Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 148516 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Daniswara Ilham Budiman
"Inklusi keuangan diartikan akses dan penggunaan layanan keuangan oleh semua lapisan masyarakat yang diharapkan dapat memberdayakan ekonomi, pengurangan kemiskinan, dan mendorong kesetaraan ekonomi. Skripsi ini meneliti hubungan antara inklusi keuangan dan pertumbuhan ekonomi di berbagai wilayah Indonesia pada level kabupaten dan kota. Data yang digunakan berasal dari 514 kabupaten dan kota pada tahun 2014, 2018, dan 2021, serta data intensitas cahaya malam dari NASA's VIIRS untuk mengukur aktivitas ekonomi. Penelitian ini memakai Indeks Inklusi Keuangan (IFI) berdasarkan jumlah cabang bank dan akses ke kredit usaha (KUR), menggunakan metode yang di buat oleh Sarma (2012) untuk melihat dimensi akses dan penggunaan. Analisis menggunakan regresi Fixed Effects Two-Stage Least Squares (2SLS) untuk mengatasi masalah endogenitas. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan signifikan antar wilayah, dengan inklusi keuangan yang lebih tinggi berkorelasi dengan peningkatan intensitas cahaya malam, terutama di Jawa. Penelitian ini menekankan pentingnya inklusi keuangan dalam meningkatkan aktivitas ekonomi dan menyarankan kebijakan yang lebih terfokus untuk meningkatkan akses layanan keuangan, terutama di daerah yang kurang berkembang.

Financial inclusion is defined as the accessibility and usage of financial services by all members of society, which is vital for economic empowerment, poverty reduction, and fostering economic equality. This thesis investigates the correlation between financial inclusion and economic growth across Indonesia's diverse regions. Utilizing data from 514 districts and cities over 2014, 2018, and 2021, it employs the Potensi Desa (PODES) dataset and NASA's VIIRS night-time light intensity data to measure economic activity. The study constructs a Financial Inclusion Index (IFI) based on the number of bank branches and access to business credit (KUR), using Sarma's method (2012) to measure the dimensions of access and usage. The inferential analysis employs Fixed Effects Two-Stage Least Squares (2SLS) regression to address potential endogeneity issues. Findings reveal significant regional disparities, with higher financial inclusion correlating with increased night-time light intensity, particularly in Java. The research underscores the importance of financial inclusion in promoting economic activity and suggests targeted policies to enhance financial services access, especially in less developed regions."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Arintika Pranataningrum
"Penelitian ini menguji pengaruh aspek keuangan (rasio desentralisasi fiskal, rasio efektivitas PAD, rasio aktivitas, dan rasio pertumbuhan) terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah kabupaten/kota di Indonesia. Skor kinerja menggunakan skor kinerja Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (EKPPD) tahun 2008 ? 2010 yang sumber utamanya adalah Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD) tahun 2008 - 2010. Dengan menggunakan uji regresi berganda terhadap 800 sampel hasilnya menunjukkan bahwa rasio desentralisasi fiskal berpengaruh positif, sedangkan rasio aktivitas dan rasio pertumbuhan berpengaruh negatif terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah. Hanya rasio efektivitas PAD yang tidak berpengaruh terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah.

This research tested the effect of financial aspect (fiscal decentralization ratio, effectiveness of PAD ratio, activity ratio, growth ratio) towards the performance scores of the local government implementation in Indonesian district/cities. Performance scores used in this research is the performance score of EKPPD which the main sources are LPPD budget year 2008 - 2010. By using the multiple regression of 800 sample showed that fiscal decentralization ratio have positive effect, while activity ratio and growth ratio have negative effect to performance score of local government implementation. Only effectiveness of PAD ratio did not have effect on performance score of local government implementation."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Gracia Marina Adheline
"Skripsi ini membahas tentang Dampak dari Konvergensi IFRS terhadap PSAK, khususnya PSAK 18 ( Revisi 2010 ) Tentang Akuntansi dan Pelaporan Manfaat Purnakarya .Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan desain deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Fokus skripsi ini adalah pada industri Dana Pensiun Pemberi Kerja. Hasil pembahasan pada skripsi ini menyimpulkan bahwa PSAK 18 (Revisi 2010) memiliki dampak pada pengakuan, pengukuran, dan penyajian dan pengungkapan pada Laporan Keuangan dan Laporan Audit pada Industri Dana Pensiun khususnya Program Manfaat Pasti pada Dana Pensiun Pemberi Kerja.
