Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 163372 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Devinka Myrella Lukito
"Persoalan merek dagang atau segala bentuk hak kekayaan intelektual selalu ada dalam Industri Mewah karena adanya permintaan konsumen terhadap tren yang menggeser perilaku konsumen terhadap barang-barang yang diproduksi oleh industri mewah. Dengan fenomena ini munculnya barang-barang impor pada barang-barang mewah dipertanyakan dalam hal distribusi dan penggunaan penjualannya. Legalitas Impor Paralel dapat diperdebatkan dimana barang asli yang dipasarkan didistribusikan melalui pengecer tidak resmi yang dapat menimbulkan masalah bagi industri barang mewah dalam melawan persaingan pasar dan hilangnya itikad baik yang mungkin timbul dari pedagang tidak sah yang menaikkan harga dan harga yang berbeda. dapat mengikis ekuitas merek dari merek tersebut. Karena distribusi barang-barang tersebut rumit karena adanya perbedaan hak yang diterapkan oleh negara-negara yang berbeda, maka dalam tesis ini akan mengeksplorasi perlindungan tentang bagaimana putusan Pengadilan Eropa dibandingkan dengan penegakan hukum di Indonesia dapat melindungi merek dagang terkenal. pemilik dari aktivitas impor paralel yang dapat melanggar merek dagang merek.

The issue of trademark or any sorts of intellectual property rights is always existing within the Luxury Industry due to the fact of consumer’s demand of on-going trends that shifts consumer’s behavior towards goods produced by luxury industries. With this phenomenon the rise of imported goods on luxury goods are being questioned in terms of their distribution and use of sales. Parallel Imports legality is open to argument where the authentic goods that are placed into market are distributed through an unauthorized reseller which may lead to problems for luxury industry in combating market competition and a loss of goodwill that may arise from unauthorized dealers marking up different prices and may erode the brand equity of the brand. Since the distribution of such goods are complicated due to different exhaustion of rights implemented by different countries and therefore in this thesis it will explore the protection on how the rulings of the European Court of Justice in comparison with the Indonesian enforcement may protect well-known trademark owners from parallel import activity that may infringe the trademark of brands."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audi Ivory Irawadi
"Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 2022 memberikan dukungan terhadap skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual khususnya bagi Pelaku Ekonomi Kreatif, yang menyumbang sekitar 7% perekonomian domestik Indonesia. Namun dalam praktiknya, skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual di Indonesia belum berhasil diterapkan, sebagaimana tercermin pada beberapa bank milik negara terbesar di Indonesia seperti Bank Mandiri dan Bank Negara Indonesia (BNI) yang belum menerapkan penggunaan hak kekayaan intelektual. kekayaan intelektual sebagai fidusia dalam pinjaman. Alasan kegagalan implementasi terkait dengan daya jual dan eksekusi hak kekayaan intelektual sebagai jaminan fidusia di mana tidak ada pasar sekunder. Saat ini juga belum ada lembaga penilai yang bekerja sama dengan beberapa bank tersebut. Risk Appetite masing-masing bank mungkin berbeda satu sama lain. Untuk menciptakan ekosistem yang lebih ideal bagi skema ini, penulis menawarkan rekomendasi kebijakan yang dapat diterapkan oleh pemerintah untuk memberikan insentif pada pembiayaan berbasis kekayaan intelektual. Beberapa rekomendasi tersebut antara lain Loan at Risk Coverage oleh pemerintah terhadap pinjaman berbasis kekayaan intelektual dan Lembaga Pendanaan Penjaminan Kredit. Rekomendasi ini juga terinspirasi dari kebijakan yang telah diterapkan di negara lain seperti Tiongkok, Jamaika, Turki, dan Singapura.

