Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 143145 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Audi Ivory Irawadi
"Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 2022 memberikan dukungan terhadap skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual khususnya bagi Pelaku Ekonomi Kreatif, yang menyumbang sekitar 7% perekonomian domestik Indonesia. Namun dalam praktiknya, skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual di Indonesia belum berhasil diterapkan, sebagaimana tercermin pada beberapa bank milik negara terbesar di Indonesia seperti Bank Mandiri dan Bank Negara Indonesia (BNI) yang belum menerapkan penggunaan hak kekayaan intelektual. kekayaan intelektual sebagai fidusia dalam pinjaman. Alasan kegagalan implementasi terkait dengan daya jual dan eksekusi hak kekayaan intelektual sebagai jaminan fidusia di mana tidak ada pasar sekunder. Saat ini juga belum ada lembaga penilai yang bekerja sama dengan beberapa bank tersebut. Risk Appetite masing-masing bank mungkin berbeda satu sama lain. Untuk menciptakan ekosistem yang lebih ideal bagi skema ini, penulis menawarkan rekomendasi kebijakan yang dapat diterapkan oleh pemerintah untuk memberikan insentif pada pembiayaan berbasis kekayaan intelektual. Beberapa rekomendasi tersebut antara lain Loan at Risk Coverage oleh pemerintah terhadap pinjaman berbasis kekayaan intelektual dan Lembaga Pendanaan Penjaminan Kredit. Rekomendasi ini juga terinspirasi dari kebijakan yang telah diterapkan di negara lain seperti Tiongkok, Jamaika, Turki, dan Singapura.

Government Regulation number 24 year 2022 provides support for the intellectual property-based financing scheme particularly for Creative Economy Actors, which makes up of roughly 7% of Indonesia’s domestic economy. However, in practice, the intellectual property-based financing scheme in Indonesia hasn’t been implemented successfully, as reflected in some if Indonesia’s biggest state-owned banks such as Mandiri Bank and Bank Negara Indonesia (BNI) which has not implemented the use of intellectual property as fiduciary in loans. Reasons of the unsuccessful implementations relate to the marketability and executability of intellectual property rights as a fiduciary where there are no secondary markets. There are also no appraising institutions that works together with some of these banks right now. The Risk Appetite of each banks may differ from one another. In order to create a more ideal ecosystem for this scheme, the author offers policy recommendations that could be implemented by the government to incentivize the intellectual property-based financing. Some of these recommendations includes Loan at Risk Coverage by the government towards intellectual property-based loans and Credit Guarantee Funding Institutions. These Recommendations are also inspired by policies that has been implemented in other states such as China, Jamaica, Turkey and Singapore."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devinka Myrella Lukito
"Persoalan merek dagang atau segala bentuk hak kekayaan intelektual selalu ada dalam Industri Mewah karena adanya permintaan konsumen terhadap tren yang menggeser perilaku konsumen terhadap barang-barang yang diproduksi oleh industri mewah. Dengan fenomena ini munculnya barang-barang impor pada barang-barang mewah dipertanyakan dalam hal distribusi dan penggunaan penjualannya. Legalitas Impor Paralel dapat diperdebatkan dimana barang asli yang dipasarkan didistribusikan melalui pengecer tidak resmi yang dapat menimbulkan masalah bagi industri barang mewah dalam melawan persaingan pasar dan hilangnya itikad baik yang mungkin timbul dari pedagang tidak sah yang menaikkan harga dan harga yang berbeda. dapat mengikis ekuitas merek dari merek tersebut. Karena distribusi barang-barang tersebut rumit karena adanya perbedaan hak yang diterapkan oleh negara-negara yang berbeda, maka dalam tesis ini akan mengeksplorasi perlindungan tentang bagaimana putusan Pengadilan Eropa dibandingkan dengan penegakan hukum di Indonesia dapat melindungi merek dagang terkenal. pemilik dari aktivitas impor paralel yang dapat melanggar merek dagang merek.

The issue of trademark or any sorts of intellectual property rights is always existing within the Luxury Industry due to the fact of consumer’s demand of on-going trends that shifts consumer’s behavior towards goods produced by luxury industries. With this phenomenon the rise of imported goods on luxury goods are being questioned in terms of their distribution and use of sales. Parallel Imports legality is open to argument where the authentic goods that are placed into market are distributed through an unauthorized reseller which may lead to problems for luxury industry in combating market competition and a loss of goodwill that may arise from unauthorized dealers marking up different prices and may erode the brand equity of the brand. Since the distribution of such goods are complicated due to different exhaustion of rights implemented by different countries and therefore in this thesis it will explore the protection on how the rulings of the European Court of Justice in comparison with the Indonesian enforcement may protect well-known trademark owners from parallel import activity that may infringe the trademark of brands."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Sinar Grafika, 2006
346.048 UND
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Kehakiman RI, 1998
R 346.048 IND b
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Shafa Andien Hanifa
"Penetapan PP No. 24 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif memuat ketentuan mengenai skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual yang memberikan sarana baru bagi pelaku ekonomi kreatif untuk menjaminkan kekayaan intelektual serta mendapatkan pembiayaan. Akan tetapi, dalam UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis tidak diatur mengenai bentuk penjaminan merek. Namun, penetapan PP No. 20 Tahun 2022 masih sangat baru maka penulis mengkritisi dan menganalisis pengaturan terkait penjaminan merek sebagai objek jaminan utang untuk memperoleh pembiayaan dengan membandingkan pengaturan dan penerapannya di Amerika Serikat. Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis-normatif, dan menggunakan bahan-bahan kepustakaan seperti bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yaitu PP No. 24 Tahun 2022, UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, dan Article 9 Uniform Commercial code kemudian menganalisis kelebihan dan kekurangan serta memberikan rekomendasi terkait implementasi pengaturannya. Hasil dari penelitian oleh penulis adalah merek sebagai jaminan utang dapat dibebankan atas jaminan fidusia dan implementasi harus memerhatikan penilaian kekayaan intelektual sebagai jaminan.

