Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 67928 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Daniel Hasianto Hendarto
"Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi strategi pemolisian dalam pencegahan kejahatan perjudian online. Fokus penulisan ini adalah untuk mengidentifikasi karakteristik dan perkembangan tindak pidana perjudian online, faktor-faktor yang berkontribusi terhadap implementasi strategi pencegahan kejahatan tersebut di Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, serta strategi pemolisian yang ideal dalam melakukan pecegahan kejahatan tersebut. Prespektif teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Sittuational Crime Prevention dan Teori Kemitraan Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian kualitatif, dimana Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan adalah dengan cara: (1) Observasi; (2) wawancara tidak terstruktur dan, (3) studi literatur. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwasannya dalam upaya pencegahan kejahatan perjudian online, diperlukan pengembangan terkait berbagai strategi dan pendekatan dalam mencegah kejahatan tersebut, hal itu dikarenakan perkembangan perjudian online yang telah terjadi saat ini belum dapat diimbangi dengan upaya pencegahan kejahatan yang dilakukan oleh Polri dan Lembaga Pemerintahan terkait.

This research aims to explore policing strategies in the prevention of online gambling crimes. The focus of this paper is to identify the characteristics and development of online gambling crimes, the factors that contribute to the implementation of the crime prevention strategy at the Directorate of Cyber Crime of the Criminal Investigation Unit of the National Police, and the ideal policing strategy in preventing such crimes. The theoretical perspectives used in this research are Sittuational Crime Prevention theory and Partnership Theory. In this study the authors used qualitative research, where the data collection techniques that the authors did were by: (1) Observation; (2) unstructured interviews and, (3) literature study. The results of this study explain that in efforts to prevent online gambling crimes, development is needed related to various strategies and approaches in preventing these crimes, this is because the development of online gambling that has occurred today has not been able to be matched by crime prevention efforts carried out by the Police and related Government Institutions."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Roberto G.M.
"Adanya fenomena ujaran kebencian saat ini diperkuat dengan munculnya paradigma Post-truth yang sengaja dikembangkan dan menjadi alat propaganda dengan tujuan mengolah sentimen masyarakat, sehingga bagi masyarakat yang kurang kritis akan dengan mudah terpengaruh yang diwujudkan dalam bentuk empati dan simpati terhadap agenda politik tertentu yang sedang diskenariokan. Dalam penelitian ini teori pencegahan kejahatan ujaran kebencian yang digunakan adalah konsep G. Peter Hoefnagels, yang disebut sebagai politik kriminal (criminal policy), disamping dapat dilakukan secara represif melalui upaya nonpenal/criminal law application, dapat pula melalui sarana non penal/prevention without punishment. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, pemilihan narasumber dengan teknik purposive sampling. Lokasi penelitian di Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa Implementasi strategi Dittipidsiber Bareskrim Polri dalam melakukan pencegahan kejahatan ujaran kebencian antara lain; Pertama, Penerapan Hukum Pidana (criminal law application) dengan melakukan penegakkan hukum berbasis Integrative approach. Kedua, Melakukan Pencegahan Tanpa Pidana (prevention without punishment) dengan membentuk satuan tugas media sosial dan melakukan optimalisasi pemanfaatan media sosial. Ketiga, Mempengaruhi Pandangan Masyarakat terkait Pemidanaan Ujaran Kebencian (influencing views of society on punishment) dengan melakukan diseminasi konten-konten yang bersifat edukatif dan hombauan melalui media sosial, media massa maupun media yang lainnya.

The existence of the phenomenon of hate speech is currently reinforced by the emergence of the Post-truth paradigm which is deliberately developed and becomes a propaganda tool with the aim of cultivating public sentiment, so that people who are less critical will be easily influenced which is manifested in the form of empathy and sympathy for certain political agendas that are being screened. . In this research, the theory of preventing hate speech used is the G. Peter Hoefnagels concept, which is referred to as criminal policy, besides being repressive through criminal law application efforts, it can also be through prevention without punishment. This study uses a qualitative approach, selecting sources with purposive sampling technique. The research location is at the Directorate of Cyber Crime, Bareskrim Polri. The results of this study explain that the implementation of the strategy of the National Police Criminal Investigation Directorate in preventing hate speech crimes includes; First, the application of criminal law (criminal law application) by carrying out law enforcement based on an integrative approach. Second, do prevention without
punishment by forming a social media task force and optimizing the use of social media. Third, Influencing Public Views regarding the Criminalization of Hate Speech (influencing views of society on punishment) by disseminating educational and competitive content through social media, mass media and other media.
