Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 110925 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Riska Febrianti
"Transportasi menjadi aspek penting selama proses pendistribusian barang, informasi, dan tenaga kerja ke berbagai wilayah. Industri perkebunan turut mempengaruhi perkembangan sistem transportasi, termasuk distribusi komoditas industri perkebunan kolonial. Stasiun Banjoewangi memiliki perbedaan peran yang signifikan sebagai stasiun terminus dibandingkan stasiun lain. Penelitian ini berusaha untuk mengetahui konektivitas jaringan regional dan peran Stasiun Banjoewangi dalam mobilisasi industri perkebunan pada masa kolonial Belanda menggunakan konsep pendekatan jaringan. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode penelitian arkeologi yang terdiri atas pengumpulan data, pengolahan data, dan penafsiran data. Hasil penafsiran data memperlihatkan bahwa sebaran kawasan industri memengaruhi terbentuknya pola pemukiman dan jaringan mobilisasi antar wilayah. Jaringan tersebut membentuk pola memusat yang menempatkan Stasiun Banjoewangi sebagai titik sentral untuk wilayah sekitarnya.

Transportation is an important aspect during the process of distributing goods, information and labor to various regions. The plantation industry also influenced the development of the transportation system, including the distribution of colonial plantation industry commodities. Banjoewangi Station has a significant role difference as a terminus station compared to other stations. This research seeks to determine the connectivity of regional networks and the role of Banjoewangi Station in the mobilization of the plantation industry during the Dutch colonial period using the concept of a network approach. This research was conducted using archaeological research methods consisting of data collection, data processing, and data interpretation. The results of data interpretation show that the distribution of industrial areas influenced the formation of settlement patterns and mobilization networks between regions. The network forms a centralized pattern that places Banjoewangi Station as the central point for the surrounding area."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Sayyid Nashrullah Rasmadi
"Kota Bandung yang pada awalnya merupakan sebuah wilayah tertutup mengalami kemajuan yang pesat pada era kolonial, banyak sekali tempat yang dibangun untuk menunjang kehidupan masyarakatnya seperti, sekolah, pasar, perumahan, pabrik, dan lain-lain, dengan demikian Karsten berencana untuk membangun jalur kereta api trem dan halte-haltenya sebagai penunjang kegiatan masyarakat Kota Bandung dalam beraktivitas setiap harinya. Sehingga permasalahan mengenai bagaimana lanskap perkeretaapian di Kota Bandung pada era kolonial dimaknai oleh masyarakat pada masa itu menjadi permasalahan penelitian ini menarik untuk dibahas. Dengan penelitian deskriptif-analitis, peneliti membagi data ke dalam dua jenis yaitu primer yang berupa hasil observasi lapangan dan sekunder yang merupakan data kepustakaan, menggunakan kerangka pemikiran arkeologi lanskap dan paradigma pasca prosesual mampu memecahkan masalah penelitian. Hasil penelitian mengemukakan bahwa adanya aspek kestrategisan dan keefektifan bagi para penumpang-penumpangnya yang merupakan masyarakat Kota Bandung maupun sekitar Kota Bandung. Halte-halte ini berpengaruh pada waktu tempuh masyarakat yang akan bepergian ke lokasi-lokasi tersebut menjadi lebih singkat dan memerlukan usaha yang lebih sedikit dibandingkan dengan jika tidak adanya halte yang berlokasi dekat dengan sarana-sarana publik tersebut. Kebaharuan pada penelitian ini adalah dalam interpretasinya yang berada dalam ranah pikiran para penduduknya, sehingga tidak hanya persoalan fungsionalnya saja.

Bandung which was originally an isolated area experienced a very rapid progress in the colonial era, many places were built to support the lives of its people such as schools, markets, housing, factories, etc., thus Karsten planned to build tram lines and its stops to support Bandung’s citizens in their daily activities. So that the problem of how the railroad system landscape in Bandung in colonial era interpreted by the community at that time for their daily lives becomes a very interesting research problem. With descriptive-analytical research, researchers divide the data into two types, namely primary in the form of field observations and secondary which constitute library data, using landscape archeological frameworks and post-processual paradigms capable of solving the problem of this research. The results of this study suggest that there are strategic and effectiveness aspects for the passengers who are residents of Bandung and around Bandung. The tram stops affect the travel time of the citizens who will travel to these locations to be shorter and require less effort compared to if there are no shelters located near the facilities these public facilities. The novelty of this research is in its interpretation which is in the realm of the minds of its inhabitants, so that it is not only a functional problem.

