Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 146540 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Taofik Kurohman
"Revolusi kemerdekaan di Jambi berbeda dengan semangat revolusi sosial di daerah-daerah lain. Konflik politik lokal di Jambi didasarkan kepada rasa cemburu yang muncul di kalangan elite tradisional Jambi kepada para elite baru Republik yang berasal dari luar Jambi. Dari hal itu muncul wacana mengenai pemulihan Kesultanan Jambi yang telah hancur sebelumnya pada rangkaian Perang Jambi 1900-1907. Upaya-upaya politis antara pemerintah Jambi dengan pemerintah Republik ataupun Belanda dilakukan untuk memecahkan permasalahan politik di Jambi. Salah satu bentuk dari perasaan lokalitas yang kuat itu adalah dengan dibentuknya Dewan Djambi Sementara oleh pemerintah Belanda dengan kerja sama elite tradisional Jambi dengan tujuan untuk menjadikan Jambi bagian dari daerah federal. Dengan menggunakan metode historis yang menekankan pada dokumen primer dan sekunder, penelitian ini menjabarkan latar belakang pembentukan Dewan Djambi Sementara, perjalanan Dewan Djambi Sementara dan dampak dari adanya Dewan Djambi Sementara. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan pendekatan konseptual strukturis yang diperkenalkan oleh Christoper Lloyd dan teori collective action yang diperkenalkan Charles Tilly. Tuntutan akan pemulihan kesultanan dan pemberian hak otonom itu menguap bersamaan dengan peralihan administrasi antara Belanda ke Republik Indonesia, hasil dari Konferensi Meja Bundar di Den Haag. Namun semangat regionalisme Jambi menuntut akan otonomi daerah setingkat Provinsi tetap dilanjutkan pada masa Republik Indonesia dan tercapai pada tahun 1957. 

The independence revolution in Jambi was different from the spirit of social revolution in other regions. Local political conflict in Jambi was based on the jealousy that emerged among Jambi's traditional elites towards the new Republican elites who came from outside Jambi. From this emerged a discourse about the restoration of the Jambi Sultanate, which had been destroyed during the 1900-1907 Jambi War. Political efforts between the Jambi government and the Republican or Dutch governments were made to solve political problems in Jambi. One form of this strong sense of locality was the establishment of the Dewan Djambi Sementara by the Dutch government with the cooperation of the Jambi traditional elite with the aim of making Jambi part of the federal region. Using a historical method that emphasizes primary and secondary documents, this research describes the background to the formation of the Dewan Djambi Sementara, the journey of the Dewan Djambi Sementara and the impact of the Dewan Djambi Sementara. In addition, this research also uses the structurist conceptual analysis introduced by Christoper Lloyd and the collective action theory introduced by Charles Tilly. The demand for the restoration of the sultanate and the grant of autonomous rights evaporated along with the transfer of administration from the Netherlands to the Republic of Indonesia, as a result of the Round Table Conference in The Hague. However, the spirit of Jambi regionalism demanding regional autonomy at the provincial level continued during the Republic of Indonesia and was achieved in 1957. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
M. Taofik Kurohman
"Revolusi kemerdekaan di Jambi berbeda dengan semangat revolusi sosial di daerah-daerah lain. Konflik politik lokal di Jambi didasarkan kepada rasa kecewa yang muncul di kalangan elite tradisional Jambi kepada para elite baru Republikan yang berasal dari luar Jambi. Dari hal itu, muncul narasi mengenai pemulihan Kesultanan Jambi yang telah hancur sebelumnya pada rangkaian Perang Jambi 1900-1907. Upaya-upaya politis antara Pemerintah Jambi dengan Pemerintah Republik Indonesia ataupun Belanda dilakukan untuk memecahkan permasalahan politik di Jambi. Dengan menggunakan metode historis yang menekankan pada proses dan waktu, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Dewan Djambi Sementara adalah sebuah badan yang dibentuk untuk menjadikan Jambi sebagai daerah istimewa dalam sistem federal yang sedang dibentuk oleh Belanda. Tuntutan utama dari Dewan Djambi Sementara adalah menjadikan Jambi sebagai daerah otonom dengan cara memulihkan Kesultanan Jambi dan berpisah dari Provinsi Sumatra Tengah yang dibentuk Pemerintah Republik Indonesia. Dalam perjalanannya, tuntutan Dewan Djambi Sementara tidak tercapai karena terhalang oleh sikap Belanda yang ragu memberi dukungan terhadap pembentukan sebuah daerah dengan sistem feodal dan juga terhalang oleh perkembangan politik antara pihak Republik Indonesia dan Belanda yang dituangkan melalui Perjanjian Roem-Royen. Tuntutan akan pemulihan kesultanan dan pemberian hak otonom itu menguap bersamaan dengan peralihan administrasi antara Belanda ke Republik Indonesia, sebagaimana hasil dari Konferensi Meja Bundar di Den Haag. Namun, semangat regionalisme Jambi yang menuntut otonomi daerah itu tetap dilanjutkan pada masa Republik Indonesia melalui organisasi-organisasi pemuda dan kedaerahan hingga akhirnya berhasil mendapatkan status sebagai daerah otonom setingkat provinsi pada 1957.