"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Claudia Nuke Irviana
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengembangan kapasitas organisasi di Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri agar terciptanya penanganan tindak kejahatan yang lebih baik. Pendekatan post positivism dan metode pengumpulan data secara kualitatif digunakan sebagai pendekatan dalam penelitian dimana berpegang pada pemahaman teori yang didukung dengan bukti empiris untuk mengumpulkan berbagai sumber data dan informasi mengenai kapasitas organisasi yang didapat dari hasil wawancara dan studi kepustakaan. Penelitian ini mencoba memotret kapasitas organisasi yang dimiliki oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri saat ini dan melakukan pengembangan kapasitas organisasi guna meningkatkan kualitas kinerja dalam penanganan kasus perkara dan pencapaian target capaian kinerja. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri harus lebih menguatkan fungsi dari organisasi dengan mengembangkan kapasitas organisasi yang dimiliki. Dengan mengacu pada ABK, struktur organisasi Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri harus dilakukan perombakan dan pengkajian ulang sebab masih banyak ditemukan ketidakpastian dan ketidaksesuaian. Organisasi belum mampu memenuhi jumlah SDM yang ideal. Hal ini berpengaruh pada anggaran belanja barang dan pegawai yang perlu diperhatikan dan diajukan ke divisi terkait guna terpenuhinya formasi serta menutupi beberapa jabatan kosong. Selain itu penguatan fungsi teknologi yang telah ada yakni pada situs Patroli Siber perlu dikembangkan beserta fitur-fitur yang dimiliki agar dapat dimanfaatkan secara maksimal dan sebagai pendukung dalam tercapainya target penyelesaian kasus.

This study aims to analyze the development of organizational capacity in the Directorate of Cybercrime, Bareskrim Polri in order to create a better handling of crimes. Post-positivism approach and qualitative data collection methods are used as approaches in research which adhere to an understanding of theory supported by empirical evidence to collect various sources of data and information about organizational capacity obtained form interviews and literature studies. This study tries to capture the organizational capacity of the current Directorate of Cybercrime, Bareskrim Polri and develop organizational capacity to improve the quality of performance in handling cases and achieving performance targets. The results of the study revealed that the Directorate of Cybercrime, Bareskrim Polri, must further strengthen the functions of the organization by developing its organizational capacity. By referring to the Workload Analysis, the organizational structure of the Directorate of Cybercrime, Bareskrim Polri, must be reformed and reviewed because there are still many uncertainties and discrepancies. The organization has not been able to meet the ideal number of Human Resources. This affects the budget for goods and personnel which need to be considered and submitted to the relevant divisions in order to fulfill formations and cover several vacant positions. In addition, the strengthening of the existing technology functions, namely the Patroli Siber site, needs to be developed along with the features it has so that it can be utilized optimally and as a supporter in achieving the target for solving cases."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Golose, Petrus Reinhard
"Disertasi ini merupakan hasil analisis dari penelilian kualitatif dan literatur secara mendalam yang terfokus pada manajemen penyidikan hacking oleh Unit V IT & Cybercrime yang diterapkan pada proses penyidikan kasus hacking website Partai Golkar. Kasus hacking website Partai Golkar merupakan kasus hacking pertama yang telah berkekuatan hukum tetap yang ditangani oleh Unit V IT & Cybercrime. Dalam pelaksanaan penyidikan hacking, Unit V IT & Cybercrime menghadapi permasalahan berkaitan dcngan belum adanya ketentuan hukum materil yang secara tegas mengatur mengenai tindak pidana hacking pada saat itu dan belum adanya ketentuan hukum formil yang mengatur secara khusus mengenai penanganan bukti digital. Permasalahan tersebut berhasil dihadapi penyidik dengan melakukan interpretasi terhedap ketentuan hukum yang ada.