Terdapat perbedaan antara PSAK 18 tahun 1994 dengan PSAK (Revisi 2010 ), yaitu 1.Ruang lingkup, pada PSAK 18 tahun 1994 hanya membahas tentang akuntansi dana pensiun, sedangkan pada PSAK 18 (Revisi 2010) tidak hanya membahas dana pensiun tapi manfaat purnakarya, 2. Penyajian laporan keuangan, pada PSAK 18 (Revisi 2010) tidak ada neraca, 3. Nilai kini aktuaria pada PSAK 18 (Revisi 2010) menggunakan pendekatan tingkat gaji kini atau tingkat gaji proyeksi, sedangkan PSAK 18 tahun 1994 tidak diatur, 4. Investasi, pada PSAK 18 (Revisi 2010) menggunakan pendekatan nilai wajar.
Saran yang diperoleh dari penulisan ini ketika PSAK 18 (Revisi 2010) sudah berlaku efektif, yaitu pada 31 Desember 2012 adalah laporan keuangan disusun menjadi dua pelaporan yaitu laporan keuangan yang sesuai dengan PSAK 18 (Revisi 2010) dan laporan keuangan yang sesuai dengan KMK 2345/ 509 , agar sesuai dengan isu kepatuhan terhadap undang-undang yang berlaku di Indonesia. Jika Dana Pensiun ingin menggunakan satu pelaporan saja maka sebaiknya, laporan keuangan sesuai KMK dilampirkan dalam laporan keuangan yang sesuai dengan PSAK 18 (Revisi 2010).

This paper discussed about the impact of IFRS Convergence of PSAK, particularly PSAK 18 (1994) on Pension Fund to PSAK 18 (Revised 2010) about Accounting and Reporting by Retirement Benefit Plans. This research is a qualitative design with a case study approach. The focus of this paper is on the Employer Pension Fund Industry. The result of the study in this paper concluded that PSAK 18 (revised 2010) has impacts on the recognition, measurement, and presentation and disclosure in the Financial Report and Audit Report on the Pension Fund Industry in particular Defined benefit plans.
There are the differences between PSAK 18 (1994) to PSAK 18 (revised 2010), that are, 1. The scope PSAK 18 ( 1994 ), only discussed about pension fund accounting, whereas in PSAK 18 ( revised 2010 ) not only discusses the pension fund but Accounting an Reporting by Retirement Benefit Plans, 2. Presentation on Financial Statements In PSAK 18 (revised 2010) there is no Balance Sheet, 3. The actuarial present value of the PSAK 18 (revised 2010) using Accrued Benefit Method or Projected Benefit Method approach, whereas didn't set up in PSAK 18 (1994), 4. Investments The PSAK 18 (revised 2010) using a fair value approach.
