Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 183679 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Meida Adita Rahma
"Bermula dari kekhawatiran terhadap konsumen selaku pengguna produk kosmetik palsu yang beredar di pasaran atas produk yang dihasilkan oleh pelaku usaha, serta menganalisisnya dengan kacamata hukum dan sistem peradilan pidana. Penelitian menggunakan teori hukum serta landasan hukum yang berlaku dan yang diperbaharui; mengkaji pelaku usaha yang patut mempertanggungjawabkan perbuatannya, jalur pidana sebagai ultimum remedium, serta menelaah regulasi Korea Selatan terkait penegakan hukum pelaku usaha yang menjual dan produksi kosmetik berbahaya. Objek penelitian dalam tesis berupa studi kasus pengadilan menggunakan ketentuan Perlindungan Konsumen dan regulasi Merek dan Indikasi Geografis. Pelaku tindak pidana yang melakukan pemalsuan produk secara bersama-sama dibahas menggunakan teori hukum concursus dan deelneming sebagai pisau analisis penelitian. Metode yang digunakan penelitian bersifat doktrinal. Hukum pidana hadir bertujuan untuk melindungi kepentingan masyarakat dalam konteks perlindungan konsumen khususnya pada Pasal 62 dan Pasal 63. Pemidanaan terhadap pelaku pemalsuan produk kosmetik patut mengutamakan sanksi pidana, serta terhadap produk kosmetik palsu yang telah beredar perlu dimusnahkan. Elemen penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan serta BPOM RI harus berjalan bersamaan agar terciptanya penegakan hukum terhadap pelaku peredaran kosmetik illegal dan patut mempertimbangkan regulasi baru, seperti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP Nasional) dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Starting from the concerns of consumers as users of counterfeit cosmetic products circulating in the market for products which produced by business actors, and analyzing them through the lens of law and the criminal justice system. The research uses legal theories as well as applicable and updated legal foundations; examines business actors who should be held accountable for their actions, the criminal path as the ultimum remedium, and examines South Korean regulations related to law enforcement of business actors who sell and produce adulterated cosmetics. The research object in the thesis is a court case study using the provisions of Consumer Protection and the regulation of Trademarks and Geographical Indications. Criminal offenders who commit product counterfeiting together as discussed using the legal theory of concursus and deelneming as a research analysis knife. The method used is doctrinal research. Criminal law exists to protect the interests of society in the context of consumer protection, especially in Article 62 and Article 63. Punishment of the perpetrators of counterfeiting cosmetic products should prioritize criminal sanctions, and counterfeit cosmetic products that have been circulating need to be destroyed. Law enforcement elements such as the Police, the Prosecutors, and BPOM RI must work together in order to strengthen law enforcement against perpetrators of such as Law Number 1 of 2023 concerning the Criminal Code (National Criminal Code) and the Law Number 17 of 2023 concerning Health."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Perpetua Graciana Kanta
"Skripsi ini membahas mengenai hak konsumen untuk mendapatkan ganti rugi immateriil. Permasalahan yang diteliti dan dibahas dalam skripsi ini adalah ketentuan Pasal 19 UUPK mengenai tanggung jawab pelaku usaha apakah mencakup bentuk ganti rugi immateriil bagi konsumen atau tidak dan mekanisme agar konsumen dapat mengajukan ganti kerugian immateriil. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder, bahan hukum primer, sekunder, dan tertier, Undang-Undang, Putusan BPSK dan Pengadilan. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa ketentuan Pasal 19 UUPK mengakui semua kerugian termasuk kerugian immateriil merupakan hak konsumen. Pasal 19 mengatur pula kerugian immateriil yakni dalam bentuk santunan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Santunan dalam hal ini termasuk kerugian immateriil karena merupakan tanggung jawab moril pelaku usaha yang bukan merupakan kerugian nyata tetapi jumlahnya diatur oleh peraturan perundang-undangan. Konsumen dapat mengajukan tuntutan ganti kerugian melalui BPSK atau Peradilan namun kerugian immateriil tidak dapat dikabulkan oleh BPSK karena BPSK hanya mengabulkan kerugian materiil saja dan tujuan utama pembentukan BPSK sebagai lembaga penyelesaian sengketa konsumen secara singkat, sederhana dan murah. Adapun saran yang dapat diberikan adalah perlu merubah UUPK dengan menambahkan ketentuan bahwa pengajuan tuntutan kerugian immateriil kepada Pengadilan Negeri. Konsumen yang ingin mendapatkan ganti kerugian immateriil lebih tepat mengajukan gugatan melalui Peradilan agar BPSK tetap melaksanakan tugas penyelesaian sengketa secara cepat, singkat, dan murah.

