Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 53748 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Afdal
"Tujuan : Melakukan evaluasi nyeri pada biopsi prostat transrektal (bimbingan USG) dengan pemberian Na Diklofenak 100 mg suppositoria. Materi dan Metoda : Penelitian ini bersifat prospektif, randomized double
blind memakai plasebo sebagai kontrol pada 70 pasien biopsi prostat. Pasien dipilih secara random masing-masing 35 orang memakai Na Diklofenak 100 mg suppositoria dan 35 orang memakai plasebo, 1 jam
sebelum biopsi. Pasien di tanya skala nyeri saat dibiopsi menggunakan
skala nyeri "Visual Analogue Scale” (VAS).
Pasien selama 1 minggu kemudian diobservasi untuk menilai komplikasi
seperti demam, hematuri, hematosesia, dan nyeri paska biopsi. Skala nyeri dianalisa secara statistik dengan Student T-Test.
Hasil : Pemberian Na Diklofenak 100 mg suppositoria mengurangi nyeri
secara bermakna dibandingkan dengan plasebo dengan VAS ( 3,22 vs
5,03 p< 0,05). Penelitian ini memiliki kesetaraan dalam hal umur, volume
prostat, jumlah biopsi, Prostat Spesifik Antigen (PSA), hasil patologi
anatomi dan komplikasi antara lain demam, hematuri, hematosesia.
Kesimpulan : Nyeri biopsi prostat paska pemberian Na Diklofenak 100
mg suppositoria bermakna mengurangi nyeri dibandingkan plasebo dan
pemberian Na Diklofenak 100 mg suppositoria sebelum biopsi prostat
praktis dan aman serta tidak meningkatkan morbiditas."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mars Dewi Tjahjo
"Tujuan : Biopsi prostat transrektal telah menjadi baku emas untuk diagnosis kanker prostat. Beberapa penelitian melaporkan keluhan nyeri dan ketidaknyamanan pasien akibat tindakan tersebut. Penelitian ini dimaksudkan untuk evaluasi toleransi pasien terhadap nyeri dengan visual analog scale (VAS) yang dilakukan biopsi prostat.
Metode : Dilakukan studi prospektif keluhan nyeri menggunakan VAS pada pasien yang dilakukan biopsi prostat sejak bulan Juli 2002 hingga Januari 2003 dan dievaluasi faktor-faktor yang mungkin berpengaruh yaitu : usia, retensi urin, lekosituri, echostruktur dan pelebaran vena periprostat. Analisa statistik menggunakan SPSS ver 11.5.
Hasil : Terdapat 40 pasien yang dilakukan biopsi prostat sextant dengan usia rata-rata 65,85 ± 8,00 tahun. Nilai median prostate spesific antigen (PSA) 14.0 ng/ml (antara 6.4 - 448 nglml). Dengan transrektal ultrasonografi diperoleh volume prostat rata-rata 54.30 cc (antara 22 - 137 cc). Pada evaluasi keluhan nyeri yang dirasakan penderita dengan menggunakan skor VAS saat dilakukan biopsi sebanyak 31 orang (77.5%) menyampaikan keluhan nyeri sedang sampai berat dengan nilai median VAS lima.. Terdapat hubungan antara usia penderita dengan keluhan nyeri yang dirasakan (p<0.05) dimana pasien yang berusia lebih Bari 66 tahun merasakan keluhan nyeri yang lebih berat. Dari studi ini juga didapatkan hubungan yang bermakna antara keluhan nyeri yang dirasakan dengan adanya pelebaran vena periprostat. (p= 0,019).
KesimpuIan : Walaupun 77.5% pasien mengeluh nyeri tetapi pada keseluruhan pasien dilakukan biopsi secara lengkap (enam kali). Faktor usia dan pelebaran vena periprostat mempunyai hubungan yang bermakna dengan keluhan nyeri yang dievaluasi dengan VAS.

Purpose : Transrectal ultrasound guided prostate biopsy has become the gold standard for diagnosing prostate cancer however there are several studies reporting pain and discomfort of the patient who underwent prostate biopsy. This study was conducted to evaluate the tolerance to pain with visual analog scale (VAS) in patients who underwent prostate biopsy.
Material and Methods : From July 2002 to January 2003 all patient who underwent sextant prostate biopsy were evaluated and the degree of pain using visual analog scale were recorded. We evaluated characteristic of the patients such as age, urine retention, leukosituria, echostructur of the prostate and dilatation periprostatic vein. Statistical analysis were performed using SPSS ver 11.5.
