Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 178537 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Meisy Salsabiela Hamdi
"Tugas Karya Akhir ini membahas hate crime berbasis identitas gender yang dilakukan oleh negara yang dibahas melalui kasus penangkapan dan kekerasan yang dilakukan oleh polisi terhadap waria di Aceh Utara tahun 2018. Tulisan ini disusun untuk memahami bagaimana tafsir agama yang patriarkal dan konservatif dapat menjadi penyebab hate crime berbasis identitas gender yang dilakukan oleh negara, yang dalam kasus ini adalah polisi. Tafsir agama yang patriarkal-konservatif mempengaruhi interpretasi terhadap nilai-nilai agama yang kemudian dijadikan dasar dalam menyusun hukum syariah atau Qanun di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Selain mempengaruhi interpretasi dalam menyusun peraturan syariah, tafsir agama patriarkal-konservatif juga menjadi akar dari sikap polisi yang bertindak sewenang-wenang terhadap waria di Aceh Utara. Sebagai dampak dari hate crime berbasis identitas gender yang terjadi, waria di Aceh Utara mengalami penderitaan berupa rasa takut, luka secara fisik maupun psikis, dan kehilangan hak-hak dasar mereka sebagai seorang warga negara dan manusia. Tulisan ini dianalisis menggunakan metode analisis isi kualitatif perspektif melalui perspektif kriminologi kritis dengan dipayungi teori queer criminology berusaha untuk mengkritik stigmatisasi, diskriminasi, kekerasan, dan pengabaian hak yang dialami oleh waria di Aceh Utara.

This Final Project discusses gender identity-based hate crimes committed by the state, examined through cases of arrests and violence by the police against transgender individuals (waria) in North Aceh in 2018. The paper aims to understand how interpretations of patriarchal and conservative religious doctrines can lead to gender identity-based hate crimes by the state, represented in this case by the police. The patriarchal-conservative interpretations of religion influence the interpretation of religious values, which then serve as the basis for drafting Sharia laws or Qanun in the province of Nanggroe Aceh Darussalam. Besides shaping the interpretation of Sharia regulations, these patriarchal-conservative interpretations also underlie the arbitrary behavior of the police towards waria in North Aceh. As a consequence of these gender identity-based hate crimes, waria in North Aceh suffer from fear, physical and psychological trauma, and the loss of their basic rights as citizens and human beings. This paper is analyzed using qualitative content analysis from a critical criminology perspective, underpinned by queer criminology theory, aiming to critique the stigmatization, discrimination, violence, and neglect experienced by waria in North Aceh."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yasmine Annisa Meiwindah
"Hate crime berupa penutupan paksa Pondok Pesantren Al-Fatah harus dialami oleh para santri waria yang berada di dalamnya. Hate Crime tersebut merenggut hak atas religious freedom dan freedom for expression yang dimiliki para santri waria. Hate crime yang  dilakukan oleh Front Jihad Islam tersebut dilatarbelakangi oleh anggapan terhadap para santri waria sebagai individu yang menyimpang dan menyalahi kodrat. Timbulnya anggapan tersebut tidak terlepas dari paham patriarki, heteronormativitas, serta stigma yang mengakar dalam masyarakat. Penutupan paksa yang terjadi menimbulkan respon dari para santri waria. Setelah mengalami trauma, mereka bangkit dan menunjukan kemampuan resistensinya. Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan bahwa para santri waria memiliki kemampuan untuk melawan dan berdaya terhadap hate crime yang dialami. Penelitian ini menggunakan teori queer criminology dengan teknik analisis naratif melalui kisah yang mereka tuturkan. Hasil analisis data menunjukkan bahwa budaya patriarki, heteronormativitas, serta stigma terhadap kelompok LGBTQ merupakan akar terjadinya hate crime terhadap santri waria. Penutupan paksa Pondok Pesantren tersebut justru membangun kemampuan resistensi santri waria untuk berdaya di tengah situasi yang diskriminatif.  Resistensi yang dilakukan didasari oleh agensi atau kesadaran para santri waria untuk mengubah kehidupannya menjadi lebih baik. Resistensi yang dilakukan menjadikan para santri waria sebagai penyintas hate crime berupa penutupan Pondok Pesantren Al-Fatah Yogyakarta.

