Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 78790 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agnes Deandra Bangkur
"Tulisan ini menganalisis mengapa Australia yang merupakan negara non senjata nuklir melakukan pengadaan kapal selam bertenaga nuklir dalam kerja sama keamanan trilateral AUKUS. Artikel ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan causal-process tracing. Analisis dalam tesis ini menggunakan konsep Foreign Policy Analysis (FPA), untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penyusunan kebijakan luar negeri Australia yang merupakan negara non-nuklir namun melakukan pengadaan kapal selam bertenaga nuklir dengan Amerika Serikat dan Inggris melalui AUKUS. Faktor-faktor penyusun kebijakan luar negeri yang dimaksud dalam konsep ini adalah faktor domestik dan internasional. Hasil dari analisis artikel ini menunjukkan bahwa kebijakan luar negeri Australia dipengaruhi oleh faktor domestik dengan indikator keadaan geografi, tradisi dan sejarah, serta kapabilitas militer dari Australia, serta faktor internasional dengan indikator sistem internasional, perjanjian internasional, dan kerja sama Australia. Walaupun kebijakan yang diambil oleh Australia ini menghadirkan beragam tanggapan yang cenderung negatif atas penggunaan kapal selam bertenaga nuklr, kebijakan tersebut tetap dijalankan oleh Australia mengingat terus meningkatnya ancaman di Indo-Pasifik.

This article analyzes why Australia, which is a non-nuclear weapons country, procures nuclear-powered submarines in the AUKUS trilateral security cooperation. This article uses qualitative research methods with a causal-process tracing approach. The analysis in this thesis uses the concept of Foreign Policy Analysis (FPA), to analyze the factors that influence the foreign policy formulation of Australia, which is a non-nuclear country but is procuring nuclear-powered submarines with the United States and England through AUKUS. The factors that make up foreign policy referred to in this concept are domestic and international factors. The results of this thesis analysis show that Australia's foreign policy is influenced by domestic factors with indicators of geography, tradition and history, as well as Australia's military capabilities, as well as international factors with indicators of the international system, international agreements and Australian alliances. Even though the policy adopted by Australia presents a variety of responses that tend to be negative regarding the use of nuclear-powered submarines, this policy is still implemented by Australia considering the continuing increase in threats in the Indo-Pacific.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anak Agung Banyu Perwita
"Nowadays Sulu Sea is becoming the core of geopolitics issues between Indonesia, Malaisya and the Philippines. The three countries are looking at Sulu Sea as the strategic environment which has the substance of their national security interest, but the maritime security condition at Sulu Sea has no longer stable after the existence of Abu Sayyaf Group.
In this thesis will explain about the agreement of maritime security cooperation which is called as the Trilateral Cooperation Arrangement in preserving Indonesia, Malaisya and the Philippines national security interests at Sulu Sea. The agreement has been initiated by the minister of foreign affairs of those three countries in order to their common concern about the threat that has been conducted by the Abu Sayyaf Group.
Indonesia, Malaysia, and the Philipinnes as the three countries who agreed in the Trilateral Cooperation Arrangement at Sulu Sea recognize the threat in the maritime areas is maritime piracy such as ship hijacking and kidnapping for ransom that could threatened their national security interest as well as their sovereignty at sea. Therefore in order to overcome the maritime piracy at Sulu Sea, the three countries implement the initiatives that have been agreed."
