Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 143187 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hamid Redi
"Penelitian ini mengkaji satu kasus ujaran oleh HA dan FM terhadap LBP pada tahun 2021 yang berpotensi dikategorikan sebagai ujaran penghinaan dan pencemaran nama baik. HA dan FM dianggap memberikan pernyataan yang memuat ujaran penghinaan dan pencemaran nama baik oleh LBP. Dalam penelitian ini disajikan analisis berdasarkan kajian wacana, pragmatik, dan semantik dengan metode deskriptif kualitatif. Peneliti juga menghubungkan hasil analisis dengan perundang-undangan yang dijeratkan kepada HA dan FM. Penelitian ini menggunakan sumber data berupa video yang diambil dari YouTube menggunakan teknik studi dokumentasi. Adapun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pernyataan HA dan FM pada kalimat jadi, Luhut bisa dibilang bermain di dalam pertambangan-pertambangan yang terjadi di Papua hari ini dan jadi penjahat juga kita serta pada kata The Lord tidak dapat dikategorikan sebagai ujaran penghinaan dan pencemaran nama baik berdasarkan kajian linguistik forensik yang didukung oleh analisis wacana, pragmatik, dan semantik dan analisis atas Pasal 310 ayat (1) KUHP yang tidak memenuhi semua unsur. Analisis yang diterapkan dalam penelitian ini, yang mengarah pada analisis wacana, pragmatik, dan semantik, dapat menjadi model dalam pengkajian kasus ujaran kebencian di pengadilan.
This research examines one case of speech by HA and FM’s towards LBP in 2021 which has the potential to be categorized as speech humiliation and defamatory. HA and FM are considered to have provided statements containing humiliation and defamatory speech by LBP. In this research, analysis is presented based on discourse, pragmatics and semantic studies using qualitative descriptive methods. Researchers also linked the results of the analysis to the legislation that was imposed on HA and FM. This research uses data sources in the form of videos taken from YouTube using documentation study techniques. The results of this research show that HA and FM's statements in the sentence jadi, Luhut bisa dibilang bermain di dalam pertambangan-pertambangan yang terjadi di Papua hari ini and jadi penjahat juga kita and the words The Lord cannot be categorized as speech humiliation and defamation based on forensic linguistic studies supported by discourse analysis, pragmatics and semantics and analysis of Pasal 310 ayat (1) KUHP which does not meet all the elements. The analysis applied in this research, which leads to discourse analysis, pragmatics and semantics, can be a model in studying hate speech cases in court."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Martono Kalapadang
"Kasus ujaran kebencian di media sosial Indonesia tidak sedikit. Penelitian ini akan mengkaji salah satu kasus ujaran kebencian yang terjadi di tahun 2022, yaitu kasus yang menimpa EM. Pada saat karya ilmiah ini ditulis, kasus ini sudah naik ke tahap persidangan di pengadilan. EM didakwa menyatakan ujaran kebencian terhadap masyarakat yang ada di Kalimantan dengan frasa "tempat jin buang anak". Jenis kajian penelitian adalah deskriptif kualitatif. Objek penelitian ini bersumber dari YouTube yang dikelola oleh EM sendiri. Penelitian ini untuk mengungkapkan apakah ujaran EM “tempat jin buang anak” dapat dikategorikan sebagai ujaran kebencian atau tidak berdasarkan Pasal 156 KUHP dan Pasal 45A ayat (2) dalam UU RI No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE. Peneliti menggunakan teori tindak tutur, konteks pertuturan, dan analisis wacana untuk membuktikan ujaran EM tersebut. Berdasarkan analisis tindak tutur, konteks pertuturan, dan analisis wacana, EM dapat dinyatakan melakukan ujaran kebencian berdasarkan Pasal 156 KUHP karena memenuhi semua unsur yang dipaparkan dalam undang-undang tersebut. Namun, EM tidak dapat dinyatakan melakukan ujaran kebencian berdasarkan Pasal 45A ayat (2) dalam UU RI No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE karena salah satu unsur wajib tidak memenuhi. Unsur yang tidak memenuhi tersebut adalah semua pernyataan EM tidak ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian kepada masyarakat Kalimantan. Selain itu, pernyataan EM juga tidak ditujukan untuk menimbulkan permusuhan kepada masyarakat Kalimantan.

