Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 85736 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zahrahaq Muhammad
"This study analyzes the accuracy of the estimated time-integrated activity coefficient (eTIAC) in Reduced-Time-Points (RTP) fitting using the Bayesian method with biokinetic data of [177Lu]Lu-PSMA-617 in kidneys. Data were collected at 1,24,48,72, and 168 hours (h) post-injection (p.i.) from 10 metastatic Hormone-Sensitive Prostate Cancer (mHSPC) patients as All-Time-Point (ATP) data. The two-, three-, and four-TP combinations in the RTP method are extracted from ATP. Data were fitted using sum-of-exponential (SOE) functions. ATP fitting provided parameters, and scaled data variance, used to calculate reference TIAC (rTIAC) and prior information for RTP fitting. Three methods were investigated: The effect of variance weighting (absolute [BFa] mean and median estimated fractional standard deviation [eFSD], and relative [BFr] variance weighting); Optimal TP in RTP fitting; The effect of the blood circulation rate parameter (lambda bc) in SOE function. Calculated root-mean-square errors (RMSE) by comparing eTIAC to rTIAC. Results: BFa median eFSD was the best variance weighting. The optimal TP was 48 h p.i. The best RTP fitting combinations were two-TP, three-TP, and four-TP is [1h,72h], [1h,24h,72h], [1h,24h,72h, 68h] with RMSE 3.28%, 1.9%, and 0.89%, respectively. The addition of the lambda bc had RMSE difference below 0.5%. The RTP method with optimal time points accurately calculates eTIAC.

Penelitian ini menganalisis akurasi estimasi time-integrated activity coefficient (eTIAC) dalam Reduced-Time-Points (RTP) fitting menggunakan metode Bayesian dengan data biokinetik [177Lu]Lu-PSMA-617 di ginjal. Data dikumpulkan pada 1, 24, 48, 72, dan 168 jam (h) pasca injeksi (p.i.) dari 10 pasien metastatic Hormone-Sensitive Prostate Cancer (mHSPC) sebagai data All-Time-Point (ATP). Kombinasi dua, tiga, dan empat TP dalam metode RTP diekstrak dari ATP. Data di fitting menggunakan fungsi sum-of-exponential (SOE). ATP fitting menghasilkan parameter dan Scaled data variance, yang digunakan untuk menghitung referensi TIAC (rTIAC) dan informasi awal untuk RTP fitting. Tiga metode yang diselidiki: Efek pembobotan varians (absolut [BFa] rerata dan median estimated fractional standard deviation [eFSD], dan Pembobotan relatif [BFr]); TP optimal dalam RTP fitting; Efek parameter laju sirkulasi darah (lambda bc) dalam fungsi SOE. Perhitungan root-mean-square errors (RMSE) membandingkan eTIAC dengan rTIAC. Hasil: BFa median eFSD adalah pembobotan varians terbaik. TP optimal adalah 48 h p.i. Kombinasi RTP fitting terbaik adalah dua-TP, tiga-TP, dan empat-TP adalah [1h, 72h], [1h, 24h, 72h], [1h, 24h, 72h, 168h] dengan RMSE 3,28%, 1,9%, dan 0,89%, berturut-turut. Penambahan lambda bc memiliki perbedaan RMSE di bawah 0,5%. Metode RTP dengan TP optimal dapat secara akurat menghitung eTIAC."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vibol Ban
"Accurate electron beam dosimetry is crucial for effective radiotherapy treatment. This study aimed to validate modified electron beam calibration methods through a comprehensive cross-calibration analysis against the established IAEA TRS-398 and AAPM TG-51 protocols. A Varian Trilogy linac with electron beam energy of 6, 9, 12, 15, and 18 MeV was used to perform dosimetric assessments using cylindrical (FC65-G and CC13) and parallel-plate (PPC40) ion chambers. The sequential method was employed for cross-calibration at 18 MeV, with each chamber alternatively serving as the reference and field chambers according to TRS-398 (yielding calibration correction factor ) and TG-51 (yielding calibration correction factor ) protocols. The ratios of and compared to the calibration correction factors from Indonesian SSDL ( ) ranged from 0.990 to 1.020. Absorbed doses to water per monitor unit (cGy/MU) were calculated at maximum absorption depths. For modified calibration methods, the values of and yielded absorbed dose values between 0.977 – 1.005 cGy/MU and 0.980 – 1.009 cGy/MU, respectively. Dose ratios of the modified methods compared to TRS-398 ranged from 0.982 to 1.010, while ratios compared to TG-51 varied between 0.985 and 1.021. The average absorbed dose to water using and ranged from 0.984 – 0.996 cGy/MU and 0.986 – 0.997 cGy/MU, respectively. The results were also compared with previous studies to demonstrate that the modified calibration methods closely align with the established protocols, with discrepancies within the IAEA’s ±2% tolerance threshold. The study highlights the importance of cross-calibration in ensuring the accuracy and reliability of modified electron beam calibration methods. These findings suggest that the modified approaches can serve as effective alternatives to traditional protocols, potentially enhancing dosimetric precision and flexibility in clinical radiotherapy settings.

