Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 90387 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Naomi Theodora Wahyutomo
"China-Mauritius Free Trade Agreement merupakan sebuah kerja sama perdagangan bebas pertama antara China dengan salah satu negara Afrika yaitu Mauritius. Disahkan pada tahun 2019, dan mulai diimplementasi di kedua negara tahun 2021, perjanjian tersebut mengatur beberapa ketentuan seperti perdagangan barang, perdagangan jasa, investasi, serta kerja sama ekonomi. Meskipun demikian, di kawasan Afrika, Mauritius bukan merupakan satu-satunya mitra dagang China. Perdagangan China di Afrika justru secara signifikan lebih banyak dengan negara-negara Afrika lainnya seperti Afrika Selatan, Nigeria, Mesir, dan lain sebagainya, dibandingkan dengan Mauritius yang nilai perdagangannya dengan China tidak terlalu signifikan. Pertanyaan penelitian yang muncul kemudian adalah mengapa China menjadikan Mauritius sebagai mitra FTA pertama di Afrika meskipun Mauritius bukan merupakan mitra dagang yang kuat dibandingkan negara-negara lainnya di Afrika. Penelitian ini merupakan penelitian eksplanatif yang berfokus kepada data kualitatif. Penelitian ini menggunakan teori Cross-Regionalism dari Mireya Solís dan Saori N. Katada untuk mengeksplorasi motif China di balik pemilihan mitra FTA yaitu Mauritius sebagai negara Afrika pertama. Dua motif yang diteliti adalah motif ekonomi serta motif keamanan dan diplomasi. Penelitian menunjukkan bahwa pemilihan Mauritius sebagai mitra FTA didasari pada motif ekonomi seperti keinginan China untuk mengakses pasar yang lebih luas, menghindari trade diversion ke India serta meningkatkan pengaruh BRI di Afrika. Sementara itu, motif keamanan dan diplomasi didominasi oleh keinginan China untuk meningkatkan pengaruh di Samudera Hindia yang berkaitan dengan comprehensive security China.

China-Mauritius Free Trade Agreement is the first free trade agreement between China and one of African countries which is Mauritius in 2019. However, in African region, Mauritius is not the only China’s trade partner. China’s value trade with other African countries is more significant than with Mauritius. Therefore, this research raised a question, why did China choose Mauritius as its first FTA partner in Africa even though Mauritius is not the strongest trade partner among other African countries. Thus, this research aims to explore China’s motives when chose Mauritius as its first FTA partner in Africa This research is categorized as an explanatory-research that focuses on qualitative data. This research uses theory from Mireya Solís and Saori N. Katada called Cross-Regionalism to explore China’s motives. This research explored two motives, which are economic motives and security and diplomatic motives. This research finds that China’s partner choice as an FTA partner, which is Mauritius, are based on China’s economic motives (greater access to African market, avoid trade diversion to India, and intensifying BRI to Africa) and security and diplomatic motives (intensifying its influence in Indian Ocean to fulfil its comprehensive security)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gusti Ayu Priyanka Draupadi
"Pembentukan ACFTA untuk mengurangi hambatan tarif dalam perdagangan barang diikuti dengan pengaturan Rules of Origin dalam ACFTA yang sebagaimana juga diatur oleh WTO. Berdasarkan ROO ACFTA, penggunaan Third Party Invoice diperbolehkan untuk memperoleh tarif preferensi ACFTA, namun penggunaannya rentan terhadap ketidaksesuaian dalam penetapan tarif. Penelitian ini menganalisis apakah Third Party Invoice sah untuk digunakan dalam memperoleh tarif preferensi menurut AROO WTO dan OCP ACFTA, dan menentukan apakah tarif preferensi ACFTA yang diperoleh CV Global Supply dengan menggunakan Third Party Invoice dalam Putusan Pengadilan Pajak No. 115377/2019 telah sesuai dengan OCP ACFTA. Penelitian yang menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan undang-undang dan kasus ini menyimpulkan dua hal. Pertama, Third Party Invoice sah digunakan dalam memperoleh tarif preferensi menurut AROO WTO dan OCP ACFTA. Hal ini karena menurut AROO WTO Third Party Invoice telah memenuhi kewajiban transparansi GATT X:1 melalui pengesahan Second Protocol TIG ACFTA yang mengatur Third Party Invoice, dan menurut OCP ACFTA Third Party Invoice sah karena kerentanan ketidaksesuaiannya terhadap penetapan tarif telah diakomodasi dalam OCP ACFTA. Kedua, penelitian ini menyimpulkan bahwa tarif preferensi ACFTA yang diperoleh CV Global Supply dengan menggunakan Third Party Invoice dalam Putusan PP No. 115377/2019 telah sesuai dengan OCP ACFTA, yakni Aturan 23 tentang Third Party Invoice dan Aturan 17 tentang Minor Discrepancies

