Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 75653 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Iqbal Mas Abdullah
"Saat ini dalam lingkungan masyarakat, manusia didominasi dengan pola pikir yang memandang manusia lain sebagai sebuah fungsi. Hal ini tidak terkecuali di dunia pendidikan terutama lingkungan sekolah. Seperti yang terjadi dalam film Flying Colors, lingkungan sekolah menjadi tempat mengakarnya pola pikir tersebut. Tokoh Sayaka diobjektivikasi oleh guru Sayaka di sekolah. Sayaka dinilai berdasarkan fungsi-fungsi yang melekat pada dirinya yaitu sebagai siswa yang bermasalah. Objektivikasi terhadap Sayaka sebagai siswa yang bermasalah membuat kondisi Sayaka dipasrahkan dan tidak dipedulikan. Selain itu, ia juga diperlakukan dengan buruk seperti melontarkan perkataan-perkataan negatif. Situasi tersebut membuat Sayaka jatuh pada sifat fatalistik dan putus asa. Melalui metode studi pustaka pemikiran eksistensialisme Gabriel Marcel, Artikel ini ingin menunjukkan beberapa kejadian (scene) dalam film tentang pentingnya kita berelasi dalam ikatan cinta.

Currently in society, humans are dominated by a mindset that views other humans as a function. This is no exception in the world of education, especially the school environment. As happened in the film Flying Colors, the school environment is where this mindset takes root. Sayaka's character is objectified by Sayaka's teacher at school. Sayaka is assessed based on her inherent functions, namely as a problematic student. The objectification of Sayaka as a problematic student means that Sayaka's condition is ignored and ignored. Apart from that, he was also treated badly, such as saying negative words. This situation makes Sayaka fall into fatalism and despair. Using the literature study method of Gabriel Marcel's existentialist thought, this article wants to show several scenes in the film about the importance of our relationships in bonds of love."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gigha Angel Winly Oktaviana
"Industri K-pop sudah tidak diragukan lagi ketenarannya dan menjadi salah satu fenomena global yang memiliki banyak peminat, terutama remaja. Namun, hal tersebut juga memicu banyaknya persaingan demi menarik perhatian publik. Perusahaan berlomba-lomba untuk mendebutkan boy atau girl grup dengan aturan yang cukup ketat. Girl idola contohnya, standar kecantikan seperti tubuh ideal, cantik, berkulit putih yang telah diterapkan pada industri K-pop secara tidak langsung menyebabkan adanya perilaku objektifikasi terhadap tubuh perempuan dan dijadikan sebagai objek untuk menyenangkan hasrat laki-laki. Penelitian ini berusaha untuk membongkar bagaimana objektifikasi dan seksualisai idola dapat terjadi dan kehidupan idola perempuan banyak disetir oleh perusahaan mereka. Dengan menggunakan teori politik seksual yang dikemukakan oleh Andrea Dworkin yang mana menyatakan pornografi menggambarkan laki-laki sebagai pria jantan yang mendominasi, sedangkan perempuan diperdagangkan, dikolektifikasi dan diobjektifikasi. Penulis berusaha untuk memperlihatkan bagaimana tubuh perempuan diperlakukan sebagai objek yang dapat dikomersialkan kepada publik dan digunakan untuk menarik perhatian masyarakat.
The K-pop industry has undoubtedly become a global phenomenon that has many fans, especially teenagers. However, it also triggers a lot of competition to attract public attention. Companies are competing to debut boy or girl groups with quite strict rules. Girl idols, for example, beauty standards such as ideal body, beautiful, white skin that have been applied to the K-pop industry indirectly lead to objectification behavior towards women's bodies and are used as objects to please men's desires. This research seeks to uncover how objectification and sexualization of idols can occur and the lives of female idols are largely driven by their companies. By using the theory of sexual politics put forward by Andrea Dworkin, which states that pornography depicts men as dominating males, while women are trafficked, collectivized and objectified. The author tries to show how women's bodies are treated as objects that can be commercialized to the public and used to attract public attention."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Renni Delilah
"ABSTRAK
Karya akhir ini membahas tentang seorang perempuan penyanyi dangdut yang mengalami objektifikasi dalam melaksanakan pekerjaannya. Karya akhir ini mencoba melihat bagaimana perempuan yang bekerja sebagai penyanyi dangdut kemudian dijadikan objek oleh orang orang di sekitarnya seperti masyarakat umum, media massa, pemilik dan rekan-rekan orkes, serta penonton dari pertunjukkan musik dangdut. Analisa objektifikasi dalam karya akhir ini dilakukan berdasarkan definisi objektifikasi oleh Martha C. Nussbaum. Melalui pemikiran Nussbaum, peneliti mendapatkan hasil analisa yang menunjukkan bahwa objektifikasi yang dialami perempuan penyanyi dangdut ternyata mengarah kepada komodifikasi terhadapnya.