Dosimetri berkas elektron yang akurat sangat penting untuk perawatan radioterapi yang efektif. Penelitian ini bertujuan untuk memvalidasi metode kalibrasi berkas elektron yang dimodifikasi melalui analisis kalibrasi silang yang komprehensif terhadap protokol IAEA TRS-398 dan AAPM TG-51. Linac Trilogi Varian dengan energi berkas elektron 6, 9, 12, 15, dan 18 MeV digunakan untuk melakukan penilaian dosimetri menggunakan ruang ion silinder (FC65-G dan CC13) dan pelat paralel (PPC40). Metode sekuensial digunakan untuk kalibrasi silang pada 18 MeV, dengan masing-masing kamar ionisasi berperan sebagai referensi dan lapangan menurut protokol TRS-398 (menghasilkan faktor koreksi kalibrasi ) dan TG-51 (menghasilkan faktor koreksi kalibrasi ). Rasio dan dibandingkan dengan faktor koreksi kalibrasi dari SSDL Indonesia ( ) berkisar antara 0,990 hingga 1,020. Dosis serap pada medium air per unit monitor (cGy/MU) dihitung pada kedalaman maksimum. Untuk metode kalibrasi termodifikasi, nilai dan menghasilkan nilai dosis serap masing –masing antara 0.977 – 1.005 cGy/MU dan 0.980 – 1.009 cGy/MU. Rasio dosis metode termodifikasidibandingkan dengan TRS-398 berkisar dari 0,982 ke 1,010, sementara rasio dibandingkan dengan TG-51 bervariasi antara 0.985 dan 1,021. Rata-rata dosisserap untuk menggunakan air dan berkisar masing-masing dari 0.984 – 0.996 cGy/MU dan 0.986 – 0.997 cGy/MU. Hasilnya juga dibandingkan dengan penelitian sebelumnya untuk menunjukkan bahwa metode kalibrasi termodifikasii sangat selaras dengan protokol yang ditetapkan, dengan perbedaan dalam ambang toleransi ±2% IAEA. Studi ini menyoroti pentingnya kalibrasi silang dalam memastikan akurasi dan keandalan metode kalibrasi berkas elektron yang dimodifikasi. Temuan ini menunjukkan bahwa pendekatan yang dimodifikasi dapat berfungsi sebagai alternatif yang efektif untuk protokol tradisional, berpotensi meningkatkan presisi dosimetrik dan fleksibilitas dalam pengaturan radioterapi klinis."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Rachman
"Translasi radiofarmaka dari hewan percobaan ke dosis manusia merupakan tugas yang menantang karena variasi biologis antar spesies dan kurangnya standarisasi dalam dosimetri kedokteran nuklir. Studi ini berfokus pada pengaruh seleksi model terhadap perhitungan dosis yang diserap radiasi pada kasus translasi biokinetik dari hewan ke manusia. Penelitian ini menggunakan data biokinetik rata-rata dan individu dari studi radiofarmaka 177Lu-OPS201 pada hewan dan manusia dengan menggunakan model Sum of Exponential (SoE). Analisis Goodness of Fit (GoF) dan corrected Akaike Information Criterion (AICc) digunakan untuk seleksi model. Model f_2 (t)=A_1 e^(-(λ_1+λ_phys )t) terpilih sebagai model terbaik untuk mencit, babi, dan manusia. Penggunaan data biokinetik rata-rata menghasilkan %wAICc sebesar 50,01%, TIAC referensi sebesar 5,41±0,29 jam (manusia), 1,35±0,07 jam (mencit), dan 2,23±0,17 jam (babi). Sementara penggunaan data biokinetik individu menghasilkan %wAICc sebesar 84,00%, TIAC referensi sebesar 5,41±0,24 jam (manusia), 1,35±0,07 jam (mencit), dan 1,68±0,12 jam - 2,85±0,28 jam (babi). Metode regresi linear dan allometric scalling digunakan dalam proses translasi biokinetik radiofarmaka 177Lu-OPS201 dari hewan ke manusia. Hasilnya, model terbaik dengan data biokinetik rata-rata dapat memprediksi TIAC sebesar 5,45±0,03 jam dan akurasi 99,20% mendekati referensi (regresi linear) dan TIAC prediksi sebesar 3,97±1,01 jam dan akurasi 73,50% mendekati referensi (allometric scalling).