Advice obtained from this study when PSAK 18 (Revised 2010) has become effective on December 31, 2012 the financial statements are structured into two reporting of financial statements in accordance with PSAK 18 (Revised 2010)and financial statements in accordance with the KMK 2345/509 to conform the STX compliance issue with applicable laws in Indonesia. If pension fund wants to use only one-reporting, it should, Financial Statements according to KMK 2345/509 attached to the Financial statements in accordance with PSAK 18 (Revised 2010)
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Arlingga Hadistira Adil Paripurna
"Tesis ini membahas tentang proses pemberdayaan keuangan Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) Kementerian Sosial Republik Indonesia melalui Pertemuan Peningkatan Kapasitas Keluarga (P2K2) sesi Pengelolaan Keuangan. Lokasi penelitian adalah kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Kota Administrasi Jakarta Selatan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif yang menghasilkan data deskriptif. Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah melalui wawancara, observasi, serta studi literatur dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pemberdayaan KPM PKH melalui P2K2 sesi pengelolaan keuangan terdiri dari sesi pengelolaan anggaran keuangan keluarga dan sesi membuat rencana menabung berdampak kepada KPM dapat mengatur keuangan keluarganya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

This thesis discusses the process of financial empowerment for Beneficiary Families (KPM) of the Program Keluarga Harapan (PKH) of the Ministry of Social Affairs of the Republic of Indonesia through the Family Capacity Building Meeting (P2K2) Financial Management session. The research location is Srengseng Sawah sub-district, Jagakarsa District, South Jakarta Administrative City. This research was conducted using qualitative research methods that produce descriptive data. Data collection methods used are through interviews, observation, and literature and documentation studies. The results showed that the process of empowering KPM PKH through P2K2 financial management sessions consisted of a family financial budget management session and a session on making a savings plan that had an impact on KPM being able to manage family finances to meet their family's needs."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cahyani Wahyuningtyas
"Skripsi ini menganalisis pengelolaan keuangan pada Desa Bakulan, Kecamatan Kemangkon, Kabupaten Purbalingga. Metode penelitian yang digunakan adalah wawancara kepada Sekretaris dan Kaur Keuangan Desa serta telaah dokumen RPJM, Peraturan Desa, Peraturan Bupati, pencatatan keuangan desa, pengadaan barang dan jasa, dan laporan realisasi APBDesa tahun 2109. Evaluasi pengelolaan keuangan dilakukan atas pelaksanaan kegiatan perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, hingga pertanggungjawaban, kemudian dibandingkan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Hasil penelitian menunjukkan masih terdapat ketidaksesuaian antara praktik pengelolaan keuangan pada Desa Bakulan di tahap perencanaan, penatausahaan, dan pelaporan. Ketidaksesuaian antara lain APBDes baru diselesaikan bulan Desember padahal seharusnya bulan Oktober, tidak dilakukan tutup buku setiap bulan dan tidak disusun laporan semesteran.

This thesis analyzes financial management in Bakulan Village, Kemangkon District, Purbalingga Regency. The research method used was interviews with the Secretary and Head of Village Finance and review of RPJM documents, Village Regulations, Regent Regulations, village financial records, procurement of goods and services, and reports on the realization of the 2109 APBDesa. Financial management evaluation was carried out on the implementation of planning, implementation, administration, reporting, to accountability, then compared with the provisions in the Minister of Home Affairs Regulation No. 20/2018 concerning Village Financial Management. The results showed that there was still a mismatch between financial management practices in Bakulan Village at the planning, administration, and reporting stages. The discrepancies include the new APBDes being completed in December whereas it should have been October, no closing books every month and no semi-annual reports."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risvan
"ABSTRAK
Belum adanya acuan perbandingan atau tolok ukur atas performa keuangan industri manufaktur di Indonesia merupakan salah satu kendala dalam menganalisa performa keuangan perusahaan manufaktur Indonesia dengan Iebih komparatif dan komprehensif. Di negara-negara industri maju, acuan yang berdasarkan rata-rata industri (industry average) telah banyak dipublikasikan oleh lembaga-Iembaga nirlaba seperti Securities and Exchange Commission (SEC) di Amerika Serikat. Tulisan ini bermaksud merancang prototype performa keuangan rata-rata yang dapat dipakai sebagai tolok ukur untuk perbandingan dan menganalisa performa keuangan usaha-usaha industri manufaktur yang lain.
Sebagai model, rancangan prototype ini menggunakan 132 unit usaha industri manufaktur yang tercatat sebagai emiten di Bursa Efek Indonesia, sehingga selain terjamin kelayakannya, unit-unit usaha tersebut juga mempunyai data keuangan yang cukup lengkap. Masing-masing unit usaha terbagi ke dalam tiga kelompok industri manufaktur, yaitu: (I) Industri Dasar dan Kimia; (2) Aneka lndustri; dan (3) Industri Barang Konsumsi. Data keuangan yang digunakan adalah dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008.
