Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 191517 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rayhan Naufaldi Hidayat
"Tulisan ini menganalisa bagaimana pemenuhan hak memilih/ right to vote bagi difabel netra dalam akses pemilu di Indonesia. Pokok analisa tertuju pada bagaimana perkembangan konsep dan aturan hak memilih difabel netra serta bagaimana evaluasi dan cetak biru proyeksi hak memilih difabel netra di Indonesia. Tulisan ini dalam menganalisa menggunakan metode penelitian hukum doktrinal dengan studi kasus hanya terfokus pada pemilu tahun 2019 dan 2024. Indonesia tengah memasuki babak baru pengakuan hak bagi difabel netra setelah turut serta bergabung menjadi negara pihak yang tunduk pada Convention on the Rights of Persons with Disabilities. Ratifikasi dilakukan melalui pengesahan UU 19/2011 yang dilanjutkan dengan UU 8/2016. Penanda baru telah tercipta sejatinya paradigma harus diletakkan atas dasar hak yang mengacu pada esensi dari keberagaman manusia. Martabat menuntut kesetaraan akan peluang partisipasi politik dalam penikmatan yang sama. Difabel netra berhak atas penikmatan hak memilih pada pemilu melalui jaminan kesempatan dan akses yang disesuaikan. Akan tetapi, hambatan masih saja terus berulang, seperti ditolak memilih, sulit mengakses informasi dan pemungutan suara tanpa otonomi serta privasi. Oleh karenanya, pembenahan harus menjadi proyeksi holistik sedari koherensi antar norma pemilu, pendataan yang menyeluruh hingga pengembangan pemungutan suara yang berbasis asistensi, sistem braille bahkan pemanfaatan teknologi baru.

This paper analyzes how the visually diffabled are able to access the right to vote in Indonesian elections. The point of the analysis focuses on how the development of the concept and rules of the right to vote for the visually diffabled have evolved, as well as the evaluation and blueprint for the implementation of the right to vote in Indonesia. This paper analyzes using the doctrinal legal research method, with a case study focused solely on the 2019 and 2024 elections. Indonesia has entered a new era of rights recognition for individuals with visual different ability by becoming a state party to the Convention on the Rights of Persons with Disabilities. Ratification was carried out through the Law 19 of 2011, followed by Law 8 of 2016. A new marker has been created to indicate that the paradigm must be based on rights that refer to the essence of human diversity. Dignity necessitates equal rights to political participation and equal enjoyment. Individuals with visual different ability have the right to vote in elections by ensuring personalized opportunities and access. However, impediments persist, such as being refused the right to vote, difficulty getting information, and voting without autonomy and privacy. Thus, improvement must be a holistic projection, ranging from electoral norm coherence to extensive data gathering to the development of assistance-based voting, braille systems, and even the employment of new technology."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindita Pratitaswari
"Perubahan desain pemilu di era reformasi telah memberi dampak terhadap perubahan strategi kandidat untuk memenangkan pemilu. Sejak Pemilu 2009 hingga 2019, beberapa peserta pemilu mulai mengejar suara personalnya. Berbagai usaha akan mereka lakukan, termasuk membentuk relasi patron klien dengan seorang broker. Keberadaan broker dipercaya membantu mengatasi kendala timbal balik dialami oleh kandidat. Fenomena jaringan perantara pada pemilu era reformasi semakin beragam. Menurut Aspinall dan Mada Sukmajati (2014), terdapat tiga jenis fenomena broker yaitu partai politik, tim sukses, dan jaringan sosial Sementara penelitian ini akan membahas fenomena broker lainnya yaitu broker penyelenggara pemilu. Studi ini meneliti tentang peran broker penyelenggara pemilu dengan mengambil studi kasus praktik broker penyelenggara pemilu di Kabupaten Karawang pada Pemilu 2019. Alasan kesediaan beberapa penyelenggara pemilu di Kabupaten Karawang adalah ikatan pertemanan, motivasi ekonomi, serta aspek manajerial pemilu. Tidak semua broker kerap diidentikan sebagai “the Peronist problem-solving network” (Auyero, 2000) karena memungkinkan broker gagal memenangkan kliennya pada pemilu. Penelitian ini juga menjelaskan problematika loyalitas kesetiaan broker penyelenggara pemilu di Kabupaten Karawang. Adapun teori yang digunakan pada penelitian ini yaitu teori brokerage dan konsep integritas pemilu.