The independence revolution in Jambi was distinct from the spirit of social revolution in other regions. A sense of disappointment among Jambi's traditional elites towards the new Republican elites from outside Jambi caused local political conflict in Jambi. Accordingly, the narrative of the restoration of the Jambi Sultanate, which had been destroyed during the Jambi War of 1900-1907, emerged. Political efforts were made between the Jambi Government and the Government of the Republic of Indonesia or the Netherlands to solve political problems in Jambi. Using historical methods that focus on the process and time, the study shows that the Dewan Djambi Sementara was a council to make Jambi a particular region in the federal system, which the Dutch established at that time. The primary demand of the Dewan Djambi Sementara was to make Jambi an autonomous region by restoring the Jambi Sultanate and separating it from the Central Sumatra Province formed by the Government of the Republic of Indonesia. However, the demands of the Dewan Djambi Sementara were not accomplished because the Dutch hesitantly supported forming a region with a feudal system. In addition, political developments between the Republic of Indonesia and the Dutch, described in the Roem-Royen agreement, hindered the process. The demands for the sultanate restoration and the granting of autonomous rights vanished along with the administrative transfer from the Netherlands to the Republic of Indonesia due to the Round Table Conference in The Hague. Despite this setback, the spirit of Jambi regionalism that demanded regional autonomy was continued in youth and regional organizations during the Republic of Indonesia era. The endeavors of these organizations eventually made an autonomous region at the provincial level in 1957."
Kalimantan Barat : Balai Pelestarian Nilai Budaya, 2023
900 HAN 7:1 (2023)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978
992.5 IND s (1);992.5 IND s (2)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Linda Sunarti
"Periode 1945-1949 dalam sejarah Indonesia merupakan periode Revolusi Kemerdekaan Indonesia. Selama periode ini bangsa Indonesia berjuang mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 dari usaha Belanda yang ingin berkuasa kembali di Indonesia. Pada awal-awal perjuangannya, bangsa Indonesia selain berjuang dibidang militer untuk mempertahankan eksistensinya, juga berusaha di bidang Diplomasi untuk mendapatkan pengakuan internasional atas kedaulatannya. Perjuangan Indonesia dalam upaya mendapatkan pengakuan internasional tidaklah mudah. Belanda dan sekutu_nya lama sekali tidak bersedia mengakui Republik Indonesia sebagai negara merdeka yang berdaulat. O1eh karena itu per_juangan Indonesia di bidang luar negeri (diplomasi) terutama ditujukan pada usaha memperoleh dukungan dan simpati dari masyarakat internasional. Di saat-saat sulit ini India muncul memberikan dukungan penuh bagi bangsa Indonesia. Baik secara langsung maupun tidak, Dukungan moral dan usaha-usaha India di forum internasional, secara tidak langsung mernberikan pengaruh yang besar bagi perjuangan diplomasi Indonesia di dunia interna_sional, antara lain India berhasil membawa Perserikatan Bangsa Bangsa ikut campur untuk ikut menyelesaikan pertikaian Indonesia -Belanda..Dengan ikut campurnya PBB pada penyeles_aian pertikaian ini secara tidak langsung dunia internasional mulai menaruh perhatian pada apa yang sedang terjadi di Indonesia saat itu. Karena sebelumnya Belanda mengklaim bahwa permasalahannya dengan Indonesia adalah masalah intern Belan_da dengan daerah jajahannya. Selain itu India juga berusaha membentuk