The translation of radiopharmaceuticals from experimental animals to human doses is a challenging task due to biological variations between species and lack of standardization in nuclear medicine dosimetry. This study focuses on the influence of model selection on the calculation of radiation absorbed dose in the case of biokinetic translation from animals to humans. This study used average and individual biokinetic data from the 177Lu-OPS201 radiopharmaceutical study in animals and humans using the Sum of Exponential (SoE) model. Goodness of Fit (GoF) analysis and corrected Akaike Information Criterion (AICc) were used for model selection. The model f_2 (t)=A_1 e^(-(λ_1+λ_phys )t) was selected as the best model for mice, pigs and humans. The use of average biokinetic data resulted in %wAICc of 50.01%, reference TIAC of 5.41±0.29 hours (human), 1.35±0.07 hours (mice), and 2.23±0.17 hours (pigs). Meanwhile, the use of individual biokinetic data resulted in a %wAICc of 84.00%, a reference TIAC of 5.41±0.24 hours (human), 1.35±0.07 hours (mice), and 1.68±0.12 hours - 2.85±0.28 hours (pigs). Linear regression and allometric scaling methods were used in the process of translating the biokinetics of radiopharmaceutical 177Lu-OPS201 from animals to humans. As a result, the best model with average biokinetic data can predict TIAC of 5.45±0.03 hours and 99.20% accuracy close to the reference (linear regression) and predicted TIAC of 3.97±1.01 hours and 73.50% accuracy close to the reference (allometric scalling)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Badarudin Hakim
"ABSTRAK
Tuberkulosis TB merupakan salah satu penyakit yang masih banyak terjadi di Negara berkembang seperti Indonesia. Penyakit ini umumnya menyerang paru-paru karena kuman TB mencari tempat yang terdapat tekanan oksigen tinggi. Pendeteksian yang paling cepat dilakukan adalah pemeriksaan citra x-ray toraks dibandingkan dengan menggunakan metode tuberculin skin test TST dan pewarnaan cepat asam yang membutuhkan waktu lebih lama. Diagnosa citra ini sering terkendala karenat tenaga spesialis radiologi tidak menyebar rata pada setiap fasilitas kesehatan, untuk mengatasi hal itu diperlukan bantuan computer untuk mendeteksi citra tersebut yang sering disebut computer aided diagnostis CAD . Metode menggunakan pendekatan fitur tekstur dimotivasi oleh pemeriksaan rutin citra x-ray toraks abnormal yang cenderung menunjukkan perubahan salah satunya perubahan tekstur konten. Data yang digunakan pada penelitian ini diambil dari website Open-I yaitu dataset Montgomery County dan Shenzen. Sistem ini dimulai dengan segmentasi citra dengan metode k-means clastering, yang kemudian dilanjutkan dengan ekstraksi fitur. Ekdtraksi fitur dilakukan dengan metode Discrete Wavelet Transform DWT dan Gray Level Co-Occurance Matrix GLCM . Hasil dari ekstraksi fitur dilakukan klasifikasi untuk mengelompokkan citra yang terdapat TB dan yang bebas TB. Hasil akhir klasifikasi dibandingkan antara metode ekstraksi DWT, GLCM , dan penggabungan keduanya. Akurasi klasifikasi yang didapat dengan metode DWT sebesar 92,86 untuk dataset Montgomery County dan 93,94 untuk dataset Shenzen. Metode GLCM menghasilkan akurasi sebesar 85,71 untuk dataset Montgomery County dan 75,76 untuk dataset Shenzen. Sedangkan penggabungan dari keduanya menghasilkan akurasi 96,43 untuk dataset Montgomery County dan 93,94 untuk dataset Shenzen. Dari nilai akurasi tersebut dapat diketahui bahwa pengabungan kedua metode menghasilkan akurasi yang paling baik kemudian disusul metode DWT dan metode GLCM memiliki nilai akurasi paling kecil.