Hate crime in the form of the forced closure of the Al-Fatah Islamic Boarding School experienced by santri waria who are in it. The hate crime took away the right to religious freedom and freedom for expression that belongs to santri waria. The hate crime by the Front Jihad Islam was motivated by the perception of santri waria as individuals who deviate and violate nature. Those assumption is inseparable from patriarchy, heteronormativity, and the stigma rooted in society. The forced closure occurred a response from santri waria. They did not give up. After experiencing trauma, they show their resistance abilities. This research aims to explain that santri waria have the ability to empowered against hate crimes in the form of the closure of Islamic boarding schools. This research uses the theory of queer criminology with narrative analysis techniques through the stories they tell. The results of the data analysis show that the patriarchal culture, heteronormativity and the stigma against LGBTQ groups is the root cause of hate crimes against santri waria. They shows the resistance ability to be empowered in a discriminatory situation. The resistance carried out was based on agency or the awareness of santri waria to change their lives for the better. The resistance then made the santri waria as survivors of hate crime."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gloria Truly Estrelita
"Lembaga Kebudayaan Rakyat atau kerap disingkat Lekra adalah wadah untuk mempertahankan eksistensi kebudayaan Indonesia. Selain juga berusaha menyampaikan pesan-pesan politik, seperti kerakyatan dan kemanusiaan melalui karya-karya yang ditelurkan oleh para senimannya. Lekra memang memiliki kedekatan ideologis dengan PKI, yaitu sama-sama memperjuangkan rakyat miskin. Walau begitu, Lekra menolak untuk "dimerahkan" oleh PKI. Meletusnya peristiwa G30S, membuat Lekra dituduh sebagai organisasi masyarakat yang berdiri di bawah PKI. Selanjutnya Lekra turut diberangus oleh Orde Baru dengan alasan mengancam stabilitas keamanan nasional. Karya-karya berlabelkan Lekra diberi stigma komunis oleh penguasa pada masa itu. Tidak cukup di situ, penguasa melalui pemerintah memusnahkan data dan sejarah Lekra untuk selanjutnya disenyapkan dari ruang sejarah politik Indonesia.supaya tidak bisa dipelajari oleh generasi berikutnya.
Dalam kajian kriminologi, stigmatisasi menjadi salah satu hal penting yang dipelajari. Arti dari stigmatisasi itu sendiri adalah stigma atau citra yang dilekatkan pada seseorang atau sekelompok orang. Dan, stigmatisasi adalah salah satu bentuk dari aksi kekerasan atau violence. Dalam studi ini, Penulis menggunakan teori yang ditelurkan oleh Louis Althusser dalam rangka membangun kekuasaan melalui peran hakiki negara yang bersifat represif (repressive state apparatus/RSA) dan ideologis (ideological state apparatus/ISA). Selanjutnya, Althusser menempatkan media sebagai media ideologis yang artinya selalu memiliki dan menjalankan ideologi tertentu. Dan, melalui medialah ideologi bisa memiliki eksistensi material. Dengan begitu, bukanlah hal yang aneh bila media dilihat sebagai aparatus ideologi. Disinilah ISA kemudian menyusun sebuah kerangka legitimasi yang akan mengabsahkan tindakan represif tersebut, sehingga masyarakat tidak akan melawan. Dengan begitu, dalam analisa ini, negara bisa dilihat sebagai institusi yang tidak netral dan penuh dengan konsentrasi kekuatan, karena ia berusaha melakukan penciptaan pemaknaan yang sesuai dengan keinginannya. Misalnya, manipulasi media massa, yaitu pengaturan berita di Angkatan Bersenjata dan Berita Yudha adalah salah satunya. Dengan begitu, negara yang dibangun atas kekuasaan yang ada padanya adalah wujud dominasi politik atas masyarakat. Selanjutnya, tindakan penguasa memberikan stigma komunis melalui media kepada Lekra adalah bentuk tindak kekerasan atau state violence.

Lembaga Kebudayaan Rakyat (The Movement of People"s Art and Culture) or commonly abbreviated as LEKRA was believed to be founded to maintain the existence of the Indonesian culture apart from its purpose to deliver any political messages like peoples and humanitarian issues " through the works of its artist members. LEKRA has a close ideology connection with PKI both of which had the spirit to fight for the rights of common people. However, even they shared similar perspective, LEKRA refused to be made "red" by PKI. The G30S incident brought LEKRA to the accusation of being a community organization stands under the PKI flag. This follows the consequences of banning by the government for reason that LEKRA might be a possible threat to the national security. Any works produced by LEKRA membersthen was stigmatized as "communist product" by the government. The government even demolished all data and history of LEKRA and deleted its existence in the political history of the nation in order not to learned by the following generations.
