Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 57967 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nababan, Daniel Jeremia Natanael
"Penelitian ini bertujuan untuk merekonstruksi dampak kebijakan iklim Uni Eropa (EU) dan mengidentifikasi mekanisme hegemoninya terhadap berbagai aspek dan sektor yang ada di negara-negara ASEAN. EU sebagai aktor utama yang proaktif dalam penanganan masalah iklim global telah menghasilkan berbagai kebijakan, program, kerja sama, dan pengaruh-pengaruh yang signifikan terhadap negara maupun lembaga internasional di dunia, termasuk di wilayah ASEAN. Namun, rangkaian kebijakan dan program kerja sama iklim EU melalui mekanisme hegemoninya juga memberikan dampak negatif terhadap negara-negara ASEAN, khususnya Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Penelitian menggunakan metode penelitian kualitatif eksploratif dengan pendekatan kritis. Teori hegemoni dari Gramsci dan teori politik hijau dari Andrew Dobson digunakan dalam penelitian. Penelitian mengumpukan data dari tahun 2015-2023, terhitung sejak diberlakukannya Paris Agreement hingga pemberlakuan kebijakan EU Deforestation-Free Regulation di tahun 2023. Studi ini menemukan bentuk baru dari hegemoni politik iklim EU dan mekanismenya. Analisis penelitian juga berhasil menjelaskan berbagai implikasi negatif dari kebijakan iklim EU terhadap berbagai sektor dan aspek yang ada di ketiga negara ASEAN. Kesimpulan penelitian ini menjelaskan bahwa mekanisme hegemoni politik kebijakan iklim EU terhadap ketiga negara ASEAN cenderung lebih memenuhi kepentingan ekonomi dan politik EU. Adapun kebijakan iklim EU kontradiktif dengan prinsip pengelolaan lingkungan yang ada di dalam politik hijau.

This research focuses on reconstructing the European Union's (EU) climate policy impacts and identifying their hegemonic mechanisms in aspects and sectors in ASEAN countries. As the primary actor that is proactive regarding global climate issues, the EU produces various policies, programs, cooperation, and substantial influences on countries, regions, and international institutions around the world, including in the ASEAN. Despite being proactive on the climate issue, the EU's climate cooperation efforts and programs function through hegemony and have negative implications for ASEAN countries, particularly Indonesia, Malaysia, and Philippines. This study applies a qualitative-explorative research method with a critical approach. Gramsci's theory of hegemony and Andrew Dobson's green political theory are utilized in the study. The research spans from 2015 to 2023, beginning with the Paris Agreement and concluding with the enforcement of the EU Deforestation-Free Regulation proposal in 2023. The study reveals new forms of EU climate political hegemony and its mechanisms. In addition, the analysis shows that the EU’s climate policies have negative impacts on aspects and sectors in the three ASEAN countries. The conclusion of this study suggests that the political hegemony mechanism of EU climate policy towards the three ASEAN countries tends to fulfill the EU’s economic and political interests. In addition, the EU's climate policies are contrary to green political values."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eksa Septiana
"[ABSTRAK
Setelah bergabung dengan UE, ekonomi negara-negara Visegrad semakin terbuka dan mengalami peningkatan
PDB. Hal ini disebabkan oleh kebijakan liberalisasi perdagangan, yang telah diterapkan sejak negara-negara
Visegrad masih dalam tahap persiapan keanggotaan UE. Kebijakan liberalisasi perdagangan yang diterapkan
berupa peningkatan kuota, penghapusan bea, dan kemudahan dalam regulasi pada barang impor. Di pihak lain,
UE juga memperoleh keuntungan dengan bergabungnya negara-negara Visegrad karena pangsa pasar UE
semakin luas.ABSTRACT Having joined the Euopean Union, the economy of the Visegrad countries become more open and get the
increase of the GDP. This is due to the trade liberalization policy, which has been applied since the Visegrad
countries were still in the preparation stage of the EU membership. The trade liberalization policy that was
implemented is in the form of the quota increase, the elimination of the duties, and the ease in the regulations on
the imported goods. On the other hand, the EU also get the benefit by joining the Visegrad countries because the
EU?s market share more expand;Having joined the Euopean Union, the economy of the Visegrad countries become more open and get the
increase of the GDP. This is due to the trade liberalization policy, which has been applied since the Visegrad
countries were still in the preparation stage of the EU membership. The trade liberalization policy that was