ABSTRACT
Tuberculosis TB is one of the diseases that still occur in developing countries like Indonesia. This disease usually attacks the lungs because TB germs look for places that contain high oxygen. The quickest detection was the x ray thoracic image examination compared with the tuberculin skin test TST method and fast acid staining which took longer time. Image diagnoses that are often constrained by radiologist specialists do not spread on average at every Health facility, to gather what is needed computer help to detect what is often called computer assisted diagnostics CAD. Methods using the texture feature approach are motivated by routine x ray image inspection of the abnormal piston originating from each texture content . The data being reviewed by the Open I website is the Montgomery County and Shenzen datasets. This system starts with image segmentation with k means clustering method, which then continued with extraction feature. The feature extraction is performed by Discrete Wavelet Transform DWT method and Gray Level Co Occurance Matrix GLCM . The results of the extraction feature were performed to group the images that contained tuberculosis and the TB free ones. The final result between the DWT extraction method, GLCM, and the merging of both. The classification accuracy obtained by the DWT method is 92.86 for the Montgomery County dataset and 93.94 for the Shenzen dataset. The GLCM method obtained an accuracy of 85.71 for the Montgomery County dataset and 75.76 for the Shenzen dataset. The combination of both obtained 96.43 accuracy for the Montgomery County dataset and 93.94 for the Shenzen dataset. From the value of accuracy can be seen that the merging of both methods produce the best accuracy then followed by DWT method and GLCM method has the least accuracy value."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
T51565
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Dlorifun Naqiyyun
"Metode Bayesian memungkinkan kita mampu memperhitungkan nilai ketidakpastian dari hasil perhitungan berdasarkan data pengukuran OTP. Adanya nilai ketidakpastian dalam pengukuran menunjukkan bahwa nilai pengukuran tersebut memiliki tingkat kepercayaan tertentu. Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui tingkat akurasi dari model OTP dengan menggunakan metode bayesian, dan untuk mengetahui ketidakpastian dari model OTP dengan fitting menggunakan metode bayesian. Data yang digunakan adalah data biokinetik organ ginjal berupa data aktivitas pada waktu tertentu dari 8 pasien NETs dengan peptide receptor radionuclide therapy (PRRT) menggunakan 177Lu-DOTATATE. Data di-fitting menggunakan metode Bayesian menggunakan tiga persamaan matematis yaitu f1,f2 dan f3. Selanjutnya dilakukan perhitungan nilai TIAC untuk empat titik data yang kemudian disebut RTIAC dan nilai TIAC dari setiap satu titik data yang disebut CTIAC. Tingkat akurasi nilai TIACs hasil pengolahan menggunakan persamaan matematis f1,f2 dan f3 relatif baik dengan nilai %RD secara populasi untuk f1 ginjal gabung sebesar 10,17±8.53, %RD f1 ginjal pisah sebesar 12,89 ± 6,93, %RD f2 sebesar 11,31 ± 9,34, dan %RD f3 sebesar 23,42 ± 19,86. Selain itu ketidakpastian perhitungan nilai TIACs di analis berdasarkan CV (median[min,max]) dengan nilai CV CTIACs untuk pengolahan menggunakan f1 ginjal gabung sebesar (33,48[32,15 , 34,70])%, CV f1 ginjal pisah sebesar (33,77[32,79 , 35,55])%, CV f2 sebesar (35,49[32,72 , 54,96])%, dan CV f3 sebesar (24,22[17,96 , 27,00])%.

