Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 57476 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rennita Kendra
"Oppenheimer (2023), sebuah film biografi yang disutradarai oleh Christopher Nolan, menampilkan perjalanan Oppenheimer, Sang Bapak Bom Atom, saat ia membantu memimpin Proyek Manhattan dalam meneliti dan mengembangkan senjata nuklir selama Perang Dunia II. Rilisnya film biografi bertema perang pada tahun 2023 membuka diskursus baru mengenai peran Hollywood dan prevalensinya dalam mempertahankan American Exceptionalism. Dalam konteks film bertema perang, film-film Hollywood dulunya memiliki peran informal sebagai alat propaganda Amerika Serikat melalui glorifikasi kebijakan luar negeri, meningkatkan daya tarik internasional, serta menanamkan gagasan bahwa Amerika Serikat adalah negara adidaya yang berlandaskan pada kepercayaan terhadap American Exceptionalism. Seiring dengan perkembangan dunia menuju tatanan dunia kontemporer, intensitas dari glorifikasi Amerika Serikat dalam film-film Hollywood semakin berkurang. Namun, gagasan American Exceptionalism tetap relevan dalam diskusi modern. Diskusi ini berfokus pada bagaimana American Exceptionalism diperbandingkan dalam Oppenheimer (2023), serta mengaitkan karakter Oppenheimer dengan Cognitive Dissonance Theory yang mengungkap perilaku berlawanan dengan sikap yang ia tunjukkan selama pengembangan ciptaannya—bom atom.

Oppenheimer (2023), a biopic directed by Christopher Nolan, showcases the journey of Oppenheimer, the Father of the Atomic Bomb, as he helped in leading the Manhattan Project in researching and developing nuclear weapons during World War II. The release of the biopic that depicts the war setting in 2023 opened up a new discourse in regards to the role of Hollywood and its prevalence in preserving American Exceptionalism. In the context of war-related films, Hollywood movies used to have an informal purpose of being the United States’ propaganda tool—to promote the glorification of their foreign policy and international appeal and instill the idea that the U.S. is a superpower nation which lies in the belief of American Exceptionalism. As the world progresses into the contemporary state of the world order, the portrayal of the aforementioned objective in Hollywood movies has arguably subdued. However, the notion of American Exceptionalism remains relevant in modern-day discussion. This paper deconstructs how American Exceptionalism is showcased and juxtaposed in Oppenheimer (2023), as well as intertwining Oppenheimer’s character with the Cognitive Dissonance Theory that unravels the counter-attitudinal behavior he showcased in regards to the enhancement of his creation—the atomic bomb."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Surya Purnama
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penggunaan wacana eksepsionalisme Amerika dalam kampanye Donald J. Trump pada Pemilihan Presiden Amerika Serikat tahun 2016. Untuk mengungkap penggunaan wacana eksepsionalisme Amerika dalam kampanye Trump, penelitian ini mengkaji transkrip pidato penerimaan pencalonan presiden oleh Trump pada Konvensi Nasional Partai Republik. Metodologi kualitatif dilakukan pada penelitian ini dengan menggunakan pendekatan wacana sejarah Discourse-Historical Approach yang dikemukakan oleh Reisigl dan Wodak 2009. Selain itu, konsep komunikasi politik berupa pembingkaian emosi dari Castells 2009 juga digunakan untuk memperluas kajian penelitian ini. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa Trump mengeksploitasi narasi identitas masyarakat Amerika Serikat dengan menggunakan wacana eksepsionalisme Amerika. Selain itu, Trump juga mengeksploitasi rasa amarah dalam menggunakan wacana eksepsionalisme Amerika.

