Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 29288 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Helen Fifianny
"Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kegiatan perekonomian, maka kebutuhan masyarakat akan energi listrik juga meningkat. Negara Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa, memiliki potensi energi surya yang sangat besar. Sinar matahari yang dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan yang bersih dan berkelanjutan. Indonesia mempunyai potensi sumber energi surya yang besar dengan intensitas radiasi matahari rata-rata sekitar 4.8 kWh/m2 per hari di seluruh wilayah Indonesia. Radiasi matahari yang diterima permukaan bumi merupakan parameter penting dalam menghitung potensi energi listrik yang dihasilkan dari panel PLTS yang terpasang. Tujuan penelitian ini adalah memberikan gambaran potensi energi listrik yang dapat dihasilkan dari PLTS pada beberapa kota terletak pada 3 pembagian wilayah di Indonesia. Dari data intensitas radiasi matahari yang didapat dari BMKG tahun 2011 – 2020 maka ada beberapa kota yang memiliki intensitas radiasi matahari yang cukup tinggi yaitu Medan, Jakarta, Surabaya, Balikpapan, Makasar, Kupang, Ambon dan Jayapura. Dalam penelitian ini terdapat variasi sudut kemiringan terhadap potensi energi listrik. Sehingga didapat energi listrik yang maksimum apabila modul surya diarahkan dengan sudut kemiringan sebesar lintang lokasi PLTS tersebut yang berada antara 3,5 LU dan 2,3 LS – 10,10 LS.

As the population and economic activity increased, the population's demand for electricity also increased. Indonesia, which is located on the equator, has enormous solar energy potential. Sunlight is used as a clean and sustainable renewable energy source. Indonesia has large solar energy potential with an average solar radiation intensity of about 4.8 kWh/m2 per day throughout Indonesia. The solar radiation received from the Earth's surface is an important parameter in calculating the electrical energy potential generated by the installed PLTS panels. The objective of this research is to provide an overview of the potential electricity that can be produced from PLTS in some cities located in the three regional divisions in Indonesia. From the data of the intensity of solar radiation obtained from BMKG for 2011 – 2020, there are several cities that have a fairly high sun radiation intensity, such as Medan, Jakarta, Surabaya, Balikpapan, Makassar, Kupang, Ambon and Jayapura. In this study there is a variation of the angle of inclination of the potential of electrical energy. So, the maximum electricity is obtained when the solar module is directed with an angle of inclination of the latitude of the PLTS location which is between 3.5 (North Latitude) and 2.3 (South Latitude) – 10.10 (South Latitude)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elisha Rachma Salsabila
"Indonesia menghadapi tantangan besar dalam memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat beriringan dengan target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060. Dengan potensi energi terbarukan yang mencapai 3.687 GW, didominasi oleh tenaga surya sebesar 3.294 GW, pemanfaatan saat ini hanya mencapai 0,3% dari total potensi. Salah satu langkah strategis yang telah dilakukan adalah pembangunan PLTS Terapung Cirata, PLTS terapung terbesar di Asia Tenggara, dengan kapasitas 192 MWp dan rencana ekspansi hingga 500 MWp. Efisiensi sistem PLTS sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk sudut kemiringan dan orientasi modul surya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sudut kemiringan dan orientasi yang optimal menggunakan tiga pendekatan data: perhitungan teoritis (clear sky model), data sekunder dari Meteonorm, dan data primer dari weather station lokal. Simulasi clear sky model merekomendasikan konfigurasi orientasi ke utara dengan sudut kemiringan 8°, menghasilkan produksi energi sebesar 400.482 MWh/tahun. Data Meteonorm menunjukkan konfigurasi optimal dengan orientasi ke utara dan sudut kemiringan 10°, menghasilkan produksi energi 290.154 MWh/tahun. Sementara itu, data primer dari weather station lokal memberikan rekomendasi konfigurasi serupa orientasi ke utara dan sudut kemiringan 10°, namun dengan produksi energi yang lebih tinggi, yaitu 303.414 MWh/tahun. Data dari weather station lokal memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi karena mencerminkan kondisi aktual di lokasi PLTS. Penelitian ini menegaskan pentingnya penggunaan data primer dalam meningkatkan akurasi simulasi dan perancangan sistem, terutama untuk proyek besar seperti PLTS Terapung Cirata.