ABSTRACT
This final project discusses about objectification that happened to female dangdut singer. This final project try to capture how a female dangdut singer has become a victim of objectification from everyone around her, such as societies, mass media, the owner of the orchestra, and the audience of dangdut show. The analysis of objectification in this final project uses the definition of objectification from Martha C. Nussbaum?s thoughts. Using Nussbaum?s idea, this final project sees that objectification that the woman dangdut singer felt actually aims to commodify her. The commodification also happened to her life.
"
2016
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Redjeki Saptoro
"Masalah pokok yang diutarakan dalam skripsi ini adalah Filsafat Kebersamaan Gabriel Marcel (G.Marcel's Philosophy of Communion). Nenurut Marcel manusia itu berorientasi pada kebersamaan ontologis (ontological communion). Manusia akan merasa tidak lengkap atau utuh dan mengalami frustrasi bila disendirikan atau mengurung diri lepas dari keberbarengan dengan sesamanya. Ini adalah teristimewa nyata bagi manusia yang sadar diri, yang dalam dirinya terkandung tuntutan-tuntutan ontologis akan pemenuhan, akan transendensi, akan keutuhan bersama. Namun manusia itu juga bebas dan karenanya bisa saja me_milih menutup diri terhadap dorongan-dorongan dan harapan-harapan akan partisipasi intersubyektif dengan alam semesta, dengan sesamanya dan dengan Tuhan. Menurutnya berada itu berpartisipasi dalam keberadaan, atau Ada selalu berarti ada bersama (Ease est co-ease). Jadi pilihan yang dihadapi manusia adalah terpisah mengurung diri atau melibatkan diri, bercampur bersama dengan lainnya. Karena diri dan dengan siapa diri itu berpartisipasi tidak bisa dipisahkan, maka berarti manusia itu secara organik dengan alam dan begitu pula alam itu secara organik dengan manusia. Dengan perkataan lain partisipasi adalah dasar bagi pengalaman eksistensi manusia. Kebersamaan (communion) merupakan kenyataan yang dinamis, dimana person-person dalam seluruh kehidupan konkritnya saling memberikan, saling mengisi, saling ada di dalam yang lain, sehingga bersama mewujudkan realitas baru yang merupakan partisipasi dalam suatu kenyataan yang lebih tinggi; aku dan kau menjadi suatu kcsatuan baru yang tidak bisa terpisah menjadi dua bagian. Kebersamaan (communion) adalah kehadiran (presence) yang tercapai sepenuhnya. Hanya karena manusia tetap terbuka bagi yang lain dan secara aktif tetap hadir baginya, kebersamaan (communion) bisa menjadi kenyataan. Dalam hal kebersamaan (communion) Marcel menjelaskan, bahwa penghalang utama bagi terpenuhinya kebersamaan adalah kecenderungan untuk mengobyektivikasi, karena tindakan ini mengandung kekuatan yang memecah-mecah. Untuk mendalami ini diperlukan pengertian perbedaan antara problem dan misteri. Menurut Marcel problem itu dijumpai pada pertanyaan mengenai obyek yang eksterior bagiku dan tidak memperdulikan saya. Sedangkan misteri menyangkut perjumpaan dengan realitas yang mencakup subyek yang sedang mencari atau mempertanyakan. Kebersamaan bisa tercapai karena orang monghormati misteri. Filsafat Marcel adalah terbuka_ artinya seraya filsafatnya mengarah ke kematangan dalam komunitas lewat kebersamaan asli. Filsafatnya itu mengharap mendapat kesempurnaan lebih lanjut dari dialektika cinta kasih dari atas yang mengalir dari Yang Absolut ke dalam manusia dan lingkungan manusia. Sesuai dengan sifatnya yang religius ia selalu berhasrat menolong masyarakat dari atomisasi dan kolektivitas."
Depok: Universitas Indonesia, 1987
S16135
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Nariswari Nayadheyu
"ABSTRAK

