Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 163757 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Stefy Kamila Failasufa
"Penelitian ini menganalisis tentang bagaimana penanganan sengketa international child abduction yang terjadi setelah adanya perceraian dari sepasang suami istri yang telah melangsungkan perkawinan campuran beda kewarganegaraan. Perbedaan hukum yang berlaku antara suami dan istri, mempengaruhi status personal anak tersebut dalam berhadapan dengan hukum. International child abduction diatur dalam the Hague Convention on the Civil Aspects of International Child Abduction 1980. Indonesia belum menandatangani konvensi tersebut sehingga penanganannya mengacu pada undang-undang nasional seperti Undang-Undang Perlindungan Anak, Undang-Undang Perkawinan, Undang-Undang Kewarganegaraan RI, dan Undang-Undang Kesejahteraan Anak. Penanganan kasus ini di Indonesia melibatkan instansi seperti KPAI, Kementerian Luar Negeri, dan Kedutaan Besar. Selain melibatkan instansi, pada umumnya proses pengembalian anak dalam penanganan international child abduction dapat mengikuti perjanjian bilateral antara kedua negara, tetapi Indonesia belum memiliki perjanjian bilateral terkait international child abduction dengan negara-negara seperti Amerika Serikat, Singapura, Belanda, dan Prancis. Salah satu yang menjadi permasalahan besar dalam menangani international child abduction di Indonesia adalah Indonesia belum menjadi negara anggota the Hague Convention on the Civil Aspects of International Child Abduction dan belum meratifikasi konvensi tersebut. Penyelesaian international child abduction di pengadilan bisa menghasilkan putusan pengembalian anak atau penetapan hak asuh anak berdasarkan prinsip the best interest of the child dan prinsip habitual residence. Namun, sebagai negara yang belum meratifikasi konvensi, Indonesia masih menghadapi kesulitan dalam menangani kasus international child abduction secara efektif. Indonesia tentu membutuhkan regulasi berupa undang-undang yang jelas untuk menangani kasus international child abduction, yang mencakup Central Authority yang sesuai dengan konvensi untuk menjadi perantara antar negara, serta prosedur pengembalian anak tersebut ke negara asal atau negara habitual residence-nya.

This research analyses how to handle disputes of international child abduction that occur after the divorce of a couple who have conducted an intermarriage with different nationalities. The differences in the applicable laws between the husband and wife affect the personal status of the child when dealing with the law. International child abduction is regulated by the Hague Convention on the Civil Aspects of International Child Abduction 1980. Indonesia has not signed this convention, so the handling in Indonesia refers to national laws such as the Child Protection Act, the Marriage Act, the Indonesian Citizenship Act, and the Child Welfare Act. The handling of this case in Indonesia involves institutions such as KPAI, the Ministry of Foreign Affairs, and the Embassy. Besides involving institutions, generally, the process of returning the child in the handling of international child abduction can follow bilateral agreements between the two countries, but Indonesia does not yet have bilateral agreements related to international child abduction with countries such as the United States, Singapore, the Netherlands, and France. One of the major issues in handling international child abduction in Indonesia is that Indonesia has not become a member state of the Hague Convention on the Civil Aspects of International Child Abduction and has not ratified the convention. The resolution of international child abduction in court can result in a decision to return the child or the determination of child custody based on the principle of the best interest of the child and the principle of habitual residence. However, as a country that has not ratified the convention, Indonesia still faces difficulties in handling cases of international child abduction effectively. Indonesia certainly needs clear regulations in the form of laws to handle cases of international child abduction, which include a Central Authority in accordance with the convention to act as an intermediary between countries, as well as procedures for returning the child to the country of origin or their habitual residence country."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Anggraeni Assyriati
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T37603
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lumbanraja, Indira Sarah
"Perjanjian perkawinan dalam perkawinan campuran adalah fenomena yang marak terjadi di masyarakat dunia. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif, tulisan ini menjelaskan peranan HPI dalam pengaturan dan keberlakuan perjanjian perkawinan dalam perkawinan campuran oleh karena adanya interaksi antara dua atau lebih stelsel hukum. Berdasarkan pembahasan perjanjian-perjanjian perkawinan tersebut, dapat disimpulkan bahwa masing-masing negara memiliki pengaturan perjanjian perkawinan dalam perkawinan campuran yang berbeda dan para pihak diharapkan memperhatikan hal tersebut sebelum menyusun perjanjian.