Disertasi ini mengajukan suatu pengertian tindak pidana hacking sebagai setiap kegiatan yang menggunakan komputer atau sistem elektronik lainnya yang dilalcukan dengan cara mengakses suatu sistem jaringan komputer baik yang terhubung dengan internet atau tidak, baik dengan tujuan maupun tidak, untuk memperoleh, mengubah dengan cara menamhah atau mengurangi, menghilangkan atau merusak informasi dalam sistem komputer dan atau sistem elektronik lainnya dengan melawan hukum. Hacking berbeda dengan kejahatan konvensional.
Hacking dapat dilakukan dari berbagai tempat yang terpisah atau tidak mengenal batas wilayah (borderless) dan transnasional (lintas batas ncgara). Hacking tidak meninggalkan jejak berupa catatan atau dokumen fisik dalam bentuk kertas (paperless) akan tetapi semua jejak hanya tersimpan dalam komputer dan jaringan tersebut dalam bentuk data atau informasi digital berupa log files. Penyidikan tindak pidana hacking juga berbeda dengan penyidikan kejahatan konvensional yaitu sebagian proses penyidikan dilakukan. di cyberspace, adanya masalah yurisdiksi hukum, eksistensi bukti digtal (digital evidence) dun penanganan komputer sebagai tempat kejadian perkara (crime scene) dimana diperlukan dukungan laboratorium komputer forensik untuk menganalisa bukti digital yang telah didapat. Penyidik menerapkan prinsip-prinsip dan fungsi manajemen dalam proses penyidikan. Proses manajemen tersebut diterapkan sebagai suatu siklus yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, implementasi, serta pengawasan dan evaluasi. Secara khusus disertasi ini memotret proses manajemen penyidikan hacking sehingga menghasilkan prooses manajemen yang terdiri dari penerimaan laporan (accepting input), penugasan (assigning), perencanaan (planning), pelaksanaan dan penyesuaian (executing and adjusting), pengendalian dan evaluasi (controlling and evaluation), penyerahan hasil (result delivery), bantuan di persidangan (court support) serta dokumentasi hukum (legal documentation).
Dengan manajemen penyidikan tindak pidana hacking tersebut, proses manajemen penyidikan tidak berhenti pada penyerahan berkas perkara ke penuntut umum saja, tetapi terus berlanjut ke tahap pemidangan, dimana penyidik berperan sebagai saksi verbalisan dan membantu penuntut turun dalam menghadirkan saksi dan ahli. Disamping itu terdapat pula dokumentasi hukum, dimana putusan hakim akan didokumentasikan oleh penyidik sehingga dapat digunakan sebagai penimbangan dalam perencanaan penyidikan pada kasus hacking yang terjadi di kemudian hari. Proses manajemen penyidikan tersebut tidak berjalan secara independen melainkan terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi proses tersebut seperti: budaya organisasi, kepemimpinan dan peranan stakeholders. Berdasarkan hasil diskusi kelompok dan wawancara berpedoman diketahui bahwa Unit V IT & Cybercrime mempunyai budaya organisasi yang berbeda. Sub budaya organisasi yang ada saat ini di Unit V IT & Cybercrime mendorong anggotanya untuk terus maju (progresif) hal ini didukung dengan penghargaan dari pemimpin dan peer pressure dari anggota unit lainnya sebagai motivasi ekstrinsik. Peranan Kepala Unit sebagai pemimpin menjadi motivator-Unit V IT & Cybercrime tampak dominan terlihat dari ketergantungan Unit V IT & Cybercrime terhadap pemimpinnya dalam hubungannya dengan stakeholders dan dalam melakukan transformasi budaya."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
D898
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Engkesman R. Hillep
"Tesis ini merupakan hasil penelitian menggunakan metoda kualitatif dalam bentuk studi kasus, dengan pendekatan manajemen, yuridis dan psikologis dalam membahas proses pengambilan keputusan para agen yaitu Pimpinan dan para Penyidik Bareskrim Polri, yang memiliki kapasitas bertindak kreatif, sebagai respon terhadap aturan dan sumber daya organisasi (struktur) dalam penyidikan terhadap para Tersangka Perwira Tinggi Polri.