implemented is in the form of the quota increase, the elimination of the duties, and the ease in the regulations on
the imported goods. On the other hand, the EU also get the benefit by joining the Visegrad countries because the
EU?s market share more expand, Having joined the Euopean Union, the economy of the Visegrad countries become more open and get the
increase of the GDP. This is due to the trade liberalization policy, which has been applied since the Visegrad
countries were still in the preparation stage of the EU membership. The trade liberalization policy that was
implemented is in the form of the quota increase, the elimination of the duties, and the ease in the regulations on
the imported goods. On the other hand, the EU also get the benefit by joining the Visegrad countries because the
EU’s market share more expand]"
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Armyta Rahardhani
"Tesis ini membahas family policies yang ditetapkan oleh Uni Eropa dan penerapannya di negara-negara anggota khususnya di wilayah Visegrad. Family policies yang dibahas dalam tesis ini terdiri dari empat kebijakan yaitu, cuti orang tua, tunjangan orang tua, tunjangan anak-anak dan ketersediaan layanan childcare. Kebijakan-kebijakan ini menjadi ranah kebijakan sosial yang menjamin kesejahteraan masyarakat khususnya dalam tingkat keluarga. Negara-negara Visegrad menjadi anggota Uni Eropa pada tahun 2004 dan harus menerapkan standar yang diberikan terkait kebijakan-kebijakan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan menganalisis penerapan kebijakan dengan melihat perspektif masyarakat Visegrad, khususnya perempuan. Hasil penelitian ini menjelaskan alasan mengapa family policies di negara-negara Visegrad belum dapat mengatasi permasalahan kependudukan di sana.

This thesis discusses about family policies and their implementation in the European Union and its member states, particularly in Visegrad countries. The family policies discussed consist of 4 policies; parental leave policy, parental benefits policy, children benefit and policy on childcare service. These policies belong to social policy which guarantees the social security of a family. The four Visegrad countries became the European Union member states in 2004, so that they have to implement the measures given on the policies related. This is a qualitative research which analyse the implementation of family policies from the perspective of Visegrad people, particularly women. This research explains about reasons why the family policies have not overcame the problems of population growth in Visegrad countries.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Aulia
"Penelitian ini adalah analisis kritis terhadap hegemoni, konflik kepentingan, serta politik luar negeri Prancis dan Uni Eropa di 6 kawasan Teritori Seberang Lautan (Territoire dOutre Mer) Prancis yang juga merupakan Outermost Region (OR) Uni Eropa, yakni Guadeloupe, Guyana Prancis, Réunion, Martinique, Mayotte, dan Saint-Martin. Keenam teritori itu ialah bekas jajahan Prancis yang kini terintegrasi secara politik dengan Uni Eropa sebagai Teritori Seberang Lautan Prancis. Penelitian ini memiliki 2 tujuan. Pertama, untuk memperoleh penjelasan atas motivasi yang mendorong Prancis dan Uni Eropa mempertahankan 6 OR itu meskipun terpaut jarak yang jauh, dependen secara ekonomi, dan memiliki budaya yang berbeda dari Prancis Metropolitan. Kedua, untuk mengetahui bagaimana kebudayaan yang terbentuk akibat interaksi Prancis, UE, dan OR. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode kualitatif dengan pendekatan hubungan internasional dan sejarah kebudayaan. Adapun teori yang dipakai sebagai instrumen analisis ialah teori Hegemoni Gramsci-baik yang menggunakan perspektif HI, maupun kebudayaan-teori Neofungsionalisme Ernst B. Haas, serta teori Praktik Budaya Pierre Bourdieu. Di akhir penelitian ini, terlihat bahwa motivasi Prancis dan UE tetap mempertahankan keenam OR Prancis ialah (1) keuntungan ekonomi, (2) ekspansi Euro dan politik UE di luar Eropa Daratan, (3) kekuasaan kelompok elit, serta (4) idealisme Prancis untuk mempertahankan pengaruhnya sebagai sebuah imperium yang besar. Interaksi antara Prancis dan OR lebih mempengaruhi kebudayaan OR dibandingkan sebaliknya. Hal ini disebabkan oleh kekuatan simbolik yang dimiliki Prancis lebih besar dibandingkan OR. Prancis mengakibatkan lahirnya kreolitas dan identitas ganda di OR, sedangkan OR mengubah Prancis yang mulanya tidak menoleransi kreolitas menjadi negara yang mengakui fenomena itu sebagai bagian dari kekayaan nasional. Interaksi itu juga mengubah sistem pendidikan Prancis menjadi lebih terbuka pada kebutuhan untuk mempelajari bahasa-bahasa minor teritorinya.