The thesis examines the role of American exceptionalism in Donald J. Trump's campaign in the 2016 U.S presidential election. To analyze his use of American exceptionalism, the study focuses on the speech he delivered when he accepted a presidential nomination at the Republican National Convention. The study uses a qualitative method by employing Reisigl and Wodak rsquo s 2009 Discourse Historical Approach and a political communication concept of emotional framing by Castells 2009. The results show that Trump exploited the narrative identity of American citizens by using American exceptionalism. Moreover, he also exploited anger to amplify the notion of American exceptionalism in his campaign."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2017
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deas Tiansya Buditami
"Hadirnya era globalisasi ditandai dengan semakin majunya perkembangan teknologi dan informasi. Dampak tersebut meluas ke berbagai kelompok, termasuk masyarakat paguyuban Jawa yang tradisional. Dengan adanya pertemuan antara pemikiran tradisional dan modern yang diekspresikan melalui teknologi digital menjadi suatu permasalahan pada penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan hasil sintesis dari adanya perpaduan pemikiran tradisional-modern yang terdapat pada film pendek Nyengkuyung berdasarkan teori dialektika. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan objektif dengan metode kualitatif deskriptif dan metode transkripsi dengar-tulis. Lalu, kerangka teori yang digunakan adalah filsafat dan nilai moral yang merujuk pada prinsip rukun dan hormat. Data yang digunakan berasal dari film pendek Nyengkuyung yang dirilis di saluran YouTube. Hasilnya, masyarakat paguyuban yang direpresentasikan sebagai budaya lokal dan bertindak sebagai tesis mampu memanfaatkan teknologi digital untuk melestarikan budaya tradisional. Hal tersebut dipengaruhi karena adanya proses pemikiran dialektika berupa evolusi, perkembangan, dan kemajuan. Meskipun budaya global yang diwakili oleh teknologi modern telah hadir di tengah-tengah masyarakat paguyuban dan menjadi antitesis bagi nilai-nilai tradisional, mereka tetap teguh memegang kepercayaan leluhur yang mereka yakini mampu menyelesaikan masalah yang ada. Oleh karena itu, hal tersebut menjadi salah satu bukti terjadinya perpaduan pemikiran tradisional-modern yang digambarkan melalui teknologi modern melalui proses dialektika tesis-antitesis-sintesis.

The advent of globalization has been marked by the rapid advancement of technology and information. The impact of this phenomenon has permeated various groups, including the traditional Javanese paguyuban communities. The intersection of traditional and modern thought, expressed through digital technology, forms the crux of this research. This study aims to formulate a synthesis of the traditional-modern thought fusion evident in the short film Nyengkuyung, employing Hegel's dialectical theory. The study adopts an objective approach, utilizing qualitative descriptive and transcription methods. The theoretical framework draws upon philosophy and moral values, adhering to the principles of harmony and respect. Data is derived from the short film Nyengkuyung, released on YouTube. The findings reveal that the paguyuban community, representing local culture and acting as the thesis, effectively harnesses digital technology to preserve traditional practices. This is attributed to the process of dialectical thinking, encompassing evolution, development, and progress. Despite the presence of global culture, represented by modern technology, which serves as the antithesis to traditional values, the paguyuban community remains steadfast in upholding their ancestral beliefs, perceived as capable of resolving prevailing issues. Therefore, this fusion of traditional and modern thought, depicted through modern technology within the thesis-antithesis-synthesis dialectical process, serves as a testament to the adaptability and resilience of traditional cultures in the face of globalization."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Revikasa
"Artikel dengan judul “Aspek kebohongan dalam Film Pendek Pemean” ini menggunakan pendekatan kualitatif dan menggunakan metode analisis semiotika model Ferdinand De Saussaur. Artikel ini menggunakan film pendek Pemean yang disutradarai oleh Thomas Kris dan di produksi oleh Paniradya Kaistimewaan sebagai objek penelitian. Dalam tugas akhir ini terdapat dua pertanyaan penelitian yaitu:1) Apa makna film pendek Pemean dalam analisis semiotika Ferdinand De Saussure? 2) Pandangan budaya Jawa dalam fenomena yang terjadi dalam film pendek Pemean. Untuk dapat menjawab pertanyaan penelitian tersebut, penulis melakukan tahapan penelitian yakni pengumpulan data yang dilakukan dengan mentranskripsi objek penelitian kedalam bentuk naskah dialog dan mengelompokkan data yang mendukung topik penelitian. Selanjutnya dilakukan tahapan analisis data yang sudah dikelompokkan dengan menggunakan teori dan metode penelitian yang digunakan dan mengaitkannya dengan pemikiran budaya Jawa.. Hasil akhir menyimpulkan bahwa dalam film pendek Pemean ditemukan petanda dan penanda sikap Konsumerisme dan Hedonisme, Eksistensi Diri, Kurang Empati, dan Narsistik. Sikap-sikap tersebut merupakan sikap yang tidak sesuai dalam kebudayaan Jawa karena manusia Jawa pada dasarnya sudah diajarkan oleh leluhur untuk selalu memperhatikan moral dan akhlak yang baik, seperti selalu bersikap andhapasor, prasaja, dan tepa salira.