Result : Forty patients with mean age 65,85 ± 8,00 years underwent sextant prostate biopsy. The median prostate spesific antigen (PSA) was 14.00 ng/ml (range 6.4 - 448 nglml), and mean prostate volume was 54.30 cc (range 22 - 137 cc). Most of patients have moderate to severe pain (77.5%) with median visual analog scale (VAS) was five when underwent prostate biopsy. There was correlation between degree of pain for patients with age more than 66 years old (p< 0.05), and the prescense of periprostatic vein dilatation (p < 0.05).
Conclution : Although 77.5% of the patient have moderate to severe pain, but the procedure was done completely. Existence periprostatic vein dilatation of prostate have positive correlation with degree of pain using VAS. Older patient have less tolerance to pain cause by biopsy of the prostate.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T57936
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tramudya
"Biopsi prostat merupakan Gold Standard dalam menegakkan diagnosakan kerprostat. Pada pelaksanaannya walaupun berbagai jenis farmakoterapi telah digunakan dalam proses biopsi namun masih menimbulkan efek nyeri baik derajat ringan, sedang maupun berat. Selain itu ansietas juga ditemukan pada pasien yang akan menjalankan prosedur biopsi prostat. Penelitian mengenai perbandingan efekelektroakupunktur dengan profenid suppositoria pada prosedur biopsi prostat dilakukan secara Quasi ekperimental terhadap 18 orang pasien dengan menilai derajat nyeri menggunakan skor VAS dan menilai perubahan skor kuesioner evaluasi diri SAI. Pasien dibagi menjadi 2 kelompok yaitu 9 orang kelompok perlakuan (Elektroakupunktur + 200 mg placebo suppositoria) dan 9 orang kelompok kontrol (Elektroakupunktur Sham + 200 mg Profenid Suppositoria). Proses sampling pada penelitian ini dilaksanakan di Poli Khusus Urologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Terdapat perbedaan bermakna skor VAS antara kelompok Elektroakupunktur + 200 mg place bosuppositoria dengan Kelompok Elektroakupunktur Sham + 200 mg Profenid Suppositori adalam mengurangi nyeri akibat prosedur biopsy prostat t (P 0,011). Tidak terdapat perbedaan bermakna skor SAI antara kelompok Elektroakupunktur + 200 mg place bosuppositoria dengan skor SAI Kelompok Elektroakupunktur Sham + 200 mg Profenid Suppositoria.SAI sebelum perlakuan (P 0,443) dan SAI sesudah (P 0,734) perlakuan. Kesimpulan : Elektroakupunktur dapat dijadikan salah satu modalitas terapi penunjang dalam mengatsi nyeri pada prosedur biopsi prostat.

Prostate biopsy is a Gold Standard in diagnosing prostate cancer. In practice although various types of pharmacotherapy have been used in the biopsy process but still have a mild, moderate or severe degree of pain. In addition, anxiety is also found in patients who will perform prostate biopsy procedures. Research on the comparison of electroacupuncture effects with profenid suppository on prostate biopsy procedure was done by Quasiekperimental to 18 patients by assessing the degree of pain using VAS score and assessing SAI self-evaluation questionnaire scores change. Patients were divided into 2 groups: 9 treatment groups (Electroacupuncture + 200 mg placebo suppositoria) and 9 controls (Electroacupuncture Sham + 200 mg ProfenidSuppositoria). The sampling process in this research was carried out in special urology clinic of Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta. There was a significant difference in VAS score between the Electroacupuncture group + 200 mg placebo suppository with Sham + 200 mg Profenid Suppositoria Group in reducing pain due to prostate biopsy procedure (P 0.011). There was no significant difference in SAI scores between the electroacupuncture group + 200 mg placebo suppository with SAI scores of Sham + 200 mg Profenid Suppositoria.SAI group before treatment (P 0.443) and SAI after (P 0.734) treatment. Conclusions: Electroacupuncture can be a modalities of therapyfor relieving pain in prostate biopsy procedure."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Prima Ciko Ade Putra
"ABSTRAK
