Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 149304 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Theresia Chandrakirana Pramadyastari Kusumomaharani
"Penilitian ini menganalisis mengenai implikasi hukum Perjanjian Pemanfaatan Tanah Hak Pengelolaan di KPBPB Batam, serta keberlakuan Sertipikat Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Pengelolaan. Dikaitkan dengan kewenangan pemegang Hak Pengelolaan (BP Batam) dalam pembatalan perjanjian terkait. Metode penelitian yang digunakan berupa penelitian doktrinal dengan yang dianalisis secara kualitatif. Didukung dengan data primer yang dihasilkan dari wawancara serta data sekunder lainnya. Ditemukan permalasahan hukum dalam Putusan PTUN Tanjung Pinang Nomor: 9/G/2020/PTUN.TPI jo. Putusan PT TUN Medan Nomor: 52/B/2021/PT.TUN-MDN seperti status tanah yang diperjanjikan antara BP Batam (Pemegang Hak Pengelolaan) dan PT ECD (penerima alokasi lahan) belum bersertipikat Hak Pengelolaan. Dasar pertimbangan hukum Hakim tingkat I (PTUN Tanjung Pinang) dan Hakim tingkat banding (PT TUN Medan) juga berbeda terkait aspek prosedural penerbitan Surat Keputusan Pembatalan Perjanjian oleh BP Batam (objek sengketa). Perjanjian pemanfaatan tanah seharusnya wajib dibuat atas tanah yang sudah bersertipikat Hak Pengelolaan sehingga dasar pemberian hak atas tanah di atas Hak Pengelolaan menjadi jelas statusnya. Apabila dilakukan pemberian Hak Guna Bangunan di atas Hak Pengelolaan, harus didahului dengan perjanjian pemanfaatan tanah. Keberlakuan SHGB di atas Hak Pengelolaan sangat bergantung pada pelaksanaan hak dan kewajiban perjanjian pemanfaatan tanahnya, yang lahir dari ketentuan peraturan perundang-undangan.

This research analyzes the legal implications of the Management Rights Land Use Agreement at KPBPB Batam, includes the application of Building Use Rights Certificate on Management Rights land. Linked to the authority of the Management Rights holder (BP Batam) to terminate related agreements. The research method used is doctrinal research with qualitative analysis. Supported by primary data resulting from interviews and other secondary data. It was found that there were legal problems on Tanjung Pinang State Administration Verdict Number: 9/G/2020/PTUN.TPI jo. Medan State Administration High Court Verdict Number: 52/B/2021/PT.TUN-MDN such as the status of the land agreed between BP Batam (Holder of Management Rights) and PT ECD (recipient of land allocation) has not been certified with Management Rights. The legal considerations of the first level judge (PTUN Tanjung Pinang) and the appellate level judge (PT TUN Medan) are also different regarding the procedural aspects of the issuance of a Decree on Cancellation of the Land Use Agreement by BP Batam (the object of the dispute). Land use agreements should be made on land that has been certified as Management Rights. Therefore, the basis for granting land rights over Management Rights becomes clear. If a Building Use Rights is granted over a Management Rights, it must be preceded by a land use agreement. The validity of the Building Use Rights Certificate over the Management Rights is very dependent on the implementation of the rights and obligations of the land use agreement, which arise from the provisions of statutory regulations."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stephanie Amanda Bintoro
