Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 65130 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Oscar Lienardo
"Film The Eight Hundred (2020) karya Guan Hu mengangkat kisah heroik Tentara Nasionalis Tiongkok dalam mempertahankan Gudang Sihang pada masa akhir Pertempuran Shanghai. Pertempuran ini menjadi simbol perjuangan dan keberanian Tentara Nasionalis Tiongkok dalam melawan agresi Jepang di Tiongkok. Film dengan tema yang sama pernah dirilis pada tahun 1976, disutradarai oleh Ding Shanxi. Berbeda dengan versi 1976 yang lebih menekankan narasi sejarah dan kisah kepemimpinan Kolonel Xie Jinyuan, versi 2020 ini lebih mengutamakan eksplorasi nilai-nilai patriotisme melalui tokoh pendukung, terutama melalui tokoh Duan Wu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana nilai patriotisme direpresentasikan dalam film The Eight Hundred, dengan fokus khusus pada transformasi penokohan tokoh Duan Wu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif-analisis. Penelitian ini mengidentifikasi bahwa melalui transformasi penokohan tokoh Duan Wu, film The Eight Hundred berhasil menggambarkan patriotisme sebagai nilai universal yang dapat diaktualisasikan oleh siapapun, tanpa memandang latar belakang sosial atau status. Penelitian ini mengungkapkan bahwa film The Eight Hundred tidak hanya menghadirkan kisah sejarah yang penuh dengan aksi heroik, tetapi juga menyampaikan pesan yang mendalam mengenai esensi patriotisme.

The film The Eight Hundred (2020) by Guan Hu depicts the heroic efforts of the Chinese Nationalist Army in defending the Sihang Warehouse during the final stages of the Battle of Shanghai. This battle became a symbol of the struggle and bravery of the Chinese Nationalist Army against Japanese aggression in China. A film with the same theme was previously released in 1976, directed by Ding Shanxi. Unlike the 1976 version, which focuses more on the historical narrative and the leadership of Colonel Xie Jinyuan, the 2020 version emphasizes the exploration of patriotic values through supporting characters, especially Duan Wu. This study aims to analyze how patriotism is represented in The Eight Hundred, with a special focus towards the character transformation of Duan Wu. The research method used in this study is a descriptive-analytical approach. The study identifies that through Duan Wu's character transformation, The Eight Hundred successfully portrays patriotism as a universal value that can be actualized by anyone, regardless of social background or status. This research reveals that The Eight Hundred not only presents a historical story filled with heroic actions but also conveys a profound message about the essence of patriotism."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Dwiki Armani
"Film dengan genre animasi memiliki daya tarik tersendiri. Film animasi dapat merepresentasikan unsur kebudayaan suatu bangsa dengan grafis yang beragam dan menarik. Salah satu film yang merepresentasikan budaya Cina antara lain adalah Film Turning Red '青春变形记' (Qīngchūn biànxíng jì) (2020). Representasi budaya Cina dalam film Turning Red menampilkan unsur-unsur ajaran Konfusianisme dalam hubungan keluarga. Konfusianisme merupakan salah satu unsur kebudayaan Cina yang berisi falsafah hidup bagi etnis Cina baik yang tinggal di daratan Cina, maupun di luar daratan Cina. Dalam Konfusianisme terdapat konsep harmonisasi sebagai unsur bijak manusia antara lain Ren 仁 (kemanusiaan), Yi 義 (kebajikan/keadilan), Li 礼 (etika), Zhi 知 (pengetahuan), Xin 信 (integritas), Zhong 忠 (kesetiaan), 孝 (Xiào) (bakti kepada orang tua). Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui bagaimana representasi Xiao pada film animasi berjudul Turning Red melalui penokohan Meilin Lee, Ming Lee, dan Wu. Melalui metode kualitatif, penelitian ini akan mengungkapkan bagaimana bentuk representasi konsep Xiao yang ditunjukan pada film Turning Red melalui adegan tokoh-tokoh pada film. Melalui pendekatan deskriptif, penelitian ini menemukan bahwa konsep Xiao merupakan faktor penting dalam membangun alur dan penokohan dalam film ini.