Indonesia faces significant challenges in meeting its growing energy needs, especially with the target of achieving Net Zero Emission (NZE) by 2060. With renewable energy potential reaching 3,687 GW, dominated by solar energy at 3,294 GW, current utilization only accounts for 0.3% of the total potential. A strategic initiative undertaken is the development of the Cirata Floating Solar Power Plant, the largest floating solar power plant in Southeast Asia, with a capacity of 192 MWp and plans for expansion to 500 MWp. The efficiency of solar power systems is greatly influenced by various factors, including the tilt angle and orientation of solar modules. This study aims to evaluate the optimal tilt angle and orientation configuration using three data approaches: theoretical calculation (clear sky model), secondary data from Meteonorm, and primary data from a local weather station. Simulations using the clear sky model recommend north orientation and a tilt angle of 8°, resulting in an energy yield of 400,482 MWh/year. Meteonorm data suggest an optimal configuration of north orientation and 10° tilt, with an energy yield of 290,154 MWh/year. Meanwhile, primary data from the local weather station also recommend north orientation and 10° tilt, yielding a higher energy production of 303,414 MWh/year. Primary data from the weather station offer the highest accuracy as they reflect the actual conditions at the site. This study highlights the importance of using primary data to enhance simulation accuracy and system design, particularly for large- scale projects such as the Cirata Floating Solar Power Plant. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lentera
"Saat ini bahan bakar fosil masih mendominasi sumber bahan bakar pembangkit listrik di Indonesia. Adanya dominasi bahan bakar fosil ini membuat emisi Gas Rumah Kaca (GRK) meningkat pesat. Sementara itu, kebutuhan masyarakat akan energi listrik terus meningkat, terlebih lagi masi terdapat beberapa daerah di wilayah Indonesia bagian timur yang belum memiliki aliran listrik. Oleh karena itu, energi alternatif saat ini sangat dibutuhkan untuk memberikan energi listrik ke daerah yang belum teraliri listrik tanpa meningkatkan emisi gas rumah kaca. Energi alternatif ini dapat diperoleh dari potensi local yang ada di wilayag Indonesia timur dimana wilayah ini memiliki potensi penyinaran matahari yang tergolong tinggi sehingga daerah ini sangat cocok untuk diimplementasikan sistem PLTS karena dapat memanfaatkan energi matahari. Sistem PLTS diharapkan bisa memproduksi energi listrik secara maksimal, namun ada beberapa aspek utama yang mempengaruhi produksi listrik oleh PLTS salah satunya adalah aspek sudut kemiringan atau Tilt yang menentukan kinerja sistem PLTS. Oleh karena itu, studi ini meninjau pengaruh sudut kemiringan modul PV terhadap energi yang dihasilkan oleh PLTS. Perancangan serta evaluasi dilakukan melalui simulasi dengan perangkat lunak PVSyst. Dari hasil simulasi PVSyst menunjukkan bahwa potensi pengimplementasian sistem PLTS berkapasitas 50 kWp di wilayah Indonesia timur menghasilkan energi sampai 85.6 MWh per tahun, dengan kinerja pembangkitan sebesar 81,73% per tahun.

Currently, fossil fuels still dominate the source of fuel for power generation in Indonesia. The dominance of fossil fuels makes Greenhouse Gas (GHG) emissions increase rapidly. Meanwhile, the community's need for electrical energy continues to increase, moreover, there are still several areas in eastern Indonesia that do not yet have electricity. Therefore, alternative energy is currently needed to provide electrical energy to areas that do not have electricity without increasing greenhouse gas emissions. This alternative energy can be obtained from local potential in eastern Indonesia where this area has a relatively high potential for solar radiation so that this area is very suitable for implementing a PLTS system because it can utilize solar energy. The PLTS system is expected to produce maximum electrical energy, but there are several main aspects that affect the production of electricity by PLTS, one of which is the aspect of the tilt angle or Tilt which determines the performance of the PLTS system. Therefore, this study examines the effect of the tilt angle of the PV module on the energy produced by PV mini-grid. The design and evaluation is done through simulation with PVSyst software. The PVSyst simulation results show that the potential for implementing a PV mini-grid system with a capacity of 50 kWp in eastern Indonesia can produce up to 85.6 MWh of energy per year, with a generation performance of 81.73% per year."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yosi Ohira
"Pemilihan pembangkit listrik di usaha hulu migas sangat tergantung dengan ketersediaan gas dari produksi sendiri untuk digunakan sebagai sumber energi pembangkit listrik kebutuhan sendiri. Wilayah kerja migas yang pada umumnya berada di daerah terpencil sangat jauh dari infrastruktur umum seperti jaringan listrik, sehingga apabila sumber energi dari sumur migas tidak mencukupi untuk digunakan sebagai bahan bakar pembangkit, maka pilihan pembangkit listrik cenderung kepada pembangkit listrik tenaga diesel.