In the study criminology, stigmatization has become one of important substance to study. The meaning of the stigmatization itself is a stigma or an image which is put or created against any individual or some people of the same group. In this study, the writer will bring forward the Louis Althusser"s theory of building a power using the repressive state apparatus (RSA) and ideological state apparatus (ISA). Furthermore, Althusser further put media as ideological media which means always posses and implement certain ideology. And, through media any ideology can have the material existence. Consequently, media will always be seen as an ideological apparatus. ISA has formed a legitimate frame which it used to legalize any repressive action against the people so that they would not be in any position to fight back. With this analysis, a state can be seen as an un-neutral institution and full with power concentration because it hows its efforts to do any "meaning creation" which is in accordance with its purpose. Ideological state apparatus through its mass-media manipulation efforts, which is news management in their Angkatan Bersenjata Daily and Berita Yudha daily, was one of the above mentioned efforts. Meaning, a state has a function to maintain its repression against its people. This study tries to further see that any action of communist stigmatization by the government upon LEKRA members was indeed a representation of a state violence.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T26659
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Suryaningsih
"Di tengah pandemi COVID-19, perawat sebagai garda utama dalam menangani wabah virus COVID-19 justru distigma dan didiskriminasi karena konstruksi masyarakat. Konstruksi yang tersebar adalah perawat sebagai pembawa virus. Hal ini terjadi karena perawat adalah kelompok yang paling berdekatan sekaligus memerangi wabah. Studi ini bertujuan menjelaskan bagaimana stigmatisasi terhadap perawat sebagai salah satu bentuk reactive hate crime, yang memiliki dampak terhadap fisik dan psikologis perawat. Metode penulisan yang digunakan dengan cara menganalisis data sekunder berupa 30 artikel berita kasus stigma dan diskriminasi terhadap perawat yang dimuat dalam media berita online Indonesia tahun 2020, dengan menggunakan teori stigmatisasi. Dari hasil analisis uji variabel menunjukan adanya hubungan antara motif pelaku dan bentuk stigma. Ancaman dan rasa takut menjadi pembenaran yang dilakukan pelaku, dan terdapat pola waktu kejadian yang dipicu oleh situasi wabah COVID-19. Selain itu, dari penulisan ini juga menunjukkan bahwa stigma yang dialami perawat terbagi ke dalam dua bentuk. Pertama, stigma power merupakan bentuk stigma yang berbasis pada ketakutan. Kedua, courtesy stigma (Stigma by Association) merupakan stigma yang berbasis dengan kepercayaan atau keyakinan seseorang/kelompok. Lebih lanjut, keterbatasan pada data dalam penulisan ini mendorong penulisan selanjutnya untuk dapat menggunakan sampel data yang lebih besar dan menggunakan uji statistik parametrik.

During the COVID-19 pandemic, the nurses as primary guardians are stigmatized while dealing with the COVID-19 virus outbreak. They are also discriminated against because of the public's construction. The construction which spreads in public is nurses as virus carriers. This notion happens because nurses are the closest group and at the same time fighting the outbreak. This study aims to explain how the stigmatization of nurses as a form of reactive hate crime, which impacts nurses' physical and psychological. The researcher uses the writing method by analyzing secondary data in the form of 30 news articles on cases of stigma and discrimination against nurses published in Indonesian online news media in 2020, also using the theory of stigmatization. Analysis of the variable test shows a relationship between the motives of the perpetrators and the form of stigma. Threats and fear are justifications made by the perpetrators. There is also a time pattern of events triggered by the COVID-19 outbreak situation. In addition, this paper also shows that the stigma experienced by nurses is divided into two forms. First, stigma power is a form of stigma based on fear. Second, courtesy stigma (Stigma by Association) is a stigma based on the beliefs or beliefs of a person/group. Due to the many limitations of the data in this paper, it is highly recommended to use a larger sample of data and also use parametric statistical tests for further writing."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Guilliano Tristan Anthony Stevenson
"Pendudukan Indonesia di Timor Leste merupakan periode yang penuh dengan kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia, khususnya terhadap perempuan. Tulisan ini bertujuan untuk mengeksplorasi dimensi gender dalam political genocide di Timor Leste selama masa pendudukan Indonesia. Tulisan ini menggunakan teori feminis radikal untuk mengungkap bagaimana Indonesia menggunakan kekerasan berbasis gender sebagai instrumen untuk menghancurkan struktur sosial dan komunitas, menanamkan rasa takut, dan memperkuat dominasi patriarkal. Analisis ini menekankan pentingnya perspektif feminis radikal dalam memahami dampak penuh dari kekerasan politik dan perlunya upaya rekonsiliasi serta keadilan bagi penyintas di Timor Leste.