The Changes in election design in the reform era have had an impact on changing candidate strategies to win elections. From the 2009 to 2019 elections, several election participants began to pursue their votes. They will do various efforts, including establishing a patron-client relationship with a broker. The existence of a broker is believed to help overcome the reciprocal obstacles experienced by candidates. The phenomenon of the intermediary network in the reform era elections is increasingly diverse. According to Aspinall and Mada Sukmajati (2014), there are three types of broker phenomena, namely political parties, successful teams, and social networks. This study examines the role of election management brokers by taking a case study of the practice of election management brokers in Karawang Regency in the 2019 Election. The reasons for the willingness of several election organizers in Karawang Regency are friendship bonds, economic motivation, and managerial aspects of the election. Not all brokers are often identified as “the Peronist problem-solving network” (Auyero, 2000) because it allows brokers to fail to win their clients in elections. This study also explains the problem of loyalty of election management brokers in Karawang Regency. The theories used in this research are brokerage theory and the concept of electoral integrity."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Julizar Idris
"Faktor-faktor yang Mempengaruhi Preferensi Politik Pemilih Pemula dalam Pemilu Legislatif 2014 (Survei Perilaku Pemilih diKecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan) Segmentasipemilihdapatdiklasifikasikan berdasarkan tingkat ekonomi, tingkat pendidikan, umur, kepercayaan atau agama, etnis, kelas social dan lain sebagainya. Dalam tesis ini penulis ingin menguraikan tentang segmentasi pemilih berdasarkan segmentasi umur dengan melakukan studi khusus tentang perilaku memilih pemilih, khususnya para pemula dalam memilih partai politik. Tesisinimembahasseberapa besar pengaruh faktor platform dan ideologi partai, program kerja partai, citra partai, identifikasi tokoh partai, hubungan emosional pemilih terhadap partai, isu dan pemberitaan yang terkait dengan partai, serta afiliasi sosial (social afiliation) para pemilih, terhadap besar kecilnya preferensi politik para pemilih pemuladalammemilihpartaipolitik. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa faktor platform dan ideologi partai, program kerja, isu dan pemberitaan partai, dan afiliasi sosial pemilih mempengaruhi preferensi politik para pemilih pemula dalam Pemilu Legislatif 2014. Kata kunci: Faktor-faktor, pemilih pemula,Teori Reason Action, komunikasi politik.

Segmentation of voters can be classified based on the economic level, education level, age, religious beliefs, ethnicity, social class, and so forth. In this thesis, the author would like to elaborate on voter segmentation based on age segmentation by making a special study of the first voter behavior in the vote political parties
This thesis discusses how much the the influence of party platforms and ideology, work program of the party, the party's image, identification of party figures, emotional ties to the party's voters, issues and news related to the party, and social affiliation of voters, to the size of the the political preferences of the first voters in choosing the political party,
The results showed , that the factor of party platforms and ideology, work program of the party, issues and news related to the party, and social affiliation, affects the political preferences of first voters in the 2014 legislative elections
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fanny Yulia
"Penelitian ini merupakan sebuah analisis terhadap teks berita politik seputar Pilkada Serentak 2015 yang membahas kandidat kepala daerah perempuan. Metode yang digunakan untuk menganalisis teks berita adalah semiotika, dan difokuskan pada bagaimana harian Kompas dan Koran Tempo merepresentasikan politisi perempuan dalam berita politik. Semiotika yang digunakan adalah metodologi semiotika Roland Barthes yakni lima kode pokok untuk menggali mitos dalam narasi literatur. Kerangka konseptual Cultural Studies dan Media Marxist digunakan untuk mengkritisi kultur patriarki yang tercermin dalam bahasa-bahasa yang digunakan media untuk membahas politisi perempuan. Kultur patriarki dianggap menghegemoni ruang redaksi baik pekerja media maupun komunikator massa, yang tercermin dari pemilihan kata-kata serta fakta yang dimunculkan. Masing-masing media memunculkan mitos tersendiri atas perempuan di ranah politik, khususnya yang maju sebagai kandidat kepala daerah. Mitos tersebut masih menerjemahkan hegemoni ideologi patriarki ke dalam bahasa pemberitaan, walaupun dengan derajat yang berbeda.