Dari beberapa unit usaha (emiten manufaktur) tersebut diambil yang memenuhi Syarat positif atas laba usaha (laba operasi), laba bersih, dan ekuitas (modal penyertaan) selama lima tahun periode pengamatan. Selanjutnya dihitung berbagai financial ratios yang mencakup lima kategori, yaitu: (1) Assets Utilization Ratios; (2) Liquidity Ratios; (3) Risk Measures atau Leverage Ratios; (4) Profitability Ratios; dan (5) Market Price Ratios. Hasil perhitungan dan pengolahan data menunjukkan bahwa dari 132 emiten manufaktur, terpilih 50 emiten manufaktur yang secara rata-rata mempunyai performa keuangan yang baik, sehingga layak untuk dibakukan menjadi ukuran perfonna yang unggul (standard industry average). Ukuran baku tersebut selanjutnya digunakan untuk menilai performa keuangan beberapa perusahaan pada masing-masing sektor manufaktur yang diteliti, apakah performa keuangannya relatif sama, berada di atas atau di bawah rata-rata industri.

Abstract
The absence of a reference for financial performance of the Indonesia manufacturing industry is one constraint in analyzing the financial performance of Indonesia manufacturing firms comprehensively. In modern industry countries, known as standard industry average is published periodically by a non-profit organization such as the Securities and Exchange Commission (SEC) in the United States. This study is to design a prototype of standard financial performance of average industry in Indonesia, which can be used as a benchmark to compare with other manufacturing firms.
The prototype is using 132 manufacturing companies listed in the Indonesia Stock Exchange as a model, considering that it produces financial reports of the companies which are proper, complete and available for some years. The manufacturing listed companies are categorized into three sectors: (1) Basic and Chemicals Industry; (2) Miscellaneous Industry; and (3) Consumer Goods Industry. Five years period financial data of 2004 to 2008 are used in the study.
The study is started by selecting companies with positive value in operating income, net income, and equity for the tive years period. The financial ratios of each of the company are then calculated, included: (1) Assets Utilization Ratios; (2) Liquidity Ratios; (3) Risk Measures (Leverage Ratios); (4) Profitability Ratios; and (5) Market Price Ratios. The results showed that there are 50 manufacturing listed companies which can be elected and used as standard industry average, the financial ratios of each of which are calculated. The standard industry average then used to analyze the financial performance of some manufacturing companies, whether the performances are relatively the same, above or below the average."
2010
T27472
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Antonius Surjanto Ariotedjo
"Pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat di awal hingga pertengahan dekade 1990-an sesungguhnya dibayangi oleh semakin tertekannya neraca pembayaran dan bahkan mengalami defisit neraca berjalan. Namun demikian, hal ini terkesan tidak dianggap sebagai hal yang penting oleh pemerintah, para pakar ekonomi dan pelaku-pelaku usaha hingga periode 1995-1996. Bahkan perusahaan-perusahaan tetap melakukan investasi dan ekspansi secara besar-besaran dengan pendanaan dari sektor perbankan dan lembaga-lembaga keuangan di dalam serta luar negeri. Di masa tersebut, dimana nilai tukar rupiah cenderung overvalued dan tingginya tingkat suku bunga perbankan dalam negeri, para pelaku usaha cenderung lebih menyukai hutang dalam denominasi mala uang asing. Ditambah lagi maraknya praktek konglomerasi, pemberian hak-hak istimewa kepada pihak tertentu yang mengakibatkan iklim persaingan usaha yang kurang sehat, serta meluasnya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Oleh karena itu, ketika krisis mulai melanda kawasan Asia, yang dimulai dari Thailand, dengan cepat dampaknya terasa di Indonesia dan terjadilah krisis multidimensi yang belum jelas prospek pemulihannya hingga kini.