Permasalahan pokok dan tesis ini adalah mempertanyakan apakah para agen mampu menerapkan kapasitas bertindak kreatif yang mereka miliki sehingga dapat mempertahankan jati diri sebagai penegak hukum yang jujur, adil dan tidak diskriminatif, sertal tidak menyalah gunakan wewenangnya ketika menyidik sesama anggota Polri.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui, memahami proses, bentuk, pola, kemungkinan penyebab dan pengaruh dari keputusan para agen khususnya para Penyidik dalam mengunakan kapasitas bertindak kreatif ketika menyidik sesama anggota Polri, dalam hal ini para Perwira Tinggi Polri.
Secara umum penelitian menunjukan bahwa, kapasitas bertindak kreatif yang mendasari keputusan penyidik untuk memberiakukan atau tidak memberiakukan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan undangundang atau ketentuan lainnya yang berlaku dalam organisasi kepolisian, terhadap tersangka yang adalah atasan atau senior mereka, dipengaruhi oleh persepsi Penyidik yang lahir dari budaya kepolisian yang mereka anut. Kadar rasa hormat dan loyalitas kepada atasan maupun senior memegang peranan dominan terhadap penilaian subyektif penyidik dalam bertindak sehingga aspek etika dalam bentuk sikap yang penuh sopan santun, manusiawi, dan empati sangat ditonjolkan, Iebih-lebih kepada para Tersangka yang dinilai sebagai senior yang memiliki kepribadian yang balk oleh para penyidik.
Meskipun demikian, prinsip-prinsip dan kebijaksanaan yang telah digariskan pimpinan untuk menuntaskan kasusnya, sebagai wujud tanggung jawab terhadap tugas dan byalitas kepada institusi tetap dipertahankan, sehingga seluruh prosedur dan tahapan penyidikan sesuai ketentuan dapat dipenuhi dan kasusnya dapat diteruskan sampai pada tingkat peradilan dan penjatuhan hukuman.
Kesimpulan dan hasil penelitian memperlihatkan, pertama, para agen sesuai dengan tingkat kekuasaan dan wewenang mereka di dalam organisasi dengan kreasi dan kapasitas bertindak atas penilaian sendiri itu memberi kontribusi pencapaian tujuan penyidikan tanpa menimbulkan konflik yang berarti. Kedua, pada level pengambil keputusan, melalui tindakan kreatifnya mampu mengeliminir tekanan struktur yang lebih tinggi dan berskala strategis, bahkan berhasil mereproduksi struktur Baru dalam bentuk Keputusan Menkumham RI yang menetapkan rumah tahanan Polri sebagai Lapas bagi Terpidana Polri. Dan ketiga, hasii dari tindakan-tindakan kreatif pada level pelaksana, temyata memperlihatkan diskriminasi perlakuan yang dapat dikiasifrkasikan sebagai penyimpangan ringan namun dapat memberi implikasi yuridis bila terekspos ke depan publik hukum.
Wujud dari tindakan kreatif para agen yang diskriminatif menunjukan pola sebagai berikut :Terdapat perlakuan yang berbeda yang ditampilkan Penyidik (agen) dalam penyidikan terhadap Tersangka sipil dan tersangka anggota Polri. Perlakuan terhadap Tersangka Pain umumnya lebih longgar dan semakin tinggi tingkat kepangkatan Tersangka Polri yang disidik, semakin tinggi pula tingkat kelonggaran yang diberikan. Perlakuan yang sangat khusus diberikan pada Tersangka berpangkat Perwira Tinggi Polri.
Sesuai dengan tujuan tesis, rekomendasi yang diajukan adalah perlunya menetapkan dan merumuskan secara lebih jelas dan tepat konsep diskresi untuk Polri agar keragaman pemahaman dapat dicegah; penyusunan petunjuk yang jelas tentang prosedur pemenksaan pelanggaran disiplin, kode etik Polri dan pelanggaran pidana oleh anggota Polri berikut sistem pengawasannya; Berta penyusunan prosedur tetap penyidikan terhadap anggota Polri yang diproses karena pelanggaran pidana.

The thesis is a result of a research employing qualitative method in a form of a case study. The thesis also employs management, juridical and physiological approach in discussing the process of making decision made by some agents; that is, the administrators and investigators of Criminal Investigation Department (CID) of Indonesian National Police (INP) who have the capability to act creatively as a response to regulations and the organization's human resources in investigating high-rank police officers.