This study focuses on the consumer's right for granting immaterial loss compensation. The research discusses about whether Article 19 of Consumer Protection Law CPL regulates immaterial loss compensation as well as the mechanism to file a claim for immaterial loss compensation. The method used in this study is juridical normative study by using secondary data, primary legal material, secondary and tertiary such as, CPL, verdict of BPSK and court decisions. The research finds that Article 19 of CPL recognizes all types of consumer's loss including immaterial loss. Article 19 of CPL regulates immaterial loss in the form of sympathetic care santunan in accordance with the regulations. Sympathetic care in this case belongs to immaterial loss as it is a moral responsibility of the business actors which is not a real loss yet the amount of the loss is regulated by the laws. The consumer is able to file claims for his her compensation through BPSK as the alternatives dispute resolution or court. However, BPSK is not able to grant the consumer's immaterial loss since BPSK only grants the consumer's material loss. That is because primarily BPSK is established to dispute resolution in a quick, simple, and low cost way. Furthermore, this study recommends the revision of CPL by putting stipulation to file the claim for immaterial loss compensation to the Court. That stipulation is a guarantee to the consumer's right of protection for immaterial loss. Any consumer who wants to file claim for immaterial loss compensation may go through the Court. Therefore, BPSK as an institution still runs its function to dispute resolution in a quick, simple, and low cost mechanism."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S68742
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rinaldi Rizki Firdaus
"Skripsi ini membahas mengenai permasalahan pada pengenaan besaran tarif PPOB dan PPJ token listrik prabayar, hak-hak konsumen yang dilanggar atas pemberlakuan PPOB dan PPJ, dan tanggung jawab pelaku usaha yang ditinjau berdasarkan Undang ? Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Penulisan skripsi ini menggunakan metode yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder dan dilakukan dengan teknik pengumpulan data dengan cara studi lapangan yaitu melakukan wawancara kepada informan dan/atau narasumber. Hasil penelitian ini menyimpulkan terdapat permasalahan pada pengenaan tarif PPOB dan PPJ yang dikenakan pada tiap kali transaksi dan besaran tarifnya tidak diatur secara tegas, mengenai hak-hak konsumen yang dilanggar berdasarkan Pasal 4 Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yaitu hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa dan hak atas hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa, dan hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendaptkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan, dan mengenai tanggung jawab pelaku usaha berdasarkan Pasal 19 ayat (1) Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen maka PT. PLN (Persero) wajib untuk bertanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen.