Tesis ini membahas objektifikasi dan normalisasi tubuh perempuan yang terjadi pada media sosial, khususnya akun Instagram @dramaojol.id. Akun ini tidak hanya dimanfaatkan untuk pembagian informasi terkait dengan transportasi online, namun juga sebagai tempat hiburan dimana tubuh perempuan seringkali diobjektifikasi. Penelitian ini menggunakan paradigma kritis dengan pendekatan kualitatif. Teori objektifikasi Fredickson & Roberts dan teori kekuasaan Foucault digunakan untuk melihat objektifikasi dan normalisasi tersebut. Data dianalisis melalui semiotika sosial Theo van Leeuwen melalui 3 tahap, yakni metafungsi representasi, interaksi, dan komposisi. Hasil yang ditemukan adalah pada metafungsi representasi, perempuan selalu ditempatkan sebagai tujuan (goal), metafungsi interaksi menunjukkan bahwa perempuan ditampilkan kepada khalayak sebagai penawaran (offer), dan metafungsi komposisi perempuan selalu ditempatkan ditengah sebagai fokus utama. Objektifikasi yang sering ditemukan pada akun ini adalah fungibility, penyamaan tubuh dengan obyek lain. Normalisasi dilakukan melalui wacana humor dengan karakteristik oposisi seksual dan non-seksual serta penggunaan teks maskulin melalui naming and androcentrism, double entendres, dan euphemism and taboo.


ABSTRACT

The focus of this study is objectification and normalization of woman's body that happen in social media, particularly @dramaojol.id's Instagram account. This account is not only used as a place to share information regarding to online transportation, but also as a place for recreation where women's body is often objectified. This research is a qualitative research using critical paradigm. Fredickson & Roberts' objectification theory and Foucault's power theory is used to explain the process of objectification and normalization. The data is analysed by using Theo van Leeuwen's social semiotics through 3 steps of analysis, namely metafunction of representation, interaction and composition. The findings are, at the level of representation woman is always placed as a goal. At the level of interaction, woman is presented as an offer to the followers and at composition woman's body is always placed as a focus to be objectified. It is also found that objectification that often happen in @dramaojol.id Instagram account is fungibility, treating the person as interchangeable with objects. Furthermore, normalization is done through humor with characteristics of sexual and non-sexual opposition whereas masculinity is portrayed by naming and androcentrism, double entendres and euphemism and taboo.