Dalam kondisi seperti ini, industri rokok terutama yang berskala besar, merupakan salah satu sektor yang tidak mengalami kendala yang berarti dalam meningkatkan penjualannya karena kekuatan merk (brand equity) dan loyalitas para konsumen. Ternyata, permintaan akan rokok kurang elastis terhadap perubahan harga jual, terutama bagi kalangan berpenghasilan menengah ke atas. PT H.M. Sampoerna, Tbk. (HMSP) sebagai produsen rokok terbesar kedua di Indonesia setelah PT Gudang Garam, Tbk. juga mengalami kondisi yang serupa. Namun demikian, setelah sempat mencapai peningkatan penjualan bersih rata-rata 39,4% per tahun dan taba operasional rata-rata 67,2% per tahun dalam kurun waktu 1991 - 1995, HMSP mengalami kerugian pada tahun 1998 terutama karena peningkatan beban pembiayaan dan kerugian selisih kurs yang sangat signifikan. Hal tersebut terjadi karena HMSP memiliki kewajiban dalam denominasi mata uang as ing sebesar $AS 328,5 juta dan DEM 40,6 juta pada tahun 1998, serta rasio hutang berbanding ekuitas yang mencapai 186,48%. Depresiasi dan volatilitas nilai tukar rupiah dengan sendirinya menggelembungkan kewajiban Perusahaan, menurunkan tingkat profitabilitas dan memberikan tekanan serta ketidakpastian dalam pengelolaan arus kas.
Untuk mengatasi hal ini, manajemen HMSP telah menerapkan strategi keuangan melalui restrukturisasi kewajiban antara lain dengan cara penjadwalan ulang hutang, penerbitan saham baru, melakukan buy-back atas instrumen hutang dalam denominasi mata uang asing dan mengkonversinya menjadi instrumen jangka menengah (obligasi) dalam denominasi rupiah. Langkah ini terbukti cukup jitu dan tepat waktu, serta berhasil menciptakan imunisasi terhadap pengaruh nilai tukar mata uang. Hasil restrukturisasi telah mulai terlihat pada tahun 1999 dan 2000, dimana terjadi peningkatan ROE dan rasio hutang dibandingkan ekuitas telah menurun hingga 71,54%. Demikian pula indikator profitabilitas, likuiditas dan solvabilitas turut menunjukkan perbaikan. Dari sudut pandang investor, kondisi ini merupakan hal yang positif karena dengan demikian meningkatkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban pembayaran kupon dan nominal obligasi pada saat jatuh temponya.
Kinerja keuangan HMSP pasca restrukturisasi terutama dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah mengenai tarif cukai dan batasan harga jual eceran (H|E), selain terjaminnya jumlah pasokan dan berlakunya tata niaga bahan baku tembakau dan cengkeh yang mampu menjaga stabilitas harga komoditas tersebut. Mengingat target yang harus dicapai oleh pemerintah dari penerimaan cukai untuk meringankan defisit anggaran periode 2001 - 2002 adalah sebesar Rp 17,6 trilyun, maka dapat diperkirakan bahwa tarif cukai dan HjE akan terus ditingkatkan secara bertahap. Dalam hal ini pemerintah perlu mengkaji efektifitas kebijakan ini dengan memperhltungkan dampak kenaikan harga jual terhadap penurunan permintaan, yang pada gilirannya akan mempengaruhi penerimaan cukai secara keseluruhan. Di pihak perusahaan, kenaikan kedua komponen yang memiliki proporsi utama dalam struktur beban pokok penjualan ini merupakan faktor eksternal yang tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan dan akan menekan tingkat profitabilitas. Oleh karena itu manajemen perlu menentukan strategi dan kebijakan yang inovatif dan dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas internal perusahaan serta meningkatkan penjualan, antara lain dengan mengedepankan produk-produk rendah tar dan nikotin. Untuk menjaga kesinambungan peningkatan ROE, perusahaan harus mampu mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi ROA dan tingkat leverage.
Kasus ini memberikan masukan yang berguna bagi kalangan akademisi, dunia usaha dan pemerintahan agar penyebab dan dampak negatif dari krisis tidak terulang kembali di masa yang akan datang. Lebih penting lag! adalah agar pihak-pihak terkait memperoleh inspirasi dan bahan pertimbangan untuk menentukan strategi dan kebijakan yang dapat menghasilkan percepatan pemulihan perekonomian untuk mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain di kawasan ini."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T718
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Magfira Ramaditha
"Penelitian ini membahas mengenai pemberian bantuan keuangan kepada daerah penyangga oleh Provinsi DKI Jakarta yang dilakukan studi pada Kota Tangerang dan Kota Bekasi. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan efektivitas, pengelolaan, dan evaluasi bantuan keuangan. Penelitian ini menggunakan pendekatan post positivist dengan jenis penelitian deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian bantuan keuangan belum efektif, karena hasil yang didapatkan hanya berupa output, sedangkan outcome yaitu untuk mengatasi kemacetan dan banjir belum tercapai. Pengelolaan bantuan keuangan telah dilakukan dengan baik oleh Kota Tangerang dan Kota Bekasi, dan evaluasi juga sudah dilakukan oleh Provinsi DKI Jakarta dalam pemberian bantuan keuangan. Beberapa saran yang diberikan adalah perlunya peningkatan besaran dana untuk bantuan keuangan, perencanaan dalam pengelolaan keuangan harus lebih diperhatikan sehingga hasil yang didapatkan lebih terlihat, dan dibutuhkan adanya evaluasi yang lebih ketat dalam pemberian bantuan keuangan.