Jakarta: The Ary Suta Center, 2018
330 ASCSM 42 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Primayanti, Luh Putu Ika
"Perkembangan lingkungan strategis berdampak pada pesatnya perkembangan ancaman asimetris. Kawasan Asia Tenggara merupakan salah satu yang menghadapi ancaman ini. Indonesia sebagai salah satu negara di Kawasan Asia Tenggara melakukan kerjasama Trilateral Cooperation Arrangement untuk menangkal ancaman asimetris khususnya di Laut Sulu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi Trilateral Cooperation Arrangement sebagai strategi pertahanan Indonesia dalam penanggulangan ancaman asimetris di Kawasan Asia Tenggara. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Penelitian ini menggunakan teori ilmu pertahanan, konsep strategi, counter terrorism, asymmetric warfare, kerjasama pertahanan, cooperative security, dan deterrence theory. Hasil dari penelitian ini dapat dibagi menjadi tiga yaitu pertama, ancaman asimetris yang terjadi di Asia Tenggara khususnya Laut Sulu terus berkembang dan secara khusus dibagi menjadi terorisme; kejahatan transnasional yaitu perompakan bersenjata dan penculikan untuk tebusan; serta migrasi ilegal. Kedua, dalam pelaksanaannya, Trilateral Cooperation Arrangement (TCA) di Laut Sulu terdiri dari Patroli Laut Terkoordinasi (Coordinated Sea Patrol), Patroli Udara (Air Patrol), Pertukaran Informasi dan Intelijen (Information and Intelligent Sharing) dan Latihan Darat Bersama (Land Exercise). Keempat patroli tersebut merupakan kerjasama strategis yang merupakan suatu kesatuan sehingga tidak dapat dipisahkan perbagian atau fungsinya. Namun dalam pelaksanaannya, terdapat peluang dan tantangan yang perlu menjadi perhatian baik pengempu kebijakan atau pihak operasional. Ketiga, Trilateral Cooperation Arrangement merupakan strategi yang dapat menanggulangi ancaman asimetris yang terjadi di Kawasan Asia Tenggara khususnya di Laut Sulu sejak tahun 2016-2018, namun ditahun 2019 ancaman asimetris di Laut Sulu mengalami peningkatan. Adapun strategi yang digunakan adalah menggunakan kerjasama pertahanan serta menggunakan softpower maupun hardpower yang memberikan efek deterrence kepada pelaku ancaman asimetris. Selain itu, memperkuat kerjasama Kementerian dan Lembaga sebagai pembuat kebijakan, serta TNI dan pemerintah daerah sebagai pelaksana operasional serta aturan pendukung seperti aturan prosedure operasional."
Bogor: University of Indonesia, Faculty of Humanities, 2020
355 JDSD 10:1 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Aderia Rintani
"ABSTRAK
Implementasi kebijakan kerja sama pelayanan darah (Quickwins) merupakan strategi
pemerintah menyelesaikan masalah tingginya kematian ibu dan terbatasnya ketersediaan
darah di Indonesia. Sejak diimplementasikan tahun 2015, masih terdapat kesenjangan
implementasi antar kabupaten/kota di Banten. Tesis ini membahas bagaimana dan apa yang
terjadi dalam implementasi kebijakan kerja sama pelayanan darah di Provinsi Banten Tahun
2018 ditinjau dari kemampuan petunjuk teknis dalam Permenkes no 92 tahun 2015
menstrukturisasi proses implementasi, mudah-sulitnya masalah teknis untuk dikendalikan,
lingkungan eksternal kebijakan, faktor pendukung dan penghambat implementasi.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif menggunakan metode wawancara mendalam,
diskusi kelompok terarah dan telaah dokumen. Kriteria informan penelitian adalah unsur
pimpinan dan petugas pengelola kebijakan yang ada di Kementerian Kesehatan, Dinas
Kesehatan Provinsi Banten, Dinas Kesehatan Kota Cilegon, Puskesmas, UTD, dan RS.
Hasil penelitian menemukan bahwa hanya 1 dari 8 kabupaten/ kota di Banten yaitu Cilegon
yang memiliki nota kesepahaman (MoU) sesuai Permenkes No 92 Tahun 2015. Hal ini
karena belum dipahaminya urgensi nota kesepahaman oleh implementor, dan ada benturan
kepentingan dengan kebijakan lain. Hambatan teknis implementasi adalah kompleksitas
struktur implementor, anggaran untuk rekrutmen donor, mispersepsi di masyarakat, dan
kesulitan koordinasi akibat fragmentasi organisasi. Dari hasil disimpulkan bahwa ada
modifikasi dalam implementasi kebijakan kerja sama pelayanan darah di Provinsi Banten
menyesuaikan dengan kondisi dan kapasitas masing-masing kabupaten/kota. Perlu
dilakukan monitoring terhadap seberapa jauh modifikasi yang dilakukan, seberapa besar
efektivitasnya dan ada tidaknya penyimpangan dari tujuan. Implementasi kebijakan kerja
sama pelayanan darah perlu didukung dengan penguatan sistem rujukan dan pelayanan
kesehatan ibu yang adekuat agar dapat berdampak langsung terhadap penurunan AKI.

