Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 174896 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Harris Dwinanda
"Tulisan ini menganalisis mengenai perkembangan pengaturan tindak lanjut pengawasan dan penanganan Bank dalam Resolusi pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) serta bagaimana perkembangan ini mempengaruhi pengambilan keputusan penyelamatan BPR sebagai Bank dalam Resolusi oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Tulisan ini disusun menggunakan metode doktrinal. Berlakunya UU PPSK mengubah status pengawasan dan tindak lanjut pengawasan Bank oleh LPS dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Salah satu implikasi berlakunya UU PPSK terhadap penanganan Bank dalam Resolusi adalah dengan memperluas peran LPS sebagai pengurang risiko (risk minimizer) krisis Perbankan yang memungkinkan LPS menerapkan metode keterlibatan dini Bank dalam Resolusi. LPS kini dapat menentukan berbagai metode termasuk penjajakan kepada investor untuk memperbaiki kondisi finansial Bank sebelum menentukan opsi resolusi yang diatur dalam Undang-Undang. Hal ini memungkinkan LPS untuk menerapkan konversi pinjaman pemegang saham menjadi modal inti tambahan sebagai bentuk penyehatan kembali Bank sebagaimana diterapkan pada kasus BPR X.

This paper analyzes the development of supervision and banks in resolutions management after the enactment of Law Number 4 of 2023 concerning the Development and Strengthening of the Financial Sector (UU PPSK) and how these developments influence decision making to save BPRs as banks in resolutions by the Deposit Insurance Authority (LPS). This paper was written using doctrinal research method. The enactment of the PPSK Law changes the status of supervision and follow-up to bank supervision by LPS and the Financial Services Authority (OJK). One of the implications of the enactment of the PPSK Law on Banks in Resolution management is the expansion of LPS’ role as a risk minimizer for banking crises, which allows LPS to implement methods of early involvement in Banks in Resolution. LPS can now determine various methods including seeking investors to aid a Bank’s financial condition before determining the resolution options regulated in the Law. This allows LPS to implement the conversion of shareholder loans into additional core capital as a form of bank restructuring as applied in the case of BPR X."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Cintya Theresia A. M.
"Tesis ini membahas program penjaminan polis asuransi berdasarkan peraturan perundang-undangan perasuransian dan Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (“UU P2SK”) yang telah memberikan fungsi baru untuk melakukan penjaminan polis nasabah asuransi, yang harus dilaksanakan oleh Lembaga Penjamin Simpanan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak diundangkan. Permasalahan yang dibahas dalam Tesis ini adalah bagaimana pengaturan program penjaminan polis asuransi dalam peraturan perundang-undangan perasuransian dan UU P2SK serta bagaimana kesiapan Lembaga Penjamin Simpanan untuk melaksanakan fungsi program penjaminan polis asuransi. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif dengan bahan hukum primer dan sekunder, dengan teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan wawancara dengan analisis data secara kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa sebelum diterbitkannya UU P2SK, pengaturan terkait program penjaminan polis hanya diatur secara singkat berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian dalam Pasal 53 ayat (1) sampai ayat (4), namun semenjak diundangkannya UU P2SK, pengaturan program penjaminan polis menjadi semakin lengkap. Kesimpulan lain adalah Lembaga Penjamin Simpanan telah melaksanakan persiapan program penjaminan polis yaitu menyusun roadmap yang memuat hal-hal yang harus dilaksanakan dengan target pelaksanaan dibagi per-tahun; melakukan beanchmark atau studi banding ke negara- negara lain yang telah memiliki lembaga penjamin polisnya sendiri; merancang RPP Program Penjaminan Polis, RPLPS tentang Pelaporan Perusahaan Asuransi, RPLPS tentang Penjaminan Polis Asuransi, dan RPLPS tentang Likuidasi Perusahaan Asuransi untuk selanjutnya akan diterbitkan di awal tahun 2024; melakukan pembentukan grup untuk menangani pelaksanaan program penjaminan polis; melakukan penyesuaian susunan dewan komisioner; dan melakukan program rekrutmen pegawai yang terdiri atas penerimaan lulusan baru dan penerimaan pegawai yang telah memiliki pengalaman kerja minimal 5 (lima) tahun. Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah agar partisipasi dari ahli-ahli di bidang perasuransian dapat ditingkatkan dalam internal Lembaga Penjamin Simpanan melalui pelaksanaan rekrutmen terbuka agar pelaksanaan program penjaminan polis ditangani oleh individu-individu yang berpengetahuan baik di bidang perasuransian. Saran lainnya yakni agar persiapan yang dilaksanakan oleh Lembaga Penjamin Simpanan diawasi dengan baik oleh Otoritas Jasa Keuangan selaku lembaga yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengawasan terhadap lembaga- lembaga keuangan termasuk perasuransian.