This research aims to provide analysis about women candidates on 2015 local elections in political news texts. Semiotics method is applied to analyse news, and I focused the research on how Kompas and Koran Tempo are representing women politicians in political news. On this research, I used Roland Barthes’s semiotic; five major codes to reveal myths on narrative literaturs. Cultural Studies and Media-Marxist as the conceptual framework to criticize patriarchy culture that implies on languages to represent women politician in media. Patriarchy culture is considered as hegemony in redactional spaces, either media workers or mass communicators. This hegemony is mirrored from words and facts that chosen into women politician’s narrative news. Each media brings out their own myths upon women on politics, especially whom run for office in 2015 local election. Both media have myths that translated patriarchy ideology hegemony, despite on different levels. The level can be interpretatively measured by different style of narrative  and language explication.

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arya Putra Mahendra
"Pemilih muda pada Pemilu 2024 sebanyak 428.000 pemilih, dengan banyaknya pemilih muda, peneliti berusaha meneliti faktor yang lebih dipertimbangkan oleh pemilih muda untuk memilih kandidat pemimpin dengan cara membandingkan faktor identitas dan performa sebagai dasar perilaku memilih pemilih muda. Hipotesis penelitian ini adalah performa kandidat lebih dipertimbangkan oleh pemilih Generasi Z sebagai dasar dalam memilih kandidat pemimpin dibandingkan dengan identitas. Penelitian kuantitatif eksperimental ini menggunakan treatment yang ditranslasi dari penelitian (Hudson, Mcloughlin, Margret & Pandjaitan, 2018). Treatment diberikan setelah partisipan penelitian membuat modelling kandidat prototipikal dan non-prototipikal. Partisipan penelitian ini adalah Generasi-Z yang sudah bisa memilih dalam Pemilu yaitu Generasi Z dengan umur 18-25 tahun (n=194). Dari hasil analisis statistik Factorial ANOVA, ditemukan bahwa nilai Sig. PNP (Tingkat Prototipikalitas Kandidat) adalah .768 > 0.05, nilai tersebut mengindikasikan tidak adanya relasi yang signifikan antara tingkat prototipikalitas kandidat dengan keinginan partisipan untuk memilih kandidat tersebut kembali. Nilai Sig. GB (Tingkat Keberhasilan Kandidat) adalah .058 > 0.05, nilai tersebut mengindikasikan tidak adanya relasi yang signifikan antara tingkat keberhasilan kandidat dengan keinginan partisipan untuk memilih kandidat tersebut kembali. Oleh karena tidak ditemukannya dasar perilaku memilih Generasi Z di Indonesia, diperlukan penelitian lanjutan yang diharapkan dapat mengatasi limitasi dari penelitian ini dengan mendalami faktor lain yang tidak diteliti pada penelitian ini yang dapat memengaruhi keputusan memilih partisipan khususnya pada konteks Generasi Z di Indonesia.

