Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7026 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yosia Yeremia Harianja
"Isu keamanan dan pertahanan di Uni Eropa mulai muncul ke permukaan pasca periode Perang Dingin. Sistem internasional yang berubah menjadi unipolar, menghadirkan tantangan dan dinamika ancaman yang baru. Adanya upaya untuk dapat bertindak secara independen dan mengurangi ketergantungan terhadap NATO dalam menentukan arah kebijakan pertahanannya, membuat Uni Eropa mulai berusaha mengembangkan kerjasama pertahanan secara internal. Sejumlah literatur kemudian mencatat progres secara kelembagaan dan pembentukan sejumlah inisiatif untuk meningkatkan struktur dari operasionalisasi kerjasama pertahanan. Tulisan ini bertujuan untuk meninjau perkembangan literatur mengenai kerjasama pertahanan Uni Eropa. Dalam tulisan ini juga terdapat sejumlah 37 literatur yang digunakan untuk peninjauan pustaka. Berdasarkan metode taksonomi, literatur-literatur tersebut terbagi ke dalam enam kategori yang terdiri dari (1) fungsi kerangka kerjasama pertahanan, (2) proses evolusi kerjasama pertahanan, (3) proses pengambilan keputusan, (4) pengerahan pasukan, (5) relasi terhadap NATO, dan (6) relasi terhadap PBB. Tulisan ini akan berusaha dalam melihat perdebatan, konsensus, dan sintesis dalam literatur yang membahas kerjasama pertahanan Uni Eropa. Tulisan ini menyimpulkan bahwa kerjasama pertahanan Uni Eropa memiliki relevansi dalam studi keamanan terutama dalam melihat kontribusi Uni Eropa melalui sejumlah operasi dan misi yang telah dan sedang dijalankan. Meskipun demikian, penulis melihat perluasan perspektif literatur yang tidak terbatas hanya pada akademisi yang berasal dari Uni Eropa dan Amerika Utara, akan dapat memperkaya dan meningkatkan kualitas dan relevansi penelitian.

Security and defense issues in the European Union began to surface after the Cold War period. The international system turned unipolar, presenting new challenges and threat dynamics. The effort to be able to act independently and reduce dependence on NATO in determining the direction of its defense policy, made the European Union begin to try to develop defense cooperation internally. A number of literatures then note the institutional progress and the establishment of a number of initiatives to improve the structure of the operationalization of defense cooperation. This paper aims to review the growing literature on EU defense cooperation. In this paper, a total of 37 literatures are used for the literature review. Based on the taxonomy method, the literature is divided into six categories consisting of (1) the function of the defense cooperation framework, (2) the evolutionary process of defense cooperation, (3) the decision-making process, (4) deployment of troops, (5) relations to NATO, and (6) relations to the UN. This paper will attempt to look at the debates, consensus, and synthesis in the literature discussing EU defense cooperation. This paper concludes that EU defense cooperation has relevance in security studies, especially in looking at the EU's contribution through a number of operations and missions that have been and are being carried out. However, the author believes that broadening the perspective of the literature beyond academics from the European Union and North America would enrich and improve the quality and relevance of the research."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Safira Novia Safitry
"Kerja sama antara Uni Eropa dan Belarusia telah mengalami perkembangan sejak tahun 1995. Akan tetapi, relasi tersebut mengalami berbagai dinamika dengan pemutusan, penangguhan, maupun rekonsiliasi kerja sama karena perbedaan kepentingan dan prinsip dari kedua pihak. Hingga pada akhirnya, Uni Eropa dan Belarusia kembali menjalin kerja sama dalam penanganan migran sejak 2020. Berdasarkan kondisi tersebut, penelitian ini berupaya menjawab pertanyaan mengenai “Mengapa Uni Eropa dan Belarusia tidak mencapai keberhasilan dalam kerja sama penanganan migran pada tahun 2020?”. Pengumpulan data-data penelitian dilakukan dengan metode dokumentasi serta melalui reduksi dan pengolahan data. Penelitian ini dianalisis melalui jenis-jenis hambatan kerja sama dari Hale, Held, dan Young (2013) yang menganalisis fenomena peningkatan multipolaritas, kelambanan institusional, perkembangan masalah, dan fragmentasi yang memengaruhi keberlangsungan pada kerja sama. Hasil analisis yang didapatkan dari penelitian ini adalah masing-masing dari jenis hambatan memiliki pengaruh yang merujuk kepada kurangnya efektivitas dan signifikansi hasil dari kerja sama penanganan migran bagi Uni Eropa dan Belarusia yang dipengaruhi oleh faktor dari segi internal maupun eksternal. Sehingga kegagalan kerja sama dalam penanganan migran sulit untuk dihindari dan menjadi permasalahan yang masih belum dapat diselesaikan oleh kedua belah pihak secara lebih lanjut.