The Byesian method allows us to be able to calculate the uncertainty value of the calculation results based on OTP measurement data. The existence of an uncertainty value in the measurement indicates that the measurement value has a certain level of confidence. The purpose of this study is to determine the level of accuracy of the OTP model using the bayesian method, and to determine the range of uncertainty of the OTP model with fittings using the bayesian method. The data used were biokinetic data in the form of activity data against time in the left kidney and right kidney from 8 patients. The patients were the NET patients with receptor radionuclide therapy (PRRT) using 177Lu-DOTATATE. The data was fitted with the Bayesian method using three mathematical equations f1, f2 and f3. Next, the TIAC value was calculated for four data points, which is then called RTIAC and the TIAC value for each data point was called CTIAC. The level of accuracy of the TIAC values ​​processed using the mathematical equations f1, f2 and f3 is relatively good with the %RD value in population for f1 kidney combined of 10.17±8.53, %RD for f1 kidney separated of 12.89 ± 6.93, %RD for f2 of 11.31 ± 9.34, and %RD for f3 of 23.42 ± 19.86. Meanwhile, the uncertainty in calculating the TIACs value was analyzed based on CV (median[min,max]) with the CV CTIACs value for processing using f1 kidney combined of (33.48[32.15, 34.70])%, CV f1 kidney separated of (33.77[32.79 , 35.55])%, CV f2 "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ema Wulidasari
"Protein Non Structural 1 NS 1 telah digagaskan untuk menjadi alat diagnostik dini untuk infeksi demam berdarah karena keberadaannya yang cukup tinggi pada saat fase akut dari infeksi ini NS 1 adalah protein yang sangat penting bagi virus dengue untuk melakukan replikasi virus Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan kinetik NS 1 pada hari demam ke 4 sampai dengan 6 dengan menggunakan Strip Bio Rad Ag di komunitas di Jakarta Seluruh penelitian ini berjalan selama 36 bulan Maret 2010 ndash Februari 2013 Terdapat 102 pasien diduga terinfeksi demam berdarah yang memenuhi kriteria inklusi Serum darah pasien dites menggunakan RT PCR atau isolasi virus di line sel C6 36 atau kenaikan titer antibodi sebagai standar baku dan sedangksn Strip Bio Rad NS 1 Ag digunakan sebagai metode diagnostik yang digunakan dalam penelitian ini SPSS 17 0 merupakan alat statistik yang digunakan dalam riset ini Dari kesuluruhan 68 68 3 pasien terbukti positive terinfeksi dan 34 31 7 merupakan negatif untuk infeksi dengue Sementara itu hanya 54 52 94 pasien yang terdiagnosis positif infeksi dengue pada hari demam ke 4 6 Kinetik NS 1 selama hari demam ke 4 6 terdeteksi masing masing sebanyak 83 64 69 09 and 47 27 Kinetik NS 1 pada pasien dengue infeksi primer sejak hari demam ke 4 sampai dengen 6 terdeteksi sebanyak 100 83 33 dan 75 Secara kontras kinetik NS 1 di pasien degue infeksi sekunder dari hari demam ke 4 6 adalah 73 33 60 dan 26 67 Terdeteksinya NS 1 akan semakin menurun seiring dengan bertambahnya hari demam Antingen NS 1 pada pasien dengue infeksi primer lebih lama keberadaannya dibandingkan dengen pasien dengue infeksi sekunder.

NS 1 has been purposed to be use as an early method to diagnose dengue infection because of its appearance in the acute phase of the infection NS 1 is a protein that essential for dengue virus to do the virus replication This study has aimed to determining the kinetic of NS 1 by using Bio Rad NS 1 Ag Strip for dengue infection during day 4 6th of fever in community in Jakarta The entire study was conducted in 36 months March 2010 ndash February 2013 There were 102 suspected dengue infection patients that fulfill the inclusion criteria tested for the NS 1 antigen in their blood serum using RT PCR or isolation of the viruses in C6 36 cell line or increasing antibody titer as the gold standard Meanwhile Bio Rad NS 1 Ag Strip was used as the diagnostic method use in this study Data were analyzed using SPSS 17 0 Overall 68 68 3 patients were considered positive and 34 31 7 patients were negative for dengue infection Meanwhile only 54 52 94 patients were positive at the day 4 6th of fever The kinetic of NS 1 during day 4 6th day of fever were 83 64 69 09 and 47 27 respectively The kinetic of NS 1 in primary patients from day 4 to day 6 were 100 83 33 and 75 respectively In contrast the kinetic of NS 1 in secondary patients from day 4 to day 6 respectively were 73 33 60 and 26 67 The presences of NS 1 antigen were decreasing as the day of fever keeps progressing The availability of NS 1 antigen in primary dengue infected patients was longer than the secondary dengue infected patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Setiyo Junianto
"Tesis ini membahas pengendalian persediaan obat untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi investasi di SBU Garuda Sentra Medika (GSM). Disain penelitian adalah potong lintang dengan pendekatan kualitatif yang dibantu penghitungan. Hasil penelitian menunjukkan belum ada metode ilmiah untuk mengendalikan persediaan obat di Unit Farmasi GSM, ada kekosongan struktur organisasi, kebijakan dan prosedur kerja yang kurang, Tim Farmasi Terapi (TFT) yang belum sesuai dengan aturan yang berlaku, dan sistem informasi yang belum optimal. Saran yaitu mengevaluasi kebijakan dan prosedur kerja, memperbaiki struktur organisasi, membuat pedoman pengendalian persediaan obat yang tepat, pembentukan TFT sesuai aturan yang berlaku, dan mengembangkan sistem informasi.