This thesis discusses the issues on PPOB tariff and street lighting tax (SLT), and consumer rights that are infringed upon withdrawal of administrative costs of Payment Point Online Banking (PPOB) and street lighting tax (SLT) to purchase prepaid electricity tokens (smart electricity), reviewed by Law No. 8 of 1999 on Consumer Protection and what can be suggested to the consumers when their rights have been violated. This thesis uses normative juridical method with secondary data and performed with the technique of data collection by field studies that were done by conducting interviews to informants and / or speakers. Results of this study can be concluded that there is a legal basis for the implementation of Payment Point Online Banking (PPOB) and street lighting tax (SLT), on the responsibility of business operators under Article 19 paragraph (1) of Law No. 8 of 1999 on Consumer Protection. PT. PLN (Persero) is obliged to take responsibility for the losses suffered by consumers, because consumer rights are violated under Article 4 of Law No. 8 of 1999 on Consumer Protection, namely the right to comfort, security and safety in consumption of goods and / or services and rights to gain information that is correct, clear, and honest about the condition and guarantee of the goods and / or services as well as its legal remedies according to Article 19 (1) of Law No. 8 of 1999 on Consumer Protection, hence, PT. PLN (Persero) is obliged to be responsible of people's loss."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S62072
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Destania Suswantika
"Listrik merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Permasalah timbul apabila terjadi pemadaman listrik yang berlangsung sering. Tesis ini membahas tentang perlindungan konsumen terhadap pemadaman listrik menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Ketenagalistrikan. Dibahas pula upaya-upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen bila terjadi pemadaman listrik. Dalam penelitian ini, mempergunakan metode penelitian yuridis-normatif, hal mana lebih mengutamakan pendekatan terhadap norma-norma hukum yang telah ada, data-data yang diperoleh kemudian diolah dan dilakukan analisis secara kualitatif.

Electricity is very important in the daily life of the community. Problems arise when a blackout that lasted frequently. This thesis discusses consumer protection against power outages according to the Consumer Protection Act and the Electricity Act. Also discussed the efforts of consumer law that can be done when a blackout. In this study,the method of juridical-normative research, which prefers the approach to the legal norms that already exist, the data obtained is then processed and analyzed qualitatively."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28732
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Binar Kistina S.
"Penelitian ini membahas perlindungan konsumen terhadap peredaran daging sapi gelonggongan. Metode yang digunakan berupa yuridis normatif yang menekankan pada norma hukum tertulis. Adanya peredaran daging sapi gelonggongan karena penyimpangan yang dilakukan pelaku usaha dari proses produksi daging sapi hingga peredarannya, yang berakibat buruk bagi konsumen. Sapi yang dipotong dengan proses penggelonggongan jelas tidak menerapkan tata cara pemotongan yang baik sebagaimana telah diatur salah satunya dalam Undang-Undang Peternakan. Daging sapi gelonggongan merupakan daging yang tidak layak konsumsi, bagi konsumen. Selain itu, daging sapi gelonggongan mengalami berat yang semu, yang mengakibatkan daging menyusut setelah dimasak. Dengan adanya kecurangan yang dilakukan pelaku usaha tersebut, maka konsumen mendapatkan perlindungan yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Perlindungan Konsumen juga dituangkan dalam bentuk Fatwa MUI yang mengharamkan daging sapi gelonggongan karena mengonsumsi daging sapi gelonggongan sama dengan mengonsumsi daging bangkai yang dilarang oleh Al Quran.

This undergraduate thesis discusses the consumer protection against the circulation of the meat of sapi gelonggongan. The method used in this research is the juricial normative method focusing on written law. The circulation of sapi gelonggongan is resulted from the transgression committed by the cattle bussinessmen during the process of the production until the circulation of the beef. The slaughter of the cattle using the gelonggongan method clearly does not apply the good slaughtering method as stated in the Livestock Law. This problem gives negative impacts on the consumers as sapi gelonggongan is the kind of meat not fit for consumption. In addition, the meat of sapi gelonggongan has false weight because it will decrease after being cooked. To protect the consumers from this kind of fraud, the government issued the Law of Consumer Protection. The consumer protection is also manifested in a fatwa of MUI that forbids Muslim people from eating the meat of sapi gelonggongan because it is the same as eating carcass, which is forbidden in the holy Koran."