The collaborative endeavors between the European Union (EU) and Belarus, inaugurated in 1995, have witnessed a nuanced trajectory characterized by intermittent disruptions and reconciliations. These fluctuations have emerged from discordant interest and principles. Notably, in 2020, both parties recommenced cooperation specifically concerning migrants management. In light of these circumstances, this research aims to address the question: "Why did the European Union and Belarus encounter challenges in achieving success in migrant handling cooperation in 2020?". The research methodology involved the meticulous collection of data through the scrutiny of pertinent documentation, followed by systematic data reduction and analysis. The investigative framework draws upon the taxonomy of cooperation barriers delineated by Hale, Held, and Young in 2013, which encompasses the dynamics of escalating multipolarity, institutional inertia, problem amplification, and fragmentation, all of which impact the sustainability of collaborative efforts. The findings of this research reveal that each identified obstacle exerts a discernible influence contributing to the suboptimal efficacy and significance of collaborative outcomes in migrant management between the EU and Belarus. These influences emanate from both internal and external dimensions. Consequently, the challenges encountered in migrant cooperation persist as an unresolved issue, presenting a conundrum for both parties involved."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Wicaksono
"Penelitian tentang Brexit ini akan fokus pada pertahanan dan keamanan bagi Inggris dan Uni Eropa (UE). Peran Inggris Raya sangat besar di sektor pertahanan dan keamanan, selain Jerman dan Perancis. Namun, berdasarkan referendum 2016, Inggris Raya memilih keluar dari keanggotaannya di UE.  Metode penelitian akan menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan sumber data primer dan sekunder yang diperoleh langsung dari website resmi UE dan data sekunder berupa kajian pustaka, website, journal militer dan wawancara dengan perusahaan-perusahan pendukung Alat Utama Sistem Senjata (alutsita). Kualitatif adalah sebuah metode yang fokus pada deep observation. Oleh sebab itu, penggunaannya dalam penelitian ini diharapkan mempu menghasilkan sebuah kajian terhadap fenomena dengan lebih komprehensif. Penelitian ini dianalisis menggunakan Teori Regional Security Complex (TRSC), milik Barry Buzan & Ole Waver dan Teori Security Dilemma (John H. Herz). TRSC ini digunakan untuk menganalisa potensi ancaman keamanan dan pertahanan di kawasan UE. Sedangkan, Teori Security Dilemma digunakan untuk menganalisis antisipasi Inggris dalam sektor pertahanan dan keamanan. Diharapkan dapat ditemukan maksud Inggris keluar dari UE dan antisipasinya dalam sektor pertahanan dan keamanan. Penelitian ini telah berhasil merangkum tindakan dan antisipasi pemerintah UK dalam menghadapi Brexit dan membuat gambaran umum Langkah-langkah UE tanpa Inggris.