Penelitian ini membahas tentang pembangkit listrik tenaga surya sebagai alternatif pasokan listrik di usaha hulu migas dengan memanfaatkan ruang terbuka yang kosong di area sumur migas sebagai tempat pemasangan panel surya. Dengan strategi proyek mengikuti jadwal pengembangan dari lapangan migas, sehingga pembangkit listrik tenaga surya mampu memberikan keuntungan lebih besar kepada Kontraktor Production Sharing dan pendapatan Negara dari sektor migas dibandingkan apabila menggunakan pembangkit listrik tenaga diesel maupun pembangkit listrik hybrid.

The selection of power plants in upstream oil and gas business is highly dependent on the availability of gas from its own production to be used as a source of energy for its own power plants. Oil and gas working areas which are generally located in remote areas are very far from general infrastructure such as power grids, so if the energy source of oil and gas wells is not sufficient to be used as fuel for power plants, then the choice of power plants tend to diesel power plants.
This study discusses about solar power generation as an alternative of electricity supply in upstream oil and gas business by utilizing empty open space in area of oil and gas well as place of installation of solar panel. With the project strategy following the development schedule of the oil and gas field, the solar power plant can provide greater benefits to Production Sharing Contractors and State revenues from the oil and gas sector than when using diesel and hybrid power plants.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
T49750
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daffa Aryo Utomo Sudranto
"Secara letak geografis, Indonesia terletak tepat pada garis ekuatorial sehingga paparan sinar mataharinya memiliki intensitas yang optimal selama 12 jam sepanjang tahunnya. Dengan memiliki letak geografis yang cukup strategis untuk menangkap paparan sinar matahari, Indonesia memiliki potensi energi surya sebesar 207.898 MW. Besarnya potensi tersebut, energi surya dapat dimanfaatkan dalam pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) untuk menghasilkan energi listrik Pada skripsi ini akan dibahas perancangan PLTS atap on-grid pada bangunan apartemen Ariama Service Residence yang memiliki kapasitas listrik sebesar 81,6 kVA. Salah satu metode untuk mengurangi biaya energi listrik pada apartemen tersebut adalah dengan melakukan pemasangan PLTS atap yang dapat berkontribusi untuk menyuplai energi listrik sehingga biaya listrik apartemen dapat berkurang. Perancangan PLTS atap dilakukan dengan dua perancangan, yaitu perancangan PLTS atap on-grid tanpa baterai dan PLTS atap on-grid dengan battery back-up. Hasil dari kedua rancangan tersebut akan dianalisis secara teknis dan ekonomi untuk dilihat kelayakan dari perancangan yang telah dilakukan. Dari hasil perancangan yang dilakukan, PLTS atap on-grid tanpa baterai dikatakan layak untuk dilakukan pemasangan. PLTS atap on-grid tanpa baterai dapat melakukan pembangkitan energi sebesar 54 kWh per hari dan berkontribusi sebesar 27,8% dari total rata-rata kebutuhan energi apartemen 81,6 kVA sebesar 194,16 kWh. Dari aspek ekonomi, PLTS atap on-grid tanpa baterai memiliki nilai LCOE sebesar Rp.880,266/ kWh di mana nilai tersebut di bawah nilai LCOE dari PT. PLN (Persero) sebesar Rp.1.119/kWh dan modal investasi yang diperlukan adalah sebesar Rp.309.099.000 yang dapat dikembalikan dalam waktu 11 tahun. Penghematan biaya energi listrik dari hasil pembangkitan dalam jangka waktu 20 tahun adalah sebesar Rp.926.119.656 dengan rata-rata penghematan biaya energi listrik per tahun sebesar Rp.46.309.982,8.