Prenuptial agreement in mixed marriage is a worldwide phenomenon. With the research methodology of normative law, this writing explains the role of Private International Law/PIL in regulation and enforcement of prenuptial agreement because of the interaction between two or more laws. Based on the discussion of the prenuptial agreements, it can be concluded that each country has different regulation on prenuptial agreement in mixed marriage and it is best for the parties to pay attention on this matter before getting into agreement.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56034
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Deviera
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang tanggung jawab Notaris terhadap Akta Wasiat dan Surat Keterangan Hak Waris yang dibuatnya dalam perkawinan campur. Dimana terdapat gugatan pembatalan yang diajukan oleh salah satu ahli waris yang merasa dirugikan atas dibuatnya Akta Wasiat dan Surat Keterangan Hak Waris tersebut. Dalam kasus ini, yang menjadi dasar dibatalkannya Akta Wasiat dan Surat Keterangan Hak Waris adalah adanya itikad tidak baik yang dilakukan oleh para ahli waris. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah: Bagaimana pengaturan pembuatan Akta Wasiat dan Surat Keterangan Hak Waris dalam perkawinan campur? dan Bagaimana pembagian waris dalam perkawinan campur menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata? serta Bagaimana analisis hukum terhadap putusan Majelis Hakim atas pembatalan Akta Wasiat dan Surat Keterangan Hak Waris? Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, dengan metode yuridis normatif dan pendekatan kasus case approach . Hasil penelitian ini adalah: pengaturan pembuatan Akta Wasiat dan Surat Keterangan Hak Waris dalam perkawinan campur, yaitu wajib memperhatikan status kewarganegaraan para ahli waris dan status hak atas benda dari harta peninggalan pewaris yang akan diwariskan. Adanya prinsip domisili untuk benda bergerak dan adanya prinsip lex rei sitaeuntuk benda tidak bergerak. Kemudian, apabila harta peninggalan merupakan benda tidak bergerak yang berada di Indonesia, maka berlakulah Asas Nasionalitas. Dalam perkawinan campur pembagian waris harus mempertimbangkan ada tidaknya perjanjian kawin dan bagaimana kedudukan si penerima warisan yang berkewarganegaraan asing. Selanjutnya, Majelis Hakim telah tepat untuk membatalkan Akta Wasiat dan Surat Keterangan Hak Waris oleh karena adanya itikad tidak baik dari para ahli waris.

ABSTRACT
This thesis discusses the responsibility of Notary to Deed of Will and Certificate of Right of Inheritance which he made in mixed marriage. If there is a claim of cancellation submitted by one of the heirs who finds harmed on the issuance of the Deed and the Certificate of Right of Inheritance. In this case, the basis of the issuance of the Deeds and Certificate of Inheritance Rights is a provision of bad faith committed by the heirs. The main issues in this research are How is the determination of the making of Deed and Certificate of Inheritance Rights in mixed marriage and How does the division of inheritance in marriage interfere with the Civil Code How to enact a law against the decision of the Panel of Judges on the cancellation of the Deed and the Inheritance Statement This research is descriptive analytical, with normative juridical method and case approach. The results of this research are the determination of the making of the Deed of Will and the Certificate of Rights of Inheritance in intermarriage, which is obliged to pay attention to the citizenship status of the heirs and the right status of the property of the inheritance of the inheritance to be inherited. The basic principles for moving objects and lex rei sitaeprinciples for immovable objects. Then, if the heritage property is an immovable object residing in Indonesia, then the Nationality Principle has to be applied. In mixed marriages the division of inheritance shall consider whether there is a marriage agreement and the position of the recipient of the inheritance of a foreign national. Furthermore, the Panel of Judges has been right to annul the Deed and Certificate of Inheritance Rights due to the bad faith of the heirs."