There are many cases of hate speech on Indonesian social media. This study will examine one of the cases of hate speech that occurred in 2022, namely the case that befell EM. At the time this scientific paper was written, this case had already reached the stage of trial in court. EM was charged with expressing hatred towards the people in Kalimantan with the phrase "tempat jin buang anak". The type of research study is descriptive qualitative. The object of this research is sourced from YouTube which is managed by EM himself. This research is to reveal whether the EM utterance “tempat jin buang anak” can be categorized as hate speech or not based on Pasal and Pasal 45A ayat (2) dalam UU RI No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE. The researcher uses speech act theory, context of speech, and discourse analysis to prove the EM utterances. Based on the analysis of speech acts, context of speech, and analysis of discourse, EM can be declared to have committed hate speech in Pasal 156 KUHP because it fulfills all the elements described in the 2 law. However, EM cannot be declared to have committed hate speech on Pasal 45A ayat (2) dalam UU RI No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE because one of the mandatory elements does not fulfill. The element that does not fulfill this is that all of EM's statements are not intended to cause hatred for the people of Kalimantan. In addition, all of EM's statements are also not intended to cause hostility to the people of Kalimantan.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Suhargo
"Penelitian ini mengkaji ekspresi kebahasaan dalam tulisan elektronik di media sosial X yang berpotensi melanggar hukum pidana berupa penghinaan dan pencemaran nama baik. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan ragam bentuk ekspresi kebahasaan dalam media sosial X terhadap Kemkominfo yang berpotensi untuk melanggar hukum pidana penghinaan serta pencemaran nama baik. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analitis. Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari tulisan elektronik dalam media sosial X yang merujuk kepada pihak Kemkominfo sebanyak tiga data sebagai representasi dari data lainnya. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik simak yang dilanjutkan dengan teknik simak bebas libat cakap dan teknik mencatat. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori linguistik forensik yang didukung oleh teori semantik dan pragmatik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat data yang memiliki potensi untuk melanggar hukum pidana penghinaan dan pencemaran nama baik dalam salah satu subbagian semantik atau pragmatik dan data yang memiliki potensi melanggar hukum pidana penghinaan dan pencemaran nama baik dalam kedua subbagiannya. Potensi tersebut terlihat dari aspek relasi makna, praanggapan, implikatur, dan kondisi felisitas dari tulisan elektronik yang terindikasi mengandung penghinaan serta pencemaran nama baik terhadap pihak Kemkominfo.

This research examines linguistic expressions in electronic writing on social media X which have the potential to violate criminal law in the form of insults and defamation. This research aims to describe various forms of linguistic expression on social media X towards the Ministry of Communication and Information which have the potential to violate the criminal law of insult and defamation. This research uses a qualitative approach with analytical descriptive methods. The data used in this research comes from electronic writing on social media X which refers to the Ministry of Communication and Information as much as three data as a representation of other data. The data collection technique used in this research was a listening technique followed by a free, skillful listening technique and a note-taking technique. The theory used in this research is forensic linguistic theory which is supported by semantic and pragmatic theories. The results of the research show that there is data that has the potential to violate the criminal law for insult and defamation in one of the semantic or pragmatic subsections and data that has the potential to violate the criminal law for insult and defamation in both subsections. This potential can be seen from the aspects of meaning relations, presuppositions, implicatures and felicity conditions of electronic writing which is indicated to contain insults and defamation of the Ministry of Communication and Information."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Peni Yonarida
"Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji ujaran kebencian dalam pernyataan-pernyataan pejabat negara yang dikutip dalam pemberitaan media daring Kompas selama tahun 2016. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Queering Criminology. Dalam kaitannya dengan hubungan LGBT dengan negara, seringkali timbul pertanyaan mengenai siapa yang memiliki kekuasaan dan bagaimana orang-orang kuat yang paling politis berpengaruh.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis wacana kritis.
