakan situasi konflik akibat distrust yang terus tumbuh dan memperkuat tuntutan separatisme. Kata kunci: deliberative public policy, pseudo-deliberative policy, Dryzek 1990, otonomi khusus, Papua, Papua Barat.

Papua Special Autonomy Policy Analysis 2001 2016 A Deliberative Public Policy Perspective This research analyzed special autonomy policy in the provinces of Papua and West Papua. Different from previous researches which only discussed the special autonomy during its implementation, this research examined it as a process since its formulation until its implementation by employing the 1990 Dryzek rsquo s deliberative democracy perspective. Data collection was conducted with library studies, continued with in depth interviews with various informants. The informants consisted of those who supported the special autonomy policy and those who criticized it inside the national parliament and the government, as well as different parties in the provinces of Papua and West Papua. In addition to this, observation works have been conducted in cities and municipalities, as well as coastal and mountainous areas, e.g. Jayapura, Wamena, Manokwari, Sorong, and Kaimana. Data was analyzed by employing a qualitative method. In accordance with the objective of this research, namely to clearly examine both the formulation and implementation of special autonomy policy in the Papua and the West Papua, an explanatory qualitative type was applied. Triangulation of data was, furthermore, conducted with focus group discussions, involving relevant stakeholders. Unlike the 2004 LIPI rsquo s research, which concluded that the Papua special autonomy policy has been deliberatively discussed and created, this research argued and found that the public participation organized during its formulation was actually pseudo, by which the researcher has identified it as pseudo participation. This research has also revealed that since its implementation, the participation of native Papuan, presumably should have gained the benefits of the policy, have been, in reality, ignored. This research further found that the deliberative public policy has introduced a new perspective for analyzing the Papua special autonomy policy. From such perspective, therefore, its formulation and implementation must consequently rely on deliberative principles. As its novelty, this research has revealed that time limitation during the formulation process will bring about problem in its implementation. The researcher accordingly concluded that emphasizing to have a real deliberative process is much more substantial rather than attempting to make it artificially that led to a pseudodeliberative policy. A pseudo one has, in fact, produced conflict caused by the growing distrust of the Papuan to the government, which strengthened aspiration for separatism. Keywords deliberative public policy, pseudo deliberative policy, Dryzek 1990, special autonomy, Papua, West Papua."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
D2365
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jacobus Perviddya Solossa
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2006
352 JAC o
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Riris Katharina
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2018
352 RIR m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ode Jamal
"ABSTRAK
Disertasi ini merupakan studi tentang peran organisasi Barisan Merah Putih dalam memperjuangkan salah satu kebijakan afirmasi, yang diamanatkan dalam Undang-Undang Otonomi Khusus Papua. Pembahasan terutama difokuskan pada perjuangan Barisan Merah Putih terhadap kuota tambahan satu perempat anggota DPR-Papua bagi orang asli Papua pada pemilu 2009 dan 2014. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji: 1 kepentingan Barisan Merah Putih dalam memperjuangkan kuota anggota DPRP bagi orang asli Papua; 2 strategi Barisan Merah Putih dalam memperjuangkan kuota anggota DPRP bagi orang asli Papua, baik pada pemilu 2009 maupun pemilu 2014; 3 faktor-faktor yang menyebabkan kuota anggota DPRP bagi orang asli Papua sulit direalisasikan.Teori utama yang digunakan sebagai kerangka analisis adalah: teori kelompok kepentingan dari Gabriel A. Almond, Janda, Berry dan Golman. Teori negara korporatis dari Malloy dan Anna Batta serta teori negara neopatrimonial dari James C. Scot. Sedangkan teori pendukung adalah: 1 teori hubungan pusat ndash;daerah desentralisasi dari Brian C. Smith; 2 teori etnisitas dari Dwight Vick, Max Weber dan Fredik Barth; 3 teori konflik politik dari Maswadi Rauf.Metode penelitian terdiri dari: pendekatan kualitatif, dan studi kasus. Data primer yang digunakan diperoleh dari wawancara mendalam in-depth interview kepada sejumlah narasumber. Sedangkan data sekunder diperoleh dari kajian pustaka dan dokumen.Hasil penelitian menyimpulkan, bahwa: 1 peran organisasi BMP, dilatarbelakangi oleh kepentingan: masyarakat adat Papua, kepentingan negara, dan kekuasaan. 2 lobi lobby , menjadi cara utama yang digunakan BMP; 3 hambatan direalisasikan kursi afirmasi ini, disebabkan rendahnya political will dari elit politik serta adanya pro-kontra antara aktor.Temuan studi ini, menunjukkan bahwa perjuangan yang dilakukan BMP Papua tidak semata mempengaruhi keputusan politik, tapi juga ingin memperoleh kekuasaan. Di sisi lain, dalam mempengaruhi direalisasinya kursi afirmasi ini, BMP Papua cukup menghindari tindakan mobilisasi massa dan kekerasan.Implikasi dari teori utama, yaitu: teori kelompok kepentingan yang menjelaskan, bahwa kelompok kepentingan, hanya mempengaruhi kebijakan politik tanpa berkehendak memperoleh jabatan politik, perlu dilihat kembali, sebab studi ini menemukan bahwa BMP selaku kelompok kepentingan memiliki tendensi kuat untuk berkuasa. Sedangkan teori negara korporatis dan neopatrimonial, meskipun lebih tepat menjelaskan politik di negara otoriter, namun dalam kasus tertentu, bagi negara demokrasi, teori ini masih relevan digunakan sebagai kerangka analisis.