This article with the title "Aspects of lying in the Short Film Pemean" uses a qualitative approach and uses the Ferdinand De Saussaur model of semiotic analysis method. This article uses the short film Pemean, directed by Thomas Kris and produced by Paniradya Kaistimewaan, as a research object. In this final assignment there are two research questions, namely: 1) What is the meaning of the short film Pemean in Ferdinand De Saussure's semiotic analysis? 2) Javanese cultural views in the phenomena that occur in the short film Pemean. To be able to answer these research questions, the author carried out research stages, namely data collection which was carried out by transcribing research objects into dialogue script form and grouping data that supports the research topic. Next, the data analysis stage was carried out which had been grouped using the theories and research methods used and linking them to Javanese cultural thought. The final results concluded that in the short film Pemean, signs and attitudes of consumerism and hedonism, self-existence, lack of empathy and narcissism were found. These attitudes are attitudes that are not appropriate in Javanese culture because Javanese people have basically been taught by their ancestors to always pay attention to good morals and morals, such as always being andhapasor, prasaja, and tepa salira."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wilsey, John D.
Downers Grove, Illinois: IVP Academic, 2015
261.773 WIL a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Arafah Abdul Rohim
"Makalah Ilmiah Akhir yang saya buat, secara singkat bercerita melalui sudut pandang ‘saya’ dalam proses membuat karya film pendek ‘Lalu’. Mulai pada tahap pra produksi hingga distribusi dan eksibsi. Ide yang pada mulanya saya ciptakan seorang diri, dalam prosesnya kian bertambah, berkurang bahkan berubah. Seluruh pengalaman yang saya lalui membawa saya pada kesimpulan bahwa pembuatan karya tidak hanya melibatkan saya seorang tetapi juga menyertai material serta kolaborator yang terlibat. Seluruh elemen tersebut pada akhirnya berkorespondensi sehingga menciptakan transformasi pada karya yang berbeda pada ide awal. ‘Saya’ dalam kisah ini diposisikan sebagai seorang Director film ‘Lalu’ namun, pada beberapa bagian menjadi Screenplay Writer dan Editor.

This final scientific paper simply depicts the process of making a short film titled ‘Lalu’ through the perspective of ‘I’. The process includes pre-production until distribution and exhibition. My initial idea, through the process underwent additions, subtractions, and/or substitutions. My experience brought me to the conclusion that the process of making a film does not only involve myself as a creator but also, the materials and the collaborators. The elements are going to correspond thus make a transformation for the creation itself. Which can be different from the initial idea. ‘I’ in this narration are going to be positioned as the director of the short film ‘Lalu’. However, in several parts, would become Screenplay writer and Editor."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Desty Ayu Dewanty
"Kriminalitas merupakan masalah sosial yang signifikan dan terus berkembang seiring dengan peradaban manusia. Salah satu bentuk kriminalitas yang serius adalah kriminalitas akibat penyalahgunaan kekuasaan, di mana individu yang memiliki otoritas atau kekuasaan cenderung melakukan tindak kriminal. Kriminalitas merupakan tema utama yang terdapat pada film Loz Jogjakartoz. Penelitian ini bertujuan untuk memahami bentuk-bentuk kriminalitas dan dinamika psikologis yang mempengaruhi tindakan kriminalitas oleh individu yang berkuasa dalam film Loz Jogjakartoz. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan teori psikoanalisis Sigmund Freud. Data yang didapat berupa dialog dan adegan dalam film Loz Jogjakartoz (2021). Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat bentuk kriminalitas berupa kriminalitas fisik seperti penganiayaan ringan, penganiayaan berat, dan penyerangan dengan senjata tajam; kriminalitas terhadap harta benda berupa penipuan transaksi dan perampasan kepemilikan; serta kriminalitas kerah putih seperti pemerasan halus dan penyuapan. Hal ini merupakan bentuk-bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang teridentifikasi dalam film. Dinamika psikologis pelaku menunjukkan kompleksitas motivasi dan justifikasi moral yang digunakan untuk melegitimasi tindakan kriminalitas mereka. Penelitian ini memberikan wawasan mengenai fenomena kriminalitas akibat penyalahgunaan kekuasaan serta faktor-faktor psikologis yang mendasarinya.