Untuk mengidentifikasi faktor prediktor seperti PSA, usia, volume prostat, dan densitas PSA (PSAD) sebagai indikasi untuk melakukan biopsi prostat yang dipandu dengan TRUS dalam mengurangi biopsi yang tidak perlu dan meningkatkan tingkat deteksi. Sebanyak 1232 sampel didapatkan dari rekam medis pasie yang dilakukan biopsiprostat dari Januari 2008 sampai Desember 2013 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Diantara 1232 pasien, 33,5% memiliki hasil biopsi yang positif. Nilai median dari usia dan PSA (68 tahun dan 57,45 ng/ml) pada grup dengan biopsi positif lebih tinggi dari grup biopsi negative (65 tahun dan 11,69 ng/ml), p< 0,001. PSAD pada pasien dengan PSA 4-10 ng/ml, 10-20 ng/ml, dan 20 ng/ml (0.20, 0.35, 2.05) pada grup positif lebih tinggi dari grup negative (0.14, 0.24, 0.53), p < 0,001. Hasil pada grup dengan hasil biopsi positif memiliki volume prostat yang lebih rendah (42 ml), dibandingkan pada grup biopsi yang negative (55,4 ml), p < 0,001. Pada kurva ROC, PSAD memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang paling tinggi (81.4% dan 82.0%) dengan cut-off point 0,43, p < 0,001. Insidensi PCa meningkat dengan nilai PSA yang lebih tinggi, usia yang lebih tua, dan volume prostat yang lebih kecil. Penggunaan PSAD 0,17 ng/ml sebagai cut-off point pada pasien dengan tingkat PSA antara 4-10 ng/ml direkomendasikan untuk meningkatkan deteksi PCa pada laki-laki di Indonesia

ABSTRACT
To identify the predictor factors such as PSA, age, prostate volume (PV), and PSA Density (PSAD) as indications to perform TRUS guided prostate biopsy in reducing unnecessary biopsies and improving detection rate. 1232 samples were obtained from the medical records of patients underwent prostate biopsy from January 2008 to December 2013 in Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta. Statistical analysis was performed with Mann-Whitney test and unpaired t test for the quantitative variables. Chi-square test was used for qualitative variables. This study also conducted Receiver Operating Characteristic (ROC) curve to determine the cut-off point and the optimum specificity and sensitivity for each variable. Among 1232 patients, 33.5% had positive biopsy result. The median age and PSA (68 years and 57.45 ng/ml) in positive biopsy group was higher than negative group (65 years and 11.69 ng/ml), p < 0.001. PSAD in patients with PSA 4-10 ng/ml, 10-20 ng/ml, and 20 ng/ml (0.20, 0.35, 2.05) in positive group was higher than negative group (0.14, 0.24, 0.53), p < 0.001. Positive biopsy result has lower PV (42 ml) compared to negative biopsy (55.4 ml), p < 0.001. In ROC curve, PSAD had the highest sensitivity and specificity (81.4% and 82.0%) with cut-off point 0.43, p <0.001. The Incidence of PCa increased with higher PSA level, older age and lower PV. Utilization of PSAD 0.17 ng/ml/ml as cut-off point in patients with PSA level between 4 -10 ng/ml is recommended to improve PCa detection in Indonesian men."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58566
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gad Datak
"Relaksasi Benson merupakan pengembangan metode respons relaksasi dengan melibatkan faktor keyakinan pasien yang dapat mengurangi nyeri pasca bedah. Relaksasi Benson berfokus pada kata atau kalimat tertentu yang diucapkan berulang kali dengan ritme yang teratur disertai sikap pasrah kepada Tuhan sesuai dengan keyakinan pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas Relaksasi Benson dalam menurunkan nyeri pasien pasca bedah TUR Prostat. Metode penelitian ini adalah quasi-eksperimental dengan pre test and post test design with control group. Pengambilan sampel dilakukan dengan consecutive sampling. Jumlah sampel 14 orang, 7 orang kelompok intervensi dan 7 orang kelompok kontrol. Kelompok intervensi diberikan kombinasi Relaksasi Benson dan terapi analgesik dan kelompok kontrol hanya diberikan terapi analgesik. Intervensi Relaksasi Benson dilakukan setelah pemberian analgesik dengan durasi 15 menit setiap hari selama dua hari. Sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol dilakukan pengukuran nyeri dengan Numeric Rating Scale. Sehari sebelum operasi dan sehari sesudah operasi diukur kecemasan menggunakan Visual Analog Scale. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi Relaksasi Benson dan terapi analgesik lebih efektif untuk menurunkan rasa nyeri pasca bedah pada pasien TUR Prostat dibandingkan hanya terapi analgesik saja (p=0,019). Karakteristik budaya dan kecemasan tidak berkontribusi terhadap nyeri pasca bedah TUR Prostat (p >0,05). Implikasi dari penelitian ini adalah Relaksasi Benson dapat digunakan untuk mengurangi nyeri pasca bedah TUR Prostat elektif dan perlu direplikasikan dan dikembangkan lagi.

