Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 223621 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andika Kurniadi
"Tesis ini membahas tentang pertanggungjawaban tindakan perbuatan melwawan hukum kurator atas kelalaiannya dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit dengan menganalisis kasus Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang 11/PDT.SUS- GUGATAN LAIN-LAIN/2019/PN.SMG dalam dua pembahasan. Pembahasan pertama adalah mengenai Perbuatan Melawan Hukum dan Law Of Tort; sedangkan pembahasan kedua adalah mengenai kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah doktrinal yaitu dengan mengumpulkan data sekunder berupa bahan-bahan hukum melalui studi kepustakaan, mengelompokan lalu memilahnya. Selanjutnya, data tersebut dikelompokkan, dipilah, diinterpretasi, serta diverifikasi. Kemudian, penulis menganalisisnya dan menuliskannya dalam penelitan ini. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Penerapan hukum dalam perbuatan melawan hukum dalam kasus Nomor 11/Pdt.Sus-Gugatan lain- lain/2019/PN.Smg adalah dalam ketentuan Pasal 72 UU KPKPU mengatur bahwa Kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit. Dengan demikian, saran yang dapat Penulis berikan adalah bahwa sebaiknya batasan mengenai kesalahan dan kelalaian diperjelas batasannya dalam undang-undang.

This thesis discusses the responsibility for the curator's unlawful actions for negligence in managing and settling bankruptcy assets by analyzing the Commercial Court case at the Semarang District Court 11/PDT.SUS-GUGATAN LAIN-LAIN/2019/PN.SMG in two discussions. The first discussion is regarding Unlawful Actions and the Law of Tort; while the second discussion is regarding curators in the management and settlement of bankruptcy assets. The research method used in writing this thesis is doctrinal, namely by collecting secondary data in the form of legal materials through literature study, grouping and then sorting them. Next, the data is grouped, sorted, interpreted and verified. Then, the author analyzed it and wrote it in this research. The results of this research show that the application of the law in unlawful acts in case Number 11/Pdt.Sus-Gugatan other/2019/PN.Smg is in the provisions of Article 72 of the KPKPU Law which regulates that the Curator is responsible for errors or negligence in carrying out his duties. management and/or settlement that causes losses to bankruptcy assets. Thus, the advice that the author can give is that the limitations regarding errors and negligence should be clarified in the law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sondang, Esther Melinia
"Dalam praktik kepailitan, pelaksanaan pemberesan harta pailit seringkali terhambat oleh berbagai kendala, salah satunya ketika terjadi tumpang tindih antara sita umum pailit dengan sita pidana. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana proses pemberesan harta pailit dalam hal terjadi sita pidana terhadap harta pailit dengan mengkaji kedudukan sita umum pailit terhadap sita pidana, serta mengetahui pula kedudukan harta pailit terhadap putusan pengadilan dalam perkara pidana dengan menganalisis putusan pengadilan dalam perkara gugatan lain-lain. Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif dengan metode studi kepustakaan. Dari hasil penelitian ini, dapat diketahui bahwa kedudukan sita pidana lebih didahulukan daripada sita umum pailit, sehingga proses pemberesan harta pailit harus ditunda untuk sementara waktu. Berdasarkan analisis terhadap Putusan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 11/Pdt.Sus-Gugatan Lain-Lain/2018/PN.Jkt.Pst dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 3 K/Pdt.Sus-Pailit/2019, kedudukan harta pailit didahulukan dibanding putusan pengadilan dalam perkara pidana, sehingga amar putusan yang menetapkan perampasan harta pailit untuk negara bersifat non-executable.