The capability to act creatively as the base of the investigators' decision as the agents of enforcing or not enforcing regulations stated in laws or other rules that prevail in police organization to the suspects who are actually the investigators' superiors or seniors, is influenced by the investigators' perception which comes from the police culture. The degree of respect and loyalty of the investigators to their superiors or seniors plays dominant roles in their subjective assessment so that ethical aspects in the forms of respect, humanity, and empathy strongly dominate such assessment. This is especially true in investigating suspects who are their senior that are regarded by the investigators to have good personality. Nevertheless, principles and policies that are underscored by their chief as a form of responsibility to the duties and loyalty to the institution are still maintained so that all procedures and steps of investigation can be fulfilled. In addition, the case can be forwarded to the level of trial and punishment.
The result of the research reveal some points: First, the agents, in accordance with their level of authority in their organizations and with their capability and creativity have given contribution in order to achieve the goals of investigation without causing significant conflict; Second, at the level of decision maker the investigators, using their creative action, are able to eliminate higher structural pressure as well as strategic pressure and they even succeeded to struggle for a new structure in a form of a decree of the Minister of Law and Human Rights which determines the prison of INP members as the penitentiary for convicted from INP members; and Third, the results of creative action at the level of implementation, in fact, show that discriminative treatment that can be classified as minor deviances but such deviances can give juridical implication if they are exposed to the public.
The shape of creative action of the discriminative agents shows the following patterns: there are different treatments done by the agents (investigators) in investigating civilian suspects and suspects belong to INP. Treatments to suspects belong to INP are generally laxer and the higher of the rank of the suspect the laxer of the treatment given. There are even extremely specific treatments given to suspects who are high-rank police officers.
In accordance with the aim of the thesis, the author recommends that it is necessary to determine and to formula a clearer and more precise concept of police discretion so that various and ambiguous understanding can be avoided. In addition, the author suggests formulating a clearer direction on the procedure of investigating discipline violation, Polri code of ethic and criminal act as well as the supervision of the implementation. Finally, the author also suggests formulating a fixed procedure about the investigation of Polri members who are processed because of criminal violation."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T20683
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Yunisa
"Penelitian ini merupakan studi tentang penerapan pendekatan follow the money dalam investigasi kejahatan money laundering di Indonesia. Kejahatan money laundering sulit untuk dilacak keberadaannya karena para pelaku menyembunyikan atau mengaburkan harta kekayaan ilegal mereka dengan memanfaatkan sistem keuangan. Sehingga pengungkapan kejahatan money laundering membutuhkan pendekatan dengan mentrasir proses penyembunyian asal usul dana hasil kejahatan. Peneliti mencoba mendeskripsikan bagaimana mana proses investigasi kejahatan money laundering secara umum serta bagaimana penerapan pendekatan follow the money dalam proses investigasi tersebut. Metode penelitian yang digunakan yaitu dengan pendekatan kualitatif deskriptif, dimana pengumpulan data dilakukan dengan wawancara informan dan studi literatur. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa pendekatan follow the money merupakan bagian dari proses investigasi, yaitu pada tahap penyelidikan. Pendekatan follow the money ini berguna membantu bagaimana membuktikan adanya aliran dana dalam rekening pelaku yang berasal dari kegiatan kriminal, untuk selanjutnya dijadikan bukti di pengadilan. Namun masih ada kendala yang dihadapi oleh pihak Subdit Money Laundering, Direktorat II Eksus Bareskrim Polri selama proses investigasi dengan pendekatan follow the money. Salah satunya adalah laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM) yang tidak bermutu, serta minimnya jumlah personel penyidik di Subdit Money Laundering, Direktorat II Eksus Bareskrim Polri.

