Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 199020 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kayla Arisya Andini
"Skripsi ini akan membahas mengenai dua bentuk gugatan perdata yang terdapat pada perkara terkait surat pemesanan unit apartemen. Surat pemesanan unit apartemen merupakan dokumen pengikat antara calon pembeli dan pelaku pembangunan ketika jual beli terjadi saat apartemen belum dibangun atau dalam tahap pemasaran. Surat ini merupakan salah satu objek gugatan yang lazim ketika perkara tersebut didasari dengan terlewatnya batas serah terima unit apartemen oleh pelaku pembangunan. Tulisan ini disusun menggunakan metode penelitian doktrinal dengan pendekatan perbandingan. Atas adanya beberapa miskonsepsi akan dasar-dasar gugatan wanprestasi dan PMH, maka penelitian ini akan membahas peraturan-peraturan terkait surat pemesanan unit apartemen, unsur-unsur dalam gugatan yang berbentuk wanprestasi dan PMH serta perbedaannya, dan pertimbangan hakim. Analisis yang dilakukan dalam penulisan ini didasari dengan studi kasus pada dua putusan dengan gugatan wanprestasi dan dua gugatan putusan PMH yang nantinya akan menggambarkan perbedaan keadaan gugatan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian pada penulisan ini dapat disimpulkan bahwa bentuk gugatan yang terdapat pada perkara terkait surat pemesanan unit apartemen sejatinya berbentuk wanprestasi sebab hubungan hukum yang terdapat pada pembeli dan pelaku pembangunan didasari oleh perikatan jual beli yang tertuang pada surat pemesanan unit apartemen.

This thesis will discuss two forms of civil lawsuits contained in cases related to apartment unit reservation letters. Apartment unit reservation letter is a binding document between prospective buyers and development actors when the sale and purchase occurs when the apartment has not been built or is in the marketing stage. This letter is one of the common lawsuit objects when the case is based on the missed deadline for the handover of apartment units by the development actor. This paper is prepared using doctrinal research method with comparative approach. Due to some misconceptions about the basics of default and tort lawsuits, this research will discuss regulations related to apartment unit reservation letters, elements in a lawsuit in the form of breach of contract, tort and their differences, and the judge's consideration. The analysis conducted in this paper is based on a case study of two decisions with default lawsuits and two tort lawsuits which will illustrate the differences in the circumstances of the lawsuit. Based on the results of the research in this paper, it can be concluded that the form of lawsuit contained in cases related to apartment unit reservation letters is actually in the form of default because the legal relationship between buyers and development actors is based on the sale and purchase agreement contained in the apartment unit reservation letter."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Aurelia Salsabila
"Pandemi Covid-19 menimbulkan dampak yang signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat, salah satunya adalah eksistensi perjanjian yang terganggu pelaksanaannya dikarenakan terdapat sejumlah pihak yang tidak bisa memenuhi prestasi atau kewajiban kontraktualnya dengan mendalilkan pandemi Covid-19 sebagai kategori keadaan memaksa (force majeure). Penelitian ini membahas pelaksanaan perjanjian akibat terjadinya wanprestasi karena pandemi Covid-19 di Indonesia dan Malaysia. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif dengan mengkaji peraturan perundang-undangan serta putusan pengadilan pada kedua negara yang menjadi fokus perbandingan dalam penelitian ini. Simpulan dari penelitian ini adalah tidak adanya ketentuan yang secara khusus menyatakan pandemi Covid-19 sebagai force majeure baik dalam hukum perjanjian Indonesia maupun Malaysia mengakibatkan suatu sengketa kontrak yang terjadi harus dinilai berdasarkan kasus per kasus serta memperhatikan kesesuaiannya dengan berbagai ketentuan yang berlaku. Saran yang dapat diberikan adalah para pihak yang akan mengadakan perjanjian sebaiknya merumuskan klausul tentang force majeure secara tegas dan jelas, serta dapat melakukan renegosiasi sebagai upaya pelaksanaan perjanjian apabila tidak ditemukan klausul yang secara jelas mengatur tentang kondisi tertentu karena pelaksanaan perjanjian tetap harus diupayakan sebab adanya kekuatan mengikat pada setiap perjanjian yang dibuat secara sah.