In the practice of bankruptcy, the implementation of bankruptcy assets settlement is often hampered by various obstacles, one of which is when there is an overlap between the general bankruptcy confiscation and the criminal confiscation. This research was conducted to determine how the process of bankruptcy assets settlement in the event of criminal confiscation towards the bankruptcy assets by examining the position of general bankruptcy confiscation against criminal confiscations, also to determine the position of bankruptcy assets against court decisions in criminal cases by analyzing court decisions. This type of research is normative legal research with a literature study method. The result of the research shows that the position of criminal confiscation takes precedence over general bankruptcy confiscation, therefore the settlement of bankruptcy assets must be temporarily postponed. Based on the analysis of the Court Decision Number 11/Pdt.Sus-Gugatan Lain-lain/2018/PN.Jkt.Pst and Court Decision Number 3 K/Pdt.Sus-Pailit/2019, the position of bankruptcy assets takes precedence towards court decisions in criminal cases. Thus, the verdict in criminal cases that stipulates the forfeiture of bankruptcy assets for the government is non-executable
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfredo Joshua Bernando
"Penerapan hukum kepailitan di Indonesia untuk menyatakan pailitnya seseorang atau suatu perusahaan membutuhkan pembuktian sederhana, dimana hanya membutuhkan syarat mempunyi dua atau lebih kreditur dan mempunyai setidaknya satu hutang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Pembuktian yang sangat sederhana ini tidak menyertakan insolvency test sebagai salah satu syarat untuk mendasari pertimbangan Majelis Hakim untuk memutus pailit dalam putusan pengadilan niaga. Hal ini cenderung tidak proporsional karena merugikan pihak debitur, dimana Prinsip Keadilan adalah salah satu Prinsip atau Asas yang mendasari Hukum Kepailitan di Indonesia yakni Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Adanya insolvency test dapat menunjukan bahwa seseorang atau suatu perusahaan sebagai debitur dalam keadaan solven atau insolven, sehingga dapat dipertimbangkan apakah aset-aset yang dimiliki oleh debitur dapat membayar utang-utangnya atau tidak. Tidak adanya penerapan insolvency test dalam proses kepailitan menutup kemungkinan untuk melihat hal-hal tersebut sehingga debitur dapat dengan mudah untuk dipailitkan. Sehingga, insolvency test perlu untuk diterapkan dalam proses kepailitan serta diperbaharui peraturannya agar tidak menciderai prinsip keadilan yang menjadi dasar dari hukum kepailitan di Indonesia.

The application of bankruptcy law in Indonesia to declare someone or a company bankrupt requires simple proof, where it only needs the condition of having two or more creditors and at least one debt that has matured and is demandable. This very simple proof does not include the insolvency test as one of the conditions to substantiate the consideration of the Judges' Panel to decide bankruptcy in a commercial court ruling. This tends to be disproportionate as it harms the debtor, where the Principle of Justice is one of the principles underlying Bankruptcy Law in Indonesia, namely Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Postponement of Debt Payment Obligations. The existence of an insolvency test can show that an individual or a company as a debtor is in a solvent or insolvent condition, so it can be considered whether the assets owned by the debtor can pay off its debts or not. The lack of the application of the insolvency test in the bankruptcy process closes the possibility of examining these matters, making it easy to declare bankruptcy for debtors. Thus, the insolvency test needs to be applied in the bankruptcy process and its regulations need to be updated to avoid undermining the principle of justice that is the basis of bankruptcy law in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rakaditya Wiemas Bangun
"Skripsi ini membahas mengenai peran yuridis kurator Balai Harta Peninggalan dalam menjalankan tugas pengurusan dan pemberesan dalam harta pailit. Sampai saat skripsi ini ditulis, Balai Harta Peninggalan di Indonesia masih menjalankan tugas pokok dan fungsinya dengan berpedoman kepada Staatsblad 1872 No. 166 tentang Instruksi untuk Balai-Balai Harta Peninggalan, yang notabene merupakan aturan peninggalan Belanda. Ditambah lagi di negara Belanda sendiri Balai Harta Peninggalan weeskamer sudah ditiadakan sejak tahun 1810. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif. Penelitian yang dilakukan oleh Penulis adalah dengan studi dokumen dan wawancara dengan pihak Hakim pada Pengadilan Niaga, Anggota Teknis Hukum Balai Harta Peninggalan dan Ahli hukum kepailitan. Pada akhirnya, Penulis mendapatkan hasil dari penelitian bahwa kurator Balai Harta Peninggalan dalam menjalankan tugasnya hanya mendasarkan pada UUK-PKPU, dimana belum terdapat pengaturan khusus mengenai pedoman bagi Balai Harta Peninggalan untuk menjalankan tugas sebagai kurator.