Benson Relaxation is the development ofe response relaxation method by involving patient belief factor to relieve postoperative pain. It focuses on certain words or sentences pronounced many times in a regular rhtym followed by resignation to The God as patient belief. This research was aimed to explore effectiveness of Benson relaxation in relieving postoperative pain TUR prostate. The method used in this study was quasi experimental using pre test and post test design with control group. A total of 14 consecutive samples participated in this study, devided into two groups, intervention and control group, seven participants respectively. Those in intervention group received Benson Relaxation combined with analgesic therapy where as those control group given analgesic therapy alone. Benson Relaxation intervention given after analgesic was taken, for 15 minutes every day for two days. Before and after the intervention for both groups, pain scale was measured by using Numeric Rating Scale. A day before and after the surgery, anxiety level was measured by using Visual Analogue Scale. The results revealed that combination Benson relaxation and analgesic therapy was more analgesic therapy alone (p=0,019). Culture and anxiety factors did not contribute to postoperative pain of TUR Prostate (p>0,05). The Implication of this research was Benson Relaxation can be employed to relieve postoperative pain of elective TUR prostate, and it is needed for further replication and development."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Na Imatul Mahanani
"ABSTRAK
Antibiotik profilaksis pada tindakan biopsi prostat transrectal ultrasound (TRUS) diberikan untuk mengurangi komplikasi infeksi. Antibiotik profilaksis yang digunakan di RSUPNCM adalah fluorokuinolon tetapi terdapat tren peningkatan resistensi. Belum tersedia data mengenai profil bakteri dan antibiogram pada swab rektal biopsi prostat di RSUPNCM sebagai acuan profilaksis dan terapi infeksi pasca biopsi prostat.
Penelitian ini bertujuan mendapatkan data profil bakteri dan antibiogram swab rektal pasien biopsi prostat, serta mendapatkan data jumlah pasien yang mengalami komplikasi infeksi pasca biopsi prostat di RSUPNCM.
Desain penelitian adalah kohort prospektif. Menggunakan swab rektal dari 47 pasien biopsi prostat di Departemen Urologi RSUPNCM. Didapatkan bakteri Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Enterococcus faecium, Acinetobacter haemolyticus, Morganella morganii ss morganii, dan Enterococcus faecalis. Antibiotik yang memiliki sensitvitas tinggi gentamicin, amikacin, ampicillin sulbactam, amoxicillin clavulanat, ceftazidime, piperacillin tazobactam, cefepime, imipenem, doripenem, meropenem, dan ertapenem. Antibiotik yang menunjukkan resistensi tinggi cephalothin, cefotaxime, ceftriaxone, dan cefoperazone. Keluhan subyektif demam didapatkan pada 7 pasien dan tidak terdapat rawat inap ke rumah sakit. Tidak direkomendasikan pemberian fluorokuinolon sebagai antibiotik profilaksis pada tindakan biopsi prostat di RSUPNCM. Pemberian antibiotik profilaksis sebaiknya dengan profilaksis target berdasarkan hasil kultur dan resistensi swab rektal. Apabila tidak dapat dilakukan maka antibiotik profilaksis yang dapat direkomendasikan adalah amoxicillin clavulanat dan ertapenem.

ABSTRACT
Prophylaxis antibiotics in trans rectal ultrasound prostate biopsy is given to reduce infection complication. The recent antibiotics in Doctor Cipto Mangunkusumo hospital is fluoroquinolone that showing increasing resistance trends. Bacterial profile and antibiogram of rectal swab patient underwent prostate biopsy is not available. This data is needed as a guidance of
prophylaxis antibiotics and post biopsy infection therapy in prostate biopsy.
This research aimed to obtain those data, and number of patient with infection complication post prostate biopsy.