This research discusses with the granting of financial aid to the region a buffer by DKI Jakarta Province performed a study on the city of Tangerang and Bekasi. This research aims to describe the effectiveness, management and evaluation of financial aid. This research uses the post positivist approach with the types of descriptive research. The results of this study demonstrate that the granting of financial aid has not been effective, because the results obtained only in the form of the output, while the outcomes to address the traffic congestion and flooding has not been achieved. Management of financial aid has been done well by the city of Tangerang and Bekasi, and evaluation have also been conducted by DKI Jakarta Province in the granting of financial aid. Some of the advice given was the necessity of an increase in the amount of funds for financial aid, planning in financial management should be observed so that the results obtained are more visible, and required the existence of a more rigorous evaluation in awarding financial aid.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Hasan Kurniawan
"Kelangsungan hidup perusahaan ditentukan oleh berbagai faktor misalnya seperti struktur modal, resiko bisnis, kondisi pasar, kompetisi dan sebagainya. Struktur modal perusahaan yaitu pinjaman yang didapatkan perusahaan dan modal dari pemilik perusahaan. Modal sebagai salah satu elemen terpenting dalam peningkatan pelaksanaan kegiatan perusahaan di samping sumber daya manusia, mesin, material dan metode. Dan Dalam teori keuangan, Struktur modal yang optimal dapat menciptakan dan meningkatkan nilai perusahaan ( value of the firm ) yang menjadi tujuan para pemegang saham ( stockholder ) termasuk manajemen perusahaan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh para akademisi di bidang ekonomi dan keuangan, dibuktikan bahwa bentuk dan proporsi rasio dalam struktur modal antara perusahan satu dengan yang lainnya adalah berbeda. Berkaitan dengan hal tersebut, penulis ingin mengetahui apakah keputusan perusahaan dalam pendanaannya juga dipengaruhi oleh keadaan internal perusahaan. Kondisi internal yang ingin diketahui adalah kondisi internal perusahaan sebelum adanya krisis ekonomi dan sesudah melewati badai kiris ekonomi. Strukur modal perusahaan-perusahaan Indonesia diyakini terpengaruh atas krisis tersebut. Krisis memaksa perusahaan untuk dapat 'survive' secara kreatif dalam menata struktur modalnya. Apa saja faktor yang mendorong perusahaan untuk dapat berkreasi tersebut akan menjadi suatu topik yang menarik. Selanjutnya akan penulis melihat faktorfaktor yang mendorong perusahaan dalam menentukan keputusan atas struktur pemodalan (capital structure) pada masing-masing kelompok perusahaan berdasarkan pada tingkat financially constrained (kendala keuangan).
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk:
1. Menjelaskan karakteristik determinansi yang mempengaruhi terbentuknya struktur modal tertentu bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia dengan melihat korelasi antar variabel bebas terhadap rasio hutang dengan asset (leverage ratio) sebagai variabel terikat (dependent).
2. Membandingkan variabel determinansi yang mempengaruhi terbentuknya struktur modal bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia sebelum dan sesudah krisis
3. Menjelaskan bagaimana pengaruh variabel determinansi yang menentukan keputusan struktur pemodalan (capital structure) berdasarkan tingkat financially constrained (kendala keuangan) perusahaan.