This study is a critical analysis of hegemony, conflict of interest, as well as French and European Union foreign policy in 6 French Overseas Territories (Territoire dOutre Mer) which are also the European Unions Outermost Region (OR), namely Guadeloupe, French Guiana, Réunion, Martinique, Mayotte, and Saint-Martin. The six territories are former French colonies which are now politically integrated within the European Union as the French Overseas Territory. This study has 2 objectives. First, to get an explanation of the motives that pushed France and the European Union to maintain the 6 ORs even though they were at a great distance, economically dependent, and has had a different culture from Metropolitan France. Second, to gain understanding on how culture is formed due to France, the EU and the ORs interaction. This study employes qualitative methods within international relations and cultural approaches. The theories which were used as instruments of analysis were Gramscis Hegemony theory, Ernst B. Haas Neofunctionalism theory, and Pierre Bourdieus Cultural Practice theory. At the end of this study, it appears that the motivation of France and the EU to maintain its ORs are (1) economic benefits, (2) Euro and EU expansion outside of Mainland Europe, (3) elite group power, and (4) French idealism to maintain its influence as a great empire. The interaction between France and its ORs has more influence on OR culture than vice versa. This is due to the symbolic powers that France possesses are far greater than ORs. Such interaction has resulted in the birth of creativity and multiple identities in the ORs. On the other hand, ORs had also promted France to shift from a regime which did not tolerate creolness into a country that acknowledges divesity as a national asset. The interaction also changed French education system to be more open to territorial minor languages."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T54691
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winda Artanty
"Tesis ini secara khusus menyoroti tentang terjadinya perkembangan situasi politik di Hongaria pasca jatuhnya pemerintahan komunis. Seperti halnya negara-negara Eropa Tengah dan Timur lainnya, Hongaria tidak punya kesempatan untuk bergabung dalam skema Eropa yang muncul dan berkembang sejak perang dunia kedua. Alasannya adalah adanya pertentangan timur dan barat dalam hat ideologi, politik serta bidang ekonomi dan militer. Jatuhnya pemerintahan komunis di Eropa Tengah dan Timur pada tahun 1989 diikuti oleh permintaan bantuan dari kelompok negara tersebut untuk dapat melakukan transformasi politik dan ekonomi. Hongaria merupakan salah satu pemimpin demokrasi, menjadi pertama yang menurunkan tirai besi dan menandatangani Perjanjian Asosiasi (Assasiatrorr Treaty) dengan Uni Eropa.
Uni Eropa memutuskan untuk membuka kesempatan bagi negara Eropa Tengah dan Timur yang mampu memenuhi persyaratan politik dan ekonomi yang telah ditetapkan untuk bergabung dalam Uni Eropa. Persyaratan tersebut terangkum dalam sebuah kriteria yaitu kriteria Kopenhagen. Untuk memenuhi persyaratan yang terdiri dari kriteria politik, ekonomi dan hukum tersebut, terjadi perkembangan dari pemerintahan komunis menuju pemerintahan demokratis. Dalam usaha penyesuaian yang berlangsung mulai tahun 1989 hingga 2004 ini, Hongaria hams menghadapi kendala-kendala sebelum akhirnya dapat bergabung menjadi negara anggota Uni Eropa tahun 2004.
Tests ini memberikan gambaran perkembangan sebuah negara bekas pemerintahan komunis menuju suatu pemerintahan yang demokratis dengan berbagai kendala yang dihadapi dan diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi negara-negara demokrasi berkembang dalam memperbaiki keadaan politiknya pass sebuah pemerintahan yang otoriter termasuk Indonesia.