ABSTRACT
The policy implementation on blood service cooperation (Quickwins) is a government
strategy to solve the problem of high maternal mortality and limited blood availability in
Indonesia. Since it was implemented in 2015, there are still implementation gaps between
districts / cities in Banten. This study discusses how and what happened in the
implementation of blood service cooperation policy in Banten Province in 2018 in terms of
the ability of technical instructions in Minister of Health Regulation No. 92 of 2015 to
structure the implementation process, tractability of the problems, external policy
environment, supporting factors and barriers. This research is a qualitative study using indepth
interviews, focus group discussions and document review. The criteria of the research
informants were elements of the leadership and policy management officers in the Ministry
of Health, Banten Provincial Health Office, Cilegon City Health Office, CHC, BTC, and
Hospital. The study found that only 1 out of 8 regencies / cities in Banten, namely Cilegon,
had a memorandum of understanding (MoU) in accordance with Minister of Health
Regulation No. 92 of 2015. This was because the urgency of the MoU was not yet
understood, and there were conflicts of interest with other policies. Technical barriers to
implementation are the complexity of the implementor structure, the budget for donor
recruitment, misperception in the community, and coordination difficulties due to
organizational fragmentation. The result concluded that there was a modification in the
implementation of the blood service cooperation policy in Banten Province in accordance
with the conditions and capacities of each district / city. It is necessary to monitor how far
the modifications are made, how effective and whether there is a deviation from the goal.
The implementation of a blood service cooperation policy needs to be supported by
strengthening the referral system and maternal health services.

"
2019
T53120
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Fauzi
"Susu merupakan komoditi yangsangat penting artinya, baik bagi produsen maupun bagi konsumen. Perkembangan produksi dan harga susu menunjukkan komoditi yang penting, hal mana ditandai dengan peningkatan jumlah produksi disertai dengan fluktuasi harga yang semakin berarti. Peningkatan produksi susu, tidak dapat dilepaskan dengan perkembangan Koperasi Primer/KUD Unit Sapi Perah & Susu, peternak dan usaha-usaha dari pemerintah untuk memajukan hal itu.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan faktor-faktor Kekuasaan Paksaan dan Kekuasaan Non Paksaan dalam hubungannya dengan konflik, kerja sama dan keberhasilan (penjualan) susu dalam jalur pemasaran dari peternak ke KUD."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1986
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gayuh Kurnia Aji
"Tesis ini menyorot bantuan luar negeri Norwegia yang ditujukan untuk pembangunan lingkungan melalui program REDD di Indonesia. Tujuan tesis ini yaitu untuk melihat motif bantuan Norwegia dengan menggunakan konsep ontological security. Konsep ontological security yang digunakan untuk menganalisis terdiri dari tiga variabel yaitu afirmasi identitas diri, aksi sosial, dan dorongan kehormatan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk mengelaborasi hingga sejauh apa ontological security berpengaruh terhadap kelanjutan kerjasama antara Norwegia dengan Indonesia dalam program REDD+.
Hasil dalam penelitian ini menunjukan meskipun pelaksanaan program REDD di Indonesia tidak berjalan lancar, Norwegia tetap mendukung Indonesia untuk menyelesaikan pelaksanaan program REDD+. Alasan Norwegia tetap mendukung pelaksanaan REDD di Indonesia, karena Norwegiamenilai REDD merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan ontologisnya. Dengan tetap mendukung upaya pelaksanaan REDD+ di Indonesia, kebutuhan afirmasiidentitas diri dan dorongan kehormatan yang diraih melalui aksi sosial akan dapat terpenuhi. Kesuksesan pelaksanaan program REDD+ akan meningkatkan reputasi dan kehormatan Norwegia di mata negara-negara lain.

This thesis highlights Norway rsquo's foreign aid for environmental development through REDD+ program in Indonesia. This research aims to uncover the true motive of Norway rsquo's foreign aid by employing ontological security concept. Ontological security comprises three variables self identity affirmation, social act, and honor driven. This research uses qualitative method to elaborate how far those three variables affect the continuity of bilateral cooperation between Norway and Indonesia.