Data yang akan dipakai dalam penulisan adalah data yang bersifat sekunder dengan mengambil data dari Bursa Efek Jakarta. Perusahaan yang diambil untuk pengamatan adalah perusahaan-perusahaan publik yang sahamnya telab diperdagangkan di Bursa Efek Jakarta. Penulis akan mengambil sampling 107 emiten tetapi tidak memasukan industri perbankan dan finansial ke dalam sampling. Penelitian dilakukan berdasarkan laporan keuangan yang diterbitkan pada tahun 1994 bingga tabun 200 1 tetapi tidak termasuk tabun 1998, yang akan dijadikan periode pengamatan penelitian.
Dari basil penelitian didapatkan basil babwa ada perbedaan basil penelitian jika melibat dari peri ode penelitian. Pada peri ode tabun 1994 sampai dengan tabun 1997, variabel yang dianggap turut serta dalam penentukan leverage perusahaan adalah size dan berdasar uji signifikansi variabel secara signifikan menjelaskan korelasinya terhadap leverage perusahaan. Semen tara pada periode penelitian tahun 1999 sampai dengan tahun 2001 didapatkan hasil bahwa variabel yang dianggap turut serta dalam penentuan leverageperusahaan adalah profit dan asset, dan berdasar uji signifikansi, variabel dapat secara signifikan untuk menjelaskan korelasinya terhadap leverage perusahaan. Dari hal tersebut maka penulis mempunyai pendapat bshwa sebelum adanya krisis perusahaan dalam menentukan keputusan struktur modalnya atau tingkat hutangnya hanya berdasarkan pada ukuran perusahaan (size) yang diukur dari besaran penjualan, semakin besar size semakin besar pula tingkat hutang. Setelah berlangsung krisis maka para pembuat keputusan semakin arif dalam menentukan struktur modal atau tingkat hutang, dimana mereka memperhatikan tingkat profitabilitas (profit) dan nilai aktiva bersih sebagau jaminan hutangnya (asset). Semakin tinggi profit justru mengurangi tingkat hutang perusahaan, sementara semakin tinggi nilai aktiva (asset), maka akan semakin tinggi tingkat hutangnya.
Untuk menjelaskan bagaimana pengaruh variabel determinansi yang menentukan keputusan struktur pemodalan (capital structure) berdasarkan tingkatfinancially constrained (kendala keuangan) perusahaan. Dengan menggunakan klasifikasi tingkat financially constrained perusahaan berdasar pada data dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2001, didapatkan basil untuk perusahaan yang mempunyai klasifikasi kendala keuangan maka variabel yang dianggap turut serta dalam penentuan financially constrained perusahaan adalah profit, dividen dan PBV Berdasar uji signifikansi, dan uji model dengan menggunakan regressi logistik variabel secara signifikan menjelaskan korelasinya terhadap kondisi financially constrained perusahaan. Dimana masing-masing variabel mempunya1 korelasi negatif terhadap tingkatfinancially constrained perusahaan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Cahyono
"ABSTRAK
Pembangunan Jangka Panjang Tahap I (PJP I) telah berakhir dengan dicapainya kemajuan diberbagai bidang pembangunan. Hasil pembangunan di bidang ekonomi telah menaikan GNP dari US$ 70 pada permulaan PJP I ditahun 1969 menjadi US$ 700 diakhir PJP I tahun 1994. Selama 25 tahun pembangunan nilai ekspor meningkat 43 kali dari US$ 72 juta ditahun 1968 menjadi US$37.2 milyar ditahun 1993/1994.'
Kemajuan di bidang ekonomi tersebut dapat dicapai di samping berkat adanya kebijaksanaan-kebijaksanaan makro ekonomi yang mendukung tentunya juga tidak lepas dari kemampuan pengelolaan perusahaan yang memadai. Di luar konteks adanya pemberian fasilitas yang luar biasa oleh pemerintah kepada sejumlah pelaku usaha selama PJP I, kemampuan pengelolaan perusahaan yang mereka miliki terbukti mempunyai peranan terhadap hasil pembangunan yang dicapai.