The Indonesian occupation of East Timor was a period marked by violence and human rights violations, particularly against women. This paper aims to explore the gender dimension in the political genocide in East Timor during Indonesia's occupation. The study employs radical feminist theory to reveal how Indonesia used gender-based violence as an instrument to destroy social structures and communities, instill fear, and reinforce patriarchal dominance. This analysis highlights the importance of the radical feminist perspective in fully understanding the impact of political violence and the need for reconciliation and justice for survivors in East Timor."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Peni Yonarida
"Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji ujaran kebencian dalam pernyataan-pernyataan pejabat negara yang dikutip dalam pemberitaan media daring Kompas selama tahun 2016. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Queering Criminology. Dalam kaitannya dengan hubungan LGBT dengan negara, seringkali timbul pertanyaan mengenai siapa yang memiliki kekuasaan dan bagaimana orang-orang kuat yang paling politis berpengaruh.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis wacana kritis.
Temuan data dalam penelitian ini berupa 20 berita dengan kutipan pernyataan pejabat negara terkait LGBT. Temuan data menunjukkan adanya 18 berita yang merupakan ujaran kebencian karena mengandung pernyataan diskriminatif, mengandung stereotipe, antagonis, dan merendahkan martabat, sementara 2 lainnya tidak mengandung ujaran kebencian. Pejabat negara dan media telah sama-sama menjadi agen pembentuk wacana kebencian. Hal tersebut berdasarkan pandangan kritis dapat disebut sebagai kejahatan.

Title Hate Speech by the Ruler against Lesbian, Gay, Bisexual, and Transgender in Media as Crime An Analysis of State Official 39 s Statement in Kompas Media Online News 2016 This study aims to examine hate speech in the statements of officials who are in the media coverage online Kompas during 2016. The theory used in this study is Queering Criminology. In his relationship between LGBT with the state, appear the question about who has power and a very moderate political person. The method used in this research is critical discourse analysis.
The data finding in this research is 20 news with quotation of opinion of LGBT related official. The findings of the data indicate 18 news which are hate speech because they contain discriminatory assumptions, containing stereotypes, antagonists, and degrading, while the other two are not contained by hate speech. State officials and the media have become equally hate shaping agents. Based on critical perspective, it can be called a crime.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S67220
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Roy Obet
"ABSTRAK
Waria ada dalam kehidupan masyarakat. Sebagai seorang waria tentunya akan dihadapkan dengan persoalan hidup yang berkaitan dengan bagaimana mereka mengungkapkan identitas dirinya (coming out) sebagai waria dan merepresentasikan identitasnya tersebut. Nilai dan norma patriarkhi serta heteroseksual yang dipegang teguh oleh sebagian masyarakat di Indonesia memiliki kecenderungan untuk menolak kehadiran kaum waria. Namun, tidak bisa dipungkiri jika peran serta jumlah waria dalam masyarakat terus berkembang, begitu juga dengan pergerakan yang mereka lakukan untuk mendapatkan pengakuan identitas di masyarakat dan juga di negara. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana peran modalitas dalam representasi identitas kewariaan serta bagaimana waria membangun self identity-nya. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif peneliti ingin melihat bagaimana modalitas berperan dalam reprsentasi identitas pada waria dalam kehidupannya sehari hari. Metode yang dilakukan dalam pengumpulan data adalah wawancara mendalam. Representasi identitas pada waria ternyata dipengaruhi oleh peran modalitas yang mereka miliki. Modal tersebut bisa saja merupakan modal ekonomi, sosial, budaya (kultural) dan juga simbolik. Dengan kata lain, modal memainkan peran dalam representasi identitas waria di dalam sebuah arena. Selain itu juga penerimaan dari aktor-aktor yang bereperan dalam kehidupan sehari hari mereka akan sangat dibutuhkan juga.