This research on Brexit will focus on defense and security for the UK and the European Union (EU). Great Britain has a very large role in the defense and security sector, in addition to Germany and France. However, based on the 2016 referendum, the UE opted out of membership in the EU. The research will use qualitative methods by using data primary and secunder sources obtained directly from the official website of the EU and secondary data in the form of literature reviews, as well as websites, military journals, and interviews with several companies supporting the Main Tools Weapon System. Qualitative is a method with a foucus on in-depth observation. Therefoe, the use of this reseach can result in a more comprehensvise study of a phenomenon, especially the observation of phenomena. This research was analyzed using Regional Security Complex Theory (Barry Buzan & Ole Waver) and Security Dilemma Theory (John H. Herz). Regional Security theory is used to analyze potential threats to the security and defense of the European Union. Meanwhile, the Security Dilemma Theory is used to analyze the UK’s anticipation in the defense and security sector. It is hoped that the UK’s intention to leave the EU can be found and its anticipation in the defense and security sector. This research has succeeded in summarizing the actions and anticipations of the UK government in the face of Brexit and creating an overview of the EU's steps without UK."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Yudhistira Henuhili
"Selama beberapa dekade terakhir, terjadi peningkatan perdebatan mengenai kedaulatan dalam kajian Ilmu Hubungan Internasional. Salah satu titik krusial yang mendorong perdebatan ini adalah terbentuknya Uni Eropa melalui Maastricht Treaty pada tahun 1992. Setelah itu, terdapat beragam literatur yang membahas mengenai kedaulatan di Uni Eropa, sehingga diperlukan sebuah kajian kepustakaan. Untuk menjawab permasalahan tersebut, studi ini memetakan perkembangan literatur mengenai kedaulatan di Uni Eropa pasca Maastricht Treaty. Dari tiga puluh artikel jurnal/buku/chapter edited volume yang dikaji, terdapat empat tema besar yaitu (1) karakteristik kedaulatan di Uni Eropa; (2) dinamika kedaulatan dalam kebijakan di Uni Eropa: antara intergovernmentalisme dan supranasionalisme (3) faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan terhadap perubahan bentuk kedaulatan di Uni Eropa dan (4) kritik terhadap penerapan kedaulatan di Uni Eropa. Setelah melakukan pemetaan dan analisis literatur, kajian kepustakaan ini menghasilkan beberapa temuan. Pertama, karakter kedaulatan di Uni Eropa memiliki penafsiran yang berbeda-beda, mulai dari kedaulatan dipandang disatukan (pooled sovereignty), dibagi (shared sovereignty), hingga dianggap masih berada di negara. Kedua, penerapan kedaulatan dalam tatanan praktis dalam level kebijakan di Uni Eropa dapat bertahan maupun berubah, menyesuaikan preferensi negara-negara anggotanya. Ketiga, penerimaan negara terhadap beragam bentuk kedaulatan di Uni Eropa dipengaruhi oleh faktor ekonomi, faktor interdependensi, dan faktor keamanan. Keempat, dinamika serta cara pandang terhadap kedaulatan di Uni Eropa tampaknya dipengaruhi oleh fenomena-fenomena empirik atau perkembangan yang terjadi di Uni Eropa. Terakhir, dari keseluruhan literatur, studi ini mengindentifikasi celah literatur yang terdapat dalam sedikitnya analisis mengenai kedaulatan dalam kebijakan di Uni Eropa, serta kurangnya studi komparatif yang membandingkan kedaulatan di Uni Eropa dengan kedaulatan dalam entitas politik lainnya.