The Covid-19 pandemic has had a significant impact on various aspects of people’s lives, one of which is the existence of contracts whose implementation has been disrupted because there are some of parties who cannot fulfill their achievements or contractual obligations by postulating the Covid-19 pandemic as a category of force majeure. This research discusses the implementation of contracts due to defaults due to the Covid-19 pandemic in Indonesia and Malaysia. The method used is normative juridical by examining laws and regulations and court decisions in the two countries which are the focus of comparison in this research. The conclusion of this research is that there are no provisions specifically stating the Covid-19 pandemic as a force majeure in both Indonesia and Malaysia contract law resulting in a contract dispute that occurs must be assessed on a case-by-case basis and pay attention to its compliance with various applicable provisions. Advice that can be given is that the parties who are going to enter into a contract should formulate clauses regarding force majeure explicitly and clearly, and also can renegotiate as an effort to implement the contract if no clause is found that clearly regulates certain conditions because the implementation of the contract must still be pursued because of the existence of binding force on any contract made legally."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Malinda Yuse Oktaviana
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai wanprestasi terhadap Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dilakukan penjual sehingga menimbulkan kerugian bagi pihak pembeli. PPJB merupakan perjanjian pendahulu sebelum perjanjian pokoknya yaitu Akta Jual Beli (AJB). Dalam jual beli atas tanah dan bangunan lazim didahului dengan pembuatan PPJB di hadapan notaris disertai dengan dibuatnya akta kuasa dan perjanjian pengosongan sebelum kemudian dilakukan pembuatan AJB di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) apabila kewajiban para pihak telah terpenuhi. Agar kewajiban tersebut dapat terpenuhi tentunya diperlukan itikad baik dari pihak penjual dan pembeli. Kewajiban yang tidak terpenuhi oleh penjual dengan alasan wanprestasi tentulah harus dibuktikan oleh pihak pembeli. Permasalahan dalam tesis ini yaitu perlindungan hukum bagi pemenuhan hak-hak pembeli atas wanprestasi yang dilakukan penjual dan akibat hukum terhadap AJB yang dibuat berdasarkan wanprestasi tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan alat pengumpulan data berupa studi dokumen serta dianalisis dengan cara pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini adalah bahwa PPJB, akta kuasa, dan akta perjanjian pengosongan menjamin perlindungan dan pemenuhan hak-hak terhadap salah satu pihak yang merasa dirugikan akibat wanprestasi pihak lain. Selama kesemuanya itu dibuat berdasarkan kehendak bersama dan tanpa paksaan/tekanan pihak lain, serta dibuat di hadapan notaris yang menjadikannya sebuah akta autentik. Akibat hukum yang timbul terhadap AJB yang dibuat berdasarkan wanprestasi terhadap PPJB dan hanya diurus oleh pihak pembeli saja tidak menghilangkan otentisitas aktanya, selama AJB dibuat berdasarkan akta kuasa menjual juga dibuat di hadapan notaris.

ABSTRACT
This thesis discusses the defaults on the Purchase Binding Agreement (PPJB) made by the seller resulting in losses for the buyer. PPJB is the predecessor agreement before the main agreement, the Sale and Purchase Act (AJB). In the sale and purchase of land and buildings, it is usually preceded by making PPJB before a notary public accompanied by a deed of power of attorney and an evacuation agreement before then making an AJB before the Land Acting Maker (PPAT) if the obligations of the parties have been fulfilled. So that these obligations can be fulfilled, of course, good faith is needed from the seller and buyer. Obligations that are not fulfilled by the seller on the grounds of default must certainly be proven by the buyer. The problem in this thesis is the legal protection for the fulfillment of buyer's rights over defaults made by sellers and the legal consequences of AJB made based on these defaults. The research method used is normative juridical research with analytical descriptive research type. The type of data used in this study is secondary data with data collection tools such as document studies and analyzed by means of a qualitative approach. The results of this study are that the PPJB, the deed of attorney, and the deed of the void agreement guarantee the protection and fulfillment of the rights of one party who feels disadvantaged due to the default of the other party. As long as all of them are made based on mutual will and without coercion/pressure from other parties, and made before a notary public who makes it an authentic deed. The legal consequences arising from AJB made based on defaults against PPJB and only managed by the purchaser does not eliminate the authenticity of the deeds, as long as the AJB is made based on the sales authorization deed it is also made before a notary."