"Pemberian Hak Pengelolaan pada hakekatnya memberikan kewenangan kepada pemegang hak nya untuk dapat mengusahakan tanah tersebut sesuai dengan kebutuhannya. Namun tujuan sebenarnya diberikannya Hak Pengelolaan tersebut sebenarnya merupakan sebuah usaha untuk menyediakan tanah-tanah tersebut untuk pihak-pihak yang membutuhkan. Oleh karena itu diatas tanah Hak Pengelolaan dapat diterbitkan hak-hak atas tanah yang lain yang sesuai dengan yang diatur oleh peraturan perundang undangan. Hak pengelolaan merupakan gempilan dari Hak Menguasai Negara yang termasuk ke dalam bidang hukum publik, namun pada prakteknya sifat dan hakekat dari Hak Pengelolaan mulai mengalami pergeseran dan masuk ke area hukum privat. Dalam kasus perpanjangan HGB No.26/Gelora dan HGB No.27/Gelora sebagaimana diputus dalam Putusan Peninjauan Kembali Nomor 276 PK/Pdt/2011, muncul Hak Pengelolaan diatas tanah yang telah dihaki oleh HGB tersebut terlebih dahulu yang menimbulkan permasalahan ketika HGB tersebut akan diperpanjang dan tidak diletakkan diatas HPL No.1/Gelora tersebut. Munculnya HPL bersyarat tidak pernah diatur dalam peraturan perundang undangan dan menimbulkan permasalahan hukum yaitu tidak adanya kepastian dan perlindungan hukum atas pemegang Hak Atas Tanah lainnya. Melalui penulisan hukum ini, Penulis berharap dapat memberikan sumbangsih dan solusi mengenai Hak Pengelolaan yang dalam praktek masih sering menimbulkan permasalahan yang tidak jarang berujung pada pengadilan.

Granting Rights Management is essentially gave his authority to the holder of the right to cultivate the land in accordance with their needs . But the real goal is actually rendered Rights Management is an attempt to provide the land for those who need . Therefore, the above ground can be issued for the Management of the rights of other land in accordance with the laws and regulations governed by . Rights management is a part of State Mastering of Rights which belong to the field of public law , but in practice the nature and essence of the Management started to experience a shift and get into the area of private law . In case of extension of the Building Right No.26/Gelora and No.27/Gelora as can be seen in the Judicial Review Decision No. 276 PK/Pdt/2011, appeared on the Management of land that has been occupied by Building Right advance that cause problems when these rights will extended and not placed on the HPL No.1/Gelora. The emergence of HPL conditional is never set in the laws and regulations and cause problems is the lack of legal certainty and legal protection of shareholders other Land Rights . Through this thesis, the author hopes to contribute and give some solutions regarding to the Rights Management which in practice still often creates problems and frequently lead to court cases."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T38924
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhea Rahmasari
"Lelang memiliki fungsi publik dimana pihak yang dinyatakan sebagai pemenang lelang akan memperoleh suatu kepastian hukum dari pejabat lelang dalam kepemilikan objek lelang. Namun dalam praktek dilapangan terdapat permasalahan seperti adanya gugatan terhadap objek lelang, adanya kekeliruan terhadap kantor lelang dalam pelaksanaan lelang dan keabsahan objek lelang itu sendiri. Permasalahannya adalah bagaimana objek lelang tanah HGB di atas HPL, bagaimana perlindungan terhadap pemenang lelang terkait pencabutan ijin pemanfaatan tanah asset pemerintah, dan bagaimana hasil putusan PTUN No.11/G/2009/PTUN.Dps menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hasil analisis penulis adalah objek lelang HGB No.80/Desa Kesiman Petilan di atas HPL No.2/Desa Kesiman Petilan tidak mendapat ijin tertulis dari pemegang Hak Pengelolaan untuk menjaminkan HGB kepada pihak ketiga sehingga PPAT sebaiknya menolak pembuatan APHT karena tidak memenuhi data yuridis.