"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wira Pratama
"Transportasi adalah pemindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh manusia atau mesin. Transportasi di nusantara khususnya di Jawa pada masa pemerintahan Kolonial Hindia-Belanda mengalami masa keemasan.Transportasi kereta api merupakan primadona baru alat angkutan masal yang efisien, cepat dan relatif aman di pulau Jawa. Daerah Ambarawa merupakan daerah yang sangat strategis untuk menempatkan stasiun Kereta Api, karena kedekatannya dengan benteng Willem I serta terlindung oleh pegunungan dan posisi geografisnya yang dekat dengan kota-kota penting seperti Semarang, Jogja dan Surakarta, dengan itu pemerintah Kolonial mendapat keuntungan fungsi jasa angkut dan militer. Dengan merekonstruksi kegiatan industri jasa perkeretaapian kita akan bisa milihat jejak budaya masa lalu dari suatu peradaban manusia pada masa itu.

Transportation is removing the human or goods from one place to another by using a vehicle driven by man or machine. Transport in the archipelago, especially in Java, during the reign of the Dutch East Indies colonial experience the golden age.Transportasi time a new tool is an excellent mass transit is efficient, fast and relatively safe in Java. Ambarawa area is a very strategic area for placing Railway station, because of its proximity to Fort William I and sheltered by mountains and its geographical position close to major cities such as Semarang, Yogyakarta and Surakarta, with the colonial government benefit functions and transport services military. By reconstructing the railway service industry activity we will be able milihat traces of a cultural past of human civilization at that time."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S53404
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fifi Lutfia Wardhani
"Stasiun kereta api Kedjaksan Cirebon merupakan salah satu Cagar Budaya yang berasal dari masa kolonial dan dapat diteliti menurut sudut pandang arkeologi industri. Salah satu pengaruh bangsa Belanda pada masa penjajahan di Indonesia adalah pengadaan transportasi kereta api dalam rangka mempelancar eksplosari dan eksploitasi terhadap tanah jajahan. Dengan perkembangan transportasi kereta api, berkembang pula fasilitas pendukungnya, yakni stasiun. Salah satu stasiun kereta api yang didirikan di Jawa Barat adalah Stasiun Kereta Api Kedjaksan Cirebon. Pada kompleks stasiun Kedjaksan Cirebon terdapat beberapa komponen penunjang kegiatan perkeretaapian alat dan bangunan operasional, serta bangunan tempat tinggal pegawai. Berdirinya sebuah stasiun kereta api membawa perubahan terhadap tatanan masyarakat sehingga menghasilkan kelas sosial pekerja. Kelas-kelas sosial tersebut dapat diamati melalui bangunan rumah tinggal dan atribut yang dikenakan.

Kedjaksan Cirebon railway station is one of the heritage from the colonial period and can be studied in terms of the industrial archeology. One of the influences of the Dutch during the colonial era in Indonesia is the provision of railway transportation in order to facilitate the exploration and exploitation of the colonies. With the development of rail transportation, is also developing its supporting facilities, the train station. One of the railway station was established in West Java Kedjaksan Cirebon Railway Station. At the station complex Kedjaksan Cirebon there are several components to support activities which the tools and building railway operations, as well as residential buildings employees. The establishment of a railway station brought changes to the society that produces social class workers. Socialclasses can be observed through the houses and subject attributes."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S47359
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Nuralia
"ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji tentang Situs Perkebunan Karet Cisaga di Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat, tahun 1908 ndash;1972, melalui metode penelitian arkeologi dengan teknik pengumpulan data berupa survey permukaan observasi lapangan , studi pustaka, arsip kolonial, dan wawancara. Sebagai kajian historis arkeologis dilakukan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan symbolic meaning Ian Hodder, menggunakan beberapa konsep ilmu-ilmu sosial. Ada empat konsep yang dipakai, yaitu: 1 structure concept, 2 boundedness concept, 3 landscape concept, dan 4 non-verbal communication concept. Situs perkebunan merupakan situs industri masa kolonial yang masih bertahan sampai sekarang dan banyak meninggalkan jejak sejarah dan budaya di masa lalu. Kajian dilakukan terhadap warisan industri perkebunan berupa data fisik material culture dan nonfisik immaterial culture/social . Data fisik berupa data hasil survey permukaan, yaitu bangunan/fitur rumah tinggal, kantor, pabrik, dan bangunan lainnya dan artefak mesin-mesin pabrik lama, perlengkapan kantor, alat-alat sadap karet, alat-alat makan, dan lain-lain . Data nonfisik berupa data pustaka buku-buku, laporan penelitian, disertasi, tesis, dan skripsi , hasil wawancara informasi sejarah, budaya, aktivitas industri dan keseharian pekerja perkebunan , dan arsip kolonial foto-foto lama, besluit, indische staatsregeling, regerings almanak . Hasil penelitian menunjukkan bahwa data fisik dan nonfisik tersebut menjadi ldquo;kode budaya rdquo; cultural code yang menjelaskan makna dan nilai-nilai kolonial, sebagai cerminan aktivitas industri di masa lalu dengan kehidupan sosial masyarakat pendukungnya. Beberapa kode budaya fisik di antaranya: bentuk dan gaya arsitekur bangunan, jenis dan fungsi bangunan, pola/struktur bangunan dalam permukiman emplasemen, tata ruang dalam rumah tinggal, serta artefak perkebunan. Kode budaya yang bersifat nonfisik di antaranya: istilah-istilah lama yang masih digunakan, pola organisasi atau struktur perkebunan, gaya hidup masyarakat perkebunan, gaya berbusana, aktivitas keagamaan dan pendidikan, serta pemanfaatan waktu luang hiburan dan olah raga .Kata Kunci: Situs Perkebunan Karet Cisaga, Arkeologi Industri, Kode Budaya Kolonial.