2019
T54557
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitanggang, Eriska Fajrinita
"Persinggungan antara gugatan Perbuatan Melawan Hukum, gugatan Wanprestasi, dan tindak pidana penipuan terjadi karena pada dasarnya unsur dari masing-masing tiga perbuatan tersebut melarang dilakukannya perbuatan dengan unsur penipuan. Unsur penipuan dari segi perdata dapat ditemukan pengaturannya pada Pasal 1328 KUHPerdata, sedangkan dari segi pidana dapat ditemukan pada Pasal 378 KUHP. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Dilakukannya penelitian ini untuk membahas 2 (dua) pertanyaan penelitian: Pertama, mengenai persinggungan konsep antara pengajuan gugatan perbuatan melawan hukum, gugatan wanprestasi, dan tindak pidana penipuan. Kedua, mengenai bagaimana konsep pengajuan gugatan keperdataan bila diterapkan terhadap perkara putusan Nomor 449K/Pid/2001. Penelitian ini menunjukkan bahwa Letak persinggungan antara pengajuan gugatan perbuatan melawan hukum, gugatan wanprestasi dan tindak pidana penipuan ada pada perbuatan pelaku yang memiliki unsur penipuan (bedrog). Terhadap perkara NS permasalahan hukum yakni tidak terpenuhinya prestasi atas perjanjian pengadaan kayu yang dibuat oleh NS dengan YBJ. Maka terhadap perkara NS dapat dilakukan pengajuan gugatan perdata terhadap perkara NS.

The intersection between a lawsuit against the law, a lawsuit for Default, and a criminal act of fraud occurs because basically, the elements of each of these three acts prohibit committing acts that contain elements of fraud. The element of fraud from a civil perspective can be found in Article 1328 of the civil code , while from a criminal perspective it can be found in Article 378 of the Criminal Code. This study uses a normative juridical method. This research was conducted to discuss 2 (two) research questions: First, regarding the intersection of concepts between filing a lawsuit against the law, a lawsuit for default, and a criminal act of fraud. Second, regarding how the concept of filing a civil lawsuit is applied to the case of decision Number 449K/Pid/2001. This study shows that the intersection between filing a lawsuit against the law, a lawsuit for default, and a criminal act of fraud is in the actions of the perpetrators who have elements of fraud (bedrog). In the case of NS, there are legal issues, namely the non-fulfillment of achievements in the timber procurement agreement made by NS and YBJ. Then the NS case can be filed a civil lawsuit against the NS case."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Akbar Idris
"Desentralisasi adalah penyerahan kekuasaan dari pemerintah pusat kepada daerah sehingga daerah memiliki kewenangannya sendiri untuk melaksanakan pemerintahan. Salah satu tolak ukur dalam penilaian sistem desentralisasi adalah dari segi keuangan daerah. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menentukan bahwa bagi daerah kekuasaan pengelolaan keuangan negara diserahkan kepada kepala daerah untuk mengelola keuangan daerahnya sendiri. Penyerahan kekuasaan pengelolaan keuangan kepada kepala daerah dapat dimaknai sebagai bentuk kemandirian keuangan daerah karena terpisah pengelolaannya dari keuangan pemerintah pusat. Hal tersebut menunjukkan daerah layaknya suatu badan hukum yang didirikan oleh negara, sehingga memiliki hak dan kewajiban yang terpisah dari hak dan kewajiban negara. Untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban yang dimilikinya, daerah memiliki sumber-sumber pendanaan yang terdiri dari pendapatan asli daerah, pendapatan transfer, dan pendapatan daerah lain yang sah. Meskipun terdapat berbagai sumber pendanaan tersebut, masih terdapat celah fiskal sehingga daerah masih membutuhkan dana dari sumber lain seperti pinjaman yang mengakibatkan daerah memiliki kewajiban utang. Dalam melaksanakan pemerintahan, terdapat berbagai macam risiko yang dapat menyulitkan kondisi keuangan daerah. Kesulitan keuangan yang berlarut-larut akan mengakibatkan daerah gagal untuk memenuhi kewajibannya atau yang disebut dengan gagal bayar. Dalam menangani gagal bayar guna menjamin kelangsungan aktivitas pemerintahan daerah, diperlukan suatu mekanisme penanganan gagal bayar. Penelitian ini fokus kepada analisis mengenai pengelolaan keuangan daerah sebagai badan hukum publik serta mengenai penanganan gagal bayar daerah dalam pengaturan keuangan daerah di Indonesia. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis-normatif dengan pendekatan undang-undang serta disusun secara deskriptif. Hasil penelitian ini menemukan status badan hukum daerah dapat ditemukan dalam pengelolaan keuangannya, terutama dalam aspek kekuasaan pengelolaan keuangan, sumber pendapatan, serta penganggaran. Kemudian, penelitian ini menemukan bahwa penanganan gagal bayar daerah dalam pengaturan keuangan daerah di Indonesia masih memiliki kekurangan karena tidak memberikan perlindungan hukum secara menyeluruh kepada para pihak yang terlibat.