Geographically, Indonesia is located right on the equatorial line so that the sun's exposure has an optimal intensity for 12 hours throughout the year. By having a strategic geographical location to capture sun exposure, Indonesia has a solar energy potential of 207,898 MW. Given the large potential, solar energy can be utilized in the installation of Solar Power Plants to generate electrical energy. This study will discuss on the design of on-grid rooftop solar power plants in the Ariama Service Residence apartment building which has an electrical capacity of 81.6 kVA. One method to reduce the cost of electrical energy in the apartment is to install rooftop solar power plants that can contribute to supplying electrical energy so that the apartment's electricity costs can be reduced. The design of the rooftop solar power is carried out with two designs, the on-grid rooftop solar power plants without a battery and the on-grid rooftop solar power plants with a battery back-up. The results of the two designs will be analyzed technically and economically to see the feasibility of the designs that have been carried out. From the results of the design, the on-grid rooftop solar power plants without batteries are said to be feasible for installation. The on-grid rooftop solar power plants without batteries can generate energy of 54 kWh per day and contribute 27.8% of the total average energy requirement of an 81.6 kVA apartment of 194.16 kWh. From the economic aspect, the on-grid rooftop solar power plants without batteries have a LCOE value of Rp.880,266/ kWh where the value is below the LCOE value from PT. PLN (Persero) of Rp.1,119/kWh and the required investment capital is Rp.309.099.000 which can be returned within 11 years. The savings in electrical energy costs from the generation of a 20-year period is Rp.926,119,656 with an average electricity cost savings of Rp.46,309,982.8 per year."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Syauqi
"Indonesia sebagai Negara tropis memiliki potensi energi surya yang tinggi dengan radiasi harian rata-rata sebesar 4.5 kWh/m2/hari (Muhammad Bachtiar, 2006). Pembangunan PLTS atap pada gedung fasilitas kesehatan dapat dijadikan sebagai salah satu solusi guna membantu gedung agar dapat bekerja selama 24 jam melayani masyarakat. Penelitian dilakukan untuk mengetahui besar kapasitas PLTS atap beserta jumlah komponen-komponennya dan besar modal biaya yang diperlukan pada awal pendirian PLTS atap. Hasil dari simulasi menunjukkan bahwa sistem PLTS atap yang optimal untuk didirikan pada Puskesmas Kecamatan Tanjung Priok memiliki kapasitas sebesar 9,28kW dengan produksi listrik tahunan mencapai 12.712kWh. Perincian komponen-komponen pada sistem yang dibangun antara lain, 30=3 modul PV dengan daya 300Wp, 22 baterai Li-ion 12V-100ah, 4.37kW konverter. Adapun lahan yang diperlukan untuk memasang modul PV seluas 64,03m2 derta modal yang dibutuhkan untuk membangun PLTS atap berkapasitas 9,28kW tersebut adalah senilai Rp223.229.232,10.