Kerangka pemikiran yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian adalah pasal pertama dari kriteria Kopenhagen yaitu yang membahas tentang kriteria politik Selanjutnya penulis akan menganalisa penerimaan Uni Eropa mengenai usaha Hongaria Iewat laporan rutin (Regular Report) yang dikeluarkan Uni Eropa tentang perkembangan Hongaria dalam memenuhi kriteria Kopenhagen. Laporan ini mulai dibuat sejak terjadinya negosiasi pertama yaitu tahun 1998 dan diakhiri dengan laporan menyeluruh (Comprehensive Report) di akhir tahun 2003.
Walaupun pada dasarnya Hongaria dinilai berhasil memenuhi persyaratan politik dalam Kriteria Kopenhagen sejak tahun 1999, banyak permasalahan signifikan yang terus terjadi seiring penyesuaian. Masalah-masalah tersebut adalah yang berhubungan dengan korupsi, penghormatan hak asasi dan hak minoritas, yang merupakan masalah Iama yang semakin berkembang.
Masalah-masalah yang ada seperti korupsi dan prejudis terhadap Roma tersebut merupakan sebuah budaya yang mengakar, sehingga dapat dimaklumi jika tidak mullah untuk mencegah dan menguranginya. Di luar masalah itu, Hongaria memang patut menjadi inspirasi transisi politik di Eropa Tengah dan Timur karena konsisten dalam merevisi regulasi-regulasi yang dianggap kurang mengikat, demikian pula dalam usaha mengimplementasikannya. Bagi Uni Eropa, Hongaria akan menjadi partner dan anggota yang sangat penting untuk kemajuan integrasi Uni Eropa.

This Thesis is mainly explaining the political development that occurred in Hungary after the fall of the communism in Central and Eastern Europe in 1989. As was the case with the other Central and Eastern European states, Hungary had no opportunity for a long time to integrate into the European scheme that evolved and became unified after World War IL the reason for this was the opposition between the East and the West in the ideological, political, military and economic fields. The fall of Communism in Central and Eastern Europe in 1989 prompted a flood of requests to help the Central and East Europeans transform their economies and polities.
European Union decided to Iaunch Eastern Enlargement and to draft a list of criteria for EU membership (political, economic and implementing the acquis), which have come to be known as the Copenhagen Criteria. To meet the requirements, Hungary makes many efforts to develop a communism government (o democratic government. There were many obstacles coming in Hungary's way to reform from 1989 until finally joining the European Union in 2004.
This Thesis gives a view of political changes and development from authoritarian power to democratic power through many problems that occurring. Hopefully it can inspire other country to follow Hungary's way to succeed. The Political development is bordered with the first condition in Copenhagen Criteria which underlined the political criteria. Next, the regular report from EU that launch every years since 1998 until 2003 will help us analyze what is EU's opinion about Hungary's reformation.
Although basically Hungary had succeeded to fulfill the political criteria from Copenhagen Criteria in 1999, there were still significant problems such as corruption and violation of the human right which hard to handle. But since it has become a culture, it is easy to understand why Hungary could not prevent or reduce it right away. Outside of that, Hungary's continuous revision to laws and the will to implement it will inspire other country in Central and Eastern Europe. To European Union, Hungary will be important partner and member to European Integration.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20656
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Auzan Shadiq
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implikasi politik dan dampak ekonomi yang muncul akibat pengenaan sanksi oleh Uni Eropa kepada Rusia pada kerja sama energi nuklir Uni Eropa-Rusia (2013-2018). Pada tahun 2014 Krimea menyatakan mengintegrasikan diri ke Federasi Rusia, dan menyatakan memisahkan diri dari Ukraina. Rusia menerima Krimea, meskipun Rusia dan Ukraina telah menandatangani Budapest Memorandum tahun 1994 tentang jaminan atas pengakuan wilayah Ukraina. Tindakan politik tersebut mendapat respons dari aliansi negara-negara Barat yang terdiri dari Amerika Serikat, Kanada, Uni Eropa, Australia dan Jepang dengan cara mengenakan sanksi terhadap Rusia. Pemberian sanksi diplomatik dan sanksi ekonomi tersebut tampaknya tidak berlaku untuk sektor-sektor lainnya, diantaranya dalam bidang kerjasama energi nuklir.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan dukungan data primer dan sekunder. Dalam penelitian ini dipertanyakan mengapa sanksi Uni Eropa terhadap Rusia secara politik berimplikasi pada kebijakan kerja sama di bidang energi nuklir pada tahun 2014, serta bagaimana dampak ekonomi yang ditimbulkan dalam bidang kerja sama energi nuklir di Rusia setelah tindakan pembatasan oleh EU pada tahun 2014.