This thesis discusses the insurance policy guarantee program based on insurance laws and regulations and Law no. 4 of 2023 concerning the Development and Strengthening of the Financial Sector ("P2SK Law") which has provided a new function for underwriting insurance customer policies, which must be implemented by the Deposit Insurance Corporation within a period of 5 (five) years from its promulgation. The problems discussed in this thesis are how the insurance policy guarantee program is regulated in insurance laws and regulations and the P2SK Law and how prepared the Deposit Insurance Agency is to carry out the function of the insurance policy guarantee program as regulated in the P2SK Law. The research method used is juridical-normative using primary and secondary legal materials, with data collection techniques through literature study and interviews with qualitative data analysis. Based on the research results, it was concluded that before the issuance of the P2SK Law, regulations related to policy guarantee programs were only briefly regulated based on Law no. 40 of 2014 concerning Insurance in Article 53 paragraph (1) to paragraph (4), but since the promulgation of the P2SK Law, the regulation of policy guarantee programs has become more complete. Another conclusion is that the Deposit Insurance Corporation has carried out preparations for a policy guarantee program, namely preparing a roadmap containing things that must be implemented with implementation targets divided per year; carry out benchmarking or comparative studies to other countries that have their own policy insurance institutions; draft RPP Policy Guarantee Program, RPLPS concerning Insurance Company Reporting, RPLPS concerning Insurance Policy Guarantee, and RPLPS concerning Liquidation of Insurance Companies to be subsequently issued in early 2024; establishing a group to handle the implementation of the policy guarantee program; make adjustments to the composition of the board of commissioners; and carrying out an employee recruitment program consisting of accepting new graduates and recruiting employees who have a minimum of 5 (five) years of work experience. Suggestions that can be given in this research are that the participation of experts in the insurance sector can be increased internally at the Deposit Insurance Agency through open recruitment so that the implementation of the policy guarantee program is handled by individuals who have good knowledge in the insurance sector. Another suggestion is that the preparations carried out by the Deposit Insurance Agency be properly supervised by the Financial Services Authority as an institution that has functions, duties and supervisory authority over financial institutions including insurance."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ikmal Fayreza
"Kegiatan pembangunan dan aktivitas tambang memiliki efek positif terhadap perekonomian, namun kegiatan tersebut berdampak negatif terhadap lingkungan hidup. Meskipun kegiatan usaha bank tidak secara langsung berdampak negatif terhadap lingkungan, penyaluran kredit kepada bank terhadap proyek maupun kegiatan usaha tersebut berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan. Untuk meminimalkan kerusakan lingkungan yang terjadi akibat aktivitas tersebut, pemerintah menginisiasikan keuangan berkelanjutan yang salah satunya wajib dijalankan oleh bank dalam penyaluran kredit. Untuk mendukung aktivitas keuangan berkelanjutan di Indonesia, Pemerintah Indonesia menerbitkan peraturan perundang-undangan yang ditujukan kepada bank untuk menerapkan keuangan berkelanjutan dalam penyaluran kredit. Muatan terkait penyaluran kredit dengan memerhatikan keuangan berkelanjutan terdapat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan terakhir diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Sebagai salah satu bank terbesar di Indonesia, PT Bank X (Persero) Tbk. (Bank X) sudah menerapkan keuangan berkelanjutan dalam penyaluran kredit. Salah satu aktivitas penyaluran kredit dengan memerhatikan keuangan berkelanjutan yang dilakukan oleh Bank X adalah menyalurkan kredit terhadap sektor yang berkelanjutan. Dalam penulisannya, skripsi ini menggunakan metode penelitian doktrinal yang berfokus terhadap penerapan prinsip dan norma dalam hukum positif. Skripsi ini akan membahas terkait pengaturan penyaluran kredit bank dengan memerhatikan keuangan berkelanjutan di Indonesia dan kebijakan penyaluran kredit berdasarkan keuangan berkelanjutan pada Bank X setelah UU P2SK. Kesimpulan dari skripsi ini adalah Pemerintah Indonesia sudah menerbitkan berbagai peraturan perundang-undangan yang memuat unsur keuangan berkelanjutan dalam penyaluran kredit. Kemudian, terdapat kebijakan Bank X yang selaras dengan penyaluran kredit dengan memerhatikan keuangan berkelanjutan yang terdapat  dalam UU P2SK.