Films with the animation genre have their own charm. Animated films can represent elements of a nation's culture with diverse and attractive graphics. One of the films that represents Chinese culture is Turning Red '青春变形记' (Qīngchūn biànxíng jì) (2020).The representation of Chinese culture in the film Turning Red displays elements of Confucianism in family relationships. Confucianism is one of the elements of Chinese culture which contains a philosophy of life for ethnic Chinese both living in mainland China and outside mainland China. In Confucianism there is the concept of harmonization as a wise human element, including Ren 仁 (humanity), Yi 義 (virtue/justice), Li 礼 (ethics), Zhi 知 (knowledge), Xin 信 (integrity), Zhong 忠 (loyalty), 孝 (Xiào) (filial piety). This study intends to find out how Xiao is represented in the animated film Turning Red through the characterizations of Meilin Lee, Ming Lee, and Wu. Through qualitative methods, this study will reveal how the form of representation of Xiao's concept is shown in the film Turning Red through the scenes of the characters in the film. Through a descriptive approach, this research finds that Xiao's concept is an important factor in developing the plot and characterizations in this film."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Rahayu
"Skripsi ini membahas representasi perempuan Cina dalam film animasi
yang diproduksi oleh the Walt Disney Company (Disney) berjudul "Mulan". Film animasi Disney kerap diposisikan sebagai film anak-anak yang steril dari muatan ideologis sehingga masih sedikit kajian kritis yang menga alisa film animasi Disney. Salah satu sebabnya adalah politics of innocence yang selama ini dilakukan Disney sebagai tameng untuk menutupi 1 otif ekonomi dan ideologi dalam setiap produksinya.
Di tengah menghangatnya wacana publik mengenai feminisme dan
multiku ltu ra lisme di Amerika Serikat, Disney emproduksi film animasi tentang kepahlawanan seorang perempuan Cina berjudul "Mulan". 'fema yang diambil film animasi ini berbeda denga kecenderungan film animasi dengan tokoh perempuan yang diproduks' Disney sebelumnya, yang tiaak pernah keluar dari narasi dom in an tokoh perempuan yang berasal dari dongeng Eropa, yang berperan sebagai putri kerajaan yang lemah dan selalu membutuhkan bantuan pangeran pujaannya.
Disney merepresentasikan perempuan Cina dalam film animasi "Mulan"
sebagai perempuan yang tidak mengikuti narasi dominan yang berlaku di
masyarakatnya yang patriarkh. Mulan direpresentasikan sebagai perempuan prajurit meskipun hukum yang berlaku di masyarakatnya pada saat itu melarang perempuan untuk ikut berperang. Narasi yang dibangun Disney dalam film animasi ini pada akhirnya harus berkompromi dengan narasi film-film komersial
Disney pada umumnya. Mulan yang pada akhir cerita dianggap sebagai pahlawan, tidak bisa terlepas dari tuntutan masyarakat sekitar yang masih menganggap kesuksesan perempuan belum lengkap tanpa kehadiran laki-laki sebagai pasangan hidupnya. Pengakuan keragaman kultur (dalam hal ini kebudayaan Cina) dan prinsip feminisme yang membebaskan perempuan dari dominasi pemikiran masyarakat yang patriarkh dalam "Mulan" tidak pernah bisa lepas dari motif
komersial dan· ideologis Disney sebagai produsernya"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
S4057
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riesti Fadryona
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang bentuk pelaksanaan konsep bakti di Cina Xiao yang muncul dalam film Ju Dou dan keterkaitannya dengan kerumitan permasalahan rumah tangga di pedesaan yang menjadi konflik dalam film tersebut. Peran masing-masing anggota keluarga akan dianalisis dengan melihat bagaimana mereka melaksanakan Xiao sesuai dengan posisi mereka yang diatur oleh konsep Wu Lunn Lima Hubungan dalam filsafat Cina. Sumber data penelitian ini adalah film Ju Dou serta buku-buku kebudayaan Cina dan kajian apresiasi film.