opini masayrakat internasional terhadap apa yang terjadi di Indonesia dengan mengadakan konferensi khusus tentang Indonesia pada bulan Januari 1949. Di saat itu India berusaha keras mengangkat masalah Indonesia menjadi masalah internasional dengan menekankan jika masalah ini dibiarkan berlarut-larut akan dapat membahayakan perdamaian di Asia khususnya dan dunia. Semua usaha-usaha India ini secara tidak langsung ikut mendorong pengakuan masyarakaat internasional atas kemerdekaan dan kedaulatan Republik Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S12359
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2023
303.64 DUN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Bagian Pers dan Kebudayaan, Kedutaan Besar Kerajaan Belanda di Indonesia, 1997
992.6 ASP
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Shabri A.
Banda Aceh: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional, Departemen Pendidikan Nasional, 2000
909.08 SHA k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Depok Fakultas Sastra Universitas Indonesia 1994
LAPEN 04 Zuh p
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Hisbaron Muryantoro
"Indonesia mengalami berbagai bentuk penjajahan setidaknya dari zaman Belanda, Jepang dan kemudian Belanda lagi. Namun, bangsa Indonesia dapat menyelesaikan persoalannya itu dengan cara melakukan perlawanan dan berhasil mengusir penjajah dari bumi pertiwi. Salah satu yang melakukan perlawanan itu adalah seluruh komponen bangsa yang ada di Kediri. Mereka bersatu padu melakukan perlawanan terhadap kaum penjajah. Keberhasilan itu ditandai dengan diproklamasikannya Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Seluruh komponen bangsa yang ada di Kediri bertekad bulat untuk tetap mempertahankan dan mendukung kemerdekaan yang telah tercapai dan bercita-cita untuk tetap merdeka sebagai suatu bangsa yang sejajar dengan bangsa lain di muka bumj ini. Selain itu, dapatlah dikatakan bahwa adanya rasa persatuan dan kesatuan itu juga merupakan ujud dan cita-cita rakyat Kediri dalam rangka mencapai cita-cita kemerdekaan."
Yogyakarta: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, 2011
959 PATRA 12:1 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Niken Probosari
"Suatu iklan pada prinsipnya bertujuan untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang keberadaan suatu produk barang .atau jasa. Dalam menjalankan fungsinya iklan membutuhkan suatu media, atau dikenal dengan media iklan. Di masa revolusi media iklan masih terbatas pada media cetak seperti Berita Indonesia dan Merdeka. Namun keberadaan iklan pada kedua surat kabar ini sangat bergantung pada ada tidaknya produk yang hendak diiklankan, demikian juga halnya iklan-iklan film. Penelitian mengenai iklan film dilakukan dengan mengumpulkan iklan-iklan film yang terdapat pada surat kabar Berita Indonesia dan Merdeka, dan kemudian ditabulasikan. Dari data tersebut penulis menyimpulkan, bahwa diawal kemerdekaan keberadaan iklan film baik secara kwalitas maupun kwantitas mengalami penurunan. Pada awalnya isi iklan hanya terdiri atas nama bioskop, judul film dan waktu penayangan. Namun seiring dengan berjalannya waktu, iklan film pada surat kabar Berita Indonesia dan Merdeka mengalami perkembangan. Perkembangan ini ditunjang karena sifat dari film itu sendiri, yaitu film sebagai suatu hasil industri seperti halnya barang-barang dagangan lainnya dan film sebagai suatu kesenian massa, yang ditujukan untuk. masyarakat, dan karena itu membutuhkan iklan untuk menjangkau masyarakat luas."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S12730
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>