This research is a study about implementation of the approach ?follow the money in Indonesia money laundering investigation. Money laundering is difficult to be tracked because the perpretators hide their illegal wealth by utilizing financial system. Thus, the disclosure of money laundering concealment need an approach that can trace the origins of the crime. The conclusion of this study is that the approach of follow the money was part of investigation. Follow the money approach is useful to help help in proofing the existence of the funds flow in the account which comes from the perpetrators off criminal activity. It can be used as evidence in the court. But there are still obstacles that faced by Subdit Money Laundering, Direktorat II Eksus Bareskrim Polri during the process of investigation with follow the money approach. A Suspicious Transaction Record (STR) which not qualified, as the inadequate number of personnel in Subdit Money Laundering, Direktorat II Eksus Bareskrim Polri."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hasiholan, Golfried
"Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian ini mencari fakta-fakta langsung kelapangan dengan menggali dan mendalami factor-faktor penghambat apa yang membuat Direktorat III Pidkor & Wcc Bareskrim Polri tidak optimal dalam melaksanakan tugas dalam penanganan masalah tindak pidana korupsi di Indonesia.
Hasil temuan penelitian penulis menyampaikan secara ringkas bahwa Direktorat III Pidkor & Wcc Bareskrim Polri belum optimal dalam pelaksanaan tugasnya dalam penanganan tindak pidana korupsi. Banyak hambatan-hambatan yang di hadapi oleh Direktorat III Pidkor & Wcc Bareskrim Polri seperti dari segi personel, latar belakang pendidikan, belum adanya petunjuk teknis dalam penyidikan mengenai penanganan Tindak pidana korupsi dari Bareskrim, sarana prasarana yang belum memadai, anggaran yang masih sangat terbatas, sering terjadi bolak balik perkara, masih digabungnya penyelidikan dan penyidikan di Direktorat III Pidkor & Wcc Bareskrim Polri sehungga membuat tidak maksimalnya hasil dalam pelaksanaan tugas oleh personel Direktorat III Pidkor & Wcc Bareskrim Polri.
Sehingga kesimpulan dari penelitian ini adalah Direktorat III Pidkor & Wcc Bareskrim Polri belum optimal dalam melaksanakan tugas penegakkan hukum bidang korupsi dan rekomendasi 2 struktur organisasi lainnya peneliti sajikan yaitu perbandingan dengan Kejaksaan Jampidsus dan KPK beserta dan data-data pendukung lainnya untuk membuktikan bahwa Direktorat III Pidkor & Wcc Bareskrim Polri belum optimal, dengan harapan adanya pembaharuan dan perbaikan struktur organisasi Direktorat III Pidkor & Wcc Bareskrim Polri, dan juga dibutuhkan pimpinan yang mempunyai komitmen untuk melawan para koruptor di Indonesia ini dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas para personil Direktorat III Pidkor & Wcc Bareskrim Polri.

This study used qualitative research methods to find the facts straight spaciousness to dig and explore the factors inhibiting what makes Directorate III of Corruption & WCC Criminal Investigation Police are not optimal in carrying out duties in handling the problem of corruption in Indonesia.
The findings of the study authors to submit a brief that the Directorate III of Corruption & WCC Criminal Investigation Police is not optimal in the performance of its duties in the handling of corruption. Many of the obstacles faced by the Directorate III of Corruption & WCC Criminal Investigation Police & Police like in terms of personnel, educational background, lack of technical instructions in the investigation regarding the handling of the Criminal Investigation Corruption, inadequate infrastructure, which is still very limited budget, going back and forth frequently the case, still digabungnya the investigation at the Directorate III of Corruption & WCC Criminal Investigation Police makes no maximum results in performance of duties by personnel of Directorate III of Corruption & WCC Criminal Investigation Police.