This research shows that even though REDD implementation does not run properly, Norway is still keeping their support for Indonesia to complete REDD+ program. It is found that the main reason of continuing support is because Norway perceives REDD+ as a vehicle to fulfill its ontological interest. By supporting REDD+ in Indonesia, the self identity needs can be affirmed while the honor driven achieved through social acts can be fulfilled. This research concludes that the success of REDD+ in Indonesia would improve Norway rsquo's reputation and dignity in front of other countries.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Dewi Yuliany
"Perjanjian modal penyertaan merupakan salah satu sumber keuangan bagi koperasi dalam menjalankan dan mengembangkan kegiatan usahanya. Sifat dari modal penyertaan sama halnya seperti equity, dimana pemodal juga ikut menanggung resiko dalam setiap keuntungan dan kerugian dari modal yang ditanamkan. Pada praktiknya penulis menemukan adanya perjanjian modal penyertaan dimana resiko bisnis dialihkan sepenuhnya kepada koperasi. Hal ini terdapat pada Perjanjian Modal Penyertaan Koperasi Cipaganti. Dalam perjanjian modal penyertaan tersebut Koperasi Cipaganti menanggung seluruh resiko kerugian yang timbul dari pengelolaan modal dan pemodal memperoleh pembagian keuntungan dalam jumlah tetap setiap bulannya.
Pada tahun 2014 Koperasi Cipaganti dinyatakan PKPU oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Permohonan PKPU tersebut diajukan oleh pemodalnya karena Koperasi Cipaganti gagal untuk membayar pembagian keuntungan yang disepakati dalam perjanjian modal penyertaan antara Koperasi Cipaganti dengan Pemohon PKPU.
Dalam tulisan ini penulis akan meneliti keabsahan dari perjanjian modal penyertaan antara Koperasi Cipaganti dengan para Pemohon PKPU dan akibat hukum terhadap PKPU Koperasi Cipaganti dalam hal perjanjian Modal Penyertaan tersebut tidak sah dan tidak mengikat secara hukum. Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif empiris yaitu bermula dari penelitian atas ketentuan hukum positif tertulis yang diberlakukan pada peristiwa hukum in concreto dalam masyarakat. Penelitian akan dilakukan dalam 2 (dua) tahapan yaitu pertama kajian mengenai hukum normatif yang berlaku dan kedua penerapan pada peristiwa in concreto.
Berdasarkan hasil penelitian penulis Perjanjian Modal Penyertaan pada Koperasi Cipaganti bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat perjanjian modal penyertaan sebagaimana diatur dalam PP No. 33 Tahun 1998 Tentang Modal Penyertaan Koperasi. Oleh karenanya Perjanjian Modal Penyertaan pada Koperasi Cipaganti batal demi hukum karena tidak memenuhi syarat adanya kausa yang halal sebagamana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Demikian pula halnya dengan PKPU dan penetapan homologasi pada Koperasi Cipaganti menjadi tidak berkekuatan hukum karena didasarkan pada utang yang timbul dari Perjanjian Modal Penyertaan yang batal demi hukum.

Capital subscription agreement is one of the financial resources for cooperations in running and developing their business activities. The characteristic of capital subscription is similar to equity, where the investor bears the risk on every profit and loss from the capital invested. In practice, author finds there is a capital subscription agreement where the business risk is fully handed over to the cooperation. This matter is found in Perjanjian Modal Penyertaan Koperasi Cipaganti. In this capital subscription agreement, Cipaganti Cooperation bears all the risk of loss from the capital management and the investor gains profit on fixed amount every month.
In 2014, Cipaganti Cooperation declared under the status of Suspension of Payment (PKPU) by the Commercial Court at District Court of Jakarta Pusat. The petition of PKPU was submitted by its investors due to Cipaganti Cooperation's failure to pay the profit sharing that has been agreed on the capital subscription agreement between Cipaganti Cooperation and PKPU's applicant.
In this thesis, author will review the validity of capital subscription agreement between Cipaganti Cooperation and the PKPU's applicants and the legal consequences toward the PKPU of Cipaganti cooperation in terms of capital subscription agreement mentioned is invalid and is not lawfully binding. The research method that will be used in this thesis is empirical normative legal research begins from research on provision of written applicable law which imposed on the legal event in concreto in the community. The research will be conducted in two stages: the study of applicable normative law and the application on events in concerto.