Young voters in the 2024 elections amounted to 428,000 voters. With the significant number of young voters, researchers attempted to examine factors considered by young voters in selecting leadership candidates by comparing identity and performance factors as the basis for young voters' voting behavior. The hypothesis of this research is that the performance of candidates is more considered by Generation Z voters as the basis for choosing leadership candidates compared to identity. This quantitative experimental research utilized treatments translated from the study (Hudson, McLoughlin, Margaret & Pandjaitan, 2018). Treatments were administered after research participants created prototypes of candidate models, both prototypical and non-prototypical. The research participants were Generation Z individuals eligible to vote in elections, aged 18-25 years (n=194). From the Factorial ANOVA statistical analysis, it was found that the Sig. PNP value (Level of Candidate Prototypicality) was .768 > 0.05, indicating no significant relationship between the level of candidate prototypicality and participants' desire to vote for the candidate again. The Sig. GB value (Level of Candidate Success) was .058 > 0.05, indicating no significant relationship between the level of candidate success and participants' desire to vote for the candidate again. Therefore, due to the absence of a basis for Generation Z voting behavior in Indonesia, further research is needed to address the limitations of this study by exploring other factors not examined in this research that may influence participants' voting decisions, particularly in the context of Generation Z in Indonesia."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Niode, Burhan
"Objek penelitian ini terfokus kepada perilaku politik (political behavior)
pemilih Muslim pada Pemilu 1999 di DKI Jakarta, yang bertujuan untuk
menjawab permasalahan seperti yang dirumuskan berikut ini. (1) bagaimanakah perilaku memilih pemilih Muslim pada Pemilihan Umum 1999?; (2) bagaimanakah pandangan pemilih Muslim terhadap keberadaan parpol-parpol Islam pada Pemilu 19992; (3) bagaimanakah pandangan pemilih Muslim terhadap penggunaan simbol Islam dalam politik?
Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan daftar pertanyaan (questibner) kepada 250 pemilih Muslim yang telah menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 1999 dan wawancara mendalam (indepth interview) dengan beberapa tokoh informal Muslim yang tersebar di lima wilayah (kotamadya) yang ada di DKI Jakarta. Sedang data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan metod deskriptif-analitis.
Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) pengelompokan sosial-keagamaan berperan di dalam membentuk sikap dan perilaku politik pemilih; (2) agama (baca: Islam), yang dimanifestasikan dalam bentuk asas dan lambang parpol, dapat berperan sebagai tali pengikat sekaligus berfungsi sebagai landasan identilikasi diri bagi parpol dengan pemilihnya, terutama pemilih yang yang berlatar belakang pendidikan menengah ke bawah; (3) program partai dapat menjadi dasar bagi pemilih di dalam memilih parpol; (4) figuritas seorang pemimpinan parpol atau pun calon presiden dapat berpengaruh terhadap pilihan politik pemilih; (5) selain perlakuan tidak adil dari rezim Orde Baru terhadap PDIP dan pemimpinnya, juga ligur Megawati Soekarnoputeri sebagai anak presidenvPresiden dan ideologi Nasionalisnya yang mendorong pemilih mengidentifikasi diri dengan PDIP; (6) walaupun media massa sudah menjadi konsumsi keseharian pemilih, tetapi kemanfaatannya sebagai media komunikasi polilikv(baca: sarana informasi Pemilu 1999) dan pendidikan politik lebih dominan difungsikan oleh merek yang memiliki Iatar belakang pendidikan menengah kevatas, dan; (7) sikap mendukung atau pun menolak terhadap keberadaan parpolvIslam dan pnggunaan simbol Islam dalam politik antara lain dipengaruhi olehvfaktor umum.