Temuan data dalam penelitian ini berupa 20 berita dengan kutipan pernyataan pejabat negara terkait LGBT. Temuan data menunjukkan adanya 18 berita yang merupakan ujaran kebencian karena mengandung pernyataan diskriminatif, mengandung stereotipe, antagonis, dan merendahkan martabat, sementara 2 lainnya tidak mengandung ujaran kebencian. Pejabat negara dan media telah sama-sama menjadi agen pembentuk wacana kebencian. Hal tersebut berdasarkan pandangan kritis dapat disebut sebagai kejahatan.

Title Hate Speech by the Ruler against Lesbian, Gay, Bisexual, and Transgender in Media as Crime An Analysis of State Official 39 s Statement in Kompas Media Online News 2016 This study aims to examine hate speech in the statements of officials who are in the media coverage online Kompas during 2016. The theory used in this study is Queering Criminology. In his relationship between LGBT with the state, appear the question about who has power and a very moderate political person. The method used in this research is critical discourse analysis.
The data finding in this research is 20 news with quotation of opinion of LGBT related official. The findings of the data indicate 18 news which are hate speech because they contain discriminatory assumptions, containing stereotypes, antagonists, and degrading, while the other two are not contained by hate speech. State officials and the media have become equally hate shaping agents. Based on critical perspective, it can be called a crime.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S67220
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Regita Yuanita Setyohardjo
"Di masa kini, media sosial dimanfaatkan sebagai lapangan pekerjaan. Dengan adanya citra diri dan jumlah engagement (tolak ukur) yang tinggi, seseorang dapat menjadi pemengaruh. Selain mendapat dukungan dan pujian dari masyarakat, beberapa pemengaruh juga mendapat penolakan dan ujaran kebencian. Ujaran kebencian ini dirasakan oleh beberapa pemengaruh di Indonesia. Kasus ini dapat ditelaah lebih dalam dengan ilmu linguistik. Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana ujaran kebencian terhadap pemengaruh Indonesia melalui pesan langsung (direct message) Instagram jika diteliti secara semantik dan pragmatik. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif. Hasil penelitian ini adalah (1) penutur menggunakan konteks linguistik yang lebih sedikit daripada konteks nonlinguistik, (2) penutur menggunakan kata makian yang memiliki makna asosiatif, dan (3) jenis tindak tutur yang digunakan adalah lokusi dalam bentuk pernyataan, pertanyaan, dan perintah, ilokusi pada kategori asertif, direktif, komisif, dan ekspresif, dan perlokusi dalam bentuk meyakinkan, membujuk, menghasut, dan menyesatkan.

Nowadays, social media is used as a job opportunity. With personal branding and a high number of engagements, someone can become an influencer. Apart from receiving support and praise from the public, several influencers also received rejection and hate speech. This hate speech was felt by several influencers in Indonesia. This case can be studied more deeply in linguistics. The formulation of the research problem is how hate speech towards Indonesian influencers via Instagram direct messages is examined semantically and pragmatically. The method used in this research is a qualitative method. The results of this research are (1) speakers use fewer linguistic contexts than non-linguistic contexts, (2) speakers use swear words that have associative meaning, and (3) the types of speech acts used are locutions in the form of statements, questions and commands, illocutionary in the categories of assertive, directive, commissive, and expressive, and perlocution in the form of convincing, persuading, inciting, and misleading."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Hutagaol, Ester Josephin Pratiwi
"Ujaran kebencian merupakan perkataan, perilaku, tulisan, ataupun pertunjukan yang dilarang karena dapat memicu terjadinya tindakan kekerasan, diskriminasi, permusuhan atas dasar suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). Salah satu faktor lemahnya penegakan hukum terhadap fenomena ujaran kebencian yaitu terletak pada pengaturan mengenai ujaran kebencian itu sendiri, dimana terdapat