Mengenai perlindungan hukum terhadap pemenang lelang karena pencabutan ijin tersebut tidak diikuti permohonan pembatalan Hak Pengelolaan. Maka Hak Pengelolaan masih tetap ada, sehingga pemenang lelang masih dapat menggunakan dan memanfaatkan tanah tersebut sesuai jangka waktu HGB tersebut masih berlaku. Hasil Putusan PTUN No.11/G/2009/PTUN.Dps telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Auctions have a public function where the parties declared the winner of the auction will receive an official legal certainty of the auction in the auction object ownership. However, in practice there are problems as the object of a lawsuit
against the auction, the fallacy of the auction office in the auction and the object the validity of the auction itself. The problem is how the object auction HGB land above HPL , how protection against the winner of the auction of land use rights related to revocation of government assets, and how the results of the administrative court decision No.11 / G / 2009 / PTUN.Dps according to the legislation in force. Results of the analysis is the author objects HGB auction No.80 / Desa Kesiman Petilan above HPL No.2 / Desa Kesiman Petilan not received written permission from the holder of management rights to ensure HGB
to third parties so that PPAT should reject the manufacture APHT because it does not meet the juridical data. Regarding legal protection against the winner of the auction for the license revocation request is not followed by the cancellation of Right Management. Then the management right is still there, so the winner of the
auction can still use and utilize the land in accordance HGB period is still valid. Results of the State Administrative Court's Decision No.11 / G / 2009 / PTUN.Dps in accordance with the legislation in force."
2015
T43904
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Arfian
"Penelitian ini membahas mengenai Hak Pengelolaan yang melekat di seluruh wilayah Pulau Batam yang penguasaannya dikelola oleh BP Batam. Faktanya tanah adat kampung tua berdiri di atas Hak Pengelolaan, sedangkan masyarakat adatnya sudah lama mendiami wilayahnya bahkan turun temurun.  Dengan memberikan status hak milik terhadap tanah adat tersebut merupakan bentuk perlindungan dengan diakuinya keberadaan masyarakat adat di kawasan kampung tua tersebut. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai masalah yang melatarbelakangi terkait pemberian status hak atas tanah dan peran notaris dalam pemberian status hak atas tanah di wilayah adat kampung tua serta perlindungan hukumnya. Untuk menjawab permasalahan  tersebut, penelitian ini menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan metode analisis secara deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah Terdapat benturan kewenangan antara BP Batam dengan Pemerintah Kota Batam dalam hal pemanfaatan dan penataan tanah adat kampung tua, BP Batam menganggap wilayah kampung tua merupakan bagian dari Hak Pengelolaan, dan Pemerintah Kota Batam menganggap wilayah kampung tua merupakan tanah adat karena masyarakat adatnya sudah terlebih dahulu menduduki wilayahnya sebelum timbulnya Hak Pengelolaan sehingga membuat permasalahan pemberian kepastian hukum status hak atas tanah di kampung tua menjadi berlarut-larut. Kemudian bentuk perlindungan hukumnya yaitu pemberian sertifikat hak milik secara massal secara bertahap dimulai pada titik wilayah dengan kategori clean and clear, Clean yaitu pemukiman dengan penataan rapi, tidak terdapat hutan lindung dan tidak terdapat pihak ketiga pemegang PL. Clear yaitu titik wilayah adat tersebut seluruh masyarakatnya sudah membayar Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) dengan tidak terjadi tunggakan serta sengketa. 