Penegasan-penegasan di alas setidak-tidaknya telah memberikan gambaran tentang bagaimana perilaku polltik pemilih Muslim pada Pemilu 1999. Lebih dari itu, dapat dijadikan sebagai dasar di dalam mengevaluasi kekalahan parpol Islam dalam Pemilu 1999. Kekalahan tersebut Iebih disebabkan: (1) budaya politik pemilih Muslim yang masih mencerminkan kuatnya unsur paternalisltik; (2) kurang siapnya parpol Islam dalam mengikuti Pemilu 1999; (3) kurangnya soslallsasi parpol Islam ke tingkat massa; (4) simbol Islam tidak serta merta dlterima oleh semua pihak; (5) banyaknya parpol Islam yang terlibat dalam Pemilu 1999, dan; (6) dalam diri PDIP serla pemimpinnya (Megawatl Soekarnoputeri) identik dengan simbol ketidakadilan."
2001
T4925
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Gaussyah
"Anggota Polri sebagai bagian dari warga negara memiliki hak yang dilindungi oleh konstitusi. Salah satu hak yang mereka miliki adalah hak politik (political rights), yang dalam hal ini adalah hak memilih dan dipilih. Memang tugas utamanya tidak bisa dipisahkan dari apa yang telah ditentukan oleh konstitusi dan undang-undang. Namun, hak-hak yang melekat pada diri Polri tidak bisa diabaikan. Kenyataannya hak memilih bagi anggota Polri dalam pemilihan umum masih dibatasi oleh undang-undang. Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut diajukan tiga permasalahan, yaitu; mengapa anggota Polri tidak menggunakan hak memilih dan dipilih dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, dasar hukum dan dasar pemikiran apakah yang digunakan oleh pengambil kebijakan negara dalam pertimbangan tidak digunakannya hak memilih anggota Polri dalam pemilihan umum, dan bagaimanakah penggunaan hak pilih anggota Polri dan TNI jika dibandingkan dengan hak pilih Pegawai Negeri Sipil. Teori negara hukum khususnya yang terkait dengan konsep the rule of law yang dikemukakan oleh A. V. Dicey digunakan sebagai grand theory. Teori konstitusi dan teori hak asasi manusia, khususnya teori tentang equality, di antaranya civil equality dan political equality digunakan sebagai middle range theory, dan untuk mempertajam analisis juga digunakan teori demokrasi yang di antaranya dikemukakan oleh Schumpeter dan Robert A.Dahl. Objek penelitian ini pada dasarnya sekitar peraturan perundang-undangan yang berkaitan erat dengan Polri. Selain itu, juga akan dilihat bagaimana pelaksanaan peraturan tersebut di lapangan. Berkenaan dengan objek penelitian ini, tipe penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis Untuk mendukung akurasi data, digunakan pendekatan yuridis historis, yuridis sosiologis, dan yuridis komparatif. Sedangkan jenis penelitian adalah penelitian kualitatif. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan untuk selanjutnya dianalisis secara deduktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalaman sejarah keikutsertaan anggota Polri dalam politik kekuasaan orde baru, terintegrasinya Polri dalam organisasi militer (ABRI), dan penerapan konsep dwifungsi ABRI yang kurang tepat menyebabkan anggota Polri tidak menggunakan hak memilih dan dipilih dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia pada saat ini. Netralitas dan profesionalisme Polri dijadikan dasar pemikiran oleh pengambil kebijakan negara dalam pertimbangan tidak digunakannya hak memilih anggota Polri dalam pemilihan umum. Anggota TNI tidak menggunakan hak memilih dan dipilih dalam pemilu. Sedangkan PNS memiliki hak memilih dalam pemilu, akan tetapi wajib mengundurkan diri jika ingin dipilih dalam pemilu. Melakukan reformasi menyeluruh agenda reformasi nasional dan merevisi UU No. 2/2002 Tentang Polri diharapkan dapat terciptanya Polri profesional yang sesuai dengan harapan dan keinginan masyarakat.