ABSTRACT
Waria (trangender male to female) is a part of society. Warias face several problems rWaria ada dalam kehidupan masyarakat. Sebagai seorang waria tentunya akan dihadapkan dengan persoalan hidup yang berkaitan dengan bagaimana merekaelated to how they express and represent their identity (coming out) as a waria. Values and norms in patriach and heterosexual system that strongly hold by society in Indonesia tend to reject the existence of waria. However, the role and number of waria are increasing day by day, and the movement to gain the acceptance in the society as well. With qualitative approach, the author wants to know how the capital plays in identity representation of waria in daily life. Methods used for datas collection are deep interview and observation. Identity representation of warias is actually affected by the capital they have. The capital itself can be economic, social, cultural and symbolic. In other words, capital plays a role in waria?s identity representation in a field of life. Moreover, the acceptance from the main actor that take plays in their daily life will also be needed."
2015
S62184
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aqil Taufik Hidayat
"Pembuatan proyek Bendungan Bener di Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah memunculkan sebuah konflik agraria yang terjadi di Desa Wadas. Rencana pembuatan Desa Wadas menjadi lokasi pertambangan batu andesit untuk menunjang proyek Bendungan Bener mendapat penolakan dari warga karena berbagai alasan. Hal ini menjadi sebuah konflik agraria yang menimbulkan kekerasan langsung dan kekerasan struktural. Tulisan ini melihat bentuk-bentuk kekerasan ini sebagai sebuah State-Corporate Crime, dimana kejahatan terjadi akibat adanya interaksi antara pemerintah Indonesia dengan PT PP yang menimbulkan kerugian sosial dan pelanggaran hukum. Tulisan ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi literatur. Data dalam tulisan ini menggunakan data sekunder yang diambil dari berbagai artikel di internet. Tulisan ini kemudian menganalisis fenomena tersebut dengan Integrated Theoretical Model of State-Corporate Crime untuk melihat faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan dalam konflik agraria di Desa Wadas. Dengan level analisis kelembagaan, penulis melihat faktor-faktor kejahatan yang terjadi dalam katalisator tindakan: motivasi, kesempatan atau peluang, dan operasionalitas kontrol. Hasil penelitian ini menemukan bahwa terdapat (1) motivasi berupa tekanan ekonomi dan dan tujuan organisasi, (2) kesempatan atau peluang berupa ketersediaan sarana hukum dan ketersediaan cara-cara ilegal, dan (3) kurangnya operasionalitas kontrol berupa tekanan internasional, tekanan politik, dan sanksi hukum. Hal-hal tersebut dilihat oleh penulis sebagai faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan dalam konflik agraria yang terjadi di Desa Wadas.

The construction of Bener Dam project in Bener District, Purworejo Regency, Central Java caused an agrarian conflict that occurred in Wadas Village. The plan to make Wadas Village into an andesite mining location to support the Bener Dam project was rejected by residents for various reasons. This becomes an agrarian conflict that produces direct violence and structural violence. This article views this violence as a state-corporate crime, where crime occurs as a result of interactions between the Indonesia government and PT PP that made illegal or socially injurious social action. This article uses a qualitative approach with a literature study method. The data in this article uses secondary data taken from various articles on the internet. This article then analyzes this phenomenon using the Integrated Theoretical Model of State-Corporate Crime to look at factors that caused the crime in Wadas Village. At the institutional level of analysis, the author looks at the crime factors that occur in the catalyst for action: motivation, opportunity, and operationality of control. The results of this research found that there are (1) motivation such as economic pressure and organizational goals, (2) opportunities such as the availability of legal and illegal means, and (3) lack of operationality of control such as international pressure, political pressure, and legal sanctions. The author sees these things as factors that caused violence in the agrarian conflict in Wadas Village."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Raisa Annur
"Karya akhir ini membahas mengenai propaganda kejahatan kebencian (hate crime) berbasis orientasi seksual dan identitas gender yang diimplementasikan melalui acara “Deklarasi Padang Bersih Maksiat”. Penulisan karya akhir ini bertujuan untuk memahami bagaimana kejahatan kebencian dipropagandakan untuk menolak eksistensi LGBTIQ+ melalui tafsir agama patriarkal-konservatif, kebijakan diskriminatif, serta tindakan persekusi. Penulisan ini menggunakan teknik analisis isi kualitatif dan queer criminology theory yang pada dasarnya berusaha mengkritik dan menentang narasi mengenai binerisasi heteronormativitas, homofobia, serta pengabaian kesetaraan tentang gender dan seksualitas. Hasil analisis data menunjukkan bahwa tafsir agama patriarkal-konservatif diiringi dengan prasangka terhadap seksualitas LGBTIQ+ mendorong digelarnya acara “Deklarasi Padang Bersih Maksiat” pada November 2018. Para propagandis dan masyarakat menstimulasi kejahatan kebencian dalam setiap aksi selama acara berlangsung. Pada akhirnya, tindakan persekusi sebagai bentuk kekerasan terhadap LGBTIQ+ seperti penangkapan sewenang-wenang, pemaksaan terapi konversi, dan perlakuan merendahkan martabat pun menjadi jalan keluar untuk menyembuhkan ‘penyakit’ LGBTIQ+. Hal ini berimplikasi pada kerugian dan penderitaan seksual, psikis, dan fisik terhadap kelompok LGBTIQ+.