Crime is a significant social problem that continues to evolve along with human civilization. One serious form of criminality is criminality due to abuse of power, where individuals who have authority or power tend to commit crimes. Criminality is a major theme found in the movie Loz Jogjakartoz. The purpose of this research is to better understand the forms of criminality and the psychological dynamics that impact criminal behavior by individuals in positions of authority in the film Loz Jogjakartoz. The method used is descriptive-qualitative, according to Sigmund Freud's psychoanalysis theory. The data obtained is in the form of dialogues and scenes in the film Loz Jogjakartoz (2021). The results of the analysis show that there are forms of criminality in the form of physical criminality such as light maltreatment, serious maltreatment, and assault with sharp weapons; criminality against property in the form of fraudulent transactions and deprivation of ownership; and white-collar criminality such as subtle extortion and bribery. These are the forms of abuse of power identified in the movie. The psychological dynamics of the perpetrators show the complexity of motivations and moral justifications used to legitimize their criminal acts. This research provides insight into the phenomenon of criminality due to abuse of power and the underlying psychological factors.

 

"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hafizhah Indriyani Riyanto
"Asian Americans have been portrayed in a stereotypical light in numerous genres of Hollywood films including romantic comedy (romcom). Always Be My Maybe (2019) sheds a different light on Asian American representation in the romcom genre, which has been dominated by stories of white characters. Drawing on the specific trope in romcom namely the ‘slacker-striver romance’ and Asian American representation in films, this article argues that the slacker striver romance consequently affects Asian American representation in Always Be My Maybe (2019). Using the cinematic analysis method, this paper suggests that the film battles the model minority myth which expects Asian Americans to be successful, and it contests the lotus blossom stereotype which paints Asian American women as subservient. Furthermore, the evidence concludes that the film criticizes the slacker-striver romance’s usage of the woman as ‘tools’ to help the man grow up and emphasizes the importance of mutual support as well as understanding in a relationship. Therefore, Always Be My Maybe (2019) provides a distinct approach in representing Asian Americans and their journey in finding love with the light-hearted tone of a romantic comedy.