Member of the INP are part of the state citizens owning the many rights defend by the constitution. One of their rights is political rights, in this case the right to vote and be elected. Their main duty as described in the constitution and legislation surely cannot be disbanded; however their existing rights must also not be neglected. The fact is that the right to vote for INP members in the general election is still limited through legislation. Based on the background, there are three research question which are: why do INP members don‟t use the right to vote and be elected in the state structure of the Republic of Indonesia, the legal basis and philosophy used by state policy makers in considering that INP members may not use their right to vote in the general elections, and how do INP and military members use their right to vote compare to civil servant. The legal state theory especially those in relation with the rule of law concept proposed by A.V. Dicey will be used as the grand theory. The constitution and human rights theory, especially on equality, among others civil equality and political equality will be used as middle range theory, and to sharpen the analysis the democracy theory proposed by Schumpeter and Robert A. Dahl will also be utilized. The research object will revolve around the legislation on the INP. Besides that, the implementation of the rule will also be examined. In relation to the research object, the type of research applied is juridical normative method with a juridical approach. To support the accurateness of the data, the juridical historical, jurisdictional sociological and comparative juridical approach will be applied. The type of research will be qualitative. The data collection for this research will be done through literature review and field research to be analyzed deductively. The result of the study shows that the bad historical experience of INP members in the New Order political rule, INP past integration to a military organization (ABRI), and the ABRI dual-role has caused INP members the right to vote and be elected in the state structure of the Republic of Indonesia. The neutrality and professionalism of the INP has acted as the basis for the policy makers in considering the right to vote of INP members in the general elections. Military member also share the inability for the right to vote and be elected in the elections. However, civil servants have the right to vote but must resign whenever they run for office in the general elections.To conduct comprehensive reform the national agenda towards the state‟s political paradigm and. In order for a professional INP which is in line with the hopes and aspirations of the society, it is recommended that Law Number 2 Year 2002 on INP should be revised.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
D1173
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Rasya Rasyidah
"Sejak dahulu kala, kandidat dan partai politik sudah “dipasarkan” kepada pemilik suara layaknya sebuah produk. Muncul suatu istilah dari adanya fenomena pemasaran berdasarkan kepribadian dalam konteks politik ini, yaitu “brandidates” yang mana gabungan dari kata “brand” dan kata “candidates” yang secara harfiah adalah merk dan kandidat. Dalam kontestasi pemilihan presiden Indonesia 2024, strategi brandidates ini digunakan dengan “menjual” kepribadian dan citra dari masing-masing pasangan menyesuaikan dengan target pemilihnya. Penelitian ini membahas mengenai hubungan antara endorsers yang menyebarkan citra diri dan kepribadian dari masing-masing brandidates dengan preferensi pemilih dan brandidates equity secara keseluruhan. Penelitian ini menggunakan desain penelitian causal cross-sectional dengan kriteria merupakan pemilih dalam Pemilihan Umum Presiden Indonesia 2024 dan mengetahui endorsers dan konten kampanye kandidat presiden. Didapatkan 244 sampel untuk pemilih Anies Baswedan, 112 sampel untuk pemilih Prabowo Subianto, dan 145 sampel untuk pemilih Ganjar Pranowo. Data yang didapat diolah menggunakan SmartPLS 4 dengan menggunakan multigroup analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Brandidates Endorsers memengaruhi Brandidates Personalities, Brandidates Personalities memengaruhi Brandidates Preference dan Brandidates Equity, serta Brandidates personalities memediasi hubungan antara brandidates endorsers dan brandidates preference, lalu terakhir Brandidates personalities memediasi hubungan antara brandidates endorsers dan brandidates equity. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh marketers/tim kampanye dalam pembentukan strategi pemasaran politik untuk kandidat yang akan mencalonkan diri.