2014
S54328
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hikari Kepartono
"Perkembangan teknologi informasi yang terjadi di dalam era globalisasi ini membawa pengaruh yang besar di dalam sektor perdagangan sehingga mengakibatkan terjadinya peralihan pola perilaku transaksi masyarakat ke sistem transaksi elektronik. Dalam melakukan transaksi elektronik ini, online marketplace merupakan salah satu jenis platform yang paling sering digunakan oleh pihak penjual dan pembeli. Di sisi lain, dengan bertambahnya jumlah transaksi yang dilakukan melalui online marketplace, bertambah pula jumlah pelaku usaha yang menjual produk-produk yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Salah satu jenis produk terlarang yang akhir-akhir ini banyak beredar melalui online marketplace adalah suplemen kesehatan palsu yang tentunya membahayakan keselamatan dan juga mengakibatkan kerugian materiil secara langsung bagi pihak konsumen. Pengaturan mengenai permasalahan ini sebenarnya sudah diatur di dalam beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia. Namun, kedudukan konsumen di dalam transaksi elektronik ini masih sangatlah lemah apabila dibandingkan dengan kedudukan pelaku usaha. Selain itu, peran pemerintah khususnya BPOM dan pihak online marketplace juga masih belum maksimal dalam menangani permasalahan ini. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dalam menganalisa berbagai peraturan terkait permasalahan peredaran suplemen kesehatan palsu melalui online marketplace. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlu adanya pengaturan yang jelas dan adil mengenai kedudukan pelaku usaha dan konsumen di dalam sebuah transaksi elektronik melalui online marketplace. Selain itu, dibutuhkan juga peran lebih dan juga kerjasama dari pihak pemerintah khususnya BPOM dan juga pihak online marketplace dalam menanggulangi permasalahan peredaran suplemen kesehatan palsu di online marketplace ini. 

The advancement of information technology in this era of globalization has had a significant impact on the trade sector, resulting in a shift in the pattern of people's transaction behavior toward an electronic transaction system. The online marketplace is one of the most common types of platforms used by sellers and buyers in conducting these electronic transactions. On the other hand, as the number of transactions conducted through the online marketplace grows, so does the number of business actors selling products that do not comply with the provisions of the applicable laws. Counterfeit health supplements are one type of prohibited product that has recently circulated through online marketplaces, endangering consumers' safety and resulting in direct financial losses. Regulations on this subject have been incorporated into several laws and regulations in Indonesia. However, when compared to the position of business actors, consumers' position in this electronic transaction remains very weak. Furthermore, the government's role in dealing with this problem, particularly BPOM and the online marketplace, is still suboptimal. In this study, the author employs a normative juridical research method to examine various regulations related to the problem of counterfeit health supplements being circulated through the online marketplace. According to the findings of this study, there is a need for clear and equitable arrangements regarding the position of business actors and consumers in an electronic transaction via an online marketplace. Furthermore, more roles and cooperation from the government, particularly the BPOM, and online marketplace parties are required in addressing the problem of counterfeit health supplements circulating in this online marketplace."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Akbar Hariadi
"ABSTRAK
Berdasarkan Pasal 1 ayat 10 UU Perlindungan Konsumen, dijelaskan bahwa Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Namun sayangnya klausula baku di dalam perjanjian baku yang dikeluarkan oleh pelaku usaha, terutama klausula baku yang mengalihkan tanggung jawab pelaku usaha klausula eksonerasi sebagaimana tercantum dalam Pasal 18 ayat 1 UU Perlindungan Konsumen cenderung dianggap sebagai buah dari itikad tidak baik pelaku usaha dalam mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan memanfaatkan posisi tawar konsumen yang rendah. Pokok permasalahan dalam tulisan ini adalah ldquo;bagaimana perbandingan konsep pengalihan tanggung jawab pelaku usaha antara pendapat ahli, UU Perlindungan konsumen dan putusan pengadilan dalam sengketa perlindungan konsumen rdquo;. Untuk menjawab pertanyaan tersebut penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan teknik pengumpulan data studi kepustakaan dan dokumen terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada pembatasan dari pemaknaan klausula eksonerasi baik dari pendapat ahli, UU Perlindungan Konsumen sendiri ataupun penafsiran makna Majelis Hakim Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