This thesis discusses about the juridical role of Balai Harta Peninggalan Trustee in performing the task of managing and liquidating in the bankruptcy estate. Until this thesis is written, Balai Harta Peninggalan in Indonesia is still carrying out its main duty and function by referring to Staatsblad 1872 No. 166 on Instructions for Balai Harta Peninggalan, which is a legacy of the Dutch legacy. Plus in the Netherlands own country Balai Harta Peninggalan weeskamer has been abolished since 1810. The research method used in this thesis is the normative juridical. Research conducted by the author is by document studies and interviews with the Judge on Commercial Court, Legal Technical Member of Balai Harta Peninggalan and Bankruptcy legal expert. In the end, the author got the result from the research that the trustee of Balai Harta Peninggalan in performing its duties only based on UUK PKPU, where there is no specific arrangement regarding guidance for Balai Harta Peninggalan to perform duty as a bankruptcy trustee.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annysa Ayu Putri
"Skripsi ini membahas mengenai transparansi kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit. Adapun transparansi tersebut merupakan kewajiban hukum yang secara tersirat diamanatkan oleh Undang-Undang Kepailita dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Selain itu juga merupakan kewajiban yang diatur di dalam Standar Profesi Kurator. Penulis akan membahas transparansi kurator dan akibat hukum apabila transparansi tersebut tidak diterapkan, dengan meninjaunya dari suatu Putusan No. 07/G.Lain-Lain/2015/PN.Niaga.SBY Kemudian, penulis akan membahas apakah Surat Edaran Mahkamah Agung no. 2 tahun 2016 tentang Peningkatan Efisiensi dan Transparasi Penanganan Perkara Kepailitan di Pengadilan SEMA No. 2 Tahun 2016 dapat menjawab ketidaktransparanan yang terjadi para prakteknya. Pada akhirnya penulis memperoleh kesimpulan bahwa apabila transparansi tidak diterapkan oleh Kurator selaku pihak yang menguasai dan memiliki informasi mengenai harta pailit, akan menimbulkan ketidakpastian hukum bagi kreditor. Dan SEMA No. 2 Tahun 2016 tersebut dalam pengaturannya berusaha menjawab permasalahan transparansi yang ada, namun tidak menyeluruh, bahkan berpotensi menimbulkan permasalahan baru.

This thesis is discussing about transparency of a trustee in the management and settlement of bankruptcy assets. Trustee 39 s obligation to be transparent is implicitly mandated by Law no. 2 of 2004 concerning Bankruptcy and Postponement of Debt Settlement Obligation. Moreover, trustee obligation to be transparent is regulated under trustee of professional standard. In this thesis, the writer will discuss trustee obligation and the legal consequences, whether the transparency is applied by the trustee, by reviewing The Court Decision Number 07 G.Lain Lain 2015 PN.Niaga.SBY. Subsequently, the writer will discuss whether the Circular Letter of Supreme Court No. 2 of 2016 concerning The Improvement of Efficiency and Transparency in Handling Bankruptcy Case in The Court can resolve lack of transparency which happen in practices. Eventually, the writer come to the conclusion that if the trustee as a party that controls and has all the information regarding bankruptcy assets, doesn 39 t apply transparency, it will lead into legal uncertainty for the creditors. In regards to this, Circular Letter of Supreme Court No.2 of 2016 in its regulation is trying to solve transparency problems that exist, however it doesn 39 t solve thoroughly, even potentially will raise new problems.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S66366
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jacinta Azalea Hapsari
"Skripsi ini mencoba mengkaji dan membahas mengenai pertanggungjawaban yang dapat dibebankan kepada Kurator secara pribadi apabila terdapat kesalahan dalam tugasnya melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit sebagaimana diatur dalam Pasal 72 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Hal tersebut dibahas dengan melihat teori-teori kesalahan yang digunakan sebagai hukum positif di Indonesia, seperti dalam hukum pidana, karena UU No. 37 Tahun 2004 tidak memberikan penjelasan dan pengaturan lebih lanjut mengenai pertanggungjawaban atas kesalahan yang dilakukan Kurator dalam menjalankan tugas pengurusan dan pemberesan harta pailit. Dalam skripsi ini juga akan dibahas mengenai posisi Direksi dalam suatu Perseroan Terbatas yang telah dinyatakan pailit, sebagai organ yang menjalankan pengurusan Perseroan Terbatas pada umumnya. Kemudian dalam skripsi ini akan menganalisis putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya agar lebih relevan.