Orang-orang Asia Amerika telah direpresentasikan dengan stereotip dalam berbagai genre film Hollywood termasuk komedi romantis (romcom). Film Always Be My Maybe (2019) menyoroti representasi Asia Amerika dalam genre romcom, yang umumnya didominasi oleh cerita karakter kulit putih. Menggunakan salah satu trope dalam genre romcom yaitu ‘slacker-striver romance’ dan representasi Asian Amerika untuk menganalisis film Always Be My Maybe (2019), artikel ini berpendapat bahwa trope slacker-striver romance mempengaruhi representasi karakter Asia Amerika dalam film ini. Melalui metode analisis sinematik, kajian ini menunjukkan bahwa film tersebut menyanggah mitos model minoritas yang mengharapkan kesukseskan orang Asia Amerika serta menentang stereotip lotus blossom yang menggambarkan wanita Asia Amerika selalu tunduk. Lebih jauh, bukti yang dipresentasikan dalam studi ini menyimpulkan bahwa film ini mengkritik bagaimana trope slacker-striver romance menggunakan karakter-karakter wanita sebagai ‘alat’ untuk membantu karakter-karakter pria tumbuh dewasa dan menekankan pentingnya dukungan serta pengertian yang seimbang dalam satu hubungan. Oleh karena itu, film Always Be My Maybe (2019) mengajukan pendekatan tersendiri dalam merepresentasikan orang-orang Asia Amerika dan perjalanan cinta mereka dengan nuansa komedi romantis yang ringan. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Petra Patria Diah Paramita
"Skripsi ini membahas tentang penerjemahan pronomina persona dalam subtitle Film The Little Focker yang disutradarai oleh Paul Weitz. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Dalam penelitian ini, penulis akan melihat bagaimana pronomina persona bahasa Inggris diterjemahkan ke dalam subtitle bahasa Indonesia. Penelitian ini juga akan melihat apakah penerjemahan tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan ragam. Penulis mengaitkan teori S-P-E-A-K-I-N-G Hymes dan solidaritas dan kekuasaan Brown dan Gilman untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pemilihan penggunaan pronomina dalam suatu tuturan.
Penulis juga akan menggunakan teori penerjemahan audio-visual Cintas untuk melihat bagaimana format subtitle berpengaruh terhadap terjemahan. Temuan penelitian menunjukkan bahwa penerjemahan pronomina persona ke dalam subtitle bahasa Indonesia banyak yang tidak mengikuti kaidah berbahasa Indonesia yang baik dan benar dikarenakan harus memenuhi keterbatasan ruang untuk subtitle itu sendiri dan sebagai akibatnya terjadi pergeseran ragam antara dialog asli dengan subtitle bahasa Indonesia.

This study discusses the personal pronoun translation on the subtitle of the movie The Little Focker which is directed by Paul Weitz. The research method used in this study is qualitative descriptive. In this study, the researcher identifies the process of how English personal pronoun is translated into Bahasa Indonesia subtitle. In addition, this study also identifies whether the translation process results the changes on the manner. The researcher links the theory of S-P-E-A-K-I-N-G by Hymes and solidarity and power by Brown and Gilman to find out what factors are influencing the selection of the use of pronouns in an utterance.
Another theory used in this study is the theory of audio-visual translation by Cintas to see how the subtitle format affects the translations. The result of the study shows that many of the personal pronoun translations to Bahasa Indonesia subtitle do not follow the principle of formal Bahasa Indonesia as a result of limited space on the subtitle itself. The consequence is the shifting of manner from the actual dialogue to the Bahasa Indonesia subtitle.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S435
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ribka Sangianglili
"Skripsi ini menganalisis dekonstruksi yang terjadi dalam film animasi bergenre superhero, Megamind. Melalui perbandingan antara film ini dengan film-film superhero klasik, diperoleh hasil bahwa film ini telah medekonstruksi konvensi cerita superhero dalam aspek penokohan, alur cerita, dan sudut pandang. Namun, melalui pengkajian postkolonialisme dan gender, upaya dekonstruksi dalam film ini mengandung dualisme. Pada satu sisi, upaya tersebut terlihat telah melawan supremasi kulit putih serta nilai maskulinitas dan femininitas konvensional yang kerap kali muncul dalam film superhero pada umumnya. Tapi, di sisi lain, terjadi ambivalensi dalam upaya dekonstruksi tersebut karena pada akhirnya malah menekankan pola-pola tersebut. Lebih lanjut, dekonstruksi tersebut ternyata bertujuan untuk merekonstruksi konsep hero yang berbeda. Melalui tokoh Megamind, terdapat beberapa hal yang berusaha ditekankan yaitu proses untuk menjadi hero dan kekuatan yang tidak sekedar mengandalkan fisik.

This undergraduate thesis analyses the deconstruction which happens in Megamind, an animated superhero movie. By comparing this movie and several classic superhero movies, it can be concluded that Megamind has changed the basic convention of superhero stories through its characters, plot, and point of view. However, there is a dualism meaning in the deconstruction. On one hand, this movie seems to oppose the white supremacy, and also the conventional masculinities and femininities which usually can be seen in superhero movies in general. On the other hand, it also confirms those values again. Furthermore, the movie reconstructs different concept of hero as the result of the ambivalence in the deconstruction. Megamind shows some hero's qualities that rarely appear in the classic superhero movies such as the process to be a hero and other kind of powers beside the physical power."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S43374
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>