Based on the result of author's research, the capital subscription agreement of Cipaganti Cooperation contradicts the provisions and requirements of capital subscription agreement as written in Law No. 17 of 2012 on Cooperation and Governing Regulation No. 33 of 1998 concerning the Capital Subscription in Cooperation. Therefore, the capital subscription agreement of Cipaganti cooperation is null and void for not meeting the requirement of the legal cause as written in Clause 1320 of Indonesian Civil Code. Similarly with the PKPU and the ratification of settlement agreement of Cipaganti Cooperation become unbinding under Indonesian law since it is based on the debt arrised from the capital subscription agreement that is null and void.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44022
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sampit Karo Karo
"ABSTRAK
Koperasi Indonesia adalah salah satu badan usaha ekonomi yang mempunyai kedudukan yang strategis baik ditinjau dari Konstitusi UUD-1945 pasal 33, Budaya bangsa maupun Idiologi bangsa Indonesia. Hal ini tegas tersurat pada penjelasan UUD-1945 pasal 33, alinea pertama :
-perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah Koperasi".
Budaya bangsa Indonesia yang suka bekerjasama dan bergotong royong terpencar dimana- mana terutama dalam kehidupan didesa-desa. Secara filsafat dijelaskan oleh Ir. Supomo dan disetujui oleh para pembentuk negara Republik Indonesia, bahwa Dasar negara Pancasila menganut pola berpikir Integralistik, dimana asas kekeluargaan adalah implementasinya dalam lingkup kecil dan nyata.
Atas dasar pemikiran diatas maka sewajarnyalah antara badan usaha Koperasi, badan usaha Swasta dan badan usaha milik negara juga berlaku jalinan asas kekeluargaan ini. Didalam kenyataan usaha Koperasi makin lama semakin jauh ketinggalan dari usaha Swasta begitu pula dari usaha milik negara. Padahal dapat disadari bahwa ketiga badan usaha yang ada hidup dan berkembang dalam ruang yang sama, berarti dipengaruhi oleh aspek alamiah dan aspek sosial yang sama (Trigatra dan Pancagatra), serta pengaruh dari luar (Idiol.ogi/budaya asing).
Oleh karena itu ketertinggalan usaha koperasi ini akan membahas kondisi astagatra dalam mendukung koperasi itu sendiri. Begitu pula pengaruh-pengaruh lingkungannya yaitu :
a. Usaha,Swasta yang lebih berorientasi kepada pasar babas.
b. Usaha negara yang menguasai cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak.
c. Para birokrat yang terkait dalam pembinaan koperasi.
d. Rakyat golongan ekonomi lemah yang seharusnya memerlukan usaha koperasi.
Oleh karena usaha koperasi adalah usaha ekonomi yang berwatak sosial dan merupakan kumpulan orang-orang maka untuk mengetahui penyebab ketertinggalan usaha koperasi perlu dibahas mengenai Keanggotaan Koperasi yang relatif masih kecil, usaha koperasi yang jauh ketinggalandan persepsi rakyat terhadap koperasi. Ketiga topik bahasan ini mempunyai hubungan yang erat satu dengan yang lain. Apabila keanggotaan besar jumlahnya maka koperasi akan kuat, persepsi orang terhadap koperasi akan lebih baik. Apabila usaha koperasi berkembang pesat, maka akan menarik bagi masyarakat berarti keanggotaan akan bertambah, demikian pula persepsi rakyat akan lebih baik. Apabila persepsi rakyat terhadap koperasi baik maka dapat diharapkan keanggotaan koperasi akan mudah meningkat dan usaha koperasi lebih mudah berkembang.
Untuk mendapatkan jawaban terhadap rumusan masalah yang telah ditentukan maka penelitian dan analisa dilakukan terhadap data primer dan sekunder. Untuk mendapatkan data primer dibuat skala pengukur (Kuestioner) yang diuji terlebih dahulu baik validitasnya maupun realibilitasnya, barulah dioperasikan terhadap sampel yang ditentukan secara random.
Dari hasil pembahasan dan analisa maka ditemukan bahwa : (sebagai kesimpulan penelitian).
a. Keanggotaan koperasi yang relatif masih kecil adalah disebabkan oleh :
1)Faktor ketidak-tahuan,. karena kurangnya pendidikan/penataran dan informasi.
2) Faktor kesempatan yang kurang, karena jauh dari KUD/kope rasi (jauh dalam arti fisik maupun jauh karena perasaan).
b. Ketertinggalan usaha koperasi dari usaha swasta adalah karena :
1) Faktor modal anggota yang kurang.
2) Faktor geografi yang belum dimanfaatkan dengan baik, se hingga ada anggota yang merasa kejauhan ke KUD/koperasi serta pengaruh cuaca/alam belum diinformasikan dengan baik kepada rakyat dalam kaitan pencapaian hasil produksi yang optimum.