This study discusses the Management Rights inherent in the whole area of Batam Island whose control is managed by BP Batam. The fact is that the customary land of the Kampung Tua stands on Management Rights, while the indigenous people have long inhabited their territory and even hereditary. By giving the status of ownership rights to the customary land is a form of protection with the recognition of the existence of indigenous peoples in the Kampung Tua area. The issues raised in this study are the underlying issues related to the granting of the status of land rights and the role of the notary in granting the status of land rights in the traditional territory of the Kampung Tua and its legal protection. To answer these problems, this study uses normative juridical research forms, using descriptive analysis method of analysis with a qualitative approach. The results of this study are that there is a conflict of authority between BP Batam and the Batam City Government in terms of the utilization and arrangement of the old village's customary land, BP Batam considers the Kampung Tua area to be part of the Management Right, and the Batam City Government considers the Kampung Tua area to be customary land because the community the custom had already occupied its territory before the emergence of Management Rights, making the problem of granting legal certainty to the status of land rights in old villages became protracted. Then the form of legal protection is in the form of granting certificates of ownership in stages gradually starting at the point of the area with the category of clean and clear, Clean is settlement with neat arrangement, there is no protected forest and there is no third party PL holders. Clear that is the point of the customary area, all the people have paid the Authority's Annual Obligation (UWTO) with no arrears and disputes."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lavani Tiani
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menganalisis status tanah Hak Guna Bangunan 364/Sungai Beduk dalam Putusan Tata Usaha Negara Tanjung Pinang Nomor 10/G/2016/PTUN.TPI, dimana adanya ketidakjelasan atas status tanah dimana PT. Dewa Dewi Abadi yang mendapatkan Alokasi lahan tetapi tidak dapat untuk mengurus sertipikat tanah dikarenakan masih terdaftar atas nama PT. BUNGA SETANGKAI. Oleh karena itu, analisis ini diharapkan dapat menelaah bagaimana pelaksanaan putusan terhadap tanah dan mengkaji juga bagaimana implikasi putusan hakim tersebut terhadap status hak atas tanah tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif. Berdasarkan hasil penelitian, pertama terdapat permasalahan yang ditemui yaitu mengenai pendaftaran hak atas tanah oleh PT. Dewa Dewi Abadi tidak dapat diproses pendaftarannya dikarenakan tanah tersebut masih terdaftar atas nama PT. Bunga Setangkai. Disisi lain terdapat permasalahan terhadap objek tanah tersebut yaitu tindakan dari PT. Bunga Setangkai yang menjaminkan tanah tersebut dengan Hak Tanggungan tidak dapat melakukan pembayaran terhadap hutang tersebut yang menyebabkan tanah tersebut akan dilelang oleh Ketuan PUPN. Terhadap Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Tanjung Pinang Nomor 10/G/2016/PTUN.TPI memberikan implikasi terhadap objek tanah tersebut yang mana dalam putusannya disebutkan mencabut Hak Tanggungan atas tanah tersebut.

ABSTRACT
The purpose of this research is to analyze the status of Hak Guna Bangunan 364 Sungai Beduk in State Administration Verdict of Tanjung Pinang Number 10 G 2016 PTUN.TPI, where there is uncertainty about land status where PT. Dewa Dewi Abadi who get the Land Allocation but can rsquo t registrate the land certificate because it is still registered on behalf of PT. Bunga Setangkai. Therefore, this analysis is expected to examine how the implementation of the verdict on the land and examine also how the implications of the judge 39 s decision on the status of the land rights. The research method used in this research is the normative juridical method. Based on the results of research, first there are problems encountered which is the registration problems because the land is still registered on behalf of PT. Bunga Setangkai. On the other hand there are another problems to the object of the land from the action of PT. Bunga Setangkai pledging the land with Hak Tanggungan can rsquo t make any payment to the debt which causes the land to be auctioned by Head of PUPN. To the Decision of the State Administrative Court of Tanjung Pinang Number 10 G 2016 PTUN.TPI implies the object of the land which in its decision mentioned revokes the Hak Tanggungan on the land. "
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T50292
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wina Pridilla
"ABSTRAK
PT Rungkut Megah Sentosa mengadakan kerjasama pemanfaatan swasta yang
merupakan kerjasama pengelolaan barang milik daerah dengan Pemerintah Kota Surabaya atas tanah yang menjadi asetnya tersebut dalam bentuk Hak Guna Bangunan (HGB) di atas Hak Pengelolaan (HPL). Permasalahan terjadi ketika PT Rungkut Megah Sentosa memperpanjang HGB di atas HPL tersebut sedangkan Kementerian Dalam Negeri melarang perpanjangan tersebut karena tidak sesuai dengan kerjasama pemanfaatan swasta dimana kerjasama tersebut tidak dapat diperpanjang jika melihat bahwa tanah tersebut merupakan tanah aset daerah. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yang bersifat yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini dilakukan karena digunakan penelitian kepustakaan yang menghasilkan data yang bersifat deskriptif analitis, sehingga menghasilkan gambaran secara umum mengenai materi yang menjadi pembahasan dalam penelitian ini. Menjawab permasalahan tersebut pengaturan pertanahan mengenai perpanjangan HGB di atas HPL tetap merujuk pada UUPA dan PP No. 40 Tahun 1996, meskipun tanah tersebut aset daerah yang pengaturannya diatur oleh UU No. 1 Tahun 2004 dan PP No. 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Sedangkan kedudukan kemendagri hanyalah sebatas pembinaan dan pengawasan serta pengendalian barang milik daerah jika antara kerjasama dengan pihak ketiga tersebut memiliki indikasi menimbulkan kerugian daerah.