Decentralization is the transfer of power from the central government to regions so regions have their own authority to govern. The financial aspect is one of the indicators of decentralization. Law Number 17 of 2003 on State Finance stipulates that for regions, the authority to manage state finances is delegated to regional heads to manage their own respective region’s finances. The delegation of authority to manage their own finances is interpreted as the regional finance’s independence due to its distinction from the central government’s financial management. This shows that a region resembles a state-established legal person, thus separates its rights and obligations from the state’s. To conduct their obligations, regions have revenue sources that consists of original regional revenue, transfer revenue, and other legitimate regional revenue. Although those sources of funding exist, there are still fiscal gaps which requires regions to find funding from other sources, namely loans which results in debt obligation for regions. Regions face risks in governing which could cause distress to the region’s finances. Protracted financial distress could results in regions defaulting on their obligations. In dealing with default to ensure the continuity of regional government, a mechanism to manage default is requisite. This study primarily concerns on analyzing the financial management of regions as a public legal person and the default management for regions in Indonesian regional finance regulations. The methodology utilized in this study is juridical-normative with a statutory approach along with a descriptive structure. This study finds that region’s financial management, particularly in the areas of financial management authority, revenue resources, and budgeting, reflects their status as a public legal person. This study also discovered that the default management in Indonesian regional finance regulation still have shortcomings since it fails to provide adequate legal protection to the parties involved."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raihan Hilmy
"Setelah berdirinya Otoritas Jasa Keuangan (OJK), terdapat beberapa kasus gagal bayar perusahan asuransi yang menyebabkan pemegang polis mengalami kerugian, salah satunya yakni Kasus Asuransi Jiwa Bumiputera 1912 (AJB Bumiputera 1912). Permasalahan yang dianalisis dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana perlindungan hukum pemegang polis oleh peraturan perundang-undangan dan OJK dalam kasus gagal bayar Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912?, dan 2. Bagaimana peran dan tanggung jawab OJK dalam upaya penyelesaian hak-hak pemegang polis dalam kasus gagal bayar Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912?. Dalam menganalisis permasalahan yang diteliti menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan data sekunder dan melakukan studi kepustakaan serta menggunakan pendekatan penelitian Perundang-Undangan dan pendekatan pendekatan kasus. Hasil dari penelitian ini adalah: 1. Perlindungan hukum pemegang polis yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan secara umum terdapat di dalam UU No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, tetapi dalam kaitannya dengan kasus gagal bayar AJB Bumiputera 1912 terdapat permasalahan yakni tidak ada Undang-Undang khusus yang mengatur tentang perusahaan asuransi berbentuk Asuransi Bersama (Mutual Insurance) sesuai dengan amanat dalam Pasal 7 ayat (3) UU 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Sedangkan perlindungan hukum oleh OJK dilakukan secara preventif sudah dilakukan dengan pemeriksaan, pengawasan dan rekomendasi untuk melaksanakan serangkaian ketentuan dan persyaratan dan pedoman yang ada dalam POJK No. 73 /Pojk.05/2016. 2. Peran dan tanggung jawab OJK dalam upaya penyelesaian hak-hak pemegang polis sudah dilakukan dengan menerapkan POJK Nomor 63 /POJK.05/2016. Tetapi peran dan tanggung jawab itu masih belum maksimal sehingga sampai saat ini kasus AJB Bumiputera 1912 ini belum terselesaikan.