ABSTRACT
This study describes Cisaga Rubber Plantation in Ciamis Regentschap, West Java Province, in 1908 1972, through the methods of archaeological research with data collection techniques such as surface survey observation , literature, colonial archives, and interviews. As a historical archaeological studies conducted qualitative research methods with symbolic meaning Ian Hodder approach, using some of the concepts of the social sciences. There are four concepts used, namely 1 structure concept, 2 boundedness concept, 3 landscape concept, and 4 non verbal communication concept. Site is the site of industrial estates colonial period that still survived until now and left many traces of history and culture in the past. Studies conducted on the industrial heritage estate in the form of physical data material culture and non physical data immaterial culture social . Physical data such as survey data surface, that is building features houses, offices, factories and other buildings and artifacts the old factory machinery, office equipment, rubber tapping tools, cutlery, etc. other . Data nonphysical form of a data library books, research reports, dissertations, and theses , interviews information on the history, culture, industrial activities and daily lives of plantation workers , and the colonial archives old photos, besluit, indische staatsregeling, almanac regering . The results showed that the data of the physical and nonphysical being kode budaya cultural code that explains the meaning and values of colonial, as a reflection of industrial activity in the past by supporting community social life. Some codes physical culture among them the shape and architectural style of the building, the type and function of the building, the pattern structure of the building in the settlements emplacement, layout in the residence, as well as artifacts plantations. Non physical cultural codes of them the old terms are still used, the pattern of organization or structure of the plantation, the plantation community lifestyle, style of dress, religious and educational activities, as well as the utilization of spare time entertainment and sports . Keywords Cisaga Rubber Plantation Site, Industrial Archaeology, Colonial Culture Code"
2016
T47181
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Galuh Rahmat Danar Hadi
"Stasiun kereta api Tanjung Priok adalah sebuah bangunan penunjang industri yang dibangun pada masa Hindia Belanda. Perkembangan kegiatan industri di Hindia Belanda pertengahan abad ke-19 menuntut untuk dibangunnya jalur kereta api sebagai moda transportasi massal. Hal yang sama juga terjadi di Batavia, sehingga jalur kereta api dibangun untuk melayani pengangkutan hasil industri dan penumpang. Untuk menunjang kegiatan operasional kereta api, maka dibangun pula stasiun sebagai terminal pengangkutan. Pembangunan Stasiun Tanjung Priok berkaitan dengan keberadaan Pelabuhan Tanjung Priok sebagai pelabuhan paling modern di Hindia Belanda. Di sekitar bangunan stasiun, juga terdapat bangunanbangunan lain yang memiliki fungsi untuk menunjang kegiatan kereta api di Stasiun Tanjung Priok. Stasiun Tanjung Priok memiliki makna yang besar bagi kegiatan ekonomi, sosial, dan politik masyarakat dan pemerintah Batavia sejak tahun 1925 hingga 1942. Fungsi utamanya adalah sebagai gerbang utama menuju kota Batavia.