Memasuki Pembangunan Jangka Panjang Tahap II (PJP II) ini, dimana sistem perdagangan dunia akan semakin bebas, pelaku usaha Indonesia tidak dapat lagi untuk terus mengandalkan perlindungan pemerintah. Orientasi mendapatkan konsensi, proteksi, atau subsidi, harus mereka ubah dengan orientasi meningkatkan kemampuan berkompetisi. Ini berarti bahwa mereka harus lebih meningkatkan kemampuan pengelolaan perusahaan.
Pemerintah Renublik Indonesia. Repelita VI. Baku I. Jakarta: Percetakan Neaara RI. 1994.
Pada tahap ini studi empiris mengenai kemampuan pengelolaan perusahaan menjadi sangat penting. Studi-studi tersebut dapat memberi pemahaman lebih baik tentang kondisi pengelolaan perusahaan yang selama ini dilaksanakan, dan dengan demikian dapat diperoleh masukan mengenai bagaimana meningkatkannya dimasa yang akan datang. Salah satu aspek pengelolaan perusahaan yang penting untuk ditelaah adalah aspek manajemen keuangan.
Studi ini direncanakan untuk meneliti pelaksanaan fungsi manajemen keuangan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia selama ini. Fungsi manajemen keuangan adalah merencanakan untuk memperoleh dana dan menggunakan dana tersebut untuk memaksimumkan nilai perusahaan. Informasi tentang pelaksanaan fungsi manajemen keuangan yang telah dilakukan dimasa lalu diperoleh dari laporan keuangan yang setiap tahun diterbitkan oleh perusahaan. Mengingat ada perbedaan mendasar dalam penyusunan laporan keuangan antara perusahaan keuangan dan non-keuangan maka untuk memenuhi standar validitas penelitian maka studi terhadap kedua himpunan harus dilakukan secara terpisah. Studi ini dibatasi untuk meneliti pelaksanaan fungsi manajemen keuangan pada perusahaan-perusahaan non-keuangan saja.
1.2. Pendekatan Studi
Neraca perusahaan mencerminkan posisi aktiva dan kewajiban-ekuitas perusahaan pada saat tertentu. Nilai buku jumlah aktiva harus selalu sama dengan nilai buku jumlah kewajiban-ekuitasnya. Aktiva biasa dibedakan menjadi aktiva lancar (kas dan surat berharga, piutang, persediaan) dan aktiva tak-lancar. Sementara itu kewajiban-ekuitas terdiri atas kewajiban
lancar (hutang usaha, dan pinjaman jangka-pendek), kewajiban jangka-panjang, dan ekuitas.
Informasi komposisi komponen aktiva dan kewajiban-ekuitas merupakan bahan penting untuk memahami pelaksanaan manajemen keuangan perusahaan. Dibanyak kepustakaan teori keuangan modern dijelaskan bahwa dalam penentuan komposisi komponen aktiva dan kewajiban-ekuitas dilakukan secara tidak-terikat. Ketidak-terikatan antara pengambilan keputusan investasi dan pembiayaan merupakan temuan penting dari studi manajemen keuangan yang dilakukan oleh Modigliani dan Miller (1958). Walaupun ketidak-terikatan antara pengambilan keputusan investasi dan pembiayaan telah merupakan asumsi sangat berharga dalam menyederhanakan pengertian keputusan keuangan perusahaan, namun pada kenyataannya studi-studi investasi-pembiayaan tidak mampu membuktikan adanya ketidak-terikatan antara komposisi komponen sisi aktiva dan kewajiban-ekuitas.
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka perkembangan studi-studi berikutnya justru diarahkan untuk mengidentifikasi dan menjelaskan terjadinya kesaling-hubungan antara komponen di dalam kedua sisi neraca Studi semacam ini tidak menggunakan asumsi ketidak-terikatan antara keputusan investasi dan pembiayaan dengan alasan bahwa apabila memang betul keputusan tersebut saling tidak-terikat, keputusan secara simultan dalam periode relatif singkat tetap harus dilakukan karena setiap keputusan investasi harus diikuti dengan keputusan pembiayaan atau sebaliknya. Sejalan dengan arah perkembangan tersebut, maka studi ini pun tidak memakai asumsi ketidak-terikatan antara keputusan investasi dan pembiayaan yang ditawarkan oleh Modigliani dan Miller.
"
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>