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T51831
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fairuz Amanda Putri
"Jurnalisme olahraga menjadi suatu hiburan yang ditunggu oleh masyarakat, khususnya pecinta olahraga. Dunia olahraga dipersepsikan oleh banyak kalangan sebagai sesuatu yang dekat dengan laki-laki, baik dari subjek pemberitaan, audiens, hingga jurnalis. Dominasi laki-laki pada dunia jurnalisme olahraga terkadang membuat perempuan diremehkan bahkan hanya dilihat sebagai objek. Oleh karena itu, atlet maupun reporter perempuan sering mendapat perlakuan kurang menyenangkan. Masalah objektifikasi perempuan pada dunia jurnalisme olahraga pun akhirnya tidak terhindarkan. Artikel ini menganalisis dua hasil penelitian mengenai objektifikasi pada reporter perempuan dan atlet perempuan yang ditulis dalam jurnal ilmiah internasional. Terdapat dua metode yang berbeda dari masing-masing penelitian, yaitu metode analisis konten dan metode kuantitatif. Kedua metode memiliki kekurangan dan kelebihan tersendiri, sesuai dengan objek penelitian yang dilakukan. Pada artikel pertama, hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden memfokuskan pandangan mereka terhadap tubuh penyiar perempuan. Pada artikel kedua, hanya 51% atlet perempuan digambarkan melalui foto yang relevan dengan olahraganya, lebih rendah dari penggambaran atlet laki-laki yang mencapai 82%.
Sports journalism is an entertainment that is awaited by the public, especially sports lovers. The world of sports is perceived by many as something close to men, from news subjects, audiences, to journalists. The domination of men in the world of sports journalism sometimes makes women belittled and even seen as objects. Therefore, female athletes and reporters often receive less favorable treatment. The problem of objectification of women in the world of sports journalism was finally unavoidable. This article analyzes the results of two studies regarding the objectification of female reporters and female athletes written in international scientific journals. There are two different methods from each research, namely the content analysis method and the quantitative method. Both methods have their own advantages and disadvantages, according to the object of the research conducted. In the first article, the results showed that most of the respondents focused their views on the female broadcaster's body. In the second article, only 51% of female athletes were depicted through photos relevant to their sport, lower than the depiction of male athletes which reached 82%.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nila Auriga
"Filsafat modern yang menjadikan suatu universalitas sebagai suatu kebenaran. Eksistensialisme hadir sebagai suatu reaksi atas ketidakpuasan terhadap terbelenggunya manusia di dalam suatu universalitas. Gabriel Marcel sebagai tokoh eksistensialis religius melihat bahwa kebebasan seorang individu dalam bertindak merupakan suatu bentuk eksistensi, yang mana sebagai individu yang bereksistensi kita berhak bebas dalam arti bukan bebas untuk melarikan diri terhadap problem yang tidak bisa kita atasi, tetapi mencoba merenungi dan mengahayati sebagai bentuk eksistensi diri.

Modern philosophy transform universality as a truth. Existentialism existed as a reaction to unsatifaction of human's entrapment within a universality. Gabriel Marcel, in his position as a religious existentialist, saw a person's freedom to act as a form of existentialism, which as existing person, we have a right to freedom, not in terms of freedom to escape problem we cannot handle, but to reflect and appreciate as a form of self-existentialism. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S214
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Adis Setiawan Ali
"Dalam Eksistensialisme, manusia digerakan oleh pilihan-pilihan atas kehendaknya. Gabriel Marcel menjelaskan bagaimana pilihan-pilihan itu selalu berada dalam dua tatanan, yaitu being dan having. Dalam being, pilihan-pilihan yang diambil dapat membentuk sebuah cinta kasih, sementara having hanya untuk melihat yang lain sebatas fungsi. Adanya harapan di dalam diri manusia membedakan dua tatanan tersebut. Harapan itu muncul dalam suatu relasi intersubjektivitas. Harapan untuk terlibat dalam kebersamaan, kebersalingan, dan cinta, bukan hanya pemenuhan hasrat. Harapan mampu menghidupi relasi cinta sebagai sebuah misteri, bukan bentuk problem yang perlu diselesaikan. Skripsi ini menggunakan pemikiran Marcel sebagai pisau untuk membedah film One Day, terutama mengenai perjalanan Emma dan Dexter yang merepresentasikan suatu relasi intersubjektivitas mengenai cinta dan harapan dalam menuju eksistensinya.