3) Belun adanya undang--undang yang mengatur secara integral ketiga badan usaha yang ada, sehingga satu dengan yang lain dapat tarik menarik untuk mencapai tujuan bersama.
4) Tanggapan dan peran pemerintah yang terlalu besar dalam gerakan koperasi.
5) Undang-undang nomor 12 tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian Indonesia masih mengalami banyak kelemahan-kele mahan.
c. Persepsi rakyat Sidoarjo terhadap koperasi mempunyai nilai diatas bagus (4,12): Nilai persepsi terendah terdapat pada pengusaha Swasta/BUMN dengan nilai hampir Bagus (3,94). Berarti koperasi masih disukai oleh rakyat Sidoarjo.
d. Untuk meningkatkan Ketahanan Daerah/Nasional di Sidoarjo rnaka kelemahan-kelemahan pada titik a, b dan c perlu diatasi. Apabila tidak diatasi akan dapat memperlebar kesenjangan ekoncmi dan sosial di masyarakat dan lebih lanjut dapat mengarah kepada pertentangan rasial antara rakyat golongan ekonomi lemah dan golongan ekonomi kuat.
Berdasarkan hal-hal diatas semua maka ditentukan saran-saran perbaikannya demi pengembangan usaha Koperasi sekaligus untuk meningkatkan Ketahanan Daerah/Nasional di Sidoarjo."
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuni Gunarti
"Isu yang banyak berkembang di tengah masyarakat adalah pertumbuhan pasar modern (dalam hal ini hypermarket asing) yang seolah-olah mematikan usaha kecil. Banyak dari pelaku dunia usaha skala kecil mendapat imbas langsung dengan kehadiran pasar modem seperti hypermarket.
Permasalahan yang muncul yaitu lemahnya posisi tawar dari pemasok terhadap peritel besar sehingga mengakibatkan perilaku yang tidak adil bagi pemasok tersebut (abuse of dominant position). Kekuatan pasar (market power ) yang dimiliki peritel asing menimbulkan ketergantungan bagi para pemasok untuk masuk ke gerai mereka.
Dominasi peritel asing terhadap pemasok dilakukan melalui cara hubungan usaha jual beli produk yang menggunakan sistem jual putus. Hubungan usaha tersebut dituangkan dalam perjanjian tertulis yang dinamakan National Contract yang memuat syarat perdagangan (trading terms) yang dapat dinegosiasikan dengan pemasok, antara lain listing fee, fixed rebate, minus margin, term of payment, regular discount, common assortment cost, opening cost/new store.
Sehubungan dengan hal tersebut maka dalam penelitian ini akan dilakukan kajian terhadap kompleksitas strategi aliansi yang dilakukan peritel asing dan bagaimana pengaruhnya terhadap tingkat komitmen kerjasama pemasok UKM sebagai mitra dalam membangun bisnis ritel di Indonesia.
Hubungan antara strategi aliansi dengan komitmen kerjasama diungkapkan oleh Caughlan et al (2001:316). Menurut Caughlan di dalam strategi aliansi, dua atau lebih organisasi yang memiliki hubungan (hukum, ekonomi atau interpersonal) diantara mereka akan memiliki persepsi terhadap kepentingan pribadi yang berkaitan dengan kerjasama mereka. Di dalam aliansi dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, termasuk di dalamnya hubungan yang erat (close relationship), rekanan (partnerships), hubungan kepemerintahannya (relational governance), hybrid governance, vertical quasi-integration, dan komitmen kerjasama (committed relationship). Di dalam industri distribusi, aliansi antara perusahaan diwujudkan dalam sebuah wujud komitmen yang tulus (genuine commitment). Artinya komitmen muncul ketika sebuah perusahaan merasakan hubungan kerjasama yang tidak terbatas. Sehingga, komitmen kerjasama merupakan sebuah wujud yang dihasilkan dari aliansi yang dibentuk dari dua atau lebih organisasi.
Penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis pelaksanaan strategi aliansi peritel asing dengan komitmen kerjasama pemasok lokal skala UKM, dilakukan dengan menggunakan metode survey kepada 100 responden pemasok lokal skala UKM yang berlokasi di DKI Jakarta.