This thesis tries to examine and discuss about the responsibility that can be charged to the Bankruptcy Trustee rsquo s own asset if there is a mistake in his duty to arrangement and ordering the bankrupt property as regulated in Article 72 of Law no. 37 Year 2004 concerning Bankruptcy and Postponement of Obligation of Debt Payment. This is discussed by looking at the theories of error that are used as positive law in Indonesia, as in criminal law, because of Law no. 37 of 2004 does not provide further explanation and regulation regarding the accountability for the mistakes made by the Bankruptcy Trustee in carrying out the task of managing and securing the bankruptcy property. In this thesis will also be discussed about the position of the Board of Directors in a Limited Liability Company that has been declared bankrupt, as an organ that runs the management of Limited Liability Company in general. Then in this thesis will analyze the decision of Commercial Court in Surabaya District Court to be more relevant.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bedita Putri Sa'idah
"Dewasa ini banyak sekali sengketa akibat peralihan hak atas tanah yang terjadi di tengah masyarakat. Untuk mencegah konflik tersebut dibutuhkan perangkat hukum dan sistem administrasi pertanahan yang teratur dan tertata rapi. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) merupakan pejabat umum yang bertugas untuk membuat akta autentik sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu, salah satunya adalah Akta Jual Beli (AJB). Sejatinya, PPAT sebagai pejabat umum harus berkeja dengan penuh tanggung jawab, jujur dan tidak berpihak. Dalam menjalankan kewenangannya, PPAT harus menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan sengketa. Namun dalam kenyataannya, ditemukan PPAT yang melakukan perbuatan melawan hukum seperti dalam pembuatan AJB yang para penghadapnya tidak sesuai dengan identitas asli sebagaimana sebagaimana kasus yang ada dalam kasus Putusan Pengadilan Negeri Tangerang Nomor 634/Pdt.G/PN.Tng. Semestinya PPAT melakukan kegiatan sebelum, pada saat, dan sesudah pembuatan akta sesuai ketentuan dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, khususnya Pasal 38, Pasal 39 dan Pasal 40, namun hal tersebut tidak dilakukannya. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah tentang pertanggungjawaban PPAT dalam proses peralihan hak atas tanah di mana para pihak tidak sesuai dengan identitas asli masing-masing dan akibat hukum dari peralihan hak atas tanah yang dilakukan secara melawan hukum. Untuk menjawab kedua permasalahan tersebut, maka penelitian yuridis normatif ini dilakukan melalui studi dokumen (kepustakaan). Adapun tipologi dari penelitian ini adalah eksplanatoris. Data sekunder yang diperoleh dari studi dokumen, selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Berdasarkan hasil analisis dalam penelitian ini dapat dinyatakan bahwa PPAT bisa dimintakan pertanggungjawaban secara perdata, pidana dan administratif. Sedangkan akibat hukum dari AJB yang dibuat oleh PPAT yang melakukan perbuatan melawan hukum adalah batal demi hukum karena tidak terpenuhinya syarat subjektif yaitu sepakat para pihak dan syarat objektif yaitu suatu sebab yang halal.

Land Deed Officials (LDO) is a public official in charge of making authentic deeds as evidence that certain legal acts have been committed, one of them is Deed of Sale and Purchase (DSP). As an official with authority, LDO must work responsibly, honest, and impartial. However, in reality, LDO who committed acts against the law is found such as in the making of DSP whose witnesses does not suitable with the original identities as found in the case of Tangerang District Court Decision Number 634/Pdt.G/PN.Tng. In this case, LDO is supposed to conduct activities before, during, and after the making of the deed as stipulated in Government Regulation Number 24 of 1997 regarding Land Registration, especially Article 38, Article 39 and Article 40, but this is not done. The problems raised in this research are regarding the accountability of LDO in the process of transfer of land rights where the parties do not match their respective identities and legal consequences of the transfer of land rights that are conducted against the law. Therefore, to answer both problems, this normative juridical research is conducted through document (literature) study. As for the typology of this research is explanatory. Secondary data were obtained from document study, then analyzed quantitatively. Based on the analysis results of this research, it can be stated that LDO can be held accountable for civil, criminal and administrative. Whereas for the legal consequences of the DSP made by the LDO is null and void due to non-fulfillment of subjective condition namely agreed by the parties and objective condition namely a lawful cause."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Puspitasari