Tanjung Priok railway station is an industrial support building which built during the Dutch East Indies. The development of industrial activities in the Dutch East Indies mid -19th century demanded for the construction of a railway line as a mode of mass transportation. The same thing happened in Batavia, so that the railway line was built to serve the industry and the transportation of passengers. To support the operations of the railway, the station was also built as a freight terminal. Tanjung Priok Station development with regard to the existence of the Tanjung Priok port as the most modern ports in the Dutch East Indies. In the vicinity of the station building, there are also other buildings that have the functionality to support the railway station in Tanjung Priok .Tanjung Priok Station has great significance for the economic, social, and political society and government in Batavia since 1925 to 1942. Its main function is as a major gateway to the city of Batavia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S53860
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Q. Reynaldo Regent Effendy
"Penelitian ini merupakan upaya rekonstruksi Stasiun Kereta Api Sukabumi, Jawa Barat, pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20 dalam perspektif arkeologi industri. Kajian arkeologi industri adalah salah satu kajian arkeologi yang menekankan interpretasi pada tinggalan industri masa lampau dengan memberikan konteks sosial, ekonomi, dan teknologi. Metode penelitian yang digunakan meliputi pengumpulan data, pengolahan data, analisis data (analisis bentuk dan kontekstual), dan interpretasi. Hasil penelitian ini adalah kegiatan operasional perkeretaapian di dalam Stasiun Kereta Api Sukabumi berdasarkan hubungan keletakan antar bangunan. Pada stasiun ini juga menggambarkan adanya pembagian kelas sosial penumpang. Stasiun ini berperan dalam perantara mobilisasi masyarakat dan distribusi barang serta komoditi perkebunan teh sekitar. Stasiun ini juga andil dalam industri pariwisata di Sukabumi. Keberadaan stasiun ini juga memberikan kemudahan bagi masyarakat pada masa Hindia Belanda yang hendak ke Kota Sukabumi.

This research is an effort to reconstruct the Sukabumi Railway Station, West Java, in the late 19th to early 20th centuries in industrial archaeology perspective. The study of industrial archeology is one of the archaeological studies that emphasizes the interpretation of the industrial heritage of the past by providing social, economic, and technological contexts. The research method used includes data gathering, data processing, data analysis (form and contextual analysis), and interpretation. The results of this study are the railway operational activities in the Sukabumi Railway Station based on the location relationship between buildings. At this station also illustrates the existence of a social class division of passengers. This station has a role in community mobilization and distribution of goods and commodities from surrounding tea plantations. This station also has role in the tourism industry in Sukabumi. The existence of this station made easy for people during the Dutch East Indies era who wanted to go to Sukabumi City.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Poppy Defianti
"ABSTRAK
Stasiun adalah tempat untuk menunggu kereta yang ramai digunakan oleh orang-orang sejak zaman kolonial Belanda. Pada tanggal 21 Mei 1873 Belanda membangun sebuah stasiun yang bernama stasiun Willem I di wilayah Selatan Semarang, yaitu Ambarawa. Di dalam stasiun ini terdapat beberapa fasilitas seperti ruang tunggu penumpang, loket tiket, toilet, gerbong kereta, bentuk lantai dan letak fasilitas yang terbagi menjadi dua yaitu untuk golongan Eropa dan pribumi. Hal tersebut membuktikan adanya jejak stratifikasi sosial sebagai jurang pemisah kelas sosial masyarakat pada masa itu. Penelitian ini menggunakan teori poskolonialisme milik Bhaba dan teori relasi kekuasaan milik Max Weber, dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan metode deskriptif. Keberadaan stasiun yang berubah menjadi museum ini merupakan bukti kekuasaan dan kemampuan Belanda membangun jalur kereta dan stasiun di jalur pegunungan yang sulit untuk dilewati oleh kereta biasa. Benda cagar budaya ini dirawat dan dilestarikan agar langgeng dan abadi.