Development activities and mining operations had a positive impact on the economy, however, both activities had a negative impact on the environment. Even though banking activities didn’t directly cause a negative environmental impact, the credit loan to those projects made the bank contribute to the environmental damages. To minimize the environmental damage by credit loan activities, the government has initiated sustainable finance which is mandatory for banks on credit loan activities. To support sustainable activities in Indonesia, the Indonesian government has issued laws that are directed toward to financial services sector to implement sustainable finance in credit loans. The provisions related to credit distribution considering sustainable finance are stipulated in the Banking Law Number 7 of 1992 and recently enacted in Law Number 4 of 2023 concerning the Development and Strengthening of the Financial Sector (Law P2SK). As one of the largest banks in Indonesia, PT Bank X (Persero) Tbk. (Bank X) has already implemented sustainable finance in its credit loan activities. One of the activities carried out by Bank X in credit distribution with consideration for sustainable finance is providing credit to sustainable sectors. This thesis, therefore, employs the doctrinal research method, which focuses on applying principles and norms in positive law. The thesis discusses the regulation of bank credit distribution considering sustainable finance in Indonesia and the policies for providing credit based on sustainable finance at Bank X after the enactment of Law P2SK. The conclusion of this thesis is Indonesian government has issued various regulations that incorporate elements of sustainable finance in credit distribution. Furthermore, Bank X has policies that align with the provisions of sustainable finance in credit distribution under Law P2SK."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pangaribuan, Ribka Arthauli
"Pemerintah telah menerbitkan kebijakan untuk mereformasi sektor keuangan dengan menetapkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Pengembangan dan Penguatan di Sektor Keuangan. Undang-Undang ini mengubah sejumlah pasal dalam 17 (tujuh belas) perundang-undangan di sektor keuangan di antaranya adalah Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan Undang- Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan serta perundang-undangan lainnya. Dalam pasal 8B Undang-Undang PPSK menjadikan Otoritas Jasa Keuangan sebagai satu-satunya lembaga yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap Pelaku Usaha Jasa Keuangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pertimbangan pemerintah menambahkan kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam mengajukan permohonan pernyataan pailit dan pkpu dan pelaksanaan mekanisme penambahan kewenangan Otoritas Jasa Keuangan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan tipe penelitian yuridis normatif dan menggunakan deskriptif analitis. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa dalam kewenangan OJK untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit dan PKPU terhadap pelaku usaha jasa keuangan didasari atas urgensi untuk meningkatkan sektor keuangan yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang kuat, seimbang, stabil dan dapat dipercaya karena OJK yang mengetahui kondisi keuangan dan sektor keuangan secara keseluruhan. Hal ini juga untuk menjamin kepastian hukum serta keadilan bagi pelaku usaha jasa keuangan dan juga untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap pelaku usaha jasa keuangan. Otoritas Jasa Keuangan memiliki peran penting untuk mengeluarkan peraturan pelaksana sebagimana dengan pertambahan kewenangannya. Undang-Undang PPSK belum mencantumkan peraturan pelaksana sehingga Otoritas Jasa Keuangan dapat mengikuti ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang yang lebih tinggi yaitu dengan mengacu pada Undang-Undang OJK dan Undang-Undang Kepailitan dan PKPU.