Indonesia as a tropical country has a high solar energy potential with an average daily irradiance of 4.5kWh/m2/day (Muhammad Bachtiar, 2006). The establishment of rooftop solar power plant on healthcare center can be considered as one of the solution to help the building work 24 hour a day to serve the people in need of medical assistance. This study conducted to determine the optimal rooftop solar power plant capacity along with the components and the amount of capital investment needed at the start of the rooftop solar power plant establishment. The result of the study shows that the optimal rooftop solar power plant system to be built at the Tanjung Priok Sud-district Healthcare Center has a capacity of 9,28kW with annual electricity production reaching 12.712kWh. Te details of the components needed for the system included 33 PV module with 300Wp capacity, 22 12V-100ah Li-ion batteries, and 4,37kW converter. The area of land required to install the PV modules is an area of 64,03m2 as well as the capital investment needed to build the 9,28kW rooftop solar power plant is worth IDR223.229.232,10."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafa Tasya Aulia Putri
"Perkembangan teknologi yang terus-menerus membuat penggunaan energi listrik menjadi hal krusial dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Penggunaan energi listrik yang tiada hentinya membuat sumber energi fosil yang terbatas semakin sedikit. Oleh sebab itu, transisi energi berkelanjutan menjadi isu penting untuk menjaga ketersediaan energi di masa mendatang. Pemerintah Indonesia telah menetapkan taget pencapaian bauran energi nasional sebesar 23% pada tahun 2025 dengan tujuan dapat mempercepat transisi energi berkelanjutan. Bentuk upaya untuk mencapai target bauran nasional adalah dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Penelitian ini membahas mengenai penerapan sistem PLTS atap on-grid tanpa baterai pada gedung pabrik PT. CT untuk mengetahui sistem PLTS atap yang optimal dan potensi penggunaan listrik PLN yang lebih efisien. Sistem PLTS atap dengan sudut kemiringan 11°mampu memproduksi energi sebesar 1969890 kWh/tahun, sedangkan sudut kemiringan 15°hanya dapat memproduksi sebesar 1949709 kWh/tahun. Dalam 25 tahun, sistem PLTS atap dengan sudut kemiringan 11° memiliki potensi penghematan sebesar 34,29%, sedangkan sistem PLTS atap dengan sudut kemiringan 15° memiliki potensi penghematan sebesar 33,94%. Dengan perbedaan modal awal sebesar Rp436.792.000,00 diperoleh payback period dari kedua sistem PLTS atap selama 9 tahun. Berdasarkan beberapa faktor tersebut, sistem PLTS atap on-grid tanpa baterai pada PT.CT yang lebih optimal untuk digunakan adalah sistem PLTS atap dengan sudut kemiringan 11°.

The continuous development of technology makes the use of electricity a crucial part of our daily life. The endless consumption of electricity leads to a decrease in limited fossil energy sources. Therefore, sustainable energy transition becomes an important issue to ensure energy availability in the future. The Indonesian government has set a national energy mix target of 23% by 2025 to accelerate the transition to sustainable energy. One effort to achieve this target is by building a Solar Power Plant. This research discusses the implementation of an on-grid rooftop solar power plant system without batteries in the factory building of PT. CT to determine the optimal rooftop solar power plant system and potential for more efficient use of PLN electricity. The rooftop rooftop solar power plant system with an 11° tilt angle can produce energy of 1969890 kWh per year, while the 15° tilt angle can only produce 1949709 kWh per year. In 25 years, the rooftop solar power plant system with an 11° tilt angle has a potential cost savings of 34.29%, while the system with a 15° tilt angle has a potential cost savings of 33.94%. With a difference in initial capital of IDR436,792,000.00, the payback period for both rooftop solar power plant systems is 9 years. Based on these factors, the more optimal on-grid rooftop solar power plant system without batteries to be used in PT.CT is the system with an 11° tilt angle."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhityo Nugraha Barsei
"Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Komunal menjadi salah satu instrumen kebijakan pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan dan menciptakan lapangan pekerjaan baru. Namun, tujuan dari kebijakan ini belum pernah dilakukan evaluasi mengenai bagaimana dampaknya terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat desa tertinggal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak pengelolaan PLTS Komunal terhadap kondisi sosial ekonomi serta faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan PLTS Komunal. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif (mix methods). Pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik survei (skala likert dan pertanyaan terbuka) dan wawancara mendalam. Pengumpulan data sekunder diambil dari studi dokumentasi dan literature review. Penelitian dilakukan dari 31 Januari 2023 hingga 19 September 2023 dan telah menghasilkan 2 (dua) temuan. Pertama, kebijakan pengelolaan PLTS Komunal berkelanjutan telah berdampak terhadap keterampilan teknis dan manajerial masyarakat, berkembangnya aktivitas social, terciptanya usaha-usaha baru, terbukanya lapangan kerja, peningkatan pendapatan, dan efisiensi rumah tangga. Kedua, faktor yang mempengaruhi pengelolaan PLTS Komunal berkelanjutan adalah faktor ekonomi (listrik murah, usaha berbasis listrik, iuran masyarakat), faktor finansial (komitmen pemerintah, adanya pembiayaan), faktor politik (Kerjasama multipihak, dukungan kepala daerah lokal), faktor regulasi (peraturan, pelatihan dan pendampingan, pengawasan dan pengendalian), dan faktor sosiokultural (sikap gotong-royong, sense of ownership, integritas pengelola PLTS, dan tingkat pengetahuan). Rekomendasi dari hasil penelitian ini antara lain: Mendorong PLTS Komunal di Desa Labuangkallo agar dikelola oleh BUMDes dan mengeluarkan regulasi pemanfaatan PLTS; Mengintegrasikan BUMDes pengelola PLTS Komunal dengan unit-unit usaha berbasis listrik; dan Mendorong kolaborasi dinas terkait dalam mengoptimalkan potensi unggulan desa dikembangkan melalui pelatihan dan pendampingan usaha berbasis listrik.