Government Regulation number 24 year 2022 provides support for the intellectual property-based financing scheme particularly for Creative Economy Actors, which makes up of roughly 7% of Indonesia’s domestic economy. However, in practice, the intellectual property-based financing scheme in Indonesia hasn’t been implemented successfully, as reflected in some if Indonesia’s biggest state-owned banks such as Mandiri Bank and Bank Negara Indonesia (BNI) which has not implemented the use of intellectual property as fiduciary in loans. Reasons of the unsuccessful implementations relate to the marketability and executability of intellectual property rights as a fiduciary where there are no secondary markets. There are also no appraising institutions that works together with some of these banks right now. The Risk Appetite of each banks may differ from one another. In order to create a more ideal ecosystem for this scheme, the author offers policy recommendations that could be implemented by the government to incentivize the intellectual property-based financing. Some of these recommendations includes Loan at Risk Coverage by the government towards intellectual property-based loans and Credit Guarantee Funding Institutions. These Recommendations are also inspired by policies that has been implemented in other states such as China, Jamaica, Turkey and Singapore."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Windiharto
"Pengaturan tentang merek di Indonesia telah mengalami empat kali perubahan dengan penggantian undang-undang, UU merek Kolonial tahun 1912, Undangundang nomor 21 tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan kemudian melakukan penyesuaian dengan perjanjian Internasioanal mengenai Aspek-aspek yang terkait dengan perdagangan dan Hak Kekayaan Intelektual (TRIPs)-GATT, Pemerintah melakukan pembaharuan dengan mengeluarkan UU nomor 14 tahun 1997 dan Undang Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek adalah merupakan UU Merek yang terakhir. Merek telah menjadi kepedulian Negaranegara di dunia. Perubahan yang dilakukan terhadap Undang-undang ini adalah sebagai kontribusi Indonesia di dalam pergaulan ekonomi Negara-negara di dunia dan karenanya Indonesia adalah Negara yang diperhitungkan dalam sistem tatananan perekonomian dunia. Sejak dilakukannya perubahan Undang-undang merek pada tahun 1997, sistem yang digunakan adalah sistem konstitutif, prinsip first to file ini diartikan bahwa perlindungan terhadap suatu merek dilakukan apabila merek tersebut sudah terdaftar dengan kata lain bahwa merek tidak terdaftar tidak mendapatkan perlindungan. Meski demikian, pada suatu kondisi dimana pemilik merek tidak terdaftar dapat membuktikan bahwa ia adalah pemilik merek, pihak pemilik merek tidak terdaftar dapat melakukan upaya upaya hukum yang memenuhi syarat formal untuk membuktikan bahwa yang bersangkutan adalah pemilik merek. Sebab dibatalkannya suatu merek adalah apabila dapat dibuktikan bahwapemilik merek terdaftar beritikad tidak baik dan hal-hal lain yang diatur oleh undang-undang. Suatu kondisi dimana para pihak yang bersengketa memiliki perbedaan dalam menafsirkan undang-undang maka dibutuhkan peran pengadilan dalam memutus suatu perkara yang berdasar pada sifat undang-undang itu sendiri, melindungi dan adil memperlakukan semua pihak.

The regulation of brand inIndonesia has been changedfour times through amendment of statutes. The regulation commenced with Act1912Colonialbrand, Act No.21of 1961on Corporate Brand and Brand of Commerce it was then adjusted to the International treaty on aspects related to trade and Intellectual Property Rights (TRIPs) - GATT. Indonesian Government had issued a renewal of the Act No.14 of 1997 and ActNo.15of 2001 regarding brand as the last Trademark Laws in Indonesia. Brand is a concern for countries in the world. Amendment of Brand Act is as an Indonesian contribution to economic relationships within countries in the world. Because of Indonesia‟s contribution, Indonesia matters a lot in the world economic order system. Indonesia Brand Laws using constitutive system started from 1997 amendment.The first to file principle is recognized a legal protection on a brand after registration, which means that an unregistered brand do not have legal protection. In spite of that in particular conditions that the owners of unregistered brand have evidences proving that they are the owner of the right of registered brand can take a legal action as formally required by the law to get their right.Indonesia Brand laws regulating file of brand cancellation in several chapters, cancellation of a registered brand if it‟s proven that owner of a registered brand have a bad faith in the process of registering of brand and other indicators of cancellation as regulated by the law. In regards of discrepancies of law interpretation in a dispute case, a court is required to intervene to give a fair conclusion as nature of law itself, giving protection and equal treatment before the law.All parties have equal legal standing before the law as adage.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafa Andien Hanifa
"Penetapan PP No. 24 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif memuat ketentuan mengenai skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual yang memberikan sarana baru bagi pelaku ekonomi kreatif untuk menjaminkan kekayaan intelektual serta mendapatkan pembiayaan. Akan tetapi, dalam UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis tidak diatur mengenai bentuk penjaminan merek. Namun, penetapan PP No. 20 Tahun 2022 masih sangat baru maka penulis mengkritisi dan menganalisis pengaturan terkait penjaminan merek sebagai objek jaminan utang untuk memperoleh pembiayaan dengan membandingkan pengaturan dan penerapannya di Amerika Serikat. Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis-normatif, dan menggunakan bahan-bahan kepustakaan seperti bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yaitu PP No. 24 Tahun 2022, UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, dan Article 9 Uniform Commercial code kemudian menganalisis kelebihan dan kekurangan serta memberikan rekomendasi terkait implementasi pengaturannya. Hasil dari penelitian oleh penulis adalah merek sebagai jaminan utang dapat dibebankan atas jaminan fidusia dan implementasi harus memerhatikan penilaian kekayaan intelektual sebagai jaminan.