ketidakjelasan parameter dalam pengaturannya. Akibat dari ketidakjelasan parameter tersebut, maka kepastian hukum terkait ujaran kebencian akan sulit dicapai selain itu akan semakin besar kemungkinan terjadinya kesewenangwenangan. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui dan memahami bagaimanakah sejarah peraturan tentang ujaran kebencian di Indonesia, apa yang menjadi parameter suatu perbuatan termasuk sebagai ujaran kebencian (hate speech) serta praktik penegakan hukum terhadap tindak pidana ujaran kebencian (hate speech) di Indonesia. Melalui penelitian Yuridis-Normatif dengan
pendekatan sejarah, undang-undang dan konseptual, maka penelitian ini menghasilkan tiga kesimpulan yaitu: 1. Sejarah peraturan tindak pidana ujaran kebencian (hate speech) di Indonesia sesungguhnya berasal dari British Indian Penal Code yang saat itu berlaku di India yang dijajah oleh Inggris. Berdasarkan Traktat London, semua jajahan Perancis diserahkan ke tangan Inggris. Belanda
yang merupakan jajahan Perancis kemudian jatuh ke tangan Inggris, maka Inggrislah yang membawa pasal tersebut ke Belanda, kemudian Belanda menerapkan pasal tersebut ke Indonesia karena dianggap memiliki kesamaan dengan India yang memiliki ragam kultur dan agama. 2. Parameter ujaran
kebencian yaitu perbuatan yang dilakukan di muka umum; bersifat permusuhan, penghinaan atau merendahkan, dan kebencian; dilakukan dengan sengaja baik langsung maupun tidak langsung; menimbulkan terjadinya kerusuhan yang
menyebabkan terjadinya kerugian materiil, immateriil dan jiwa. 3. Penegakan hukum terhadap tindak pidana ujaran kebencian berdasarkan analisis dari tujuh putusan ialah bahwa hakim kurang memberikan tafsiran dan argumen terhadap unsur pasal yang tidak jelas tersebut dan ada hakim yang memperluas makna golongan menjadi tidak sesempit pada suku, agama dan ras saja.

Hate speech is a word, behavior, writing, or show that is prohibited because it can trigger acts of violence, discrimination, animosity on the basis of ethnicity,
religion, race and intergroup (SARA). One factor that is weak law enforcement against the phenomenon of hate speech is located in the regulation of the hate speech itself, where there are unclear parameters in the regulation. As a result of the unclear parameters, the legal certainty related to hate speech will be difficult to achieve other than that the greater the possibility of arbitrariness. This research is intended to find out and understand how the history of regulations regarding hate speech in Indonesia, what is the parameter of an act including hate speech and law enforcement practices against hate speech in Indonesia. Through juridical-normative research with historical, legal and conceptual approaches, this research resulted in three conclusions, namely: 1. The history of
hate speech regulations in Indonesia actually originated from the British Indian Penal Code which was then in force in India which was colonized by the British. Based on the London Treaty, all French colonies were handed over to the British. The Netherlands which was a French colony then fell into the hands of the British, then it was England who brought the article to the Netherlands, then the Dutch
applied the article to Indonesia because it was considered to have similarities with India which had a variety of cultures and religions. 2. Parameters of hate speech, namely acts committed in public; hostility, humiliation or humiliation, and hatred; done intentionally both directly and indirectly; lead to riots that cause material, immaterial and life losses. 3. law enforcement against hate speech based on an analysis of the seven decisions is that the judge does not provide interpretations and arguments about the unclear elements of the article and there are judges who expand the meaning of groups to be not as narrow as ethnic, religious and racial only.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54598
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Okky Ibrohim
"ABSTRAK