ABSTRACT
This dissertation is a study on the organizational role of Barisan Merah Putih BMP in defending one of the affirmative policies that is mandated in the Special Autonomy Law in Papua. Accentuated in this study is BMP rsquo s fight for theaddition of one fourth of the indigenous Papuans rsquo quota, or number of seats, in the legislative body during the 2009 and 2014 elections. This research discusses three important matters 1 the role of BMP in defending the quota for indigenous Papuans in the legislative body 2 BMP rsquo s strategy in defending the quota during both the 2009 and 2014 elections and 3 the factors that causedthe addition of one fourth of the indigenous Papuans difficult to be realized. The main theories that are used as the analytical framework of this dissertation are the theory of advocacy groups by Gabriel A. Almond, Janda, Berry dan Golman, the theory of corporate state by Malloy and Anna Batta, and the theory of state neopatrimonialism by James C. Scott. In addition, the theory of decentralization by Brian C. Smith, the theory of ethnicity by Dwight Vick, Max Weber, and Fredik Barth, as well as the theory of political conflict by MaswadiRauf are used as the supporting theories. This research uses a qualitative approach and case study. The primary data is collected through in depth interviews with several sources, while the secondary data is attained through various literary sources and documents. The result of this research leads to three conclusions. First, the organizational role of BMP is based on the interest of the indigenous people of Papua, the state, and power. Second, lobbying became BMP rsquo s main strategy. Third, low political will of the political elite and pro contra between the actors results in the obstacle to realize the addition of the indigenous people rsquo s number of seats in the People rsquo s Representative Council. The principal findings of this research show that BMP rsquo s fight for Papua is not only for the purpose of gaining a voice in political decisions, but also for the purpose of gaining power. On the other hand, BMP avoids mass mobilization and conflict in its fight for the addition of the number of seats. The theoretical implication of the main theory, which is the theory of advocacy groups that explains advocacy groups only influence political policies without the desire to gain political standing, while BMP has a tendency to gain authority and power. The theory of corporate state and the theory of state neopatrimonialism as supporting theories, explains the political in authoritarian countries, but in this case, in democratic countries. This theory is still relevant to be used as an analytical framework for this dissertation. "
2016
D1710
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Irfan Pratama
"ABSTRAK
Salah satu kebutuhan manusia yang sangat penting dan harus dipenuhi adalah pendidikan. Dana Alokasi Khusus Pendidikan pada bidang pendidikan diberikan pemerintah pusat kepada daerah, salah satunya oleh kabupaten Bandung Barat. Pada tahun 2016 sedikitnya 800 ruang kelas di Kabupaten Bandung Barat dalam kondisi rusak ringan hingga berat. Oleh karena itu yang menjadi pokok permasalahan yang akan dibahas peneliti adalah bagaimana implementasi kebijakan DAK bidang pendidikan menengah pada Kabupaten Bandung Barat pada tahun 2011-2015. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan implementasi kebijakan DAK pendidikan menengah oleh Kabupaten Bandung Barat. Penelitian ini menggunakan pendekatan post positivis, dengan dimensi waktu cross sectional,dan melalui wawancara kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung, dan pihak sekolah terkait dalam Implementasi Kebijakan Dana Alokasi Khusus. Hasil dari penelitian ini adalah implementasi kebijakan dana alokasi khusus bidang pendidikan pada kabupaten Bandung Barat berjalan dengan baik, meskipun pada tahun 2011 implementasi terhambat. Penyebabnya adalah Standar Operating Procedure merupakan hal yang harus diperhatikan dalam implementasi kebijakan dana alokasi khusus bidang pendidikan. Pada Kabupaten Bandung Barat tahun 2011 Standar Operating Procedure yang ada pada petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan datang terlambat, sehingga menghambat implementasi.