"Penelitian ini adalah tentang perlindungan hukum terhadap konsumen satuan rumah susun sebagai kreditur konkuren dalam kasus kepailitan dari debitur (pelaku pembangunan rumah susun), sebagaimana dalam Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 32/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst. Selama ini banyak ditemukan penjualan rumah susun yang belum dibangun namun tetap dilakukan perbuatan hukum pengikatan jual beli dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). Pada akhirnya hal tersebut menimbulkan sengketa ketika terjadi kepailitan dari pelaku pembangunan. Oleh karena itu permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dijadikan dasar pembelian rumah susun yang belum dibangun, dan perlindungan hukum terhadap konsumen satuan rumah susun sebagai kreditur konkuren dalam konteks kepailitan debitur (pelaku pembangunan). Penelitian yuridis normatif ini menggunakan data sekunder melalui studi kepustakaan dengan didukung oleh wawancara dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dinyatakan bahwa akta PPJB dapat dijadikan dasar untuk peralihan hak atas tanah apabila harga yang sudah disepakati bersama telah dibayar lunas dan objeknya sudah dikuasai oleh pembeli. Adapun terkait perlindungan hukum terhadap konsumen satuan rumah susun sebagai kreditur konkuren sangat lemah karena tidak ada ketentuan yang dengan tegas mengatur tentang itu. Selama ini di dalam pengaturan tentang pembayaran pengembalian kepada kreditur, besaran yang diterima oleh kreditur konkuren adalah sisa dari hasil pembayaran kepada kreditur lainnya, dalam hal ini adalah kreditur separatis dan kreditur preferens. Dengan demikian apabila hasil penjualan dari boedel pailit debitur sudah habis, maka kreditur konkuren tidak mendapatkan apapun, meski ia sudah membayar lunas.

This research describes protection law for apartment costumers as concurrent creditors in bankruptcy cases from debtors (apartment developers), as stated in the Decision of the Commercial Court at the Central Jakarta District Court Number 32/Pdt.Sus- PKPU/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst. All this time, many apartment sales have not been built, but it is done a legal act that binds sale and purchase in the Sale and Purchase Agreement (SPA). In the end, it creates a dispute when the apartment developer is bankrupt. Therefore, the problem described in this study is regarding the deed of the Sale and Purchase Agreement (SPA). That agreement is the basis for purchasing apartments that have not been built and protection law for consumers of apartment units as concurrent creditors in the context of debtor bankruptcy (apartment developer). This normative juridical research uses secondary data through literature study supported by interviews and then analyzed qualitatively. From the analysis results, it can be stated that the SPA deed can be used as the basis for transferring land rights if the mutually agreed price has been fully paid and the buyer has controlled the object. The protection law for apartment consumer units or concurrent creditors is fragile because there are no regulated provisions. In the repayment plan to creditors, the amount received by concurrent creditors is the rest of the proceeds payments to other creditors, in this case, the separatist creditors and preferred creditors. Therefore, if the proceeds from the sale of the debtor's bankrupt bank are exhausted, the concurrent creditor does not get anything, even though he has fully paid the debt."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theresia Carolina
"Skripsi ini membahas mengenai eksekusi jaminan fidusia pada saat debitur pailit. Pada skripsi ini akan dibahas mengenai dua hal. Pertama, pembahasan mengenai kedudukan jaminan fidusia sebagai jaminan umum. Kedua pembahasan mengenai ketepatan Mahkamah Agung dalam mengambil keputusan yang berbeda dengan Pengadilan Niaga dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 306 K/Pdt.Sus/2010 jo. Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 01/Pailit Lain Lain/ 2009/ PN.Niaga.Jkt.Pst. Kasus yang digunakan dalam pembahasan ini merupakan kasus eksekusi jaminan fidusia yang dilakukan oleh kreditur pemegang jaminan fidusia yaitu PT Bank Mega Tbk., pada saat debitur , yaitu PT Tripanca Group telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan perbandingan dan pendekatan kasus. Penelitian ini menyumpulkan bahwa jaminan fidusia bukan merupakan jaminan umum, melainkan merupakan jaminan khusus selama benda yang merupakan objek jaminan fidusia telah didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia dan bahwa putusan Mahkamah Agung telah tepat untuk membatalkan putusan Pengadilan Niaga yang memasukkan objek jaminan fidusia ke dalam boedel pailit.