2018
T51045
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vierza Nadila
"Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan status kewarganegaraan anak akibat perceraian dalam perkawinan beda kewarganegaraan adalah kewarganegaraan ganda terbatas yaitu anak yang lahir dari perkawinan tersebut memiliki kewarganegaraan ganda dari kedua orang tuanya. Namun, kewarganegaran ganda ini hanya akan dinikmati anak tersebut hingga ia berusia 18 tahun (delapan belas) tahun. Kemudian diharuskan memilih salah satu diantara dua warga negara yang ia miliki dan harus benar-benar diputuskan saat ia berusia 21 (dua puluh satu) tahun. Dalam penulisan ini pokok permasalahan yang diangkat adalah bagaimana hak asuh anak menurut peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia, dan apakah pertimbangan hukum hakim dalam Putusan Pengadilan Tinggi Denpasar No.150/PDT/2011/PT.Dps sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode yuridis normatif dengan sifat penulisan deskriptif analitis yang memberikan gambaran dan memaparkan keseluruhan dari objek yang diteliti dan menganalisisnya dan mengacu pada asas-asas hukum dan yurisprudensi serta peraturan perundang-undangan. Kasus dalam tesis ini adalah penggugat mengajukan gugatan perceraian kepada tergugat, namun tergugat menyangkal adanya pertengkaran yang terjadi diantara mereka dengan tidak memberikan bukti yang jelas, dan dari perceraian tersebut membawa akibat kepada anak yaitu mengenai hak asuh dan status kewarganegaraan anak. Menurut penulis putusan hakim sudah tepat yaitu hak pengasuhan anak memang benar jatuh kepada ibunya yang berkewarganegaraan Indonesia dikarenakan anak yang masih di bawah umur secara kejiwaan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan ibu, dengan tidak mengurangi hak ayah untuk menemui anaknya setelah mendapat izin dari ibunya tersebut.

Act No. 12 of 2006 about the Citizenship status of nationality due to divorce in a marriage of different citizenship dual citizenship is restricted i.e. children born of such marriages have dual citizenship of both parents. However, this double nationality will only be enjoyed by the child until they was 18 (eighteen) years old. Then it is necessary for them to choose one between two citizens whom he had and should really be decided when he was 21 (twenty one) years old. In this research, the principal issue raised is how custody of the child according to the legislation in force in Indonesia, and whether consideration of the law judge in High Court Verdict Denpasar No. 150/PDT/2011/PT. Dps is in compliance with the applicable laws and regulations in Indonesia. The methods used in the writing of this thesis is the juridical normative method with descriptive analytical writing trait gives an overview and expose the whole of an object being examined and analyse it and refers to the principles of law and jurisprudence and legislation. The case in this thesis is the plaintiff filed suit for divorce to the defendants, but the defendants denied any contention that occurs among them by not providing clear evidence, and from those brought divorce to child regarding custody and child's citizenship status. According to the author of the verdict of the judge is just right, namely the right childcare falls to their mother (Indonesian), because the child was under age mentally connected very closely with mother, by not reducing the rights of the father to see his son after received permission from her mother.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44589
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gaby Arijane Trihadi
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989
S25837
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edwin Taufick
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989
S25798
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riska Carolina
"Indonesia telah ikut ambil bagian dalam berbagai perjanjian dan ketentuan-ketentuan dari hukum internasional yang berkaitan dengan pernikahan anak, termasuk CEDAW (United Nation Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women 1979), yang telah diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 dan CRC (United Nation Convention Convention on the Rights of Child 1989), yang diratifikasi melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990. Ratifikasi Indonesia berarti menundukan diri dan berkomitmen kepada ketentuan internasional yang telah disepakati, akan tetapi pernikahan anak masih kerap terjadi di Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa usia dewasa adalah seseorang yang telah berusia 21 tahun dan/atau sudah menikah, yakni dengan ketentuan perempuan berumur 16 tahun dan laki-laki berusia 19 tahun. Hal ini bertentangan dengan komitmen Indonesia terutama dalam CEDAW dan CRC. Pelanggaran komitmen yakni melanggengkan pernikahan anak terutama anak gadis yang berumur di bawah 18 tahun. Badan-badan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) telah banyak mempromosikan bahaya daripada pernikahan anak. Bukan hanya di Indonesia saja namun banyak dari negara-negara berkembang dan negara dunia ketiga yang mengalami masalah dalam menyesuaikan hukum internasinal dengan hukum nasional dalam memandang pernikahan anak tersebut