Research design was prospective cohort. Swab rectal is collected from 47 patients underwent prostate biopsy in Doctor Cipto Mangunkusumo Hospital. Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Enterococcus faecium, Acinetobacter haemolyticus, Morganella morganii ss morganii, and Enterococcus faecalis were found. Antibiotics with high susceptible gentamicin, amikacin, ampicillin sulbactam, amoxicillin clavulanat, ceftazidime, piperacillin tazobactam, cefepime, imipenem, doripenem, meropenem, and ertapenem. Antibiotics with high resistance cephalothin, cefotaxime, ceftriaxone, and cefoperazone. Subjective complaints of fever were found in 7 patients. Fluoroquinolone is not recommended as prophylaxis antibiotics in trans rectal ultrasound prostate biopsy. The targeted prophylaxis antibiotics based on rectal swab culture and resistance test should be done. If this test cannot be done, we suggest the use of amoxicillin clavulanat and ertapenem as recommended prophylaxis antibiotics.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafira Nurrahmi
"Natrium diklofenak adalah obat antiinflamasi yang memiliki kelarutan rendah dalam air. Pemberian natrium diklofenak secara oral memiliki efek samping pada saluran cerna, untuk mengatasi hal tersebut, natrium diklofenak dibuat dalam bentuk mikroemulsi transdermal. Mikroemulsi merupakan sistem dispersi koloid yang terdiri dari fase air, minyak, surfaktan, dan kosurfaktan. Pada penelitian ini diformulasikan mikroemulsi natrium diklofenak dengan metode titrasi fase. Mikroemulsi yang jernih dan stabil dihasilkan dengan konsentrasi minyak 10%, Span 20 35%, Tween 80 30%, dan etanol 10%. Minyak yang digunakan yaitu palm olein yang dibandingkan dengan isopropil miristat. Evaluasi mikroemulsi dilakukan dengan mengukur diameter globul, tegangan antarmuka, bobot jenis, pH, viskositas, uji sentrifugasi, uji stabilitas fisik pada penyimpanan suhu 28±2o C, 4±2o C, 40±2o C, selama 8 minggu dan cycling test. Uji penetrasi natrium diklofenak dilakukan dengan menggunakan sel difusi Franz selama 8 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua formulasi mikroemulsi stabil secara fisik selama penyimpanan dan uji penetrasi menunjukkan bahwa jumlah kumulatif natrium diklofenak pada formula dengan isopropil miristat sebagai fase minyak sebesar 259,6757 ± 70,4651 μg/cm2 dan palm olein sebesar 349,0782 ± 22,0396 μg/cm2.

Diclofenac sodium is a water poorly soluble anti-inflammatory drug. Oral administration of diclofenac sodium can irritate the gastrointestinal tract, to overcome this, diclofenac sodium was made in transdermal microemulsion dosage form. The microemulsion is a colloidal dispersion system that consists of water, oil phase, surfactant, and cosurfactant. In This study a clear and stable sodium diclofenac microemulsion was formulated by phase titration method using isopropyl myristate or palm olein as an oil phase 10%, Span 20 35%, Tween 80 30%, and ethanol 10%. The microemulsion was evaluated by measuring globule diameter size, interfacial tension, density, pH, viscosity, centrifugation test, physical stability test at 28±2oC, 4±2oC, 40±2oC, for 8 weeks, and cycling test. In vitro penetration of diclofenac sodium was examined using Franz diffusion cell for 8 hours. The results showed that the two microemulsion formulations remained physically stable during storage and the cumulative amount of diclofenac sodium penetrated form formulation containing isopropyl myristate and palm olein as the oil phase were 259.6757 ± 70.4651 μg/cm2 and 349.0782 ± 22.0396 μg/cm2"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Lailan Azizah
"Penghambatan enzim siklooksigenase merupakan dasar efikasi dan toksisitas obat anti inflamasi non steroid. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi jenis obat anti inflamasi non steroid yang digunakan di poliklinik penyakit saraf Rumkital Dr. Mintohardjo Jakarta dan mengevaluasi tolerabilitas meloxicam 15 mg dengan natrium diklofenak 100 mg terhadap saluran cerna. Metode penelitian ini observasi cross-sectional dan cohort prospektif pada periode Desember 2010?Maret 2011. Pengambilan data mengenai keluhan dispepsia terkait penggunaan obat anti inflamasi non steroid terdiri dari nyeri abdomen atas, mual, muntah, kembung abdomen dan cepat kenyang dilakukan melalui wawancara berdasarkan kuesioner PADYQ (The porto alegre dyspeptic symptoms questionnaire) yaitu sebelum, setelah 2 minggu, dan setelah 4 minggu pengobatan. Hasil penelitian menyatakan obat anti inflamasi non steroid paling banyak diresepkan di poliklinik penyakit saraf Rumkital Dr. Mintohardjo adalah meloxicam (48,21%), selanjutnya natrium diklofenak (31,07%), asam mefenamat (15,36%), piroxicam (3,93%) dan asetaminofen (1,43%). Meloxicam secara bermakna menunjukkan resiko yang lebih kecil terhadap insiden saluran cerna daripada natrium diklofenak setelah 2 minggu pengobatan dalam hal keluhan nyeri abdomen atas dan kembung abdomen dengan nilai kebermaknaan pengujian masing-masing sebesar 0,020 dan 0,037. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui meloxicam memiliki tolerabilitas saluran cerna lebih baik daripada natrium diklofenak setelah 2 minggu pengobatan.