Analisis pembahasan tentang permasalahan tersebut akan dilakukan dengan menggunakan Organization Process Paradigm, International Sanction Theory, dan Regional Security Complex Theory. Penelitian ini menemukan bahwa implikasi politik yang ada pada pengenaan tindakan pembatasan atau sanksi Uni Eropa terhadap Rusia ialah karena adanya sifat ketergantungan yang besar terhadap bahan bakar nuklir Rusia oleh Uni Eropa, sedangkan dampak ekonomi yang muncul ialah menurunnya angka neraca perdagangan energi nuklir Rusia terhadap Uni Eropa akibat proyek diversifikasi nuklir Eropa (ESSANUF).

The objective of this research is to analyzed the political implications and the economic impact that appears as a result of imposed sanctions by the European Union toward Russia on the nuclear energy cooperation between European Union and Russia (2013-2018). In 2014 Crimea stated themselves to integrate with the Russian Federation, and seceded from Ukraine. Russia accept Crimea, even though Russia and Ukraine had signed the Budapest Memorandum in 1994 regarding the assurance of the Ukraine territory recognition. The political action got the respond from the Western Alliance which consist of the United States of America, Canada, European Union, Australia and Japan by imposed sanctions toward Russia. Those diplomatic and economic sanctions are likely not applicable to the other sectors, for instance in the field of nuclear energy cooperation.
This research used a qualitative method which supported by primary and secondary data. This research questioned why did the European Union's economic sanctions toward Russia politically implicated with the nuclear energy cooperation policy in 2014, and how did the economic impact which inflicted in the field of nuclear energy cooperation in Russia after the restrictive measures taken by European Union in 2014.
The discussion part of this research will be conducted with the Organization Process Paradigm, International Sanction Theory, and the Regional Security Complex Theory. This research found that the political implications which exist in the European Unions's restrictive measures or sanctions is because of the large dependency nature of the European Union toward the Russian nuclear fuel, at the same time the economic impact which appear is the decline of the Russian nuclear energy trade balance toward European Union as a result of the European Supply of Safe Nuclear Fuel project (ESSANUF).
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T54119
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dirga Imam Gozali Sumantri
"Penyebaran penyakit COVID-19 menyebabkan gangguan di lini produksi, permintaan, dan rantai pasok dari perekonomian. Hal ini menyebabkan perusahaan harus beradaptasi ke lingkungan kerja dan lingkungan operasi yang baru yang mana akan dituangkan dalam kebijakan perusahaan. Website perusahaan dapat menjadi sumber data baru untuk mengukur imbas dari COVID-19 terhadap perusahaan. Pemrosesan data perusahaan dalam jumlah yang besar memerlukan framework big data dan proses cloud computing. Dalam penelitian ini, peneliti mampu melakukan crawl dari sekitar empat juta laman website yang mewakili kurang lebih lima puluh tiga ribu perusahaan di Uni Eropa. Lebih lanjut, peneliti mampu membangun panel data dengan resolusi temporal per kuartal dari awal outbreak COVID-19 sampai dengan masa new normal. Data dari penelitian ini dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut berkaitan dengan imbas COVID-19 terhadap perusahaan.

COVID-19, Cloud Computing, Big Data Framework


The spread of COVID-19 causes a disruption in the production, demand, and supply chain of the economy. These necessitates the companies to new working environment and business operation which often reflected by company policies. Company websites are introduced as the new data source to measure the impact of COVID-19 on companies. Processing a large amount of company website data requires a big data framework and cloud computing processing. We are able to crawl data from around four million website pages which represent approximately fifty-three thousand companies in European Union. Also, we are able to build panel data with quarterly temporal resolution from the beginning until the new normal condition of COVID-19. The data from this research can be used for further analysis related to the impact of COVID-19 on companies."

Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zainab Assegaff
"Tesis ini bertujuan untuk menganalisis kedudukan Indonesia dalam negosiasi perdagangan bebas Uni Eropa (UE) dengan negara-negara Asia Tenggara, yang dilihat dari perspektif UE. Pertanyaan pendahuluan dari penelitian ini adalah mengapa UE menegosiasikan perjanjian perdagangan bebas dengan negara-negara Asia Tenggara. Sementara itu, pertanyaan penelitian utama dari tesis ini adalah mengapa Indonesia hanya menjadi negara keenam di Asia Tenggara yang melakukan negosiasi perdagangan bebas dengan UE dan bukan yang pertama. Metode penelitian tesis ini adalah metode analisis kualitatif dengan menggunakan studi kasus, dalam hal ini negosiasi perdagangan bebas UE-Asia Tenggara. Metode pengumpulan data utama menggunakan teknik studi pustaka yang dikumpulkan dari buku, artikel, laman berita, dan laman resmi dari organisasi-organisasi terkait. Untuk menjawab pertanyaan penelitian, peneliti menggunakan teori Cross-Regionalism yang dikemukakan oleh Mireya Solís dan Saori N. Katada (2007). Faktor regional yang membuat UE melakukan perjanjian perdagangan bebas (FTA) lintas kawasan antara lain kondisi ekonomi internal yang terpuruk; kemunculan kekuatan-kekuatan ekonomi baru, terutama Tiongkok, yang menyaingi UE; kemajuan ekonomi dari keenam negara Asia Tenggara yang jauh lebih baik dari UE; kondisi perdagangan barang yang tidak menguntungkan dengan ASEAN; dan kebijakan politik UE. FTA lintas kawasan merupakan upaya UE untuk memperbaiki kondisi perekonomiannya, mencegah terjadinya pengalihan perdagangan (trade diversion), dan menjadi kekuatan normatif. Faktor regional yang menyebabkan Indonesia tidak menjadi prioritas bagi UE adalah kondisi ekonomi Indonesia yang tidak lebih baik dari Singapura, Malaysia, Vietnam, Thailand, dan Filipina; hubungan ekonomi UE-Indonesia yang menurun; isu-isu keberlanjutan (sustainability); dan minimnya hubungan UE-Indonesia. Kemudian, motif yang memengaruhi UE untuk melakukan FTA lintas kawasan adalah motif pengaruh (leverage), yaitu untuk mempromosikan nilai-nilai UE, sehingga terbentuk like-minded countries. Motif ekonomi dan motif pengaruh (leverage) merupakan alasan yang menyebabkan Indonesia tidak menjadi mitra negosiasi FTA bilateral pertama dan hanya yang keenam. Tampaknya kedua alasan ini memengaruhi UE dalam penentuan mitra FTA, sedangkan motif keamanan dan diplomasi tidak memengaruhinya. Hal ini menunjukkan bahwa motif keamanan dan diplomasi (politik) diabaikan oleh UE. Dalam memilih mitra FTA, nilai-nilai yang diusung UE kalah ketika berhadapan dengan kepentingan ekonominya.