Communal Solar Power Plants (PLTS) are one of the government's policy instruments in improving the welfare of rural communities and creating new jobs. However, the aim of this policy has never been to evaluate its impact on the socio-economic conditions of underdeveloped rural communities. This research aims to analyze the impact of Communal PLTS management on socio-economic conditions and the factors that influence the management of Communal PLTS. This research uses a qualitative and quantitative approach (mix methods). Primary data collection was carried out using survey techniques (Likert scale and open questions) and in-depth interviews. Secondary data collection was taken from documentation studies and literature reviews. The research was conducted from 31 January 2023 to 19 September 2023 and has produced 2 (two) findings. First, the policy of sustainable Communal PLTS management has had an impact on the technical and managerial skills of the community, the development of social activities, the creation of new businesses, the creation of employment opportunities, increased income, and household efficiency. Second, the factors that influence the sustainable management of Communal PLTS are economic factors (cheap electricity, electricity-based businesses, community contributions), financial factors (government commitment, availability of financing), political factors (multi-party cooperation, support from local regional heads), regulatory factors (regulations), training and mentoring, supervision and control), and sociocultural factors (mutual cooperation attitude, sense of ownership, integrity of PLTS managers, and level of knowledge). Recommendations from the results of this research are: Encouraging Communal PLTS in Labuangkallo Village to be managed by BUMDes and issuing regulations for the use of PLTS; Integrating BUMDes managing Communal PLTS with electricity-based business units; and Encouraging collaboration with related agencies in optimizing the superior potential of villages developed through training and assistance for electricity-based businesses."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fasri Hatomi
"Bertambahnya kebutuhan energi listrik di IKN akan berdampak pula pada bertambahnya penggunaan pembangkit listrik. Pengembangan energi listik kedepannya di IKN diharapkan akan menggunakan lebih banyak energi terbarukan. Untuk dapat menekan penggunaan energi fosil, salah satunya dapat dilakukan dengan memanfaatkan energi surya sebagai sumber energi listrik terbarukan. Pada penelitian ini akan membahas terkait dengan pengembangan energi terbarukan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) 50 MW dengan skema KPBU-AP dan IPP di Ibukota Negara (IKN). Dalam menetapkan skema yang sesuai, dilakukan penilaian proyek dengan mempertimbangkan parameter penilaian keuangan yang terdiri dari Net Present value (NPV), Internal rate Return (IRR), dan Payback Period (PP) sebagai dasar dan pertimbangan dalam kelayakan finansial project investasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skema KPBU-AP lebih menguntungkan dari sisi investor dalam hal stabilitas pendapatan dan memperoleh jaminan dari pemerintah sehingga dapat meminimalisir resiko, sementara skema IPP bergantung pada jumlah listrik yang dihasilkan dan dijual yang memiliki potensi ketidakpastian. Dengan parameter yang sudah ditentukan dan regulasi, skema KPBU-AP dapat memberikan keuntungan lebih besar dibandingkan dengan skema IPP dengan menghasilkan nilai IRR sebesar 11,26%, NPV sebesar 163.472 (juta rupiah) dan payback period selama 8 tahun dibandingkan dengan skema IPP diperoleh IRR sebesar 8,61%, NPV sebesar 33.973 (juta rupiah) dan payback period selama 9 tahun.