ABSTRACT
Based on Article 1 Paragraph 10 of the Consumer Protection Law in Indonesia, Standard Clause are rules or provisions and conditions which have been prepared and determined first unilaterally by a supplier in a document and or agreement binding and must be fulfilled by the consumer. Unfortunately, the standard clause in the standarized agreement issued by the supplier, usually transfering the responsibility of supplier exoneration clause as stated in Article 18 Paragraph 1 of the Consumer Protection Law. The standard clause tends to be regarded as the result of bad faith of business actor rsquo s on seeking maximum profit, including from the weakness of consumer position. Article 18 Paragraph 1 of the Consumer Protection Law formulate the subject matter on this thesis is how to compare the concept of transfer of business actors 39 responsibility between expert opinion, Consumer Protection Law in Indonesia and court decision in consumer protection dispute . To answer the question the authors use normative juridical research methods with library data collection techniques, and related documents. The result of this thesis shows that there is no restriction on the meaning of exoneration clause either from expert opinion, Consumer Protection Law in Indonesia itself or interpretation of Judges of Badan Penyelesaian Sengketa Kosnsumen. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andri
"Skripsi ini membahas perlindungan konsumen melalui pengaturan tentang kewajiban pelabelan pada rokok berlabel ditinjau dari tiga peraturan-perundang-undangan, yaitu UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, dan PP No. 19 tahun 2003 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan. Metode dalam penelitian ini adalah penelitian normatif, dengan menggunakan data sekunder.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa PP No. 19 tahun 2003 yang menggantikan PP No. 81 tahun 1999 dan PP No. 38 tahun 2000, mengatur kewajiban orang dan badan hukum mencantumkan Label rokok berisi "peringatan kesehatan" dan "informasi kadar tar dan nikotin" pada produk rokok berlabel. Namun, PP No. 19 tahun 2003 tidak mengatur standar maksimum tar dan nikotin produk rokok berlabel. Padahal, PP No. 81 tahun 1999 dan PP No. 38 tahun 2000 mengatur standar maksimum tar adalah 20 mg dan nikotin adalah 1,5 mgr pada produk rokok berlabel. Hal ini mengakibatkan konsumen mengkonsumsi produk rokok berlabel yang lebih berbahaya bagi kesehatan, sehingga bertentangan dengan ketentuan UU No. 8 tahun 1999.

The focus study is consumer protection through obligation labelling regulation on cigarette label product according to law number 8 of 1999 on consumer protection, law number 36 of 2009 on health, and law number 19 of 2003 on cigarette secure for health. The research method used in this study is a normative research, using secondary data.
This study concludes that Law Number 19 of 2003 that substitute law number 81 of 1999 and law number 38 of 2000 rule man and corporation to put cigarette label contain "health warning" and "tar and nicotine content information" on label cigarette product. However, law number 19 of 2003 doesn't rule the tar and nicotine maximum standard on label cigarette product whereas law number 81 of 1999 and law number 38 of 2000 rule tar and nicotine maximum standard on label cigarette which is 1,5 mgr for nicotine and 20 mg tar. It makes consumer consume label cigarette product that is more dangerous for health and is suspected of violating the provisions of law number 8 of 1999.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1895
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Millia Anita Bob Hernoto
"Penelitian ini membahas tentang metode pembayaran dengan uang muka sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 serta Hukum Perdata Indonesia. Dalam penelitian ini, penulis akan membahas sebuah kasus antara Tn. Martinus dan PT. Solid Gold mengenai kasus yang terjadi akibat sebuah transaksi dengan menggunakan uang muka untuk sebuah apartemen di Surabaya. Pembahasan kasus tersebut akan mencakupi permasalahan akan bisa tidaknya uang muka dimintakan kembali serta bahwa apakah putusan hakim sudah benar atau bleum. Sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, kesimpulan dari penelitian ini bahwa uang muka dapat dikembalikan karena adanya pengecualian yang dibuat pelaku usaha, sehingga perjanjian tersebut dianggap telah batal demi hukum.