The stipulation of PP No. 24 of 2022 concerning the Implementation Regulations of Law No. 24 of 2019 concerning the Creative Economy contains provisions regarding intellectual property-based financing schemes that provide new means for creative economy actors to pledge intellectual property and obtain financing. However, Law No. 20/2016 on Trademarks and Geographical Indications does not regulate the form of brand collateral. Nevertheless, the stipulation of Government Regulation No. 20 of 2022 is still very new, hence the author criticizes and analyzes the regulation related to brand collateral as an object of debt collateral to obtain financing by comparing the regulation and its application in the United States. The research method in writing this thesis is juridical-normative, and uses library materials such as primary, secondary, and tertiary legal materials, namely PP No. 24 of 2022, Law No. 42 of 1999 concerning Fiduciary Guarantees, and Article 9 of the Uniform Commercial code then analyzes the advantages and disadvantages and provides recommendations regarding the implementation of its arrangements. The result of the research by the author is that the trademark as debt collateral can be imposed on fiduciary guarantees and the implementation must pay attention to the valuation of intellectual property as collateral."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manogihon, Benedictus Hananta
"Banyaknya kasus pengambilan paksa kendaraan bermotor milik debitor yang menjadi objek fidusia oleh kreditor berdasarkan ketentuan Pasal 15 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia dan perbuatan dari kreditor tersebut bertentangan dengan konstitusi sehingga ketentuan tersebut membuat pihak debitor merasa dirugikan. Seharusnya Debitor mengajukan permohonan eksekusi terhadap objek jaminan fidusia terlebih dahulu kepada pengadilan negeri. Metode Penelitian dalam Penulisan ini berbentuk doktriner, yaitu suatu Penelitian yang bekerja untuk menemukan jawaban-jawaban yang benar dengan pembuktian kebenaran yang dicari. Isi Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor 10/Pdt.G.S./2021/PN.Jkt.Tim telah merugikan Debitor. Kreditor merampas 1 (satu) unit kendaraan bermotor roda empat milik Debitor. Penarikan kendaraan tersebut telah melanggar ketentuan penarikan kendaraan yang dibeli secara kredit yang termuat dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan yang Melakukan Pembiayaan Konsumen untuk Kendaraan Bermotor dengan Pembebanan Jaminan Fidusia.