ABSTRACT
PT Rungkut Megah Sentosa has made a private utilization cooperation agreement, pertaining to cooperation on sectoral asset management with Surabaya Government City over its land, in the form of The Right To Build on the Management Rights Over Land. Problem has been arised when PT Rungkut
Megah Sentosa had intended to extend of the right to build on the management rights over land, but the Ministry of Internal Affair issued a letter of warning about that extension because it did not comply with the agreement which was prohibit the extension because the land was an asset of Surabaya City Government. The methode of this thesis was normative juridical with qualitative approach which produce an analitical descriptive which obtain general description about the responses of the problem. The answers was using the regulation of land law, on the subject of the extension of the right to build on the management rights over land and government regulation number 40 of 1996, although the asset of government was using constitution of local asset management and government regulation number 27 of 2014. Meanwhile the ministry of internal affair can only developed, supervised, and controlled the local asset to prevent the loss of the region's asset."
2016
T46137
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahrul Fauzi
"Tulisan ini menganalisis kesesuaian kebijakan pemberian, perpanjangan, dan pembaruan hak atas tanah di atas tanah hak pengelolaan Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2023 terhadap Undang-Undang Pokok Agraria sekaligus menelaah prospek investasi dengan adanya kebijakan tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan metode doktrinal untuk mencari taraf sinkronisasi hukum. Otorita Ibu Kota Nusantara diberikan hak pengelolaan dalam pelaksanaan pembangunan Ibu Kota Nusantara. Hasil penelitian ini menemukan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2023 diterbitkan untuk memberikan kemudahan berusaha dan investasi di Ibu Kota Nusantara, salah satunya adalah mekanisme pemberian tanah. Adanya kebijakan pemberian tanah melalui suatu siklus dengan jangka waktu yang panjang secara sekaligus tidak sesuai dan tidak sinkron dengan Undang-Undang Pokok Agraria yang menghendaki pemberian tanah melalui tahapan tanpa sekaligus. Kebijakan tersebut juga cenderung pengulangan penerapan ketentuan pemberian tanah yang pernah diatur dalam Undang-Undang Penanaman Modal yang mana telah inkonstitusional berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi. Asas penting dalam investasi adalah kepastian hukum. Proyeksi pembangunan Ibu Kota Nusantara yang direncanakan mayoritas melalui permodalan kerjasama pemerintah badan usaha dan swasta membutuhkan pijakan hukum yang kuat. Dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2023 yang muncul dengan ketentuan yang tidak sinkron dengan hukum tanah nasional justru menimbulkan ketidakpastian hukum. Ditambah dengan stabilitas politik yang rentan menuju kontestasi pemilihan presiden. Kepastian hukum dan stabilitas politik merupakan hal yang perlu diberikan pemangku kebijakan untuk merealisasi anggaran besar non-APBN sehingga dapat menghindari risiko proyek Ibu Kota Nusantara tidak berjalan atau mangkrak.