The stipulation of PP No. 24 of 2022 concerning the Implementation Regulations of Law No. 24 of 2019 concerning the Creative Economy contains provisions regarding intellectual property-based financing schemes that provide new means for creative economy actors to pledge intellectual property and obtain financing. However, Law No. 20/2016 on Trademarks and Geographical Indications does not regulate the form of brand collateral. Nevertheless, the stipulation of Government Regulation No. 20 of 2022 is still very new, hence the author criticizes and analyzes the regulation related to brand collateral as an object of debt collateral to obtain financing by comparing the regulation and its application in the United States. The research method in writing this thesis is juridical-normative, and uses library materials such as primary, secondary, and tertiary legal materials, namely PP No. 24 of 2022, Law No. 42 of 1999 concerning Fiduciary Guarantees, and Article 9 of the Uniform Commercial code then analyzes the advantages and disadvantages and provides recommendations regarding the implementation of its arrangements. The result of the research by the author is that the trademark as debt collateral can be imposed on fiduciary guarantees and the implementation must pay attention to the valuation of intellectual property as collateral."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sinaga, Elkhatrin
"Segala harta yang diperoleh dalam ikatan perkawinan adalah harta bersama, sehingga untuk mengalihkan harta tersebut dibutuhkan persetujuan suami dan istri. akan tetapi pada studi kasus ini peralihan hak milik atas tanah harta bersama dijual secara sepihak oleh suami di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sebagai Pejabat yang ditunjuk untuk membuat akta, Pejabat Pembuat Akta Tanah harus cermat dan teliti memperhatikan syarat-syarat materil sah nya jual beli tanah agar di kemudian hari tidak menimbulkan sengketa. Sebagai pembeli yang melakukan jual-beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah, dan tidaklah mengetahui adanya cacad pada tanah saat membelinya patutlah dikatakan pembeli beritikad baik yang harus dilindungi. Namun dikemudian hari, setelah menguasai tanah selama kurang lebih 11 tahun, pembeli beritikad baik tersebut digugat, sehingga akta jual-beli yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah batal demi hukum oleh putusan hakim. Penulisan ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan bersifat evaluatif yang menitikberatkan pada penelitian kepustakaan. Peralihan hak milik atas tanah dengan jual beli atas tanah harta bersama dilakukan berdasarkan persetujuan kedua pihak, dan apabila melakukan perbuatan hukum sendiri, dibutuhkan persetujuan tertulis dari suami/isteri, maka Pejabat Pembuat Akta Tanah harus lebih memperhatikan kliennya dengan peranannya yang semakin aktif dan profesional dalam membuat akta jual beli tanah serta pembeli yang beritikad baik membeli tanah tidak mendapat kerugian. Sehingga Penulis berpendapat bahwa perlu adanya pengadilan khusus Agraria yang hanya memeriksa perkara tentang Agraria.