This thesis discusses about the notion of down payment in accordance with the Consumer’s Protection Law No. 8 Year 1999 as well as the Indonesian Civil Law. In this thesis, the writer includes a case analysis, which is a case between Mr. Martinus against PT. SOLID GOLD in the dispute arising out of the giving of down payment over a purchase of an apartment unit in Surabaya. The case analysis will include legal issue of whether or not down payment money can be returned and whether or not the decision made by the judges is correct. Based on the research done for this thesis, the conclusion of this thesis is that down payment money can be returned since there is an exception made by the business actor, which makes the agreement is null and void.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S58625
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trigaya Ahimsa
"Dengan terus berkembangnya sektor jasa keuangan serta banyaknya aduan konsumen yang diterima, Otoritas Jasa Keuangan selaku pengawas aspek market conduct dan prudential di sektor jasa keuangan telah mengesahkan POJK Nomor 6/POJK.07/2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan sebagai bentuk penguatan perlindungan konsumen dan masyarakat. Salah satu substansi pengaturan yang baru adalah terkait dengan desain produk dan/atau layanan. Desain produk dan/atau layanan jasa keuangan sendiri merupakan suatu tahapan yang terdiri dari perancangan dan pengujian produk dan/atau layanan.  Sebagai konsep baru dalam perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan, ketentuan mengenai desain produk dan/atau layanan di Indonesia perlu ditelaah lebih dalam untuk memperkuat pengaturan serta pengawasan implementasi ketentuannya. Dalam penelitian ini, Penulis menggali lebih dalam terkait latar belakang pengaturan desain produk dan/atau layanan serta peran Otoritas Jasa Keuangan dalam melakukan pengaturan dan pengawasan. Penulis juga melakukan komparasi ketentuan dengan Inggris dan Australia. Untuk mendapatkan data yang diperlukan, Penulis melakukan wawancara dengan pihak Otoritas Jasa Keuangan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa Otoritas Jasa Keuangan selaku regulator dan pengawas di sektor jasa keuangan mengatur mengenai kewajiban melakukan desain produk dan/atau layanan yang dilakukan oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan agar sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan konsumen. Selain itu, terdapat beberapa ketentuan terkait desain produk dan/atau layanan pada Inggris dan Australia yang menurut hemat Penulis dapat diimplementasikan di Indonesia.

With the continuous rise of financial service sector and the amount of consumers’ complaint submitted, Otoritas Jasa Keuangan (Financial Services Authority) as the market conduct and prudential supervisor has enacted regulation regarding Financial Consumer and Public Protection (Regulation No. 6/POJK.07/2022). The enactment of this regulation shows Otoritas Jasa Keuangan’ commitment to strengthen the protection of the financial consumers and the public. One of the new substances in this regulation concerns financial product and/or services design. Financial product and/or services design is a part of product life cycle and it also consists financial product and/or services testing.  Regulation concerning financial product and/or services design needs to be studied deeper to strengthen the regulation and supervisory aspect. In this writing, the Author digs deeper concerning the background of the regulation which oblige the Financial Services Providers to design financial product and/or services and also Otoritas Jasa Keuangan’ role as the regulator and supervisor of financial services sector. The Author tried to compare said regulation to the ones in United Kingdom and Australia. To get the relevant data, the Author conducted an interview with one of Otoritas Jasa Keuangan’ official. The conclusion of this writing is Otoritas Jasa Keuangan regulates financial product and/or services design to ensure that product and/or services are designed having regard to the target market. Moreover, there are some rules regarding financial product and/or services design in United Kingdom and Australia which could be referred to."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>