Penyebaran ujaran kebencian dan ujaran kasar di media sosial merupakan hal yang harus diidentifikasi secara otomatis untuk mencegah terjadinya konflik masyarakat. Selain itu, ujaran kebencian mempunyai target, golongan, dan tingkat tersendiri yang juga perlu diidentifikasi untuk membantu pihak berwenang dalam memprioritaskan kasus ujaran kebencian yang harus segera ditangani. Tesis ini membahas klasifikasi teks multi label untuk mengidentifikasi ujaran kasar dan ujaran kebencian disertai identifikasi target, golongan, dan tingkatan ujaran kebencian pada Twitter berbahasa Indonesia. Permasalahan ini diselesaikan menggunakan pendekatan machine learning menggunakan algoritma klasifikasi Support Vector Machine (SVM), Naïve Bayes (NB), dan Random Forest Decision Tree (RFDT) dengan metode transformasi data Binary Relevance (BR), Label Power-set (LP), dan Classifier Chains (CC). Jenis fitur yang digunakan antara lain fitur frekuensi term (word n-grams dan character n-grams), fitur ortografi (tanda seru, tanda tanya, huruf besar/kapital, dan huruf kecil), dan fitur leksikon (leksikon sentimen negatif, leksikon sentimen positif, dan leksikon kasar). Hasil eksperimen menunjukkan bahwa secara umum algoritma klasifikasi RFDT dengan metode transformasi LP memberikan akurasi yang terbaik dengan waktu komputasi yang cepat. Algoritma klasifikasi RFDT dengan metode transformasi LP menggunakan fitur word unigram memberikan akurasi sebesar 66,16%. Jika hanya mengidentifikasi ujaran kasar dan ujaran kebencian (tanpa disertai identifikasi target, golongan, dan tingkatan ujaran kebencian), algoritma klasifikasi RFDT dengan metode transformasi LP menggunakan gabungan fitur word unigram, character quadgrams, leksikon sentimen positif, dan leksikon kasar mampu memberikan akurasi sebesar 77,36%.


Hate speech and abusive language spreading on social media needs to be identified automatically to avoid conflict between citizen. Moreover, hate speech has target, criteria, and level that also needs to be identified to help the authority in prioritizing hate speech which must be addressed immediately. This thesis discusses multi-label text classification to identify abusive and hate speech including the target, category, and level of hate speech in Indonesian Twitter. This problem was done using machine learning approach with Support Vector Machine (SVM), Naïve Bayes (NB), and Random Forest Decision Tree (RFDT) classifier and Binary Relevance (BR), Label Power-set (LP), and Classifier Chains (CC) as data transformation method. The features that used are term frequency (word n-grams and character n-grams), ortography (exclamation mark, question mark, uppercase, lowercase), and lexicon features (negative sentiment lexicon, positif sentiment lexicon, and abusive lexicon). The experiment results show that in general RFDT classifier using LP as the transformation method gives the best accuracy with fast computational time. RFDT classifier with LP transformation using word unigram feature give 66.16% of accuracy. If only for identifying abusive language and hate speech (without identifying the target, criteria, and level of hate speech), RFDT classifier with LP transformation using combined fitur word unigram, character quadgrams, positive sentiment lexicon, and abusive lexicon can gives 77,36% of accuracy.

"
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2019
T52442
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Rizky Adrian
"Salah satu upaya pengendalian konten negatif media sosial seperti ujaran kebencian dan ujaran kasar adalah dengan mengotomasi proses filter dari konten media sosial. Dalam konteks COVID19, proses otomasi ini dapat dimanfaatkan oleh KOMINFO, virtual police, satuan tugas COVID19, ataupun para akademisi. Data dikumpulkan dari Twitter selama bulan Mei sampai Juni 2021. Penelitian memanfaatkan korpus dari penelitian terdahulu untuk mengetahui apakah pengetahuan dari penelitian terdahulu dapat digunakan pada domain COVID19. Dataset dievaluasi menggunakan algoritma Support Vector Machine (SVM), Naïve Bayes, Random Forest Decision Tree (RFDT), Logistic Regression, dan ADABoost, dengan variasi SMOTE dan undersampling. Unigram-bigram kata digunakan sebagai fitur dikombinasikan dengan fitur lexicon dan orthogonal, serta diekstraksi menggunakan Term Frequency-Inverse Document Frequency dan Count Vectorizer. Hasil anotasi menunjukkan perbandingan data imbalance sebesar 1:73 untuk ujaran kebencian dan 1:24 untuk ujaran kasar. Evaluasi dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan model klasifikasi dari penelitian terdahulu (2019) dikombinasikan dengan dataset COVID19 memiliki nilai recall dan F1 klasifikasi ujaran kebencian (nilai recall 69.23%) dan ujaran kasar (nilai recall 71.3%) yang lebih baik. Algoritma pembangun model terbaik didominasi oleh algoritma SVM dan ADABoost. Hasil dari penelitian perlu ditindaklanjuti agar dapat dirasakan manfaatnya secara langsung, misalnya dengan membungkus model klasifikasi pada API (application programmable interface).