Indonesia has participated in the various agreements and provisions of international law related to child marriage, including CEDAW (United Nation Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women 1979), which Indonesia has ratified through Law No. 7 of 1984 and the CRC (United Nation Convention Convention on the Rights of Child 1989) ratified by Presidential Decree No. 36 of 1990. Ratification means subduing the self of the state and are committed to the internationally agreed provisions, but the marriage of children still frequently occur in Indonesia. Law No. 1 of 1974 states that age of consent is someone who has aged 21 years old and/or married, ie the provision of 16-year-old woman and men aged 19 years old. This is contrary to the commitment of Indonesia, especially in the CEDAW and the CRC. Violations of commitments are perpetuate child marriage of girls especially under 18 years old. United Nations agencies has been heavily promoting the dangers of child marriage. Not only in Indonesia, but many of the developing countries and the third world countries that have problems in adjusting to International law with national law in the view of the child marriage."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45852
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Richard Daniel
"Perceraian yang merupakan salah satu penyebab dari putusnya suatu hubungan perkawinan ini berdampak kepada masing-masing pihak yang terikat dalam suatu hubungan perkawinan khususnya dalam kondisi ekonomi. Dari berbagai banyak kasus perceraian yang ada, istri lebih sering sekali mengalami kesulitan dalam kondisi ekonomi, yang mana sebelumnya selama terikat dalam hubungan perkawinan diberikan nafkah oleh suami. Maka dari itu untuk mencengah terjadinya ada salah satu pihak yang mengalami kesusahan pasca perceraian diperlukan pengaturan yang jelas mengenai tunjangan pasca perceraian. Dalam skripsi ini membahan mengenai pengaturan tunjangan pasca perceraian di Indonesia dan membandingkan pengaturan tersebut dengan pengaturan tunjangan pasca perceraian yang ada di Malaysia. Dalam menulis skripsi ini dilakukan dengan penelitian yuridis normatif yang mengutamakan penggunaan bahan pustaka berupa norma-norma hukum tertulis dalam membandingkan pengaturan tunjangan pasca perceraian di Indonesia dan Malaysia. Berdasarkan penelitian, mengenai tunjangan pasca perceraian di Indonesia masih diatur dalam beberapa peraturan yang berlaku secara tidak menyeluruh dan sama rata untuk Warga Negara Indonesia, maka diperlukan tindakan dari pemerintah sebagai pemegang kewenangan untuk mengubah dan melengkapi khususnya tunjangan pasca perceraian agar dapat diberlakukan dengan jelas dan sama rata.

Divorce, one of the many causes of the end of a marital relationship, brings an impact towards the parties bound in the marital relationship, specifically in the economic conditions.Of the many divorce cases present, the wife in the relationship more often experiences economic hardships, due to the fact that their livelihood during the marriage was provided by the husband. Hence, to prevent condition whereas one of the former spouses being burdened because of divorce, it is necesarry to have defined law regarding spousal maintance after divorce. This thesis discusses the law of spousal maintance in Indonesia and compares it with the law of spousal maintance in Malaysia. This thesis is weritten using the normative juridical research approach tha prioritizes the use of library materials in the form of written legal norms in comparing post-divorce alimony arrangements in Indonesia and Malaysia. Based on research, post-divorce alimony agreement in Indonesia is still not chomprehensively and unequally regulated in several regulations that apply for Indonesian citizens. An action from the government as the holder of authority is needed to change and complete the post-divorce alimony agreement regulation so that they can be applied clearly and equally for everyone.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>