Over the last few decades, the topic of Sovereignty has been increasingly discussed in International Relations. One of the crucial factors leading to the debate was the establishment of the European Union through the enactment of Maastricht Treaty in 1992. As an effect, various literature discussing sovereignty in the European Union emerged and subsequently neccessitates a literature review on it. This study mapped various literature on sovereignty in the European Union after Maastricht Treaty. By taking into account thirty journal articles/books/chapters of edited volume, this study found four major themes in the literature: (1) the characteristics of sovereignty in the European Union; (2) the dynamics of sovereignty in the European Union policies: between intergovernmentalism and supranationalism; (3) the factors influencing the acceptance of the changing form of sovereignty in the European Union; and (4) the critiques on the implementation of sovereignty in the European Union. After mapping and analyzing the literature, this study found several important points. First, the characters of sovereignty in the European Union result in various interpretations such as pooled sovereignty, shared sovereignty, and sovereignty that are embedded within member states. Second, the implementation of sovereignty in the European Union policies could both be static or dynamic, depending on the member states' preferences. Third, member states’ acceptance of various sovereignty forms in the European Union are influenced by economic, interdependence, and security factors. Fourth, the dynamics of the sovereignty in the European Union are perceived to be influenced by events happening in the European Union. Lastly, this study identifies several literature gaps on the lack of literature analyzing sovereignty aspect of European Union’s policies and the minimum amount of comparative studies between sovereignty in the European Union and sovereignty in other political entities."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Khusnul Laili Marwansyah
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan di balik kerja sama Turki dan Uni Eropa dalam mengatasi pengungsi Suriah. Selain beberapa alasan yang mendasari terjadinya kerja sama antar keduanya, penelitian ini juga memaparkan mengenai bentuk-bentuk kerja sama yang dilakukan oleh Turki dan Uni Eropa untuk menanggulangi permasalahan pengungsi Suriah tersebut. Berdasarkan data UNHCR tahun 2018, Turki menjadi negara yang menerima pengungsi Suriah paling banyak dibandingkan negara tetangga Suriah lainnya. Akibat penerapan kebijakan pintu terbuka (Open Door Policy) yang dilakukan Turki, jumlah pengungsi Suriah semakin bertambah setiap tahun hingga akhirnya masuk ke negara-negara di kawasan Uni Eropa. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Turki menjalin kerja sama bilateral dengan Uni Eropa salah satunya dengan cara meminta bantuan luar negeri kepada Uni Eropa. Kesediaan Uni Eropa memberikan bantuan kepada Turki disertai dengan beberapa motif demi menguntungkan pihak Uni Eropa. Penjabaran mengenai alasan dan bentuk kerja sama antara Turki dan Uni Eropa dianalisis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif analisis. Untuk mengetahui apa saja bentuk bantuan yang diberikan sebagai upaya kerja sama antara Turki dan Uni Eropa, maka digunakan teori kerja sama internasional (international cooperation). Sementara untuk mengetahui alasan di balik kerja sama tersebut digunakan konsep pendekatan berupa motif (motives). Data diperoleh melalui literatur yang sudah tersedia karena termasuk dalam penelitian kepustakaan. Penelitian ini menemukan hasil bahwa bentuk kerja sama Turki dan Uni Eropa dalam upaya mengatasi pengungsi Suriah meliputi dikeluarkannya kebijakan untuk mengontrol laju arus pengungsi Suriah yang masuk ke wilayah Turki dan Uni Eropa. Selain itu, bentuk kerja sama lainnya ialah pemberian bantuan luar negeri oleh Uni Eropa kepada Turki untuk para pengungsi Suriah. Sementara alasan dilakukannya kerja sama di antara keduanya ialah mencakup enam kategori motif: kemanusiaan, ekonomi, stratejik, identitas, ideologi, dan kondisi lingkungan.