This thesis discusses the execution of object of fiduciary guarantee on bankrupted debtor. This thesis focuses mainly on two issues. First, a discussion of the position of fiduciary guarantee as a general guarantee. Second, a discussion upon the accuracy of the Supreme Court to give a verdict contrary to the verdict given by the Commercial Court on Supreme Court Decision No. 306 K/Pdt.Sus/2010 jo. Comercial Court Decision No. 01/Pailit lain lain/2009/PN.Niaga.Jkt.Pst. The case as used in this thesis is a case concerning the execution of an object of a fiduciary guarantee done by a creditor who received a fiduciary guarantee, which is PT Bank Mega Tbk., after a debtor, which is PT Tripanca Group, which has been declared bankrupt by the Commercial Court. This research is a normative juridical research which focuses its approach on the legislation, comparative approach and case study. This research concludes that a fiduciary guarantee is not a general guarantee, but it is a special guarantee as long as the object of the fiduciary guarantee has been listed in the Fiduciary Registration Office and that the Supreme Court decision had given the appropriate verdict on nullifying the Commercial Court Decision that included the object of the fiduciary guarantee as a bankruptcy asset.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S55931
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nela Ade Fahrani
"ABSTRAK
Kurator PT Sky Camping Indonesia PT SCI mengubah status aset boedel pailit SHGB 7251 menjadi aset non boedel untuk kemudian dijual di bawah tangan, yang mana hal tersebut telah mendapatkan persetujuan dari Hakim Pengawas. Hasil dari penjualan aset tersebut kemudian tidak dimasukkan ke dalam daftar pembagian oleh kurator. Kreditor PT SCI, yaitu buruh, menuntut pembayaran upah mereka oleh kurator. Adanya dualisme dalam serikat pekerja PT SCI menjadi alasan kurator untuk tidak melakukan pembayaran atas upah buruh yang terutang. Penelitian ini akan membahas mengenai bagaimana tanggung jawab kurator dan hakim pengawas dalam pengurusan harta pailit PT SCI dan bagaimana perlindungan hukum terhadap kreditor PT SCI. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yaitu metode penelitian hukum yang meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder, dan menganalisis dengan metode kualitatif, sehingga diketahui bahwa kurator dan Hakim Pengawas merupakan pihak dalam kepailitan yang mana tugas satu sama lain saling bertautan dan saling bertanggung jawab atas segala tindakan yang dilakukan dalam menyelesaikan suatu perkara kepailitan. Buruh eks PT SCI berhak mendapatkan pembayaran atas upah yang terutang karena upah buruh merupakan kreditor preferen menurut ketentuan Pasal 95 ayat 4 Undang-Undang Ketenagakerjaan. Dalam melakukan tugasnya, sebaiknya kurator dan Hakim Pengawas memahami kedudukan dan tugas masing-masing sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Kepailitan. Upah buruh merupakan tagihan yang harus didahulukan pembayarannya daripada tagihan lainnya, sedangkan legalitas dari serikat pekerja merupakan hal penting yang harus diperhatikan, serikat pekerja seharusnya menjadi representatif bagi buruh eks PT SCI. Kata kunci: Tanggung jawab Kurator, Perlindungan Hukum, PT Sky Camping Indonesia

ABSTRACT
The curator of PT Sky Camping Indonesia PT SCI changed the status of bankruptcy asset SHGB 7251 become a non bankruptcy asset for that asset to be sell underhand, which has got approval from the Supervisory Judge. The proceeds of the selling afterwards is not incuded inside the division list by the curator. The creditor of PT SCI, in this case is the labor, demand the curator regarding the payment of their salary. The dualism inside the labor union of PT SCI becoming the excuse of the curator to not doing the disbursement of the debted salary. This research will answer about how is the responsibility of curator and supervisory judge while arranging and setlling down the bankruptcy asset of PT SCI, and how is the legal protection towards the creditor of PT SCI. This research will be analyzed by using normative juridical method, a research method that will investigate literature and secondary data, and analyzed it with qualitative method, so that will be obtained that Curator and Supervisory Judge are parties in bankruptcy which has linked duties one and another and be liable reciprocally upon every actions that has been done to completing a bankruptcy case. The ex labor of PT SCI reserve the right to acquire the payment of their debted salary, because labor rsquo s salary is preferential creditor according to Article 95 paragraph 4 Act of Employment. While completing their jobs, Curator and Supervisory Judge should understand each other rsquo s position and duty in accordance with the regulations in the Act of Bankruptcy. Labor rsquo s salary is a claim that has to be paid in advance, compared to other rsquo s claim, whilst the legality of labor union should become an important thing that should be noticed, the labor union must be representative towards ex labor of PT SCI.Keywords Curator rsquo s Responsibility, Legal Protection, PT Sky Camping Indonesia "
2018
T49376
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>