ABSTRAK
One of the most important human needs and must be met is education. Special Allocation Fund for education sector was given by the central government to the local government, one of the local government is Bandung Barat District In 2016 at least eight hundred classrooms in West Bandung Regency in the condition of minor heavily damaged. The subject matter is how the implementation of DAK policy in the field of secondary education in West Bandung regency in 2011 2015. This research use post positivis approach through intervews with the several actor that involved with the implementation. The result of this research the implementation of special allocation funds for education sector already good, eventhough the implementation get major problem on 2011. The problems was caused by Standar Operating Procedure in the implementation of special allocation funds.In West Bandung regency on 2011 Standard Operating Procedure in the technical guidance and implementation guidance came late, thus hindering the implementation."
2017
S69158
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edy Purnomo
"Provinsi Papua dan Papua Barat memperoleh kewenangan otonomi khusus melalui UU No. 21 Tahun 2001. Kewenangan otonomi khusus lebih luas dibandingkan otonomi daerah, bertujuan mengurangi kesenjangan Provinsi Papua dan Papua Barat. Dalam rangka otonomi khusus, Pemerintah memberikan penerimaan khusus yang digunakan dalam empat bidang yaitu pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan pemberdayaan ekonomi masyarakat dengan prioritas pada bidang pendidikan. Penelitian ini bersifat kualitatif dan kuantitatif, menggunakan metode analisa data berupa Cost Effectiveness Analysis serta menggunakan tehnik pemetaan hambatan untuk menjelaskan mengenai penyebab ketidakefektifan. Untuk menjelaskan pengaruh anggaran dana otsus terhadap tingkat pendidikan digunakan regresi dilakukan mengetahui pengaruh dana otsus terhadap tingkat pendidikan berupa angka melek huruf dan lama rata-rata sekolah. Sampai dengan tahun 2013, diperoleh hasil bahwa kebijakan pemberian dana dalam rangka otonomi khusus tidak efektif dalam meningkatkan pendidikan di Provinsi Papua dan Papua Barat. Hal ini disebabkan oleh sejumlah permasalahan berupa permasalahan dibidang keuangan maupun permasalahan dibidang pendidikan.

The provinces of Papua and West Papua has a special autonomy by Law No 21 of 2001 Special autonomy authority greather than local autonomy aimed to reduce the gap the provinces of Papua and West Papua By special autonomy Government gave a special reception that used for four areas education health infrastructure and people economic empowerment with priority in education This research is a qualitative and quantitative study use data analysis method of Cost Effectiveness Analysis and also use mapping barriers technique to explained the causes of the ineffectiveness The use of quantitative approaches such as regression is performed to know the influence of special autonomy fund to the level of education in the form of long literacy rate and average school Until 2013 showed that the policy grants in the framework of special autonomy is not effective in improving education in Provinces of Papua and West Papua It is caused by a number of issues such as the problems in the financial sector and the problems in education."
Depok: Universitas Indonesia Fakultas Ekonomi Bisnis, 2016
T45484
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yelly Widarthi
"Untuk memenuhi amanat UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur kewajiban 20 % untuk belanja pendidikan dari APBN dan APBD serta menyikapi keterbatasan kapasitas fiscal yang bersumber dari anggaran pemerintah pusat, maka dibutuhkan peran pemerintah daerah untuk turut berpartisipasi menyediakan anggaran Dana Daerah untuk pendidikan yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah. Penelitian ini menganalisis dampak Tata Kelola pada anggaran pendidikan yang bersumber dari Dana Daerah pemerintah kabupaten/kota terhadap akses pendidikan dasar di Indonesia. Dalam pelaksanaannya, belanja pendidikan pemerintah tidak dipisahkan menurut sumber anggaran. Sehingga penelitian ini juga mengoperasikan satu persamaan lagi yang menggabungkan sumber anggaran pendidikan pemerintah pusat dan daerah. Dengan menggunakan data panel di 455 kabupaten/kota di Indonesia sepanjang pengamatan tahun 2017-2019, hasil penelitian menunjukkan bahwa peran Dana Daerah terhadap akses pendidikan dasar mengikuti peran anggaran pendidikan pemerintah yang menggabungkan sumber anggaran pemerintah pusat dan daerah. Dimana semakin baik tata kelola pemerintah kabupaten/kota dalam mengelola anggaran pendidikan pada tahap perencanaan dan penganggarannya, maka semakin tinggi akses ke pendidikan dasar. Dampak positif dan signifikan ini hanya berpengaruh terhadap APM SMP, sedangkan pada APM SD tidak demikian.