The government has issued a policy to reform the financial sector by enacting Law Number 4 of 2023 concerning Development and Strengthening in the Financial Sector. This law amends a number of articles in 17 (seventeen) laws in the financial sector, including Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Postponement of Debt Payment Obligations and Law Number 21 of 2011 concerning the Financial Services Authority and other laws. Article 8B of the PPSK Law stipulates that the Financial Services Authority is the only institution that can apply for a declaration of bankruptcy against Financial Services Business Actors. The purpose of this study is to find out the government's considerations for adding the authority of the Financial Services Authority in submitting requests for bankruptcy and pkpu statements and the implementation of the mechanism for increasing the authority of the Financial Services Authority. The research method used is a qualitative research method with a normative juridical research type and uses analytical descriptive. The results of the research show that it is within the authority of the OJK to submit requests for bankruptcy and PKPU statements against financial service business actors based on the urgency to improve the financial sector which can support strong, balanced, stable and trustworthy economic growth because the OJK knows financial conditions and the financial sector as a whole. This is also to ensure legal certainty and justice for financial service business actors and also to increase public trust in financial service business actors. The Financial Services Authority has an important role to issue implementing regulations in line with the increase in its authority. The PPSK Law does not include implementing regulations so that the Financial Services Authority can follow the provisions in a higher Law, namely by referring to the OJK Law and the Bankruptcy Law and PKPU."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nico Noverian
"Otoritas Jasa Keuangan selaku lembaga pengawas sektor keuangan di Indonesia diberikan kewenangan untuk melakukan penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan bersama pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Namun, pada tanggal 12 Januari 2023 diterbitkan Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) yang menentukan bahwa penyidikan tindak pidana perbankan hanya dapat dilakukan oleh Penyidik OJK. Sementara itu, tidak lama dari penerbitan UU P2SK, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyidikan Sektor Jasa Keuangan (PP 5/2023) yang menentukan bahwa selain Penyidik OJK, terdapat Penyidik Kepolisian juga yang dapat melakukan penyidikan tindak pidana perbankan. Maka dari itu pada penelitian ini akan dibahas mengenai bagaimana pengaturan penyidikan tindak pidana perbankan di Indonesia setelah diterbitkannya UU P2SK serta bagaimana perbandingan ketentuan penyidikan tindak pidana perbankan serta wewenang penyidik lembaga pengawas jasa keuangan di Indonesia, Singapura, dan Thailand. Adapun dalam penelitian ini dilakukan penelitian dengan metode penelitian doktrinal yakni pengolahan serta pengujian substansi hukum dengan memakai doktrin-doktrin hukum dalam rangka menemukan, mengkonstruksi, atau merekonstruksi aturan atau prinsip. Lebih lanjut, proses analisis data dilakukan melalui suatu studi perbandingan (micro-comparison) yakni bentuk pendekatan yang digunakan terhadap suatu topik atau aspek tertentu, atau institusi hukum tertentu pada dua atau lebih sistem hukum yang dalam penelitian ini adalah negara Singapura dan Thailand. Dari penelitian ini ditemukan bahwa terdapat kontradiksi antara ketentuan PP 5/2023 dengan UU P2SK. Diketahui juga bahwa pada negara Singapura penyidikan tindak pidana perbankan diserahkan kepada lembaga kepolisian yaitu Commercial Affairs Department sedangkan pada negara Thailand, penyidikan tindak pidana perbankan dilakukan oleh pejabat Bank of Thailand atau pihak eksternal.