One of the efforts to control negative aspect of social media like hate speech and abusive language is by automating the filtering process of content on social media. In the context of COVID19, KOMINFO, the virtual police, the COVID19 task force, or academics can benefit from this solution. Data was collected from Twitter in the period of May to June 2021. The study utilizes the corpus from previous studies to find out whether previous research knowledge can be used in the COVID19 domain. The COVID19 dataset uses the Support Vector Machine (SVM), Naïve Bayes, Random Forest Decision Tree (RFDT), Logistic Regression, and ADABoost algorithms, with variations of data imbalances handling (SMOTE and undersampling). Unigram-bigram words, lexicon, and orthogonal are used as features extracted by TF-IDF and Count Vectorizer. The annotation results show a comparison of the imbalanced data of 1:73 for hate speech and 1:24 for abusive language in COVID19 dataset. Results of the study shows that the use of the classification model from previous studies (2019) combined with the COVID19 dataset has a better recall value and F1 classification of hate speech (with recall score of 69.23%) and abusive language (with recall score of 71.3%). The best classifier models mostly built using SVM and ADABoost. The results of this research need to be followed up so that they can be used directly, for example by wrapping the best classifier model on API (application programmable interface)."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Harsih Setiawandari
"Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis faktor-faktor yang membentuk perilaku pemuda dalam merespon hoaks dan ujaran kebencian pada pemilu 2019, (2) mengetahui sejauh mana ketahanan individu pemuda dalam menghadapi hoaks dan ujaran kebencian pada pemilu presiden 2019 dari perspektif pengetahuan dan sikap. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan model knowlange, attitudes, behavior (KAB). Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuisioner yang dibagikan melalui google form. Analisis data penelitian dalam penelitian ini menggunakan aplikasi software SmartPLS 3.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa respon pemuda terhadap hoaks dan ujaran kebencian dipengaruhi oleh faktor pengetahuan dan sikap sebesar 30,1% dengan P-Value pengetahuan < 0,05 yaitu 0,008 dan nilai P-Value sikap < 0,05 yaitu 0,000. Hal ini berarti bahwa jika perilaku pemuda baik dalam merespon hoaks dan ujaran kebencian pada pemilihan umum tahun 2019, maka ketahanan individu yang terbentuk pada pemuda akan kuat dalam merespon hoaks dan ujaran kebencian pada pemilihan umum tahun 2019 agar tidak membuat, menyebarkan dan terpengaruh oleh hoaks dan ujaran kebencian. Ketahanan individu kuat maka akan membentuk ketahanan nasional yang kuat juga

The objectives of this study are (1) to analyze the factors that influence adolescent behavior in responding to hoaxes and hate speech in the 2019 Election, (2) the extent to which youth resilience in facing hoaxes and hate speech in the 2019 Presidential Election. The research approach used in this research is a quantitative approach with a model of knowledge, attitude, behavior (KAB). Collecting data in this study using a questionnaire distributed via a google form. Analysis of research data using the SmartPLS 3.0 software application. The results showed that the adolescent response to hoaxes and hate speech from the knowledge and attitude factor was 30.1% with a P-Value of knowledge <0.05, namely 0.008, and an attitude P-Value <0.05, namely 0.000. This means that if youth behavior is good in responding to hoaxes and hate speech in the 2019 Election, then the individual resilience formed in youth will be strong in responding to hoaxes and hate speech in the 2019 Election so as not to create, regulate. and governed by deception and hate speech. Strong individual resilience will form a strong national resilience as well."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Khansa