Due to the 20% of education mandatory spending from the APBN and APBD as stipulated in the law of National Education System No. 20 of 2003 and the limited fiscal capacity sourced from the central government budget, the role of local governments is required to participate in providing the local government budget for education sourced from their Local Own Revenue. This study analyzes how governance on the local education government budget affects access to basic education in Indonesia. In practice, government education spending is not separated according to budget sources. Hence, this study also analyzes regressions combining the central and local government education budgets. Using panel data from 455 districts in Indonesia between 2017-2019, the study shows that the local government budget has the same effect as the total government budget to access basic education. The better the local government manages their education budget in the planning and budgeting process, the higher access to basic education. This positive and significant impact occurred only in NER of junior secondary school, while the same impact had not been virtually seen in NER primary school."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Efriyazwar
"Dalam kerangka hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, Pemerintah Pusat telah mengalokasikan Dana Perimbangan (Dana Perimbangan). Salah satunya adalah DAK Fisik yang digunakan untuk membiayai kebutuhan pemerintah daerah dalam pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan tersedianya sarana dan prasarana publik di daerah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas alokasi DAK Fisik bidang jalan di kabupaten/kota terhadap indikator kinerja pelaksanaannya di daerah. Analisis dilakukan dengan data panel untuk 508 kabupaten/kota dan periode tahun 2013-2018. Hasil analisis pengaruh DAK Fisik bidang jalan terhadap indikator panjang jalan menunjukkan bahwa alokasi DAK Fisik bidang jalan berpengaruh positif namun belum signifikan Hal ini dapat disebabkan karena nilai alokasi DAK yang relatif kecil dan tidak diterima secara terus menerus oleh daerah. Variabel belanja modal jalan, jumlah penduduk, ketersediaan prasarana jalan, dummy kabupaten/kota (Kabupaten=1), dan kapasitas fiskal berpengaruh positif dan signifikan, sedangkan varibel indeks kemahalan konstruksi, dummy lokasi daerah (jawa-bali=1), dan dummy daerah affirmasi (dptk=1) berpangaruh signifikan negatif. Serta variabel size of government berpengaruh positif namun belum signifikan. Analisis terhadap pengaruh DAK Fisik bidang jalan terhadap rasio jalan mantap munujukkan hasil bahwa DAK Fisik bidang jalan berpengaruh signifikan positif, namun relatif kecil pengaruhnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa DAK Fisik bidang jalan belum mampu efektif dalam meningkatkan kuantitas panjang jalan, namun efektif dalam meningkatkan kualitas jalan, yang ditunjukan oleh rasio jalan mantap. Oleh karena itu, untuk meningkatan kualitas infrastruktur jalan kabupaten/kota dalam mendukung prioritas nasional, Pemerintah Daerah memerlukan dukungan lebih dari Pemerintah Pusat berupa peningkatan alokasi DAK Fisik bidang jalan terutama bagi daerah yang memiliki kemampuan fiskal yang rendah.