This thesis discusses drug inventory control to improve effectiveness and efficiency of investment in SBU Garuda Sentra Medika (GSM). Study design is cross sectional with qualitative approach assisted by calculation. The results show there is no scientific method to control drug inventory in GSM Pharmacy Unit, lack of organizational structure, lack of policy and working procedures, Pharmacy Therapy Team (PTT) is not in accordance with the applicable rules, and lack of information system. Suggestions are evaluating policies and work procedures, fixing the organizational structure, establishing appropriate drug inventory control guidelines, establishing PTT according to applicable rules, and developing information system.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T48687
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Gramedia, 1996
616 SEG
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Try Nirmala Sari
"ABSTRAK
Pengobatan TB lini kedua pada pasien TB lini MDR diketahui memiliki beberapa efek samping. Etionamid adalah salah satu obat dalam pengobatan TB MDR lini kedua. Hipotiroid merupakan efek samping dari pemberian etionamid. Sikloserin merupakan salah satu dari komponen pengobatan kedua yang bersifat bakteriostatik. Efek samping psikiatri seperti antesietas, halusinasi, depresi, euforia, perubahan kebiasaan, dan bunuh diri dilaporkan sebanyak 9,7-50% pada pasien yang menjalani pengobatan dengan sikloserin. Seorang perempuan berusia 46 tahun dengan diagnosis TB MDR, menjalani pengobatan TB lini kedua sejak januari 2016. Regimen pengobatan terdiri dari levofloksasin, sikloserin, etionamid, pirazinamid, etambutol, dan PAS. Evaluasi pengobatan dibulan pertama menunjukan adanya lelah, komunikasi yang berkurang, dan perubahan perilaku. Pasien sering merasa sedih, putus asa, dan sangat memikirkan penyakitnya. Pasien juga berpikir untuk mengakhiri hidupnya. Kemudian pasien menjalani rawat inap dan didiagnosis sebagai depresi imbas pengobatan TB, kemungkinan disebabkan sikloserin. Kemudian pemberian sikloserin dihentikan. Dalam waktu yang bersamaan, pemeriksaan laboratorium menunjukan adanya peningkatan TSH tanpa disertai gejala klinis hipotiroid. Dilakukan pemberian levotiroksin sebesar 1x100mkg. Pada akhir minggu ke-3 pengobatan, kadar TSH tetap meningkat sehingga pemberian etionamid dihentikan selama 3 bulan. Evaluasi setelah penghentian pemberian etionamid menunjukkan kadar TSH terkendali. Pemberian etionamid kemudian dilanjutkan dengan dosis titrasi per bulan. Kesimpulannya, pada pengobatan TB MDR, timbul efek samping pemberian etionamid perlu diperhatikan. Neorotoksisitas berat yang disebabkan sikloserin dapat ditangani dengan penundaan pemberian obat sementara. Hal lain yang perlu diingat adalah kondisi hipotiroid dapat memperlihatkan gejala depresi. Oleh karena itu, pemantauan efek samping pada obat TB diperlukan. "
Jakarta: Departement of Internal Medicine. Faculty of Medicine Universitas Indonesia, 2016
616 UI-JCHEST 3:3 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Arya Wentry
"Pengobatan merupakan salah satu upaya terapi yang dilakukan oleh dokter atau paramedis terhadap pasien. Penggunaan obat untuk tujuan pengobatan harus didasarkan pada prinsip bahwa secara medis akan memberikan manfaat dan aman bagi pasien. Dalam praktek pengobatan sering ditemui kebiasaan-kebiasaan penggunaan obat yang tidak sesuai dengan prinsip diatas, hal ini disebut dengan penggunaan obat tidak rasional. Dampak penggunaan obat tidak rasional dapat menimbulkan rendahnya mutu pelayanan, meningkatnya biaya kesehatan, dan ketergantungan masyarakat terhadap obat-obat tertentu.