ABSTRACT
This thesis discusses the implementation of Chinese concept of filial piety Xiao which appeared in the movie Ju Dou and its interrelatedness with complexity of a rural household family that serves as conflict of this movie. Each family members role will be analyzed as to how they practice Xiao according to their position in Wu Lun The Five Confucian Relationship in Chinese philosophy. The data source of this research is the film Ju Dou and books on Chinese culture and film appreciation studies."
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leona Dwi Untari
"Penelitian ini menggunakan film Mulan (1998) versi animasi dan Mulan (2020) versi live action sebagai korpus penelitian. Korpus tersebut memuat permasalahan gender androgini dengan narasi yang berbeda. Berbeda dari penelitian-penelitian terdahulu yang telah mengangkat permasalahan gender, penelitian ini berfokus pada isu androginitas (femininitas dan maskulinitas yang tinggi dalam satu individu) yang direpresentasikan melalui tokoh Mulan. Dengan menggunakan konsep Androgini Bem S.L (1974)., penelitian ini mencoba membongkar transformasi androginitas pada tokoh Mulan dalam kedua film tersebut dan refleksinya. Hasil analisis menemukan androginitas Mulan terbentuk karena adanya dukungan dari lingkungan sekitar, peran orang tua, dan keyakinan diri sendiri dalam menentukan identitas yang diinginkan. Transformasi tersebut dapat dimaknai dengan adanya upaya Disney (sebagai rumah produksi film bertema princess/putri) untuk melakukan koreksi terhadap cara pandangnya terhadap permasalahan gender.

This study uses the animated version of the Mulan (1998) film and the live action version of Mulan (2020) as the research corpus. The corpus contains androgynous gender issues formulated in different narratives. Different from previous studies that have raised gender issues, this research focuses on the issue of androgyny (high femininity and masculinity in one individual) which is represented through the character Mulan. By using the concept of Androgynous Bem S.L. (1974), this research tries to uncover the androgynous transformation of Mulan's character in the two films and her reflection. The analysis found that Mulan's androgyny was formed because of the support from the surrounding environment, the role of parents, and her self-confidence in determining the desired identity. This transformation can be interpreted by Disney's efforts (as a princess/princess-themed film production house) to make corrections to its perspective on gender issues.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hilmi Putra Abriniado
"Skripsi ini membahas mengenai implementasi Kebijakan Impor Film Asing Cina yang diatur dalam Film Industry Promotion Law sebagai upaya pemerintah Cina dalam mempertahankan ideologi sosialis dari invasi budaya dan ideologi Barat yang masuk melalui film Hollywood. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Dengan menggunakan teori Cultural Policy dan konsep Core Value System of Socialist, penelitian ini mencoba mengghubungkan penerapan Film Industry Promotion Law dengan upaya pemerintah Cina dalam mempertahankan ideologi sosialis. Berangkat dari asumsi bahwa terdapat keterkaitan antara Film Industry Promotion Law dengan upaya mempertahankan ideologi sosialis, penelitian ini juga menunjukan bahwa keberhasilan penerapan Film Industry Promotion Law berimplikasi dengan hilangnya budaya dan ideologi Barat yang terkandung dalam film Hollywood dan dominasi nilai-nilai sosialis dalam film-film yang beredar di Cina. Dengan begitu melalui kebijakan ini masyarakat Cina tidak terpapar dengan budaya dan ideologi Barat yang berpotensi menggeser budaya dan ideologi Cina.