This final work discusses the propaganda of hate crimes based on sexual orientation and gender identity which is implemented through the “Deklarasi Padang Bersih Maksiat”. This final work aims to understand how hate crimes are propagated to reject the existence of LGBTIQ+ through patriarchal-conservative religious interpretations, discriminatory policies, and acts of persecution. This writing uses qualitative content analysis technique and queer criminology theory which basically tries to criticize and challenge narratives about the binaryization of heteronormativity, homophobia, and the neglect of equality regarding gender and sexuality. The results of the data analysis show that patriarchal-conservative religious interpretations accompanied by prejudice against LGBTIQ+ sexuality prompted the holding of the “Declaration of Padang Clean Maksiat” in November 2018. The propagandists and the public stimulated hate crimes in every action during the event. In the end, acts of persecution as a form of violence against LGBTIQ+ such as arbitrary arrest, forced conversion therapy, and degrading treatment become a way out to cure the LGBTIQ+ 'disease'. This has implications for sexual, psychological and physical losses and suffering for the LGBTIQ+ group."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Deani Agnes Monikha
"Kekerasan berbasis gender telah diakui sebagai penyalahgunaan hak asasi manusia, dengan perempuan dan anak perempuan sering menjadi korban. Menggabungkan teori agensi Kabeer dan konsep resistensi Crann dan Barata, penelitian ini mengkaji tentang agencyperempuan dan strategi mereka melawan kekerasan dalam konteks film Believe Me: The Abduction of Lisa McVey (2018) and Citation (2020). Melalui analisis tekstual dari narasi, adegan, karakter, dan dialog dalam percakapan dengan konsep agency perempuan dan perlawanan, penelitian ini berusaha untuk menantang pemahaman konvensional tentang perempuan yang mengalami kekerasan berbasis gender yang seringkali dipandang sebagai korban pasif. Penulis berpendapat bahwa agensi perempuan dalam kedua film tersebut sangat penting dalam mengembangkan strategi untuk memerangi penindasan. agency mereka mencakup pasif seperti polos dan mematuhi pelaku dan respon aktif, seperti memutuskan pendekatan terbaik untuk keadaan tertentu sebagai strategi mereka. Selain itu, analisis menemukan bahwa agency bisa mengubah perempuan dari korban menjadi penyintas dengan mengaktifkan dan melatihnya untuk memerangi kekerasan terhadap perempuan. Penelitian ini berkontribusi pada studi tentang kesetaraan gender dalam film.

Gender-based violence has been recognized as an abuse of fundamental human rights, with women and girls frequently being the victims. Incorporating Kabeer's theory of agency and Crann and Barata's resistance concept, this research examines female agency and their strategies for fighting violence in the context of the movies, namely Believe Me: The Abduction of Lisa McVey (2018) and Citation (2020). Through a textual analysis of the narratives, scenes, characters, and dialogue in conversation with the concept of female agency and resistance, this study seeks to challenge the conventional understanding of women and girls who encounter gender-based violence that are often viewed as passive victims. The author argues that the female agency in both films is crucial in developing the strategy to combat oppression. Their agency encompasses both passive as innocent and obeying perpetrators and active response, such as deciding on the best approach for particular circumstances as their strategies. In addition, the analysis found that female agency can transform women from victims to survivors by activating and exercising it to combat violence against women. This research contributes to the study of gender equality in movies."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>