All the properties gained in marriage is a joint property, so transferring the property requires the consent of both husband and wife. However, in this case study the transfer of ownership of the joint property land is sold unilaterally by the husband in the presence of the Land Titles Registrar in accordance with the laws and regulations. As the official appointed to make the deed, the Land Titles Registrar must be careful and thoroughly observe the legal requirements of his sale and purchase of land so that in the future there will be no dispute. As a buyer who sells in front of the Land Titles Registrar, And not knowing the presence of defects in the land when buying it should be said to be a good faith buyer to be protected. But in the future, after controlling the land for about 11 years, the buyer who has good intentions were sued, so the deed of sale made by the Land Titles Registrar is made null and void by the judge 39 s verdict. The transfer of ownership of land joint property through sale and purchase is done based on the agreement of both parties, and if doing the legal act itself, the written approval of the spouse is required, so the Land Titles Registrar must pay more attention to his her clients with their increasingly active and professional role in making a deed of buying and selling land so a buyer with good faith will not suffered losses. So the authors argue that it needs a special Agrarian courts that only check the case of agrarian."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S68709
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Napitupulu, Jesica Maprilia Putri
"ABSTRAK
Indikasi geografis merupakan salah satu bagian dari rezim Hak Kekayaan Intelektual yang memiliki peranan penting bagi pelestarian produk khas yang berasal dari daerah tertentu di suatu negara. Namun, karena peraturan hukum mengenai indikasi geografis yang masih beragam di dunia, tidak semua jenis produk dapat dengan sah terdaftar sebagai indikasi geografis di beberapa negara di dunia. Salah satu jenis produk yang mengalami permasalahan akibat heterogenitas sistem hukum mengenai indikasi geografis ini adalah kerajinan tangan, misalnya Indikasi Geografis terkait produk kerajinan tangan tidak dapat didaftarkan di Uni Eropa. Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini dibuat agar mendapatkan kesimpulan tentang bagaimana penerapan sistem pendaftaran Indikasi Geografis untuk jenis produk kerajinan tangan, ditinjau dari unsur-unsur persyaratan pendaftarannya, baik dalam hukum positif Indonesia maupun dalam lingkup internasional. Skripsi ini merupakan penelitian hukum normatif yang mengkaji rumusan masalah dari sudut pandang perundang-undangan yang telah dan sedang berlaku saat penelitian dilaksanakan.

ABSTRACT
Geographical Indication is a part of Intellectual Property Rights that holds an important role in preserving indigenous products from a certain country in the world, or products originating in a certain area in a country. However, as the effect of different applied laws in many countries in the world, not all kinds of products can be registered lawfully as a geographical indication. One of the product type that has a problem from heterogenous geographical indication applied laws in the world is handicraft, for example Geographical Indications related to handicraft products cannot be registered in European Union. The issues that will be discussed in this study was made to obtain a conclusion about how implementation of geographical indication registration system for handicrafts products, both in Indonesian positive law and international scope. This thesis is a normative study that examines the formulation of the problem from applicable regulations rsquo point of view at the time of writing."
2017
S67550
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutejo
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S22066
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monika Kara
"Suatu tinjuan dalam praktek penyelesaian masalah Wewenang Pengadilan di Blangkejeren dan kasus Tanah Permata Hijau. Di dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 ( Undang-Undang Perkawinan). Salah satu konsekuensi yuridis setelah terjadiny aikatan perkawinan adalah timbulnya harta bersama, yakini harta yang diperoleh suami isteri selama berlangsungnya ikatan perkawinan. Pengaturan mengenai harta bersama ini ternyata sangat minim. Sehingga tida jarang menimbulkan kesalahpaham dikalangan masyarakat maupun para penegak hukum (hakim). Hal ini akan Nampak selaki dalam kasus-kasus perceraian, dimana peprsoalan hukum megenai harta bersama akan muncul di permukaan manakala diantara bekas suami isteri tersebut tidak tercapai kesepakatan mengenai pembagiannya, atau adanya kepentingan pihak ketiga yang melekat pada harta bersama tersebut. Penyelesaian terhadap sengketa ini menjadi lebih rumit lagi karena Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 (pasal 37) sendir kurang jelas mengaturnya, karena memungkinkan pihak-pihak yang bersengketa menggunakan dalil-dalil hukum di luar Undang-Undang perkawinan sebagai dasar pembenar atas tindakan hukum yang dilakukannya. Sehingga para hakim yang menyelesaikan sengketa banyak yang terjadi dalam kekeliruan, karena kaedah hukum yang ditetapkannya tida sesuai dengan jiwa yang dikandung oleh Undang-Undang perkawinan. Dalam hubungan inilah, penulis skripsi menggunakan dua buah contoh kasus di atas sebagai bahan analisa untuk menemukan sejumlah asperk yuridis didalam harta bersama, yang dirasakan bermanfaat bagi kepentingan akademis maupun praktis."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
S20333
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>