ABSTRACT
Train station is a place for passangers to wait for the train which have been used by people since the Dutch colonial era. On May 21, 1873 the Dutch built a train station called Willem I station in south Semarang area which is Ambarawa. In this station there are several facilities such as passenger waiting rooms, ticket counters, toilets, floor tiles, the wagon from train and the location of facilities which are divided into two, namely for European and East Indies groups. This proved that there was a trace of social stratification as a gap between the social class of the community at that time. This was related to the power relations carried out by the Dutch government towards the Dutch East Indies people.This research use Bhabas postcolonialism theory and Max Webers theory of power relations, by using a qualitative approach and descriptive method.The existence of the station that turned into a museum is a testament to the power and ability of the Dutch to build railroad lines and stations on mountainous trails that were difficult for ordinary train to pass. These cultural heritage objects are preserved to stand for the time being."
2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Maulida Az Zahra
"Lanskap linguistik (LL), yaitu kajian bahasa yang terdapat di ruang publik. LL menjadi salah satu kajian yang terbilang masih baru dan dapat diklasifikasikan ke dalam subbidang sosiolinguistik. Dalam perwujudannya, LL dapat ditemukan di berbagai tempat umum. Salah satunya, yaitu di Stasiun Mass Rapid Transportation Dukuh Atas (SM-DA) sebagai kawasan Transit Oriented Development (TOD). Dengan adanya jalur integrasi antarmoda transportasi di SM-DA, hal itu memunculkan keragaman bahasa yang digunakan oleh masyarakat di sekitarnya. Penelitian ini membahas LL multilingual yang terdapat dalam SM-DA melalui pendekatan sosiolinguistik. Metode penelitian yang digunakan, yaitu deskriptif-kualitatif. Sementara itu, hasil penelitiannya ditemukan identitas lokal di dalam stasiun. Terdapat pula empat variasi bahasa yang digunakan di dalam LL tersebut , antara lain 1) bahasa Indonesia-Inggris, 2) bahasa Indonesia-Betawi, 3) bahasa Indonesia, dan 4) bahasa Inggris.

Linguistic Landscape (LL) refers to the study of languages present in public spaces. LL stands as a relatively nascent field and can be classified within the subdomain of sociolinguistics. In its manifestation, LL can be observed in various public locations, one of which is the Dukuh Atas Mass Rapid Transportation Station (SM-DA), recognized as a Transit Oriented Development (TOD) area. The presence of intermodal transportation integration at SM-DA has fostered linguistic diversity among the surrounding populace. This research delves into the multilingual LL present within SM-DA employing a sociolinguistic approach. The research methodology adopted is descriptive-qualitative. Concurrently, the findings unearthed a local identity within the station. Furthermore, four language variations were identified within this LL, encompassing 1) Indonesian-English, 2) Indonesian-Betawi, 3) Indonesian, and 4) English."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fachri Bisyir
"Lanskap linguistik berkaitan dengan bagaimana sebuah bahasa ditampilkan, dikelola, dan dimanifestasikan di ruang publik. Salah satu ruang publik yang menjadi ruang bagi lanskap adalah stasiun kereta. Stasiun Manggarai merupakan stasiun kereta di Jakarta Selatan yang memiliki mobilitas yang sangat tinggi. Peran lanskap linguistik menjadi sangat penting untuk mengorganisasi lingkungan stasiun dan menyampaikan informasi serta arahan bagi para pengguna jasa layanan kereta. Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan kecenderungan pelaku, penggunaan bahasa, dan efektivitas kalimat yang ditunjukkan lanskap-lanskap di Stasiun Manggarai. Data penelitian dibagi atas dua kelompok, yakni data visual statis sebanyak 86 dan data visual dinamis sebanyak 26. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan teori pendekatan Gorter, Ben-Rafael dkk., Utorodewo dkk., dan Malabar sebagai pisau analisisnya. Hasil penelitian memperlihatkan pelaku otoritas publik mendominasi data lanskap visual statis. Adapun pada data lanskap visual dinamis menunjukkan agregasi yang berimbang antara otoritas publik dan swasta. Variasi penggunaan bahasa Indonesia-Inggris secara bilingual paling banyak digunakan di antara kedua kelompok data. Sementara analisis terhadap kalimatnya menunjukkan secara umum telah efektif, tetapi terdapat beberapa lanskap yang perlu perhatian lebih dalam kesalahan penulisan kosakata bahasa Indonesianya.
The linguistic landscape is concerned with how language is displayed, managed and manifested in public spaces. One of the public spaces that become a space for landscape is the train station. Manggarai Station is a train station in South Jakarta that has very high mobility. The role of linguistic landscape becomes very important to organize the station environment and convey information and directions for train service users. This study aims to describe the tendency of actors, language use, and sentence effectiveness shown by the landscapes at Manggarai Station. The research data is divided into two groups, namely 86 static visual data and 26 dynamic visual data. This research uses a qualitative descriptive method with the Gorter, Ben-Rafael et al., Utorodewo et al., and Malabar approach theories as the analytical knife. The results showed that public authority actors dominated the static visual landscape data. The dynamic visual landscape data shows a balanced aggregation between public and private authorities. Variations in the use of Indonesian-English bilingually are most widely used between the two data groups. While the analysis of the sentences shows that they are generally effective, there are some landscapes that need more attention in the Indonesian vocabulary writing errors."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>