So the conclusion of this research is the Directorate III of Corruption & WCC Criminal Investigation Police is not optimal in performing law enforcement duties of corruption and other organizational structure recommendation two researchers present the comparison with the Attorney Jampidsus and its KPK and other supporting data to prove that the, Directorate III of Corruption & WCC Criminal Investigation Police in the hope of renewal and improvement of the organizational structure of Directorate III of Corruption & WCC Criminal Investigation Police, and also takes the leadership that is committed to fight this corrupt in Indonesia in order to support the tasks of the personnel of the Directorate III of Corruption & WCC Criminal Investigation Police.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T29684
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Orisa Shinta Haryani
"Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat memunculkan satu media komunikasi baru yang disebut dengan media sosial. Kepolisian Republik Indonesia membentuk Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri untuk menangani masalah kejahatan siber di media sosial dan melakukan pemberdayaan media sosial dalam konteks pemolisian masyarakat. Penelitian ini melihat bagaimana pemberdayaan media sosial yang dilakukan oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri. Selain itu penelitian ini juga melihat dampak pemberdayaan media sosial tersebut terhadap masyarakat serta menemukan faktor penyebab tidak maksimalnya implementasi pemberdayaan media sosial dan juga menemukan solusi untuk meningkatkan pemberdayaan tersebut. Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif dan pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, juga melakukan studi literatur. Konsep yang digunakan di dalam penelitian ini adalah konsep community policing, effective policing, dan dampak pemberdayaan media sosial. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberdayaan media sosial oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri dilakukan untuk memberikan informasi pada masyarakat, melakukan deteksi dini pelaku kejahatan, membangun relasi dengan masyarakat, dan melakukan fungsi pengawasan dan kontrol terhadap perilaku masyarakat di media sosial. Dampak tidak maksimalnya pemberdayaan media sosial adalah ketidakpercayaan masyarakat terhadap kepolisian, media sosial tidak menjadi alat yang efektif dalam melakukan investigasi dan penyelidikan kasus, media sosial tidak mampu menjadi sarana penyampaian keberhasilan polisi sehingga tidak dapat meningkatkan performa kerja anggota, dan upaya pencegahan kejahatan tidak terlaksana dengan baik.

The development of information technology is so rapidly raises a new communication media called social media. Indonesia National Police established the Cyber Crime Investigation Center to deal with cybercrime in social media and empower social media in the community policing context. This study looks at how social media empowerment conducted by Cyber Crime Investigation Center. In addition, this study also looked at the impact of social media empowerment to the community and find the cause of unsuccessful implementation of social media empowerment and also find solutions to improve the empowerment. This research used qualitative approach and data collection techniques use interview, observation, also conducting literature study. The concept used in this research is community policing, effective policing, and the impact of social media empowerment. The results of this study indicate that social media empowerment by Cyber Crime Investigation Center aims to give information to society, early detection of criminal offenders, to build relation with society, and to do supervision and control in social media. The ineffectual impact of social media empowerment is public distrust of the police, social media is not an effective tool in investigating cases, social media can not be a medium to deliver the success story of the police works, and crime prevention in social media are not well implemented."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T49138
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Asshabul Kahfi
"Tingkat perpindahan fungsi dari anggota Polri yang tinggi yang disebabkan tidak sesuainya kemampuan, minat dan bakat dari personel Polri tersebut yang menduduki jabatan atau posisi dalam organisasi tersebut menyebabkan kurang maksimalnya kinerja Bareskrim Polri dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Penyelesaian permasalahan tersebut dilakukan dengan langkah program talent scouting. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk dapat menentukan strategi pelaksanaan talent scouting serta menentukan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil talent scouting tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan kualitatif dan metode deskriptif penelitian ini akan mengambil sumber data dengan teknik pengamatan, wawancara dan telaah dokumen. Penelitian dilaksanakan di Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri dengan menggunakan analisis data berupa pengumpulan data, kondensasi data, penyajian data, dan kesimpulan. Hasil penelitian munjukkan bahwa Badan Reserse Kriminal melakukan penyelaran strategi talent scouting dengan kebutuhan organisasi dalam pencapaian tujuannya yaitu menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Hal ini terlihat dengan kebijakan pimpinan Bareskrim dalam mengembangkan perwira kepolisian yang sudah ada maupun pola rekruitmen dari Akademi Kepolisian yang bertujuan agar perwira yang dibina dan diberdayakan sesuai dengan tujuan utama visi dan misi organisasi. Bareskrim Polri memberikan kesempatan kepada semua perwira untuk mengembangkan dan memberdayakan dirinya sehingga kompetensi dan keahlian perwira dalam bidang reserse kriminal terus meningkat melalui pelatihan fungsi reskrim baik nasional maupun internasional serta memfasilitasi perwira untuk melanjutkan pendidikan formal ke jenjang magister maupun doctoral. Talent scouting yang diterapkan oleh Badan Reserse dan Kriminal Polri telah berjalan baik sehingga mampu mendapatkan perwira yang berbakat dan mempunyai keahlian tinggi dalam bidang reskrim. Hambatan utama yang dihadapi oleh Badan Reserse dan Kriminal Polri dalam implementasi talent scouting adalah kemampuan untuk mempertahankan perwira agar tetap berkarier dalam bidang reskrim. Walapun tugas reskrim sangat penting tetapi masih banyak perwira yang menganggap bidang tersebut tidak menunjang karier dan jabatan sebagai anggota kepolisian.