This thesis discusses the implementation of the Chinese Foreign Film Import Policy that regulated in the Film Industry Promotion Law as an effort to defend the socialist ideology from the Western cultural and ideology invasion that entered through Hollywood movies. This study used qualitative research methods. Using the Cultural Policy theory and The Core Value system of Socialist concept, this research attempts to link the implementation of the Film Industry Promotion Law to the efforts of the Chinese government in maintaining socialist ideology. Based on the assumption that there is a connection between Film Industry Promotion Law and the effort to maintain socialist ideology, this study also shows that the successful implementation of Film Industry Promotion Law has implications for eliminate Western culture and ideology contained in Hollywood movies and the dominance of socialist values in movies circulating in China. In this way, through this policy, Chinese society not exposed to Western culture and ideology which has the potential to shift Chinese culture and ideology.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nia Nafisah
"Subjektivitas adalah konsep identitas diri yang berkaitan dengan cara pandang mengenai diri dan relasinya dengan struktur sosial tempatnya berada. Disertasi ini mengungkapkan ambivalensi subjektivitas tokoh anak dalam empat film anak –Laskar Pelangi, Serdadu Kumbang, Lima Elang, dan Langit Biru. Melalui pendekatan strukturalisme dan analisis sistem formal dari Bordwell dan Thompson (2008), ditemukan ambivalensi  struktur teks dan strategi naratif yang di satu sisi memosisikan tokoh anak sebagai subjek, tetapi di sisi lain dibatasi dengan kondisi tertentu, yaitu ketidakhadiran atau campur tangan tokoh dewasa, keberadaan di ruang terbuka, serta kehendak yang berorientasi kelompok. Analisis lebih jauh dengan menggunakan teori kuasa disiplin Foucault (1995) menemukan bahwa walaupun keterampilan literasi dapat menggeser dominasi kuasa dewasa dan negosiasi posisi dimungkinkan untuk sementara waktu, subjektivitas tokoh anak pada umumnya dikonstruksi melalui pendisiplinan dalam praktik sosial. Pendisiplinan ini melatih anak untuk selalu memperhatikan aspek budaya yang dianggap penting. Akibatnya, subjektivitas yang dikonstruksi ini mendorong tokoh anak untuk mematuhi aturan yang berlaku, mengedepankan kepentingan kelompok, dan menghindari perbedaan. Subjektivitas yang ambivalen ini mengisyaratkan film anak Indonesia memandang anak-anak sebagai manusia yang defisien atau kurang sempurna sebagai manusia sehingga harus dibimbing dan diberi pengarahan, tetapi kurang memperhatikan potensi emosi dan intelektual yang dimiliki anak-anak.

The notion of subjectivity is a concept of personal identity which deals with the self and its relations to the social structures. This dissertation reveals the ambivalent construction of child character subjectivity in four Indonesian children’s films: Laskar Pelangi, Serdadu Kumbang, Lima Elang, dan Langit Biru. Employing structuralism approach and system formal analysis form Bordwell and Thompson (2008), it is found that textual structure and narrative strategies are ambivalent because they position child characters as subjects, but only under certain conditions: the absence or without involvement of adult characters, in open space, and group-oriented. Further analysis using Foucault theory of power and governmentality (1995) found that although literacy is the child's potential skill to shift adult's dominant power and negotiating positions take place temporarily, the child character's subjectivity is generally constructed through discipline in social practices in order to train children to take cultural aspects deemed important into consideration. Consequently, the constructed subjectivity is submissive children who obey the expected norms, prioritize group's interests, and avoid differences. This ambivalent subjectivity suggests that Indonesian children's films view children as deficient and so in need of guidance and instruction despite their emotional and intellectual potentials."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
D2657
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hafizhah Indriyani Riyanto
"Asian Americans have been portrayed in a stereotypical light in numerous genres of Hollywood films including romantic comedy (romcom). Always Be My Maybe (2019) sheds a different light on Asian American representation in the romcom genre, which has been dominated by stories of white characters. Drawing on the specific trope in romcom namely the ‘slacker-striver romance’ and Asian American representation in films, this article argues that the slacker striver romance consequently affects Asian American representation in Always Be My Maybe (2019). Using the cinematic analysis method, this paper suggests that the film battles the model minority myth which expects Asian Americans to be successful, and it contests the lotus blossom stereotype which paints Asian American women as subservient. Furthermore, the evidence concludes that the film criticizes the slacker-striver romance’s usage of the woman as ‘tools’ to help the man grow up and emphasizes the importance of mutual support as well as understanding in a relationship. Therefore, Always Be My Maybe (2019) provides a distinct approach in representing Asian Americans and their journey in finding love with the light-hearted tone of a romantic comedy.