Since a long time agol, candidates and political parties have been “marketed” to voters like a product. A term emerged from the phenomenon of personality-based marketing in this political context, namely “brandidates” which is a combination of the word “brand” and the word “candidates” which literally means brand and candidate. In the contestation of the 2024 Indonesian presidential election, this brandidates strategy is used by “selling” the personality and image of each pair according to the target voters. This study discusses the relationship between endorsers who spread the self-image and personality of each brandidates with voter preferences and overall brandidates equity. This study uses a cross- sectional causal research design with the criteria of being a voter in the 2024 Indonesian Presidential General Election and knowing the endorsers and campaign content of the presidential candidates. 244 samples were obtained for Anies Baswedan voters, 112 samples for Prabowo Subianto voters, and 145 samples for Ganjar Pranowo voters. The data obtained is processed using SmartPLS 4 using multigroup analysis. The results showed that Brandidates Endorsers influence Brandidates Personalities, Brandidates Personalities influence Brandidates Preference and Brandidates Equity, and Brandidates personalities mediate the relationship between brandidates endorsers and brandidates preference, then finally Brandidates personalities mediate the relationship between brandidates endorsers and brandidates equity. The results of this study can be used by marketers/campaign teams in the formation of political marketing strategies for candidates who will run for elections."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyna Laura
"Penunjukan Mulan Jameela menjadi Anggota DPR RI pada pemilu 2019 menjadi
kontroversi tersendiri di tubuh Partai Gerindra. Dalam prosesnya masih ada permasalahan
yang belum terselesaikan. Terlepas dari penunjukan Mulan Jameela fenomena keterlibatan
selebritis di dalam dunia politik khususnya di partai politik sudah berlangsung sejak era
reformasi. Kesadaran selebritis mulai berubah dari sekedar hanya sebagai penghibur politik
tetapi sudah mulai ikut lebih dalam yaitu melaksanakan peran politik entah itu sebagai
legislatif maupun eksekutif. Hal ini, pula yang merubah faktor-faktor terjadinya selebritis
terlibat dalam partai politik. Penunjukan Mulan Jameela menjadi Anggota DPR RI tidak
terlepas juga dari partai politik yang menaunginya. Polemik yang terjadi juga berimbas
pada calon lainnya yang seharusnya menjadi Anggota DPR RI. Permasalahan ini yang pada
akhirnya menyebabkan permasalahan di tubuh Partai Gerindra sendiri. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui faktor apa yang menyebabkan penunjukan Mulan Jameela
sebagai anggota DPR RI oleh Partai Gerindra dan juga bagaimana proses penunjukan
Mulan Jameela sebagai anggota DPR RI oleh Partai Gerindra tahun 2019-2024. Peneliti
mengambil lokasi penelitian di Provinsi DKI Jakarta dengan beberapa lokasi yakni DPP
Partai Gerindra dan Komisi Pemilihan Umum. Dalam penelitian ini menggunakan
penelitian pendekatan kualitatif.

The appointment of Mulan Jameela to become a Member of the Indonesian Parliament in
the 2019 elections has become a controversy in the Gerindra Party. In the process, there
are still unresolved problems. Apart from the appointment of Mulan Jameela, the
phenomenon of celebrity involvement in politics, especially in political parties, has been
going on since the reform era. Celebrity awareness has begun to change from just being a
political entertainer to become deeper, namely carrying out political roles whether it is as
a legislative or executive. This, too, changes the factors for celebrities to become involved
in political parties. The appointment of Mulan Jameela to become a member of the
Indonesian Parliament was also inseparable from her political party. The polemic that
occurred also had an impact on other candidates who should have become a member of
the DPR RI. This problem ultimately is caused by the problems within the Gerindra Party
itself. This study aims to determine what factors led to the appointment of Mulan Jameela
as a member of the Indonesian Parliament by the Gerindra Party and also how the process
of appointing Mulan Jameela as a member of the Indonesian Parliament by the Gerindra
Party in 2019-2024. The research took the research location in DKI Jakarta Province with
several locations, namely the Gerindra Party DPP and the General Election Commission.
In this study using a qualitative research approach"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>