One of the elements in compiling a strong existing security system is the functioning of law enforcement properly and correctly. This activity is the forerunner and foundation of the institution to create justice in the life of society, nation and state. To be able to carry out their duties professionally, competent and qualified human resources for the Polri detective function are needed. The ideal step from an early age is to implement a talent scouting program. The results of the study show that the Criminal Investigation Agency aligns talent scouting strategies with organizational needs in achieving its goals, namely maintaining security and public order. This can be seen from the policy of the Bareskrim leadership in developing existing police officers as well as the recruitment pattern from the Police Academy which aims to foster and empower officers in accordance with the main objectives of the organization's vision and mission. Bareskrim Polri provides opportunities for all officers to develop and empower themselves so that the competence and expertise of officers in the field of criminal investigation continues to increase through training in the criminal function both nationally and internationally and facilitates officers to continue their formal education to the master's and doctoral levels. Talent scouting implemented by the Police Research and Criminal Agency has been running well so that it is able to get officers who are talented and have high expertise in the field of criminal justice. The main obstacle faced by the Police Research and Criminal Agency in implementing talent scouting is the ability to retain officers so they can continue to pursue careers in the field of criminal justice. Even though criminal work is very important, there are still many officers who think that this field does not support their career and position as members of the police force."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satrio Adie Wicaksono
"Maraknya aksi unjuk rasa yang terjadi selama Pilgub DKI Jakarta terfokus pada proses hukum kasus yang menjerat salah satu calon Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama BTP . Selama proses penyelidikan dan penyidikan kasus BTP, Polri dihadapkan pada tekanan publik yang dipengaruhi oleh pemberitaan media massa. Aksi unjuk rasa yang terjadi dilakukan oleh kelompok pendukung dan penentang BTP dengan mengusung tuntutan yang saling bertolak belakang. Kelompok pendukung menuntut penghentian perkara dan penangguhan penahanan BTP sedangkan kelompok penentang BTP menuntut agar proses hukum dipercepat dan dilakukan penahanan terhadap BTP oleh penyidik. Dari proses hukum yang sudah selesai dilaksanakan, terlihat bahwa penyidik tidak menghentikan perkara dan tidak melakukan penahanan terhadap BTP. Langkah tersebut menandakan bahwa penyidik menempatkan tekanan publik sebagai salah satu pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. Hal itu dimaknai sebagai respon penyidik terhadap tekanan publik selama proses penyelidikan dan penyidikan Kasus BTP. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan studi literatur. Analisa dilakukan dengan menggunakan teori agenda setting untuk melihat bentuk-bentuk tekanan publik selama proses hukum kasus BTP dan teori pengambilan keputusan untuk membahas respon penyidik terhadap tekanan publik yang muncul dalam dalam penyelidikan dan penyidikan Kasus BTP.

A large number of civil unrest during Jakarta rsquo s Governor Election 2017 was focused in legal process of incumbent candidate, Ir. Basuki Tjahja Purnama BTP . During the investigation process of BTP case, INP was exposed by public pressures which influenced by mass media coverage. The civil unrests were did by the supporters and the opponents of BTP whose brought different and contradictive demands into police duty. The supporters demanded to stop the legal process and to delay the BTP's arrest. In other side, the opponents demanded to accelerate the law process and to arrest BTP. At the legal process of BTP, it shown that the investigator didn't stop the case and didn't arrest BTP. It implies that the investigator used public pressure as their consideration in their decision making process. It was also interpreted as an investigator's response to public pressure during the investigation and investigation process of the BTP case. This research is a qualitative with collecting data techniques through observation, interview, and study literature. The analysis was conducted using the agenda setting theory to look at the forms of public pressure during the legal process of the BTP case and the decision making theory to explain the investigator's response to public pressure which arise in the investigation's of the BTP Case.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>