Orang-orang Asia Amerika telah direpresentasikan dengan stereotip dalam berbagai genre film Hollywood termasuk komedi romantis (romcom). Film Always Be My Maybe (2019) menyoroti representasi Asia Amerika dalam genre romcom, yang umumnya didominasi oleh cerita karakter kulit putih. Menggunakan salah satu trope dalam genre romcom yaitu ‘slacker-striver romance’ dan representasi Asian Amerika untuk menganalisis film Always Be My Maybe (2019), artikel ini berpendapat bahwa trope slacker-striver romance mempengaruhi representasi karakter Asia Amerika dalam film ini. Melalui metode analisis sinematik, kajian ini menunjukkan bahwa film tersebut menyanggah mitos model minoritas yang mengharapkan kesukseskan orang Asia Amerika serta menentang stereotip lotus blossom yang menggambarkan wanita Asia Amerika selalu tunduk. Lebih jauh, bukti yang dipresentasikan dalam studi ini menyimpulkan bahwa film ini mengkritik bagaimana trope slacker-striver romance menggunakan karakter-karakter wanita sebagai ‘alat’ untuk membantu karakter-karakter pria tumbuh dewasa dan menekankan pentingnya dukungan serta pengertian yang seimbang dalam satu hubungan. Oleh karena itu, film Always Be My Maybe (2019) mengajukan pendekatan tersendiri dalam merepresentasikan orang-orang Asia Amerika dan perjalanan cinta mereka dengan nuansa komedi romantis yang ringan. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Stam, Robert
New York: Blackwell, 2000
791.43 Sta f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Hanif Priyo Sambodo
"Rasisme merupakan sebuah bentuk penindasan di mana satu kelompok ras mendominasi yang lain. Di Indonesia rasisme bukanlah sebuah permasalahan baru. Rasisme sudah muncul semenjak kolonialisme Belanda di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan masih membekasnya peraturan-peraturan kewarganegaraan oleh pemerintah kolonialisme Belanda yang mengklasifikasi penduduk Hindia Belanda pada tahun 1854 berdasarkan ras. Rasisme ini terjadi dikarenakan Belanda menganggap ras kulit putih lebih tinggi dibandingkan ras pribumi. Berkaitan dengan isu rasisme yang sudah disebutkan di atas, pada tahun 2020 muncul film yang berjudul De Oost atau dalam rilis internasional berjudul The East yang ditulis dan disutradarai oleh Jim Taihuttu. Film ini termasuk sebuah film fiksi karena ceritanya tidak seperti yang terjadi sebenarnya. Namun ada beberapa kejadian dalam film De Oost yang terinspirasi dari kisah nyata. Perilisan De Oost menarik cukup banyak perhatian dan juga kecaman dari berbagai pihak salah satunya Organisasi Veteran Belanda yang menyatakan bahwa penggambaran prajurit Belanda yang buruk karena sering memberikan hinaan rasis. Akan tetapi hingga saat ini, belum ditemukan penelitian yang membahas mengenai rasisme dalam film De Oost (2020). Kata kunci: De Oost, representasi, film, rasisme, pribumi.

Racism is a form of oppression in which one racial group dominates another. In Indonesia, racism is not a new problem. Racism has emerged since Dutch colonialism in Indonesia. The evidenced by the imprint of citizenship regulations by the Dutch colonial government, which classified the population of the Dutch East Indies in 1854 based on race. This racism occurred because the Dutch considered the white race higher than the indigenous race. Concerning the racism mentioned above, in 2020, a film called De Oost or in an international release titled “The East,” was written and directed by Jim Taihuttu. This film is fictional because the story is not like what happened. However, several events in the film are inspired by the actual event. The release of De Oost attracted quite a lot of attention and criticism from various parties, one of which was the Dutch Veterans Organization which stated that the portrayal of Dutch soldiers was terrible because they often gave racist insults. However, until now, no research has been found that discusses racism in the film De Oost (2020)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>