After the establishment of Otoritas Jasa Keuangan (OJK), there were several cases of insurance company that caused policy holders to suffer losses, one of the cases that occurred was the case of Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 (AJB Bumiputera 1912). The problems analyzed in this research are: 1. How is the legal protection of policyholders by laws and regulations and OJK in the case of failure to pay of the AJB Bumiputera 1912?, and 2. What are the roles and responsibilities of OJK in efforts to settle the rights of policy holders in the case of failure to pay of AJB Bumiputera 1912?. The results of this study are: 1. Legal protection for policyholders provided by legislation is generally contained in UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, but in relation to the AJB Bumiputera 1912 default case there is a problem, namely that there is no special law that regulates insurance companies in the form of Mutual Insurance in accordance with the mandate in Article 7 paragraph (3) of UU Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. While legal protection by OJK is carried out in a preventive manner, it has been carried out with inspection, guidelines contained in POJK No. 73 /Pojk.05/2016. 2. The roles and responsibilities of OJK in efforts to settle the rights of policyholders have been carried out by implementing POJK Number 63 / POJK.05/2016. But the roles and responsibilities are still not maximized so until now the case of AJB Bumiputera 1912 has not been resolve."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nikolas Arya Maheswara
"Perjanjian leasing kendaraan bermotor merupakan salah satu transaksi bisnis yang populer dalam industri transportasi, memungkinkan penyewa (lessee) untuk menggunakan kendaraan dengan membayar biaya sewa tanpa perlu membelinya, sementara pihak leasing (lessor) mendapatkan keuntungan dari penghasilan sewa. Namun, perjanjian ini sering menghadapi risiko wanprestasi dan perbuatan melawan hukum, seperti keterlambatan pembayaran, penggunaan yang tidak sesuai, kerusakan, kehilangan kendaraan, atau ketidakpatuhan terhadap ketentuan perjanjian. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan hukum bagi pihak leasing dalam menghadapi risiko-risiko tersebut, dengan fokus pada regulasi yang berlaku di Indonesia, termasuk Pasal 1243, Pasal 1238, dan Pasal 1365 KUHPerdata serta peraturan perundang-undangan lainnya. Melalui analisis terhadap Putusan No. 32/Pdt.G/2019/PN.Btl., yang melibatkan kasus pelanggaran perjanjian leasing kendaraan bermotor, penelitian ini mengeksplorasi langkah-langkah hukum yang dapat diambil oleh pihak leasing, seperti penyusunan klausul yang jelas dalam perjanjian, penilaian risiko yang ketat, dan pengawasan berkala. Hasil penelitian menunjukkan bahwa regulasi yang ketat, transparansi informasi, dan prosedur hukum yang jelas sangat penting untuk menciptakan kepastian hukum dan keseimbangan kepentingan antara pihak yang terlibat. Kesimpulannya, peningkatan regulasi, edukasi masyarakat, dan mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif sangat diperlukan untuk melindungi hak dan kewajiban dalam perjanjian leasing kendaraan bermotor di Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Carla Vania
"Indonesia yang menganut sistem hukum Civil Law mengatur ketentuan tentang perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu dalam Buku Ketiga KUHPerdata tentang Perikatan dalam Pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Salah satu penyebab hapusnya perjanjian adalah pelanggaran kontrak atau wanprestasi, yaitu kegagalan pihak dalam kontrak memenuhi prestasi kontraktual. Hukum perjanjian di Indonesia mengatur bentuk-bentuk penyelesaian wanprestasi berupa pembatalan perjanjian, pembatalan perjanjian disertai ganti rugi, pemenuhan perjanjian, dan pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi. Berbeda dengan Indonesia, negara Singapura menganut sistem hukum Common Law. Wanprestasi dalam Hukum Perjanjian di Singapura dikenal dengan istilah breach of contract. Adapun, penyelesaian wanprestasi atau remedies for breach of contract terbagi menjadi dua, yaitu common law remedies berupa ganti rugi (damages) dan equitable remedies berupa specific performance dan injunction. Penelitian skripsi ini bertujuan memperoleh informasi terkait perbandingan antara paham dan ajaran penyelesaian pelanggaran kontrak dalam Hukum Perjanjian di Indonesia dan Singapura serta implementasinya dalam putusan pengadilan di kedua negara.