This research analyzes the compatibility of the policies regarding the granting, extension, and updating of land rights above the land management rights of the Nusantara Capital Authority as regulated in Government Regulation Number 12 of 2023 concerning the Basic Agrarian Law, while also examining the investment prospects with the existence of these policies. The research is conducted using a doctrinal method to seek the level of legal synchronization. The Nusantara Capital Authority is granted management rights in the implementation of the development of the Nusantara Capital. The findings of this research reveal that Government Regulation Number 12 of 2023 is issued to facilitate business and investment in the Nusantara Capital, one of which is the land granting mechanism. The policy of granting land through a long-term cycle all at once is found to be inconsistent and unsynchronized with the Basic Agrarian Law, which requires land granting through phased stages rather than all at once. This policy also tends to repeat the application of land granting provisions that were previously regulated in the Investment Law, which was deemed unconstitutional by the Constitutional Court decision. An essential principle in investment is legal certainty. The development projection of the Nusantara Capital, mostly planned through government-business and private sector cooperation, requires a strong legal foundation. The issuance of Government Regulation Number 12 of 2023, which emerges with provisions that are not synchronized with national land laws, creates legal uncertainty rather than providing legal certainty. This, coupled with political instability heading towards presidential election contests, poses a risk to the Nusantara Capital project, potentially causing it to stall or fail. Legal certainty and political stability are crucial elements that policymakers need to provide to realize a large non-state budget allocation, thereby avoiding the risk of the Nusantara Capital project not progressing as planned."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahrul Fauzi
"Para pemegang sertipikat hak guna bangunan atas hak pengelolaan milik PT. KBN (Persero) mengajukan gugatan ke pengadilan tata usaha negara. Objek sengketa berupa surat keputusan direksi tentang tarif perpanjangan hak dan sikap diam terhadap permohonan rekomendasi perpanjangan hak yang telah diajukan. Putusan No. 171 PK/TUN/2016 yang berkekuatan hukum tetap memenangkan pihak KBN tetapi perlindungan hukum tetap harus diberikan para pemegang hak guna bangunan atas hak pengelolaan. Pokok permasalahan yang dibahas adalah mengenai implementasi pemberian dan perpanjangan hak guna bangunan serta perlindungan hukum bagi pemegang sertipikat hak guna bangunan dalam Putusan No. 171 PK/TUN/2016. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan memanfaatkan data sekunder untuk membahas pokok permasalahan dari sudut pandang hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi pemberian hak guna bangunan yang dilakukan KBN pada tahun 1988 hingga 1990 telah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977. Sedangkan, implementasi perpanjangan hak guna bangunan yang sebagian besar berakhir pada 2013 hingga 2014 menghadapi problematika yang berujung penyelesaian di pengadilan. Pengenaan tarif pemanfaatan tanah oleh KBN merupakan salah satu kewenangan yang dimiliki oleh pemegang hak pengelolaan. Oleh karena itu, pemegang sertipikat hak guna bangunan tetap harus membayar tarif yang disyaratkan untuk dapat memperpanjang haknya. Namun perlindungan hukum terhadap pemegang hak guna bangunan tetap harus diberikan berupa perlindungan terhadap hak prioritas perpanjangan hak dan perlindungan hukum terhadap operasional bisnis, bangunan, serta benda milik pemegang hak guna bangunan. Beberapa perjanjian penggunaan tanah industri terdahulu telah menjanjikan hak prioritas perpanjangan hak guna bangunan sehingga KBN terikat untuk memenuhi hak itu apabila pemegang hak guna bangunan yang telah memenuhi persyaratan. Tidak diperpanjangnya hak guna bangunan juga dapat berimbas pada terhambatnya operasional bisnis, resiko kehilangan bangunan, dan bertambahnya pengeluaran bagi pemegang hak guna bangunan. Sehingga diperlukan perlindungan hukum dan mekanisme penyelesaian yang dapat meringankan beban kerugian pemegang hak guna bangunan. Selain itu, kekosongan hukum yang terjadi pasca dicabutnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 juga kurang memberikan jaminan kepastian hukum bagi pemegang hak guna bangunan di atas tanah hak pengelolaan.