In Existentialism, individual rsquo s driven by the choices of her will. Gabriel Marcel explains how those choices are always existing in two states, those are being and having. In state of being, the choices that was made can form love, while in the state of having, the choices are only seeing the other limited functions. Hope differs these to state. This hope appears in an intersubjectivity relation. The hope to engage in togetherness, involvement, and love, not just the fulfillment of desire. Hope could sustain a loving relationship as a mystery, not a form of problem that need to be resolved. This undergraduate thesis used Marcel thought of as a tool to dissect the movie lsquo One Day rsquo , especially in the story of Emma and Dexter which represents an intersubjectivity relation about love and hope in towards existence."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S69927
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mei, Liu Xiang
"Penelitian ini membahas tentang perbedaan representasi objektifikasi perempuan dalam humor seksual antara Tiongkok dan Indonesia, serta implikasinya terhadap persepsi sosial. Dengan menggunakan analisis kualitatif, studi ini membandingkan konten humor dari kedua negara, mengidentifikasi cara-cara perempuan diobjektifikasi dalam konteks budaya dan sosial yang berbeda. Di Indonesia, humor cenderung menggambarkan perempuan dalam peran domestik dan tradisional, sementara di Tiongkok, objektifikasi lebih eksplisit dan berfokus pada aspek seksual dan transaksional. Metodologi penelitian melibatkan analisis konten terhadap humor dalam media massa dan digital, dengan teori Avner Ziv tentang humor, teori objektifikasi Nussbaum dan Langton, dan perspektif feminisme serta teori kritis media sebagai kerangka teori. Hasil studi ini menyoroti bagaimana norma sosial dan nilai budaya mempengaruhi representasi objektifikasi perempuan dalam humor, serta dampaknya terhadap pandangan masyarakat terhadap perempuan, menunjukkan perlunya pemahaman kritis terhadap humor dalam konteks sosial dan gender yang lebih luas.

This research discusses the differences in the representation of women's objectification in sexual humor between China and Indonesia, and its implications on social perceptions. Utilizing qualitative analysis, the study compares humor content from both countries, identifying how women are objectified within different cultural and social contexts. In Indonesia, humor tends to depict women in domestic and traditional roles, whereas in Tiongkok, objectification is more explicit and focuses on sexual and transactional aspects. The research methodology involves content analysis of humor in mass media and digital platforms, employing Avner Ziv’s theory of humor, Nussbaum and Langton's objectification theory, and perspectives from feminism and critical media theory as the theoretical framework. The findings highlight how social norms and cultural values influence the representation of women's objectification in humor, and its impact on societal views of women, indicating the need for a critical understanding of humor within broader social and gender contexts.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Juliana
"Manusia semakin lama seperti semakin melupakan kebutuhan relasi antar manusia yang sesungguhnya. Saat ini manusia sepertinya membutuhkan keberadaan orang lain hanya sebatas kepentingan semata. Hal inilah yang kemudian dikatakan oleh filsuf eksistensialisme Gabriel Mracel sebagai broken world, keadaan dimana manusia hanya melihat manusia lainnya sebatas fungsinya semata. Bagi marcel relasi yang sesungguhnya adalah relasi yang bersifat intersubjektif ketika sebuah relasi dibangun atas dasar cinta, kesetiaan, serta harapan. Pemikiran dari Gabriel Marcel ini kemudian menjadi alat untuk membahas tokoh Zainuddin dalam film Tenggelamnya Kapal Van der Wijk yang mana tokoh ini dapat menjadi representasi bahwa terdapat dinamika dalam eksistensialisme dari Gabriel Marcel.

People nowadays seems to forget the meaning of true relationship between each other as human being, people only relate with each other based on their personal needs. This condition described as broken world by a French existentialist Gabriel Marcel, where people only see others merely trough their functional attribute. For Marcel, the true relationship is intersubjective when a relation was build based on love, hope, and creative fidelity. This thought of Gabriel Marcel then became a tool to discuss the character of Zainuddin in the movie ldquo Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk rdquo , whereas this character becomes a representation of existential dynamic can be found through Gabriel Marcel's theory.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S66084
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>