Indonesia, which adheres to the Civil Law system, regulates the provisions regarding contract in the Burgerlijk Wetboek, namely in the Third Book, concerning contract in Article 1233. One of the causes of the termination of the contract is a breach of contract, namely the failure of the parties to the contract to fulfill the contractual performance. Contract Law in Indonesia regulates forms of remedies in the form of termination of contract, termination of contract with compensation or damages, fulfillment of contract, and fulfillment of contract with compensation or damages. Unlike Indonesia, Singapore adheres to the Common Law system. Breach in the Contract Law in Singapore is known as a breach of contract. Meanwhile, remedies for breach of contract are divided into two, namely common law remedies in the form of damages and equitable remedies in the form of specific performance and injunctions. This research aims to obtain information related to the comparison between the understanding and teachings of the remedies for breach of contract under Contract Law in Indonesia and Singapore and the implementation in court cases in both countries."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta Oktavia
"Bank Garansi ini merupakan salah satu produk pemerintah dalam menumbuhkan iklim sehat pada dunia perbankan. Produk ini mendukung dalam meningkatkan penyaluran dana kepada masyarakat. Resiko Bank Garansi muncul jika nasabah melakukan perbuatan wanprestasi atau tidak memenuhi segala kewajiban kepada penerima jaminan. Hingga kini masih terdapat pencairan Bank Garansi tidak tepat sasaran sesuai dengan resiko yang terkandung didalamnya. Pencairan Bank Garansi dilakukan saat terpenuhinya unsur wanprestasi. Oleh karena itu, tesis ini akan membahas mengenai dua hal, yaitu kelayakan pencairan Bank Garansi dalam hal telah dilaksanakannya prestasi oleh Prinsipal dan Akibat hukum yang terjadi ada Prinsipal yang telah melakukan prestasi dengan adanya pencairan Bank Garansi tersebut dengan contoh pada kasus Proyek Pembangunan 12 Unit Rumah Bank Indonesia di Jalan Panglima Polim I dan VI, Kebayoran Baru - Jakarta Selatan. Dalam kasus ini terdapat empat pihak yaitu PT Bank DKI sebagai penerbit Bank Garansi atau jaminan, Bank Indonesia selaku Obligee atau Pemilik Proyek, PT Elti Prima Raya selaku Kontraktor atau Prinsipal yang bertugas dalam pelaksanaan proyek dan PT Wisma Kosgoro selaku subkontraktor. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif.
Hasil dari penelitian atas kasus Proyek Pembangunan 12 Unit Rumah Bank Indonesia ini menyatakan bahwa Bank Garansi layak dicairkan dalam hal telah dilaksanakannya prestasi oleh Prinsipal, hal ini terbukti Pada saat Bank Garansi berpegang pada prinsip Unconditional atau First Demand. Dengan prinsip ini berarti bank akan segera mencairkan jaminan jika diminta oleh Obligee (tanpa harus membuktikan kegagalan/wanprestasi/default Principal dan/atau kerugian yang diderita Obligee). Akibat Hukum yang terjadi pada Prinsipal yang telah melakukan prestasi dengan adanya Pencairan Bank Garansi tersebut adalah Kontraktor dinyatakan Lalai, Kontraktor akan menderita kerugian sebesar nilai pencairan Bank Garansi, Kontraktor menderita kerugian sebesar yang telah dilakukan prestasi, Kontraktor menderita kerugian berupa keuntungan yang seharusnya didapat dari pelaksanaan prestasi, Kontraktor masuk dalam daftar hitam perusahaan dan tidak dapat mengikuti proyek pengadaan barang/jasa sesuai PerPres No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintahan, Kontraktor menderita kerugian berupa ongkos, kerugian, bunga dan biaya perkara pengadilan.

Bank Guarantee is one of the products of government in fostering a healthy climate in the banking world. This product is in support of the improvements in the distribution of funds to the public. Risks of Bank Guarantee arise should a customer defaults or does not meet all the obligations to the insured. There is, as yet, an ineffective disubrsement of Bank Guarantee in accordance with the risk entailed therein. Disbursement of Bank Guarantee is made should there be elements of default. Therefore, this thesis will discuss about two things, namely the feasibility of disbursement of Bank Guarantee in terms of performance having been implemented by the Principal and the legal consequences arising after Principals having discharged performance with the disbursement of Bank Guarantee One of the cases that will be highlighted is the case of 12 housing units of Bank Indonesia on Jalan Panglima Polim I and VI, Kebayoran Baru - Jakarta Selatan. In this case, there were four parties, namely PT Bank DKI as the issuer of Bank Guarantee or warranty, Bank Indonesia as the obligee or the Project Owner, PT Elti Prima Karya as the Contractor or the Principal in charge of the implementation of the project and PT Wisma Kosgoro as the subcontractor. Normative juridical research was in use in this research.