The Financial Services Authority (OJK) as the supervisory institution for the financial sector in Indonesia has the authority to conduct criminal investigations in the financial services sector together with the Indonesian National Police based on Law Number 21 of 2011 concerning the Financial Services Authority. However, on January 12, 2023 the Indonesian Parliament issued Law Number 4 of 2023 concerning the Development and Strengthening of the Financial Sector (P2SK Law) which stipulates that investigations of banking crimes can only be carried out by OJK investigators. Meanwhile, not long after the issuance of the P2SK Law, the government issued Government Regulation Number 5 of 2023 concerning Investigations of the Financial Services Sector (PP 5/2023) which stipulates that apart from OJK Investigators, there are also Police Investigators who can conduct banking criminal investigations. Therefore, this research will discuss how is the regulation regarding investigation of banking crimes in Indonesia after the publication of the P2SK Law and how is the provisions comparison for investigating banking crimes and the authority of investigators from financial services supervisory institutions in Indonesia, Singapore and Thailand. As for this research, research was carried out using doctrinal research methods, namely processing and testing legal substances using legal doctrines in order to find, construct, or reconstruct rules or principles. Furthermore, the process of data analysis is carried out through a comparative study (micro-comparison), namely the form of approach used on a particular topic or aspect, or certain legal institutions in two or more legal systems, which in this study are Singapore and Thailand. From this research it was found that there is a contradiction between the provisions of PP 5/2023 and the P2SK Law. It is also known that in Singapore the investigation of banking crimes is handed over to the police agency, namely the Commercial Affairs Department. Meanwhile in Thailand, investigations into banking crimes are carried out by Bank of Thailand officials or external parties."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joshua Christian Mangiring Tua
"Bank Perkreditan Rakyat atau biasa disingkat dengan BPR didirikan untuk memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat kecil dan menengah melalui pertumbuhan ekonomi yang merata. Dinamika isu global dan domestik menyebabkan perubahan perilaku masyarakat terhadap produk dan jasa keuangan, serta persaingan antar lembaga jasa keuangan merupakan beberapa faktor yang perlu dihadapi. Peraturan yang mengatur BPR memberikan batasan pada kegiatan usaha mereka, sehingga banyak masyarakat yang memilih lembaga keuangan selain BPR untuk memenuhi kebutuhannya. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan BPR yang berkelanjutan, memastikan ketahanannya di era yang terus berkembang. Skripsi ini membahas bagaimana UU P2SK dan implikasinya kepada BPR memiliki dampak yang signifikan dalam perkembangan dan penguatan BPR itu sendiri. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bentuk penelitian doktrinal dengan pendekatan analitis. Data yang digunakan dalam penelitian ini di antaranya adalah data primer, sekunder, dan tersier. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa UU P2SK merupakan suatu peraturan yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan di mana BPR dapat berkembang dan beradaptasi dengan perubahan kebutuhan masyarakat. Penelitian ini mengeksplorasi dampak UU P2SK terhadap BPR dan menyoroti pentingnya pembaruan peraturan dalam mendorong pertumbuhan dan daya saing BPR dalam lanskap keuangan yang dinamis. Sebagai saran untuk memperkuat posisi dan meningkatkan kinerja, BPR disarankan untuk merampingkan bisnisnya melalui penggabungan dan peleburan. Selain itu, untuk memaksimalkan kegiatan usaha, disarankan untuk mengembangkan teknologi dan mengoptimalkan produk serta layanan BPR melalui kerja sama dengan perusahaan fintech.