"Ujaran kebencian dan bahasa kasar mempermudah penyebaran kekerasan di kehidupan nyata, sehingga muncul urgensi adanya pendeteksian secara otomatis. Untuk melanjutkan pekerjaan yang sudah dilakukan oleh Ibrohim dan Budi (2019), penelitian ini membahas dua isu terkait deteksi ujaran kebencian dan bahasa kasar pada mikroblog berbahasa Indonesia. Isu pertama adalah kajian terkait effect size fitur dan pengembangan model menggunakan fitur-fitur tersebut. Metode Analysis of Variance f-test, Logistic Regression Analysis, dan nilai Shapley digunakan untuk melakukan kajian effect size pada fitur-fitur yang dirancang secara manual. Kemudian, digunakan beberapa algoritma pemelajaran mesin untuk mengembangkan model prediksi berbasis fitur-fitur tersebut. Isu kedua adalah kajian bias dalam pengembangan model terkait keberadaan kata-kata bersifat netral pada data yang merupakan ujaran kebencian atau bahasa kasar. Kajian terkait bias dilakukan dengan menggunakan dataset uji bias. Dataset ini dikembangkan dengan menggantikan kata-kata yang dideteksi memiliki potensi adanya bias pada model yang dilatih menggunakan dataset hasil pekerjaan Ibrohim dan Budi (2019). Penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan kata-kata tertentu berpengaruh terhadap hasil deteksi ujaran kebencian dan bahasa kasar. Di antara kata-kata tersebut, terdeteksi beberapa kata-kata yang berpotensi bias, karena memiliki pengaruh terhadap pendeteksian padahal secara sendiri kata-kata yang dideteksi sebagai potensi bias tidak memiliki unsur kebencian atau bersifat kasar. Hasil evaluasi pengambilan sampel bootstrap menunjukkan Logistic Regression dan XGBoost sebagai model dengan akurasi terbaik dalam pendeteksian ujaran kebencian dan bahasa kasar. Namun, ketika model yang sudah dikembangkan digunakan untuk memprediksi dataset sintetis, didapatkan penurunan akurasi dalam pendeteksian ujaran kebencian. Hasil ini menandakan adanya bias pada model yang dikembangkan. Hasil tersebut didukung juga oleh hasil prediksi dengan akurasi rendah ketika model digunakan untuk melakukan pendeteksian ujaran kebencian pada dataset yang dikembangkan secara manual, tetapi ketika kata-kata bias digantikan dari data, akurasi model meningkat. Kontribusi yang diberikan oleh penelitian ini adalah pengembangan dataset uji bias secara otomatis dari dataset yang dikembangkan oleh Ibrohim dan Budi (2019) dan juga dataset uji bias yang dikembangkan secara manual.

Hate speech and abusive language facilitate the spread of violence in real life, hence the urgency of automatic detection. To continue the work done by Ibrohim dan Budi (2019), this research addresses two issues related to the detection of hate speech and abusive language on Indonesian-language microblogs. The first issue is a study on the effect size of features and the development of models using these features. Analysis of Variance f-test, Logistic Regression Analysis, and Shapley values are used to investigate the effect size of manually designed features. Several machine learning algorithms are then employed to develop prediction models based on these features. The second issue involves studying bias in model development concerning the presence of neutral words in data that constitute hate speech or abusive language. The study related to bias is conducted by using a bias test dataset. This dataset is developed by replacing words that are detected to have the potential for bias in models trained using the dataset resulting from the work of Ibrohim dan Budi (2019). This research demonstrates that certain words significantly influence the detection of hate speech and abusive language. Among these words, some are identified as potentially biased, as they affect detection despite not inherently containing hate or abusive elements. The results of bootstrap sampling evaluation indicate that Logistic Regression and XGBoost are the models with the highest accuracy in detecting hate speech and abusive language. However, when the developed models are used to predict synthetic datasets, a significant decrease in accuracy is observed in hate speech detection. This finding indicates the presence of bias in the developed models. This result is further supported by low-accuracy predictions when the models are used to detect hate speech in manually developed datasets. However, when biased words are replaced in the data, the model’s accuracy significantly improves. The contributions of this research include the development of an automatically generated bias test dataset from the dataset created by Ibrohim dan Budi (2019), as well as a manually developed bias test dataset."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>