Untuk mengurangi praktek penggunaan obat tidak rasional, Pemerintah telah melakukan berbagai upaya melalui proyek kesehatan IV di 5 propinsi termasuk Sumatera Barat dengan melaksanakan pelatihan penggunaan obat secara rasional untuk dokter dan paramedis serta pelatihan supervisi terpadu pengelolaan dan penggunaan obat secara rasional di Puskesmas.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang penggunaan obat tidak rasional dan faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan obat tidak rasional untuk penyakit ISPA non Pneumonia di Puskesmas se Kota Solok dengan metoda cross sectional yang diambil secara purpusif.
Dari penelitian ini didapatkan proporsi penggunaan obat tidak rasional 26,9%, dimana 64,4% resep ditulis oleh tenaga perawat/bidan dan 35,6% ditulis oleh dokter. Hasil analisis bivariat menunjukkan beberapa variabel yang secara statistik bermakna (p<0,05) yang berhubungan dengan penggunaan obat tidak rasional yaitu; jenis tenaga, mesa kerja, penetapan diagnosis, sikap terhadap penggunaan obat secara rasional, sikap terhadap pedoman pengobatan, tingkat kecukupan obat dan tingkat pengetahuan pasien/pengantar tentang penggunaan obat. Selanjutnya dari basil analisis multivariate diketahui bahwa faktor sikap tenaga kesehatan terhadap Pedoman Pengobatan dan Penetapan Diagnosis merupakan faktor risiko yang paling dominan.
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan agar Kepala Dinas Kesehatan Kota Solok agar membangun komitmen bersama dengan jajaran yang terlibat langsung pada pelayanan pengobatan di Puskesmas dengari membuat Surat Keputusan sebagai petunjuk pelak,anaan program penggunaan obat secara rasional, melaksanakan sosialisasi berupa penyuluhan yang tepat sasaran dan mengadakan pelatihan yang terprogram tentang pedoman pengobatan dan penggunaan obat secara rasional serta meningkatkan kegiatan monitoring, evaluasi dan suvervisi ke Puskesmas.

Factors which have Relationship with Irrational Use of Medicine for Non-Pneumonia ISPA Diseases in Public Health Centers of Solok, West Sumatra, 2001Healing diseases is one therapeutic effort conducted by a doctor or a paramedic towards patients. The use of medicine for healing diseases must be based on the principle that such effort will be useful and safe for patients.
In healing diseases, practices of using medicine are often found not going along with such mentioned above principle, of which it is called as irrational use of medicine. The impact of such irrational use of medicine is that it can cause decrease in service quality, rise in health costs, and public dependence on certain kinds of medicine.
To lessen such practice of irrational use of medicine, the Government has made various efforts through health projects W in five provinces including West Sumatra by way of conducting training of rational use of medicine for doctors and paramedics, and integrated supervision training in administration and rational use of medicine in Public Health Centers.
This research has the objective to obtain information about irrational use of medicine and factors which have relationship with irrational use of medicine for ISPA Non-Pneumonia Diseases in Public Health Centers of Solok by applying cross-sectional methods which is taken as purposively.
From this research the proportion of irrational use of medicine indicate 26.9 % in which 64.4 % of the prescriptions are written by nurses and 35.6 % by doctors. The outcomes of bivariat analysis shows that some variables are statistically significant (p<0.05) which has relationship with irrational use of medicine, i.e. types of labors, period of work, diagnosis determination, attitudes to rational use of medicine, attitudes to healing procedure, rates of medicine adequacy and knowledge levels of patients / introduction to use of medicine. Furthermore, from the outcomes of multivariate analysis, it is learnt that the factor of paramedics' attitudes towards Healing Procedure and Diagnosis Determination constitute factor of risk which is the most dominant.
Based on this research it is suggested that Head of Health Institution of Solok establish common commitment with the line-ups who involve directly in healing services in Public Health Center by issuing a decree as the manual of conducting program of rational use of medicine, carry out socialization in the form of effective counseling, provide programmed trainings regarding healing procedure and rational use of medicine, and increase such activities as monitoring, making evaluations and supervising in Public Health Centers.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T10005
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>