Rural Banks or commonly abbreviated as BPRs were established to contribute to improving the welfare of small and medium-sized communities through equitable economic growth. The dynamics of global and domestic issues cause changes in people's behavior towards financial products and services, as well as competition between financial services institutions are some of the factors that need to be faced. Regulations governing BPRs place restrictions on their business activities, so many people choose financial institutions other than BPRs to fulfill their needs. The enactment of Law No. 4 of 2023 on Financial Sector Development and Strengthening (UU P2SK) facilitates the sustainable growth and development of BPRs, ensuring their resilience in an ever-evolving era. This thesis discusses how UU P2SK and its implications for BPRs have a significant impact on the development and strengthening of BPRs themselves. This research was conducted using a doctrinal research form with an analytical approach. The data used in this research include secondary data. In this study, it can be concluded that UU P2SK is a regulation that aims to create an environment where BPRs can develop and adapt to the changing needs of society. The research explores the impact of UU P2SK on BPRs and highlights the importance of regulatory updates in promoting the growth and competitiveness of BPRs in a dynamic financial landscape. As a suggestion to strengthen its position and improve performance, BPRs are advised to streamline its business through mergers and consolidations. In addition, to maximize business activities, it is suggested to develop technology and optimize BPR products and services through cooperation with fintech companies."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Athaya Zahira
"Special Purpose Vehicle atau entitas yang didirikan dengan tujuan khusus dianggap sebagai salah satu konsep yang biasa digunakan oleh para pelaku usaha di Indonesia. Sifat fleksibilitas dari konsep tersebut menyebabkan penggunaannya dapat ditemukan di berbagai sektor perekonomian. Meski demikian, hukum Indonesia masih belum memiliki pengaturan spesifik dan khusus terkait konsep Special Purpose Vehicle sehingga perkembangannya masih terbatas. Maka sebagai upaya untuk memberdayakan penggunaan Special Purpose Vehicle, pemerintah kemudian menyusun strategi Penguatan Skema Alternatif Penerapan Special Purpose Vehicle yang tertuang dalam Strategi Nasional Pengembangan dan Pendalaman Pasar Keuangan 2018-2024. Strategi tersebut diwujudkan oleh pemerintah dengan mengesahkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. Melalui penelitian yang menggunakan metode doktrinal dan bentuk penelitian deskriptif analitis dengan pendekatan kualitatif, Penulis berusaha untuk menganalisis strategi tersebut lebih mendalam. Dalam rangkaian strategi tersebut, pemerintah secara khusus hanya berfokus pada Special Purpose Vehicle dalam rangka penyelenggaraan sekuritisasi aset, dan bukan pada Special Purpose Vehicle dalam lingkup luas. Hal ini karena sekuritisasi aset merupakan salah satu sumber pembiayaan baru yang dianggap dapat meningkatkan kegiatan investasi untuk mendorong pertumbuhan perekonomian Indonesia. Melalui undang-undang tersebut, maka pemerintah kemudian memperkenalkan konsep baru, yakni Badan Pengelola Instrumen Keuangan yang merupakan salah satu bentuk dari Special Purpose Vehicle dalam rangka sekuritisasi aset di Indonesia. Pengenalan konsep Badan Pengelola Instrumen Keuangan diharapkan dapat meningkatkan penggunaan Special Purpose Vehicle untuk kegiatan sekuritisasi aset di Indonesia karena konsep ini dianggap memiliki karakteristik yang paling menyerupai bentuk murni dari suatu Special Purpose Vehicle.