Non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs) are associated with a high incidence of gastrointestinal side-effects. Inhibition of the cyclooxygenase (COX) enzyme is the basis for both the efficacy and toxicity of NSAIDs. The aim of this study was to avaluate the nonsteroidal anti-inflammatory drugs were used in neuro polyclinic hospital of Dr. Mintohardjo Jakarta, and to evaluate gastrointestinal tolerability of meloxicam 15 mg compared with diclofenac sodium 100 mg. The methode of this study was cross-sectional observation and cohort prospective on December 2010-March 2011. The data of dyspepsia associated were used non-steroidal anti-inflammatory drugs consist of pain in upper abdomen, nausea, vomiting, upper abdominal bloating and early satiety collected with PADYQ (The porto alegre dyspeptic symptoms questionnaire) were assessed at baseline and after 2 and 4 weeks of treatment. The non-steroidal anti-inflammatory drugs used in neuro polyclinic hospital of Dr. Mintohardjo Jakarta were meloxicam (48.21%), diclofenac sodium (31.07%), mefenamic acid (15.36%), piroxicam (3.93%) dan acetaminophen (1.43%). Insiden of adverse event after 2 weeks treatment was significantly lower in the meloxicam group compared with diclofenac sodium group in pain in upper abdomen and upper abdominal bloating (p=0.020 and p=0.037). These result suggest that meloxicam was much better tolerated than diclofenac sodium after 2 weeks treatment."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Andang Rikky Pradana
"Kalium diklofenak memiliki waktu paruh yang pendek sehingga obat akan cepat dieleminasi dari tubuh. Enkapsulasi kalium diklofenak menggunakan polimer biodegradable sebagai sistem pengantar obat terkontrol dapat meminimalkan masalah tersebut. Pada penelitian ini, enkapsulasi kalium diklofenak menggunakan hidrogel semi interpenetrating polymer network (semi-IPN) berbasis pada kitosan dan metil selulosa telah dilakukan dengan metode in situ loading dan post loading. Komposisi hidrogel semi-IPN terdiri dari kitosan : metil selulosa 60 : 40 (b/b) dan glutaraldehid 0,1 M 2% (b/b) terhadap kitosan sebagai agen pengikat silang. Karakterisasi hidrogel semi-IPN dilakukan menggunakan tensile strength test, spektorfotometer FTIR, dan mikroskop stereo. Efisiensi loading kalium diklofenak dengan metode in situ loading mencapai 100% dan metode post loading 37% diukur dengan spektrofotometer UV-Vis. Pelepasan kalium diklofenak memiliki pelepasan yang lebih rendah pada pH 1,2 selama 2 jam (11% in situ loading dan 16% post loading) dibandingkan pada pH 7,4 selama 12 jam (94% in situ loading dan 98% post loading).

Diclofenac potassium has a short half-life time that causes it to be quickly eliminated from the body. Using biodegradable polymer as drug encapsulation for controlled release drug delivery system can minimize the problem. In this research, diclofenac potassium is being encapsulated by semi interpenetrating polymer network (semi-IPN) hydrogels based on chitosan and methylcellulose. The encapsulation has been conducted by both in-situ loading and post loading methods. The biodegradable polymer hydrogel is composed by 60:40 (w/w) ratio of chitosan : methylcellulose and 0,1 M 2% glutaraldehyde (w/w) in regard to the weight of chitosan as crosslinking agent. The hydrogels and microcapsules were then characterized by tensile strength test, FTIR spectrophotometry, and stereomicroscopy. The entrapment efficiency of diclofenac potassium by in-situ loading method was found to be up to 100% and 49% for post loading method as was measured by UV spectroscopy. The dissolution of diclofenac potassium in pH 1,2 which was around 11% for in-situ loading and 16% for post loading in 2 hours is lower than dissolution in pH 7,4 in 12 hours (94% for in-situ loading and 97% for post loading)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S62015
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>