The holders of the certificate of right to build on the right of management belonging to PT KBN (Persero) filed a lawsuit to the state administrative court. There are two objects of dispute, namely director letters concerning the cost of extending the right and silence/rejection on the application for a recommendation for the extension of the right that has been submitted. Supreme Court Decision No. 171 PK/TUN/2016, which has been inkracht won KBN, must still give legal protection to the holders of the right to build on the right of management. The main issues discussed are the implementation of the granting and extension of the right to build and the legal protection for the holders of the certificate of the right to build in the Supreme Court Decision No. 171 PK/TUN/2016. The research method used is normative legal research by utilizing secondary data to discuss the subject matter from the applicable laws and regulations. This study indicates that the implementation of the granting of the right to build carried out by KBN from 1988 to 1990 was following the applicable legislation, namely the Minister of Home Affairs Regulation No. 1 of 1977. Meanwhile, the implementation of the extension of right to build, which mostly ended in 2013 to 2014, faced problems that led to a settlement in court. The imposition of fees for land use by KBN is one of the powers possessed by the holder of the right of management. Therefore, the holders of the certificate of right to build still has to pay the required fee to extend their right. However, it must still give legal protection for the holders of the right to build in the form of protection of the priority right of the extension of the right and legal protection of business operations, buildings, and objects belonging to the holders of the right to build. Several previous industrial land use agreements have promised priority rights to extend the right to build so that KBN is bound to fulfill these rights if the holders of the right to build have fulfilled the requirements. The non-extension of the right to build can also impact the delay of business operations, the risk of losing the building, and increasing expenses for the holders of the right to build. So that legal protection and settlement mechanisms are needed can ease the burden of losses for the holders of the right to build. In addition, the legal vacuum that occurred after the revocation of the Minister of Home Affairs Regulation Number 1 of 1977 also did not guarantee legal certainty for holders of the right to build on the right of management."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Belinda Tanto
"Pemerintah Kabupaten Serang memberikan Hak Guna Bangunan diatas tanah Negara kepada PT. Genta Kumala selaku developer untuk membangun pusat pembelanjaan modern yang terdiri dari sebuah mall dan beberapa ruko di Kota Cilegon. PT. Genta Kumala menjual ruko kepada masyarakat dengan status Hak Guna Bangunan untuk tiap unit ruko. Jangka waktu Hak Guna Bangunan diberikan selama 20 tahun, dan hak tersebut berakhir pada tahun 2012. Permasalah timbul ketika masyarakat melakukan permohonan perpanjangan jangka waktu Hak Guna Bangunan kepada BPN Cilegon. Permohonan tersebut ditolak oleh BPN Cilegon dengan alasan ruko tersebut berada diatas tanah Hak Pengelolaan atas nama Pemerintah Kabupaten Serang.
Pokok permasalahan yang hendak diangkat, yaitu bagaimanakah status Hak Pengelolaan yang diberikan diatas tanah Hak Guna Bangunan yang berada di kawasan Gedung Matahari Lama dan bagaimanakah kepastian hukum bagi pemegang Hak Guna Bangunan akibat diterbitkannya Hak Pengelolaan diatas tanah Hak Guna Bangunan tersebut. Menurut peraturan yang berlaku, Hak Pengelolaan yang diberikan diatas tanah Hak Guna Bangunan adalah tidak sah, sehingga ketentuan-ketentuan mengenai Hak Pengelolaan tidak dapat diaplikasikan dalam kasus ini. Hak Guna Bangunan ruko berada diatas tanah Negara, karenanya persetujuan pemegang Hak Pengelolaan bukan merupakan syarat permohonan perpanjangan jangka waktu hak.