Special Purpose Vehicles or entities established with a special purpose are considered as one of the concepts commonly used by business actors in Indonesia. The flexibility of the concept causes its use to be found in various economic sectors. However, Indonesian law still does not have a specific and special arrangement related to the Special Purpose Vehicle concept so that its development is still considered limited. Therefore as an effort to empower the use of Special Purpose Vehicles, the government developed a strategy called Strengthening Alternative Schemes for the Application of Special Purpose Vehicles as stated in the 2018- 2024 National Strategy for Financial Market Development and Strengthening. The strategy was then realized by the government by the passing of Law Number 4 of 2023 on Financial Sector Development and Strengthening. Through research that uses doctrinal methods and a form of analytical descriptive research with a qualitative approach, the Author seeks to analyze said strategy more thoroughly. In that series of strategies, the government chooses to specifically focus only on Special Purpose Vehicles in the context of asset securitization, and not on Special Purpose Vehicles in a broad scope. This is because asset securitization is known as one of the new sources of financing that is considered to increase investment activities that could boost Indonesia's economic growth. Through said provision, the government then introduced a new concept, which is called Badan Pengelola Instrumen Keuangan, which is a form of Special Purpose Vehicle in the context of asset securitization in Indonesia. The introduction of the Badan Pengelola Instrumen Keuangan concept is expected to increase the use of Special Purpose Vehicles for asset securitization activities in Indonesia due to its resemblance on the characteristics of the pure form of a Special Purpose Vehicle."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Whitney Louise Alianto
"Undang-undang Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Pengembangan Dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) menerbitkan ketentuan Pengelola Dana Perwalian (trustee) sebagai badan usaha khusus untuk melakukan kegiatan penitipan dan pengelolaan (trust) dan/atau sekuritisasi aset. Konsepsi trust berasal dari sistem common law sehingga tidak dapat serta merta diterapkan terhadap badan Pengelola Dana Perwalian (trustee). Melalui metode penelitian doktrinal dan metode perbandingan, penelitian ini membahas Pengelola Dana Perwalian sebagai trustee berdasarkan UU P2SK dan melakukan perbandingan konsep trust berdasarkan sistem common law dengan konsep trustee berdasarkan hukum di Indonesia. Hasil analisis penelitian ini menyatakan bahwa Indonesia belum memiliki peraturan perundang-undangan yang memadai terkait terkait Pengelola Dana Perwalian sebagai trustee dalam melakukan kegiatan usahanya dan masih belum dapat dikatakan komprehensif apabila dibandingkan dengan konsepsi trust berdasarkan sistem common law. Pemerintah Indonesia sebaiknya menerbitkan peraturan pelaksana dengan ketentuan yang lebih spesifik, agar menjamin efisiensi dan efektifitas dalam kegiatan Pengelola Dana Perwalian (trustee).

Law Number 4 of 2023 concerning the Development and Strengthening of the Financial Sector (P2SK Law) issues provisions regarding Pengelola Dana Perwalian (trustee) as a special business entity to carry out custody and management (trust) and/or asset securitization activities. The trust concept, rooted in the common law system, entails provisions and characteristics that are not readily applicable to Pengelola Dana Perwalian (trustees) within the Indonesian legal framework. Through doctrinal and comparative methods, this study scrutinizes the legal provisions pertaining to Pengelola Dana Perwalian (trustees) under UU P2SK, comparing the common law trust concept with the Indonesian legal construct of trustees. The analysis concludes that Indonesia does not yet have adequate legislation related to Pengelola Dana Perwalian as trustees in conducting their business activities and it falls short of comprehensiveness when compared to the common law trust concept. Thus, it is recommended that the Indonesian Government establish more detailed and specific implementing regulations to ensure the effective and efficient conduct of activities by Pengelola Dana Perwalian (trustee)."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heri Mulyanto
"ABSTRAK
Saat ini terdapat berbagai badan, lembaga atau otoritas tertentu yang menjalankan fungsi dan peran Pemerintah, diberikan kewenangan untuk mengatur kebijakan ketenagakerjaannya sendiri. Salah satunya adalah Lembaga Penjamin Simpanan yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Sesuai dengan Pasal 78 undang-undang dimaksud, Pimpinan LPS yakni Dewan Komisioner LPS berwenang menetapkan sistem kepegawaian LPS. Secara garis besar jenis status pegawai di Indonesia adalah pegawai negeri sipil yang tunduk pada undang-undang aparatur sipil negara dan pegawai swasta yang tunduk pada undang-undang ketenagakerjaan. Pegawai LPS bukan merupakan pegawai negeri sipil karena tidak memenuhi kriteria, namun tidak pula harus tunduk kepada undang-undang ketenagakerjaan. Tesis ini menggunakan metode penelitian normatif yang bersifat deskriptif dengan maksud untuk menguji hipotesa bahwa apakah sistem kepegawaian LPS sudah memenuhi aspek hukum ketenagakerjaan, Tesis ini menggunakan data yang bersifat sekunder dari bahan hukum yang sifatnya primer, sekunder dan tersier. Berdasarkan hasil kajian ditemukan bahwa sistem kepegawaian LPS secara mayoritas telah sesuai dengan kaidah hukum ketenagakerjaan, namun ada beberapa hal yang masih kurang selaras. Adapun penyebab ketidaksesuaian antara lain, yaitu: perbedaan persepsi atas kewenangan yang dimiliki, rendahnya peran pengawas, dan pemahaman hukum ketenagakerjaan.