This thesis aims to analyze Indonesia's position in the Free Trade Agreement (FTA) negotiations between the European Union (EU) and Southeast Asian countries as seen from the EU's perspective. The preliminary question of this thesis is why the EU negotiated FTAs with Southeast Asian countries. Meanwhile, the primary research question is why Indonesia became the sixth country in Southeast Asia to negotiate a bilateral FTA with the EU instead of the first. The research method of this thesis is a qualitative analysis using a case study, which is the EU-Southeast Asia FTA negotiations. The majority of the data collected in this thesis is collected from books, articles, news pages, and official pages from related organizations. To answer the research question, the researcher uses Cross-Regionalism theory put forward by Mireya Solís and Saori N. Katada (2007). Regional factors that have led the EU to conduct cross-regional FTA ​​are internal economic slump; the emergence of new economic powers, notably China, that rival the EU; economic improvement of the six Southeast Asian countries which is much better than the EU; unfavorable trade in goods with ASEAN; and EU political policy. Cross-regional FTA is EU's effort to improve its economic condition, prevent trade diversion, and become a normative power. Regional factors that have caused Indonesia not to become a priority for the EU are Indonesia's economic condition that was no better than Singapore, Malaysia, Vietnam, Thailand, and the Philippines; the decline of EU-Indonesia economic relation; sustainability issues; and the lack of EU-Indonesia relation. Furthermore, the motive that influences the EU to conduct cross-regional FTA ​​is leverage motive, namely to promote EU values, so that like-minded countries are formed. Economic motive and leverage motive were the reasons why Indonesia was not the first and only the sixth bilateral FTA negotiating partner. It seems that both of these reasons influenced the EU in determining its FTA partners, while security and diplomacy motives did not influence the EU. This shows that security and diplomacy (politics) motives were disregarded by the EU. In choosing FTA partners, the values promoted by the EU lose out when it comes to its economic interests."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jarsey Roba
"Tesis ini membahas perubahan kebijakan FTA Uni Eropa di ASEAN dari pendekatan antar-kawasan menjadi pendekatan bilateral. Perubahan kebijakan tersebut terjadi pada tahun 2009 saat negosiasi dengan pendekatan region-toregion dihentikan untuk sementara dan dilanjutkan dengan negosiasi bilateral dengan negara-negara anggota ASEAN secara individual. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menganalisa faktor-faktor internal dan eksternal yang kemudian membentuk pilihan rasional EU untuk memilih preferensi kerjasama bilateral dari alternatif yang tersedia. Analisa tersebut menggunakan rational choice theory dan teori pembuatan keputusan. Penelitian ini menemukan bahwa EU mengubah kebijakan FTAnya karena dorongan kondisi internal EU dengan krisis yang sedang terjadi, kondisi ASEAN dan juga pengaruh hadirnya aktor-aktor dominan lain di Asia, khususnya ASEAN. Kegagalan sistem multilateral dalam perdagangan internasional juga mendorong EU untuk memilih pendekatan bilateral dalam kerjasama FTA dengan ASEAN.

This thesis examines the changes of the European Union?s FTA policy toward ASEAN from inter-regional becomes bilateral approach. The changes of the policy occurred in 2009 when the negotiations with region-to-region approach had been postponed and followed by bilateral negotiations with the individual ASEAN countries. This research uses qualitative method to analyze internal and external factors which shape European Union's rational choice to choose bilateral approach. The analysis uses rational choice theory and decision making theory. The study found that the European Union changed it's free trade policy as a boost to the EU internal conditions of the current crisis, ASEAN conditions, and also the presence of other dominant actors in Asia, especially in ASEAN. The failure of the multilateral system of international trade also encourages the European Union to choose bilateral cooperation in the FTA with ASEAN.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T35666
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rinando Aidil Fitrio
"This study analyzes free trade area on export and import in ASEAN countries. Free Trade is important stage in increasing countrys exports and imports. One form of free trade is ASEAN Free Trade Area (AFTA) which established in 1992 and has 10 member countries. In contrast, there are previous studies that state free trade can also have negative impacts on trade between countries. This study tries to analyze the relationship of AFTA on exports and imports of its member countries using data from World Bank period 1985 to 2015. The analysis uses random effect and dynamic panel model based on Arellano-Bond model. As result, there are positive and significant effects of AFTA to exports and imports of ASEAN Member States.

Tesis ini menganalisis kawasan perdagangan bebas terhadap ekspor dan impor di negara-negara ASEAN. Perdagangan Bebas adalah tahap penting dalam meningkatkan ekspor dan impor suatu negara. Salah satu bentuk perdagangan bebas adalah kawasan perdagangan bebas ASEAN yang didirikan pada tahun 1992 dan memiliki 10 negara anggota. Sebaliknya, ada penelitian sebelumnya yang menyatakan perdagangan bebas juga dapat berdampak negatif pada perdagangan antar negara. Studi ini mencoba untuk menganalisis hubungan ASEAN Free Trade Area (AFTA) pada ekspor dan impor negara-negara anggotanya menggunakan data dari World Bank periode 1985 hingga 2015. Analisa dilakukan menggunakan efek acak dan model panel dinamis berdasarkan model Arellano-Bond. Terdapat efek positif dan signifikan AFTA terhadap ekspor dan impor Negara-negara Anggota ASEAN.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T53828
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>