Serang District's Government give Rights of Building over state land to PT. Genta Kumala as the developer to build a modern shopping center consisting of a mall and shophouse in the city of Cilegon. PT. Genta Kumala sell shophouse to the public with Rights of Building for each unit. Duration of Rights of Building granted for 20 years, and the rights expire in 2012. Problems comes when people make application for extension of their Rights of Building. The petition was rejected by the National Land Agency because the shophouse is located on Management Rights of Serang District?s Government.
The issue of this thesis are status of Management Rights which granted on the Rights of Building in Building of Matahari Lama Cilegon and legal certainty for Rights of Building holders due to the issuance of Management Rights over Rights of Building. According to legal regulations, Management Rights given over Rights of Building is invalid, so that the provisions regarding the Management Rights can not be applied in this case. Rights of Building's shophouse given over state land, hence the approval of the holders of Management Rights is not a requirement for extension of the term of right.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T42905
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hamonangan, Yoshua
"Dalam pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 diamanatkan bahwa: pemerintah menyelenggarakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kewenangan tersebut diberikan kepada Badan Pertanahan Nasional sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian. Meskipun pendaftaran tanah bertujuan
untuk mewujudkan kepastian hukum, namun permasalahan muncul di pendaftaran tanah khususnya dalam kegiatan pemeliharaan data yaitu pemblokiran. Blok diatur dalam Peraturan Menteri ATR/Ka. BPN No. 13 Tahun 2017. Ditemukan masalah dimana ada pendaftaran blok yang sudah melewati jangka waktu sebagaimana ditentukan, baik diblokir oleh perorangan/badan hukum atau diblokir oleh penegak hukum. masalah selanjutnya adalah tentang tidak adanya notifikasi bagi pemegang sertifikat hak atas tanah dalam hal sertifikatnya terkena dampak; block record atau ketika block record terhadap sertifikat mereka telah dihapus. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif dimana penelitian ini melihat norma hukum tertulis, yaitu peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. Data itu yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder ditambah wawancara dengan pemangku kepentingan untuk meningkatkan pemahaman. Bahwa telah terjadi ketidakpastian hukum bagi pemegang sertipikat benda yang diblokir dalam hal jangka waktu pemblokiran tidak mematuhi peraturan terkait dan tidak adanya pemberitahuan bagi mereka yang dipengaruhi oleh blok. Ada solusi agar pemegang sertifikat objek terblokir mengetahui kapan sertifikat yang bersangkutan telah diblokir atau telah terjadi pembukaan blokir.
Perlu ada ketegasan dari pihak pelaksana dalam menjalankan regulasi terkait penggunaan blokir
memberikan kepastian hukum plus sosialisasi aplikasi sentuh tanah saya untuk memudahkan pemegang sertifikat hak atas tanah untuk menemukan informasi yang relevan
sertifikat hak atas tanah.

In article 19 paragraph (1) of Law Number 5 Year 1960, it is mandated that the government shall register land in the entire territory of the Republic of Indonesia. This authority is given to the National Land Agency. Although land registration aims to embody legal certainty, problems arise, especially in data maintenance activities, namely Certificate Freezing. Freeze is regulated in Minister of Agrarian Affairs and Spatial Planning/ Head of National Land Agency Regulation No. 13 Year 2017. Problems were found where there were Freeze record that exceeded the time period as determined. The next problem is the absence of notification for holders of land rights certificates in the event that their certificate has frozen or their frozen certificate has unfrozen. This research is a juridical-normative research in which this study looks at written legal norm, and related regulations. The data used in this study is secondary data plus interviews with related parties. Legal uncertainty arises for holders of certificates in the event that the period of freeze does not meet the regulations and the absence of notification for those affected. There is a solution so the holder of the certificate knows when the certificate has frozen or has unfrozen. The executor needs to be firm in implementing the regulations related to freeze to provide legal certainty plus the socialization of the application “Sentuh Tanahku” to make it easier for holders of land rights certificates to know information related to their certificate of land rights."
Depok: fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>