The result of the research on the Construction Project of 12 Housing Units of Bank Indonesia shows that the bank guarantee is worth disbursing in terms of the performance having been implemented by the Principal. It is obvious that Bank Guarantee adheres to the principle of unconditional or first demand. With this principle, it means that the bank will immediately disburse the guarantee if requested by the obligee (without having to prove the failure / default / default Principal and / or the loss suffered by the obligee). The legal consequences that occur on the Principal having implemented performance with the disbursement of Bank Guarantee are that the Contractor is declared to be negligent, the Contractor suffers a loss of as much as the value of the disbursement of Bank Guarantee, the Contractor suffers a loss in terms of the profits that should have been obtained from the implementation of the performance, the Contractor's company is blacklisted and incapable of participating in the project procurement of goods / services in accordance with the Presidential Decree No. 54 of 2010 on Procurement of Goods / Services for Government, the Contractor suffers a loss in the form of fees, interest and litigation costs.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43155
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sharon Felicia Davidson
"Dalam sektor pelayaran yang padat modal, kapal laut sering dijadikan objek jaminan melalui hipotek kapal yang memberikan perlindungan hukum bagi kreditur. Namun, muncul permasalahan ketika kreditur dianggap lalai, seperti dalam pengawasan pembangunan kapal, sebagaimana tercermin dalam Putusan No. 120/Pdt.G/2015/PN Bpp dan Putusan No. 34/PDT/2017/PT.SMR. Kasus ini melibatkan perjanjian pembangunan kapal, perjanjian kredit investasi yang diikat dengan Grosse Akta Hipotek Kapal, serta perjanjian sewa-menyewa. Penggugat mengklaim bahwa kelalaian Kreditur dalam pengawasan berdampak pada kerusakan mesin kapal. Namun, analisis hukum menunjukkan kewajiban Kreditur hanya terbatas pada pengawasan alur dana kredit investasi sebagaimana diatur dalam perjanjian, dan telah dipenuhi secara sah. Bank selaku Tergugat II juga tidak memiliki kapasitas untuk mengawasi pembangunan kapal secara langsung. Maka dari itu, pengadilan menilai gugatan terhadap Kreditur tidak berdasar. Penelitian ini menegaskan bahwa kendala debitur dalam melunasi utang tidak menghapus kewajibannya. Kreditur tetap berhak mengeksekusi jaminan dan meminta pertanggungjawaban Debitur berdasarkan kekuatan eksekutorial Grosse Akta Hipotek Kapal. Penelitian ini menggunakan metode normatif berbasis sosio-legal untuk menganalisis perlindungan hukum bagi Kreditur dalam kasus wanprestasi Debitur, untuk menghilangkan kebingungan dalam praktik hukum, serta rekomendasikan peningkatan perlindungan hukum, guna memastikan hak kreditur tetap terlindungi dalam perjanjian kredit investasi.

In the capital-intensive shipping sector, ships are frequently used as collateral through ship mortgages, offering creditors legal protection. Issues arise when creditors are accused of negligence, such as in supervising ship construction, as highlighted in Decisions No. 120/Pdt.G/2015/PN Bpp and No. 34/PDT/2017/PT.SMR. The case involved a shipbuilding agreement, an investment credit agreement secured by a Grosse Deed of Ship Mortgage, and a lease agreement. The plaintiff alleged that the creditor's lack of supervision caused engine damage. However, legal analysis revealed that the creditor's obligation was limited to overseeing the flow of investment credit funds, as outlined in the agreement, and this had been duly fulfilled. Additionally, the bank, as Defendant II, lacked the capacity to directly supervise ship construction. Consequently, the court deemed the plaintiff's claim against the creditor unfounded. This study underscores that a debtor's difficulties in repaying debts do not absolve their obligations. Creditors retain the right to execute collateral and hold debtors accountable under the Grosse Deed of Ship Mortgage's executorial power. Using a socio-legal normative method, this research aims to clarify creditor responsibilities and proposes measures to strengthen legal protection in investment credit agreements. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>