In the financial relationship between the central and local governments, the central government has allocated a Balancing Fund. One of them is DAK which is used to finance local government needs in meeting the Minimum Service Standards (MSS) and the availability of public facilities and infrastructure in the regions. The purpose of this study is to analyze the effectiveness of the allocation of Physical DAK in the field of roads in the district / city on performance indicators for implementation in the regions. Analysis was conducted with panel data for 508 districts / cities and the period 2013-2018. The results of the analysis of the influence of physical DAK in the road sector on road length indicators indicate that the allocation of physical DAK in the road sector has a positive but not significant effect. This can be due to the relatively small DAK allocation value and is not accepted continuously by the regions. Variable of road capital expenditure, network density, population, regency / city dummy (Regency = 1) and fiscal capacity have a positive and significant effect, while variable expensiveness of construction index, dummy location of the region (Java = 1), and affirmative dummy area ( dptk = 1) significant negative effect. And the size of government variable has a positive but not significant effect. Analysis of the effect of the physical DAK in the road sector on the steady road ratio shows the results that the physical DAK in the road sector has a significant positive effect, but the effect is relatively small. This shows that the Physical DAK in the road sector has not been able to be effective in increasing the quantity of road length, but is effective in improving the quality of the road, which is indicated by the ratio of steady roads. Therefore, to improve the quality of district / city road infrastructure in support of national priorities, the Regional Government needs more support from the Central Government in the form of an increase in the allocation of Physical DAK in the road sector, especially for regions that have low fiscal sustainability."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Taufieq
"Provinsi Aceh terdiri dari 23 Kabupaten/Kota, yaitu 18 pemerintahan kabupaten dan 5 pemerintahan kota yang mendapat status otonomi khusus berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh. Tetapi dalam realita selama ini terjadi bahwa Provinsi Aceh masih mengalami permasalahan terhadap kemiskinan yang masih tinggi, pertumbuhan ekonomi berjalan masih lambat, pembangunan manusia yang belum mengembirakan dan tingkat penganguran yang masih tinggi. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengestimasi besarnya pengaruh dana yang ditransfer oleh pemerintah pusat melalui provinsi (dana otonomi khusus dan tambahan dana bagi hasil) yang penggunaan dananya untuk kabupaten/kota terhadap PDRB dan dana yang ditransfer oleh pemerintah pusat langsung ke kabupaten/kota terhadap PDRB.
Penelitian ini menggunakan data skunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh dan rsumber dari Departemen Keuangan RI. Variabel yang digunakan yaitu Dana Otonomi Khusus, Tambahan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil, Investasi Pemerintah, Pendidikan dan Jumlah Penduduk. Sedangkan metode analisis yang digunakan dalam penelitian yaitu dengan menggunakan data panel terhadap 23 kabupaten/kota di Provinsi Aceh.
Hasil estimasi ekonometrika menunjukkan bahwa dana yang ditransfer oleh pemerintah pusat melalui provinsi (OTSUS dan TDBH) yang penggunaan dananya tersebut dilakukan untuk kabupaten/kota masih belum efektif karena setiap peningkatan 1 persen dana tersebut akan meningkatkan PDRB sebesar 0,046 persen. Dana yang di transfer oleh pemerintah pusat langsung ke kabupaten/kota dimana setiap peningkatan dana tersebut akan menaikkan PDRB sebesar 0,555 persen. Sedangkan untuk investasi pemerintah di kabupaten/kota belum berfungsi secara maksimal, karena pengaruhnya terhadap PDRB masih relatif kecil hanya sebesar 0,019 persen. Berdasarkan hasil ini disarankan supaya penggunaan dana transfer melalui provinsi dapat diserahkan kepada kepada pemerintah kabupaten/kota dan untuk investasi dapat menjadi perhatian lebih serius untuk lebih ditingkatkan lagi.

Aceh Province consists of 23 Regencies/Municipalities. They are 18 regency governments and 5 municipality governments that were granted with special autonomy statuses according to Law No. 11, 2011 about Aceh Government. However, in reality Aceh Province has still been dealing with many problems: high level poverty, slow economic growth, unsatisfying human development, and high level unemployment. The purpose of this research is to estimate the magnitude of effect of fund transferred by the central government for the regencies/municipalities via the province (special autonomy fund and additional share) to the PDRB and fund transferred by central government directly to regencies/municipalities to PDRB.
This research use secondary data from Aceh Province Central Statistical Agency and data from the Ministry of Finance of Republic of Indonesia. Variables used in this research are special autonomi fund, additional revenue sharing, General allocation grant, earmarked grant, revenue sharing, Government Investment, Education and Population. Analytical method used in this research is a panel data of 23 regencies/municipalities in Aceh Province.
Econometric estimation results show that the use of fund transferred by the central government via province (OTSUS and TDBH) for the regencies and municipalities has not been effective, because 1 percent addition of those funds increase 0.046 percent of PDRB. On the other hand, every 1 percent addition of the funds transferred by the central government directly to the regencies/municipalities will increase the PDRB 0.555 percent. In addition, the functions of the government's investments in regencies/municipalities are not maximal, because it has relatively small effect in the PDRB, 0.019 percent. Base on these results, it is suggested that the use of transferred fund via province can be given to the regencies/municipalities government, and it is necessary to give more serious attention in raising the investment."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>