Sedangkan teknik penelitian dilakukan dengan menyebarkan kuisioner kepada responden dan dianalisa dengan analisis statistik korelasi Product Moment dan Regresi untuk mengetahui derajat hubungan dan tingkat perubahan variabelnya. Analisis Hasil Penelitiannya yaitu:
1. Pelaksanaan strategi aliansi yang dilakukan oleh peritel asing begitu kompleks dan memberatkan pemasok yang berskala kecil. Artinya peritel asing belum memiliki konsep strategi aliansi kepada UKM dalam membangun bisnis ritel di Indonesia. Peritel asing menempatkan mitra bisnisya (dalam hal ini adalah UKM) bukan sebagai mitra strategik yang turut mendukung pertumbuhan dan pengembangan bisnis retail di Indonesia. Melainkan mereka hanya menempatkan UKM sebagai bagian kecil sebagai pemasok sebagai rangkaian hubungan jangka pendek saja;
2. Tingkat komitmen kerja sama pemasok UKM kepada peritel asing telah cukup tinggi. Namun konsep kerja sama yang dijalankan saat ini belum memberikan hasil yang baik bagi UKM;
3. Pelaksanaan strategi aliansi yang dijalankan oleh Peritel Asing memberikan hubungan dan pengaruh yang signifikan terhadap tingkat komitmen kerjasama UKM kepada Peritel Asing. Semakin baik pelaksanaan strategi aliansi yang diterapkan peritel asing maka akan semakin tinggi tingkat komitmen kerjasama yang akan dilakukan pemasok skala UKM, dan demikian sebaliknya. Sehingga saat ini pemasok kecil dalam menjalankan kerjasama dengan peritel asing dengan unsur keterpaksaan karena kurangnya jalur pemasaran produk mereka, bukan karena mereka memang berkeinginan untuk menjalin kerjasama dengan peritel asing.

A popular oppinion currently evolving within our community is that foreign hypermarkets are to blame for taking businesses away from small scale retailers. Many small scale retailers suffers significant loss in their revenues due to this.
Other problems arises from this is the weakening of suppliers bargaining position relative towards major suppliers resulting in a phenomena called the abuse of dominant position. Market power possessed by foreign retailers created a high dependency of suppliers on foreign retailers demand.
The domination of foreign retailers towards their suppliers takes form in the written purchase agreement called National Contract signed by both parties which incorporate negotiable trading terms covering listing fee, fixed rebate, minus margin, term of payment, regular discount, common assortment cost, opening cost/new store and penalty.
In relation to the fact outlined above, this study is aimed to identify strategies adopted by foreign retailer and their impact on the level of partnership commitment of SME scale suppliers.
The relationship between alliance strategy and partnership commitment was introduced by Caughlan et al (2001:316). According to Caughlan in an alliance, two or more organizations having relationship with one another (legal, economic or interpersonal) will possess perception of their own self interest in relation to their partnership. Alliance can be forged into a variety of forms including close relationship, partnership, relational governance, hybrid governance, vertical quasi-integration and commited relationship. In the distribution industry, alliance between companies take the form of genuine commitment, a commitment that is born when a company felt the need to establish and maintain an unlimited partnership with its counterpart. Therefore partnership commitment is the product of an alliance forged between two or more organizations.
This research is aimed to analyze the implementation of an alliance strategy initiated by a foreign retail company and its impact on the company's SME scale supplier's partnership commitment. The research is conducted using a survey method with a sample of 100 local suppliers located within DKI Jakarta.
The results of this are describe as follows :
1. The implementation of alliance strategy by the company is perceived to be complex and burdening by small and medium scale suppliers. This entail a lack of alliance strategy concept applicable in Indonesia. Foreign retailer placed their small and medium scale suppliers not as strategic partners in developing its business in Indonesia but merely as suppliers who play a small and relatively short term role;
2. Partnership commitment of small and medium scale suppliers towards their foreign counterpart receive a significant score, meaning that most small and medium scale suppliers possess a high level of commitment in developing partnership with foreign retailers, although the partnership concept currently exist does not yield a significant returns to the small and medium scale suppliers;
3. A significant relationship and influence exist between the implementation of alliance strategy by a foreign retailer and the partnership commitment level of a small and medium scale suppliers. The better implementation of alliance strategy by foreign retailer the higher the level of commitment relationship by Small Medium Entreprise Supplier and vice versa. However at present the small supplier is doing bossiness with foreign retailer because the lag of distribution channel not because they want to have bussiness relation with foreign retailer.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21973
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Abraham BM
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1993
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>