The aim of this study is to find out the motives behind Turkey and European Union cooperation in dealing with Syrian refugees. In addition, this study also explained the forms of cooperation carried out by Turkey and European Union in dealing with the problems of Syrian refugees. Based on UNHCR data in 2018, Turkey was the country that hosted Syrian refugees the most, compared to other neighboring Syrian countries. As a result of the implementation of the Open Door Policy carried out by Turkey, the number Syrian refugees continued to increase every year as they finally reached some other countries in the European Union. To overcome this problem, Turkey has made a bilateral cooperation with the European Union one of which is by requesting foreign aid to the European Union. The willingness of the European Union to provide assistance to Turkey is accompanied by several motives to benefit the European Union. The description of the reasons and forms of cooperation between Turkey and the European Union is analyzed using qualitative research methods with a descriptive analysis approach. To find out what forms of assistance are provided as collaborative efforts between Turkey and the European Union, the theory of international cooperation is used. While to find out the reasons behind this cooperation, the concept of approach is used in the form of motives. Data is obtained through literature that is already available because it is included in library research. This study found results that form the cooperation of Turkey and the European Union in an effort to overcome Syrian refugees including the issuance of policies to control the flow of Syrian refugees entering the territory of Turkey and the European Union. In addition, another form of cooperation is the provision of foreign aid by the European Union to Turkey for Syrian refugees. While the reason for the cooperation between both of them contained six categories of motives: humanitarian, economical, strategic, ideology, identity, and environment."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rizky Arullah
"Penelitian ini membahas mengenai hubungan diplomasi pertahanan antara Indonesia dan Turki. Dalam konteks ini, praktik diplomasi pertahanan Indonesia berupa kerjasama pertahanan dengan Turki dalam bidang industri pertahanan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunkan metode penelitian kualitatif, Data didapatkan melaui praktik wawancara dengan Menteri Pertahanan RI periode 2009-2014. Selain itu, data sekunder didapatkan dari hasil pencarian dokumen resmi, website resmi serta sumber-sumber lainnya. Hasil penelitian ini menjawab pertanyaan mengenai faktor yang mendasari mengapa Indonesia menjalin kerjasama industri pertahanan yang strategis dengan Turki dibandinkan dengan negara industri pertahanan yang lebih maju. Kontribusi diplomasi pertahanan terhadap Turki bagi Indonesia yaitu meningkatnya hubungan dua negara, meningkatnya kapabilitas militer dan menuju kemandirian industri pertahanan. "
Universitas Pertahanan Indonesia, [date of publication not identified]
345 JPUPI 6:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abid Abdurrahman Adonis
"Semakin berkembangnya kelembagaan dan misi eksternal Uni Eropa khususnya dalam mempromosikan norma-normanya mendorong literatur-literatur untuk membahas peran Uni Eropa sebagai normative power. Normative power dianggap sebagai salah satu peran internasional Uni Eropa yang membedakannya dengan aktor-aktor internasional lainnya. Kendati telah banyak digunakan dalam berbagai literatur mengenai Uni Eropa, namun konsep normative power belum mendapat perhatian serius dari literatur-literatur disiplin Ilmu Hubungan Internasional yang lebih luas.
Kajian literatur ini membahas bagaimana perkembangan literatur mengenai Uni Eropa sebagai normative power. Dengan metode taksonomi, kajian literatur ini menunjukkan perkembangan literatur Uni Eropa sebagai normative power berada dalam empat kategori: 1 konseptualisasi normative power; 2 penggunaan normative power, 3 persepsi aktor mitra terhadap normative power, dan 4 Uni Eropa sebagai normative power dalam perspektif Hubungan Internasional.
Berdasarkan berbagai literatur yang sudah dikaji, kajian literatur ini berpendapat bahwa peran Uni Eropa sebagai normative power merupakan suatu konstruksi yang dikembangkan oleh akademisi dan pejabat Uni Eropa untuk menemukan relevansi dan mengangkat posisi politik Uni Eropa dalam peran internasionalnya. Konstruksi ini dipertegas melalui seleksi memori yang dilakukan oleh Uni Eropa terhadap klaim normative power-nya.
Kajian literatur ini juga menunjukkan terbatasnya keberhasilan penggunaan normative power oleh Uni Eropa terhadap para mitranya. Perkembangan literatur turut mengidentifikasi kecenderungan skeptisisme aktor-aktor mitra Uni Eropa terhadap penggunaan normative power oleh Uni Eropa. Selain itu, kajian literatur ini berargumen bahwa konsep normative power memiliki kecenderungan adanya bias Eurosentris dan perkembangan literatur didominasi oleh literatur-literatur liberal dan konstruktivis.
Berdasarkan literatur-literatur yang ditinjau, tulisan ini menemukan adanya celah riset pada persepsi aktor mitra Uni Eropa terhadap normative power dan penulisan melalui perspektif non Eropa.

The development of European Union's institutions and external mission, especially in promoting its norms, encourages literature to discuss the role of the EU as normative power. Normative power is considered one of the EU's international roles that distinguishes it from other international actors. Although widely used in literature on the European Union, the concept of normative power has not received serious attention from the wider International Relations readers.
This literature review discusses how the development of literature on the European Union as normative power. Using taxonomy method, this literature review shows the literature development of the EU as normative power fall into four categories: 1 the conceptualization of normative power; 2 the use of normative power, 3 partner actors' perceptions of normative power; and 4 EU as normative power according to IR perspectives.
Based on the literature that has been studied, this literature review argues that the role of the EU as normative power is a construction developed by academics and EU officials to find relevance and elevate the political position of the European Union in its international role. It is reasserted by how EU do memory selection to its own history in claiming its normative power.
This literature review also shows the limited success of normative usage power by the EU against its partners. The development of literature also identifies the tendency of skepticism of EU partner actors against the use of normative power by the European Union. In addition, this literature review argues that the concept of normative power has a tendency for Eurocentric bias and the development of literature dominated by liberal and constructivist literature.
Based on the literature reviewed, this paper found a research gap on the perceptions of EU partner actors and writing through a non-European perspective.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Manalu, Fredi Susanto
"Penelitian ini membahas alasan Uni Eropa sebagai anggota tetap di dalam forum G20, terutama penekanan pada mamfaat yang diperoleh oleh Uni Eropa melalui G20. Teori yang digunakan untuk meneliti Keanggotaan Uni Eropa di G20 adalah teori interdependensi kompleks, teori efek domino dan konsep global governance. Penelitian ini menemukan bahwa pada saat berdirinya dan pada saat transformasi Uni Eropa di G20, adalah respon dari krisis keuangan yang dinilai ber-efek domino terhadap ekonomi global. Uni Eropa dengan anggota G20 lainnya dinilai mempunyai kemampuan dan memiliki interdependensi untuk berkerjasama menyelesaikan krisis dan mencegah efek domino. G20 dalam perkembangannya, berkembang menjadi global governance khususnya dalam tatanan ekonomi dunia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Uni Eropa semakin mendapat tempat sebagai aktor global melalui G20 untuk mewujudkan visi Effective Multilateralism berbasis nilai, berperan dalam mengembangkan manajemen keuangan dunia dan meningkatkan keuntungan perdagangannya.