ABSTRACT
Currently there are certain bodies, institutions or authorities that perform the functions and roles of the Government, are authorized to regulate their own employment policies. One of them is the Deposit Insurance Agency established under Act Number 24 of 2004 on the Indonesia Deposit Insurance Corporation. In accordance with Article 78 of the Act, LPS Leadership Board of Commissioners of LPS is authorized to establish LPS staffing system. Broadly speaking the type of employee status in Indonesia is a civil servant who is subject to the State Civilian Apparatus Act and private employees subject to the Employment Act. LPS employees are not civil servants because they do not meet the criteria, but they are not subject to the labor law. This thesis uses descriptive normative research method with the intention to test the hypothesis that whether LPS staffing system has fulfilled labor law aspect, this thesis uses secondary data from legal material which is primary, secondary and tertiary. Based on the results of the study it was found that the LPS staffing system by majority has been in accordance with labor law, but there are some things that are still less aligned. The causes of nonconformities are differences in perceptions of authority possessed, low role of supervisor and understanding of labor law"
2017
T47846
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elizabeth Sinta Martha Lovanya Sipayung
"Dalam situasi pandemi COVID-19 di Indonesia, terjadi penurunan aktivitas perekonomian di Indonesia. Kegiatan usaha yang semakin rendah berdampak pada keuangan negara yang memungkinkan untuk terjadinya krisis sistem keuangan. Dengan demikian, dibentuklah UU No. 2 Tahun 2020 tentang Perppu No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang (UU 2/2020) sebagai langkah luar biasa untuk menangani krisis sistem keuangan akibat COVID- 19, yang memuat kewenangan Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan, dan Otoritas Jasa Keuangan dalam rangka penyesuaian dengan kondisi COVID-19. Skripsi ini membahas bagaimana kewenangan Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan dan Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan UU 2/2020 dan implikasinya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan undang-undang. Penulis menggunakan bahan hukum primer, sekunder, maupun tersier, dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa kewenangan Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan dan Otoritas Jasa Keuangan dalam pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan diberikan sesuai dengan kedudukan tiap lembaga, dan UU 2/2020 mengakibatkan berbagai perubahan kewenangan. Saran yang diberikan adalah lembaga terkait perlu untuk memberikan rasionalisasi mengenai perubahan kewenangan tersebut, serta KSSK untuk menginformasikan indikator kesuksesan dalam pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan pandemi COVID-19.

In COVID-19 pandemic, economic activities in Indonesia has taken a downfall and can lead to a financial system crisis. Therefore, Law Number 2 of 2020 concerning Perppu Number 1 of 2020 on State Finance Policy and Financial System Stability for the Handling of Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) and/or in the Framework of Dealing with Threats Endangering National Economy and/or Financial System Stability (Law 2/2020) is ratified as an extraordinary step to handle the financial system crisis due to COVID-19, which includes the authority of Bank Indonesia, Indonesia Deposit Insurance Corporation and Financial Services Authority in order to adapt to the conditions of COVID-19. This paper discusses the authority of Bank Indonesia, Indonesia Deposit Insurance Corporation and Financial Services Authority according to Law 2/2020 and the implications. This research used normative legal research method with legislation approach. The author uses primary, secondary, and tertiary legal materials using a qualitative approach. From this research it can be concluded that the authority of Bank Indonesia, Indonesia Deposit Insurance Corporation and Financial Services Authority in preventing and handling financial system crisis is given according to their functions, and Law 2/2020 resulted in various changes in authority. The suggestions given are that related institutions need to provide a rationalization regarding the changes of authority, as well as KSSK needs to inform the indicators of success in preventing and handling financial system crisis due to COVID-19."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>