The increasing demand for electrical energy in the New National Capital (IKN) will lead to a rise in the use of power plants. Future development of electrical energy in IKN is expected to utilize renewable energy sources. To reduce the use of fossil energy, one approach is to harness solar energy as a renewable electrical energy source. This study discusses the development of a 50 MW solar power plant (PLTS) using the PPP-AP and IPP schemes in IKN. In determining the appropriate scheme, a project assessment was conducted by considering financial evaluation parameters including Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), and Payback Period (PP) as the basis and consideration for the business entity. The results show that the KPBU-AP scheme is more advantageous for investors regarding income stability and government guarantees, thereby reducing risks. In contrast, the IPP scheme depends on the amount of electricity generated and sold. With the specified parameters and regulations, the KPBU-AP scheme provides greater benefits compared to the IPP scheme, yielding an IRR of 11.26%, an NPV of 163,472 million rupiahs, and a payback period of 8 years. In contrast, the IPP scheme yields an IRR of 8.61%, an NPV of 33,973 million rupiahs, and a payback period of 9 years."
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hero Gunawan
"Sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam meningkatkan capaian bauran energi nasional dari sektor energi baru terbarukan khususnya dibidang energi surya, pada tahun 2020 pemerintah telah melakukan pembangunan PLTS rooftop di beberapa gedung usulan pemerintah daerah yang meliputi gedung perkantoran, rumah sakit, sekolah, tempat ibadah dan fasilitas umum lainnya yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia. Penelitian ini mengambil 12 gedung pada paket pekerjaan pertama yang beratapkan datar dengan kapasitas 25 kWp dan 50 kWp sebagai obyek penelitian untuk menganalisi dampak keteknikan dan ekonomi akibat pengunaan dan perubahan tilt modul PV. Nilai investasi Rp/kWp pada kapasitas terpasang 25 kWp nilai tertinggi dimiliki oleh Gedung Islamic Center sebesar Rp. 16.458.600 dan 50 kWp dimiliki gedung RSUD Ternate dengan nilai Rp. 15.275.750 dimana faktor lokasi menjadi salah satu penyebab tingginya nilai investasi tersebut. Dari penelitian ini didapatkan bahwa nilai PVout yang dihasilkan per tahun dengan penggunaan tilt optimum pada aplikasi GSA sebesar 647.830 kWh lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil simulasi PVSYST sebesar  630,342 kWh dan pada penggunaan tilt sebesar 150 didapatkan output total PLTS rooftop sebesar 615.039 kWh dengan nilai NPV terbesar terletak pada gedung Bupati Sumenep sebesar Rp. 634.312.639 dengan  PBP terkecil selama 6.7  tahun  dan ROI sebesar 250.1 %. Penurungan emisi CO2 (PEy) untuk simulasi dengan pada tilt 150 didapatkan nilai sebesar  477,94 tCO2 sedangkan pada tilt optimum sebesar 481,33 tCO2.

As a form of government commitment in increasing the achievement of the national energy mix from the renewable energy sector, especially in the field of solar energy, in 2020 the government has carried out the construction of PLTS Rooftop in several local government buildings which include office buildings, hospitals, schools, places of worship and other public facilities. spread over several regions in Indonesia. This research sampled 12 buildings in the first work package with a flat roof with a capacity of 25 kWp and 50 kWp as research objects to analyze the technical and economic impacts of using and changing the tilt of the PV module. The investment value of Rp/kWp at an installed capacity of 25 kWp, the highest value was obtained at the Islamic Center Building of Rp. 16,458,600 and 50 kWp in the Ternate Hospital building with a value of Rp. 15,275,750 where the location distance is one of the causes of the high investment value. From this study it was found that the PVout value generated per year with the use of optimum tilt in the GSA application of 647,830 kWh is higher than the PVSYST simulation results of 630,342 kWh and on the use of tilt of 150 the total output of  PLTS Rooftop is 615,039 kWh with the largest NPV value located in the Sumenep Regent Building  for Rp. 634,312,639 with the smallest PBP for 6.7 years and an ROI of 250.1%. The CO2 emissions reduction (PEy) in the simulation with tilt 150 is 477.94 tCO2, while at tilt the optimum is 481.33 tCO2."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>