This study analyses the permanent membership of European Union in G20, especially its benefit as a member of G20. Theory used in this study consists of interdependence complex and domino effect theories and global governance concept. This study finds out that the establishment and transformation of European Union within G20 are the response toward domino effect in global financial crisis. European Union and other member of G20 are considered having the ability and interdependence to cooperate solving the crisis and prevent the domino effect. G20 thrives to be a global governance, specifically in world economic order. Finally, this study concludes that by way of G20, European Union becomes one of the promising global actors that helps actualising value based Effective Multilateralism vision, develops world financial management and enhances its trading profit. "
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Megan Anglingsari Raritra Intanti
"

Nama                         : Megan Anglingsari Raritra Intanti

Program Studi             : Ilmu Hubungan Internasional

Judul                          : Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa

Pembimbing                : Dr. phil. Yandry Kurniawan

 

Kajian Analisis Kebijakan Luar Negeri atau FPA telah menjadi bidang studi independen dalam ilmu hubungan internasional sejak tahun 1950an. Fokus FPA terhadap proses pengambilan keputusan kebijakan luar negeri dianggap telah berhasil menjawab permasalahan studi HI yang cenderung menciptakan jarak antara politik domestik dan internasional. Menariknya, klaim bahwa FPA telah inklusif menuai kritik diantara cendekia Eropa, khususnya dalam pembahasan kebijakan luar negeri Uni Eropa. Maka dari itu, tulisan ini bertujuan untuk menunjukkan bagaimana literatur menempatkan kebijakan luar negeri Uni Eropa diantara kajian FPA. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, penulis menyusun 96 total temuan literatur dengan akreditasi internasional dalam empat kategori tema, yaitu: (1) konsep kebijakan luar negeri Uni Eropa; (2) institusionalisasi kebijakan luar negeri Uni Eropa; (3) Uni Eropa sebagai aktor; dan (4) lingkup kawasan kebijakan luar negeri Uni Eropa. Upaya tinjauan literatur menghasilkan beberapa temuan seperti konsensus, perdebatan, dan kesenjangan terkait topik ini. Selain itu, tulisan ini juga menelusuri tren tema literatur, persebaran penulis, serta tren persebaran paradigmatik. Berangkat dari kondisi tersebut, tulisan ini berhasil menyingkap fakta bahwa FPA belum menjadi perspektif yang umum digunakan dalam mengkaji kebijakan luar negeri Uni Eropa. Meskipun begitu, tulisan ini tidak menemukan literatur yang menolak keberadaan kebijakan luar negeri Uni Eropa. Tulisan ini akan ditutup dengan penjabaran sejumlah rekomendasi untuk penelitian selanjutnya yang meliputi perluasan paradigmatik khususnya FPA dan pendekatan kritis, serta topik-topik yang belum banyak terbahas tetapi cukup relevan dengan kondisi empirik kebijakan luar negeri Uni Eropa.

 

 

 

Kata kunci:

Analisis Kebijakan Luar Negeri, Uni Eropa, kebijakan luar negeri Uni Eropa, European Foreign Policy, hubungan eksternal Uni Eropa, EPC, CFSP

 


Name                        : Megan Anglingsari Raritra Intanti

Study Program           : International Relations

Title                          : European Union’s Foreign Policy

Counsellor                 : Dr. phil. Yandry Kurniawan

 