There are many cases of forced taking of motor vehicles belonging to debtors which are fiduciary objects by creditors based on the provisions of Article 15 paragraphs (2) and (3) of Law Number 42 of 1999 concerning Fiduciary and the creditors' actions are contrary to the constitution so that these provisions make the debtor feel disadvantaged. The debtor should submit a request for execution of the object of the fiduciary guarantee first to the district court. This research method in writing is in the form of doctrinaire, namely research that works to find the correct answers by proving the truth sought. The contents of the East Jakarta District Court Decision Number 10/Pdt.G.S/2021/PN.Jkt.Tim have harmed the Debtor. The Creditor confiscated 1 (one) four-wheeled motorized vehicle belonging to the Debtor. The withdrawal of the vehicle violates the provisions for withdrawing vehicles purchased on credit as contained in Minister of Finance Regulation Number 130/PMK.010/2012 concerning Registration of Fiduciary Guarantees for Finance Companies that Provide Consumer Financing for Motorized Vehicles with Fiduciary Guarantees."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chriswaty
"Lembaga Jaminan Fidusia adalah lembaga jaminan bagi benda bergerak yang telah lama dipergunakan dalam praktek karena adanya kebutuhan masyarakat. Mengingat hal ini maka pemerintah mengaturnya dalam hukum tertulis yaitu dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, agar adanya kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi setiap pihak baik pihak kreditor preferen maupun pihak debi tor. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah kedudukan kreditur preferen dalam hal debitur juga memiliki hutang pajak kepada negara. Penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Dan metode Penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan. UU Nomor 42 Tahun 1999 ini memberikan kedudukan yang kuat bagi pihak kreditor agar kreditor merasa aman dan tidak cemas dalam memberikan pinjaman modalnya kepada pihak debitor. Misalnya dapat dilihat dari kedudukan kreditur preferen yang didahulukan dalam pemenuhan pelunasan hutangnya daripada kreditur-kreditur yang lain. Dan kedudukan kreditur dalam hal eksekusi dipermudah dengan adanya titel eksekutorial sehingga dapat langsung melaksanakan eksekusi melalui pelelangan umum tanpa melalui pengadilan atau melalui lembaga parate eksekusi atau dapat juga melalui penjualan di bawah tangan dimana dalam menjual barang eksekusi seperti ia menjual benda miliknya sendiri. Walaupun kedudukan kreditur. cukup dilindungi oleh UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan Fidusia, tetapi kreditur harus tetap berhati-hati dalam memberikan pinjaman modalnya agar ia mendapatkan kepastian dalam -pengembalian hutangnya. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah apakah debitur mempunyai hutang pajak kepada negara atau tidak, karena apabila ia mempunyai hutang pajak maka kedudukan seorang kreditur preferen pada perjanjian fidusia dapat dikalahkan. Karena itu, dalam memberikan pinjaman modalnya kreditur preferen harus memperhatikan apakah debitur sudah memenuhi kewajibannya dalam membayar pajak. Dan perlunya pemerintah menyederhanakan proses penagihan hutang pajak agar dalam prakteknya pemerintah dapat menagih pelunasan hutang pajak dengan cepat dan benar-benar dapat didahulukan daripada kreditur lain yang timbul dari hubungan perdata."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S21057
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aliya Ilysia Irfana Ampri
"Sebagai suatu negara yang kaya akan warisan budaya, Indonesia kerap mengembangkan ekonomi kreatif guna mendorong perkembangan usaha mikro, kecil, dan menengah yang secara bersamaan dapat memberikan kontribusi terharap perekonomian. Pada tahun 2019, subsektor ekonomi kreatif tersendiri telah menyumbang Rp1.153,4 Triliun atau 7.3% terhadap total PDB nasional. Melihat potensi para pelaku ekonomi kreatif, pemerintah memperkenalkan skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual yang salah satunya adalah jaminan fidusia atas kekayaan intelektual melalui Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2022 yang merupakan peraturan turunan dari Undang-Undang No. 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif. Meskipun jaminan fidusia atas kekayaan intelektual telah sebelumnya diatur melalui Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 tentang Paten dan Undang-Undang No. 28 Tahun 2016 tentang Hak Cipta, hingga saat ini, belum terdapat penerapan atas konsep tersebut di Indonesia. Sedangkan, beberapa negara yang terkenal akan infrastruktur kekayaan intelektual yang dimilikinya sudah banyak menerapkan jaminan fidusia atas kekayaan intelektual, seperti Inggris dan Singapura. Maka dari itu, penelitian ini membandingkan pengaturan serta penerapan jaminan fidusia atas kekayaan intelektual di Indonesia, Inggris, dan Singapura guna memberikan rekomendasi agar jaminan fidusia atas KI dapat diterapkan secara masif dan menguntungkan para pelaku ekonomi kreatif di Indonesia. Skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan tipologi deskriptif analitis sebagai metode penelitian. Pada Skripsi ini, terdapat penemuan yang dapat dimanfaatkan guna mengoptimalkan penerapan dari jaminan fidusia berbasis kekayaan intelektual yakni diperlukannya langkah bagi Otoritas Jasa Keuangan untuk menggerakkan perbankan dalam penerapan dari skema ini, memastikan bahwa para penilai memiliki kapabilitas untuk menghitung valuasi atas kekayaan intelektual, dan diperlukannya pengaturan lebih lanjut mengenai mekanisme eksekusi jaminan fidusia atas kekayaan intelektual.

As a country rich in cultural heritage, Indonesia realizes the potential of its creative economy in developing micro, small, and medium enterprises as well as the nation’s economy. In 2019, the creative economy sub-sector alone contributed IDR 1,153.4 trillion or 7.3% of the total national GDP. Seeing the potential of creative economy actors, the Indonesian government introduced “intellectual property-based financing schemes”, which consists of fiduciary guarantees for intellectual property as regulated through Government Regulation no. 24 of 2022, a derivative regulation from Law No. 24 of 2019 concerning the Creative Economy. Although fiduciary guarantees for intellectual property have previously been regulated through Law no. 13 of 2016 concerning Patents and Law No. 28 of 2016 concerning Copyright, until now, there has been no implementation of this concept in Indonesia. Meanwhile, several countries that are known for their intellectual property infrastructure have implemented fiduciary guarantees for intellectual property, such as the United Kingdom and Singapore. Therefore, this study compares the regulation and implementation of fiduciary guarantees for intellectual property in Indonesia, the United Kingdom, and Singapore to provide recommendations for Indonesia so that fiduciary guarantees for intellectual property can be implemented massively and benefit creative economy actors. This thesis uses a normative juridical approach with an analytical descriptive typology as a research method. In this thesis, there are findings that can be used to optimize the application of intellectual property-based fiduciary guarantees, namely the need for steps for the Financial Services Authority to mobilize banks in the implementation of this scheme, ensuring that appraisers have the capability to calculate valuations on intellectual property, and the need for more regulation further regarding the mechanism of execution of fiduciary guarantees on intellectual property assets."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>