Foreign Policy Analysis or FPA has been developed as an independent field of international relations (IR) studies since the 1950s. FPA’s primary focus on foreign policy decision making processes is considered to have successfully answered IR studies problem which tends to create a gap between domestic and international politics. Interestingly, the claim that FPA has been inclusive drawn criticism among European scholars, particularly in the discussion of the EU's foreign policy. Therefore, this paper aims to explain how literature interpret EU’s foreign policy among FPA studies. In order to achieve this goal, the authors compiled 96 total international accreditation literature within four categories of themes, namely: (1) the concept of EU’s foreign policy; (2) institutionalization of EU’s foreign policy; (3) European Union as an actor; and (4) regional scope of the EU’s foreign policy. This literature review has resulted in several findings such as consensus, debates, and gaps related to this topic. In addition, this paper also traces the literature trend, distribution of authors’ origin, as well as the paradigmatic trend. Based on these conditions, this paper was successfully revealed the fact that FPA is not a mainstream perspective in studying EU’s foreign policy. Even so, this paper didn’t identify scholar that rejects the idea of EU’s foreign policy. This paper will conclude with some recommendations for further research including paradigmatic diversification, especially FPA and a critical approach, as well as topics that rarely discussed but are quite relevant to the empirical conditions of EU’s foreign policy.

 

 

 

Keywords:

Foreign Policy Analysis, European Union, European Foreign Policy, EU Foreign Policy, EU External Relations, EPC, CFSP

 

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia , 2020
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sagala, Nidya Sabila
"Tesis ini membahas keputusan Inggris, Denmark dan Malta dalam yang menolak untuk menjadi anggota Permanent Structured Cooperation (PESCO). PESCO adalah instrumen yang digunakan Uni Eropa untuk membuat dan mendiskusikan proyek-proyek pertahanan diantara negara anggotanya. Pada November 2017, 23 dari 28 negara anggota Uni Eropa (UE) bersedia menandatangani joint notification on PESCO, yang kemudian disusul oleh Irlandia dan Portugal pada 7 Desember 2017. Ke-25 negara anggota UE yang telah bergabung kemudian mengaktifkan PESCO secara resmi pada akhir Desember 2017. Terdapat tiga negara yang menolak bergabung, yakni Inggris, Denmark dan Malta. Keputusan ketiga negara tersebutlah yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini, yaitu mengapa ketiganya memilih untuk tidak bergabung dalam PESCO. Penelitian ini melewati dua tipikal análisis, yakni análisis politik dan análisis ekonomi. Untuk melakukan análisis politik, penulis menggunakan teori Regional Security Complex (RSC) dari Barry Buzan. Sedangkan analisis ekonomi dilakukan dengan menggunakan Rational Deterrence Theory (RDT) dari Barry Nalebuff. Data yang dikumpulkan adalah data dalam rentang waktu spesifiknya yaitu sejak 2014 – 2017. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif karena data yang dikumpulkan adalah data berbasis dokumen (document based method). Temuan dalam penelitian ini adalah keputusan Inggris, Denmark dan Malta secara politis dipengaruhi oleh perbedaan persepsi ancaman dan kurang eratnya hubungan antara ketiga negara tersebut dengan Uni Eropa. Sedang secara ekonomi adalah karena nilai Cost (kerugian) yang lebih besar dengan Benefit (keuntungan) apabila ketiganya bergabung dalam PESCO.

The thesis discusses the decisions of United Kingdom (UK), Denmark and Malta that refused to be members of the Permanent Structured Cooperation (PESCO). PESCO is an instrument by the European Union to create and discuss defense projects among its members. In November 2017, 23 of the 28 European Union (EU) countries were willing to sign a joint notification on PESCO, which was then followed by Ireland and Portugal on 7 December 2017. The 25 EU member countries that had joined activated PESCO officially at the end of December 2017. There are three countries who refused to join. They were UK, Denmark and Malta. Actually, the background of their decisions is the research question in the thesis. This research passes two typical analyzes. First, the political analysis and the second is the economic analysis. To carry out political analysis, the author uses the Regional Security Complex (RSC) theory from Barry Buzan. While economic analysis is done using Rational Determination Theory (RDT) from Barry Nalebuff. The collected data is a data from 2014 to 2017. This study uses qualitative methods because the collected data is document-based data (document based method). The findings in this study is the decisions of UK, Denmark and Malta are politically influenced by differences in perceptions of threats and the lack of close relations between the three countries and the European Union. Furthermore, economically is because the value of the cost (loss) is greater than Benefit (profit) if all three join in PESCO."
2019
T53963
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>