The establishment of ACFTA to reduce tariff barriers in trade in goods is followed by the setting up of the Rules of Origin in ACFTA which is also regulated by the WTO. Pursuant to the ACFTA ROO, the use of Third Party Invoice is allowed to obtain ACFTA preferential tariffs, but its use is vulnerable to discrepancies in tariff determination. This research analyses whether Third Party Invoice is legal to use in obtaining preferential tariffs according to the WTO AROO and ACFTA OCP, and determines whether the ACFTA preferential tariff obtained by CV Global Supply using Third Party Invoice in Tax Court Decision No. 115377/2019 is in accordance with the ACFTA OCP. This research, which applies the normative juridical method with a statutory and case approach, concludes two things. Firstly, Third Party Invoice is legal for use in obtaining preferential tariffs according to the WTO AROO and ACFTA OCP. This is due to the reason that according to AROO WTO Third Party Invoice has complied with the transparency obligation of GATT X:1 through the ratification of Second Protocol TIG ACFTA which regulates Third Party Invoice, and according to OCP ACFTA Third Party Invoice is valid because the vulnerability of its discrepancy to tariff determination has been accommodated in OCP ACFTA. Secondly, this study convincingly concludes that the ACFTA preferential tariff obtained by CV Global Supply using Third Party Invoice in Decision PP No. 115377/2019 is in accordance with the ACFTA OCP, namely Rule 23 on Third Party Invoice and Rule 17 on Minor Discrepancies."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purwaningsih
"Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis daya saing dan kinerja ekspor produk manufaktur negara ASEAN-5, khususnya Indonesia, sebelum dan sesudah ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA). Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah analisis daya saing dinamis dan analisis regresi data panel. Melalui analisis daya saing dinamis diperoleh kesimpulan bahwa setelah ACFTA dilaksanakan beberapa produk manufaktur Indonesia mengalami perubahan posisi daya saing. Selanjutnya, penelitian ini melakukan analisis regresi data panel dengan menggunakan dua model, yaitu model regresi tarif tunggal dan model regresi tarif majemuk.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya saing mempengaruhi kinerja ekspor negara ASEAN-5 secara positif. Namun, penurunan tarif bea masuk impor Cina dari Indonesia tidak mendorong peningkatan kinerja ekspor produk manufaktur Indonesia, sedangkan penurunan tarif bea masuk impor Cina dari Filipina dan Singapura mendorong peningkatan kinerja ekspor produk manufaktur negara tersebut. Mengingat keterbatasan penelitian ini, perlu diberi catatan bahwa perubahan daya saing dan kinerja ekspor tersebut tidak mutlak disebabkan oleh ACFTA.

This study analyses the export competitiveness and performance of ASEAN-5 manufacturing products, particularly those of Indonesia, before and after the implementation of ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA). This study uses dynamic revealed comparative advantage (dynamic RCA) and panel regression analysis methods. According to the dynamic RCA analysis, it is found that there have been some changes in the competitiveness of Indonesian manufacturing products. Furthermore, this study uses two models in panel regression analysis, i.e single tariff regression model and multiple tariff regression model.
The findings from panel regression analysis conclude that the ASEAN-5 export performance is positively influenced by competitiveness, represented by the dynamic RCA. However, the decrease of import tariff in Chinese market for Indonesian manufacturing products will not increase their export performance. On the other hand, the decrease of import tariff in Chinese market for Philippines and Singapore will increase their manufacturing export performance. Given the limitation of this study, it should be noted that the changes in competitiveness and export performance in ASEAN-5 is not solely affected by ACFTA.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Sejak kelahiran ASEAN-China Free trade area (ACFTA) pada tahun 2002, gagasan tersebut tela memancing banyak pertanyaan. Mengapa ACFTA perlu disepakati? Apa pula manfaatnya pada ekonomi dan pembangunan negara-negara ASEAN? Bagaimana pengaruhnya terhadap daya saing negara-negara ASEAN yang rendah terkecuali Singapore dan Malaysia? Gaung pertanyaan ini sejak awal 2010 muncul lebih nyaring karena ketentuan pasar bebas di Indonesia, Brunei, Malaysia, Thailand, Singapore. Sedangkan negara-negara yang belakangan bergabung dengan ASEAN seperti Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam muai menerapkannya lima tahun kemudian. Tulisan ini membahas masalah-masalah yang muncul dari pertanyaan-pertanyaan di atas dan juga memberikan berbagai solusi dalam mengatasi dilema yang timbul dari penerapan ACFTA tersebut.
"
330 ASCSM 9 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Adrian Wail Akhlas
"Pada tahun 2015, Australia membentuk kebijakan China-Australia Free Trade Agreement untuk merealisasikan kerja sama bilateral dengan negara Cina. Di Australia, kebijakan China-Australia Free Trade Agreement merupakan program dari partai Koalisi (Liberal, Nasional, Liberal Nasional Queensland, dan Country Liberal) untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal. Terkait hal itu, partai Buruh sebagai oposisi menentang kebijakan tersebut karena potensi masuknya tenaga kerja asal Cina yang dapat mengganggu lapangan pekerjaan masyarakat lokal dan penyertaan ketentuan Investor-State Dispute Settlement. Penelitian ini membahas mengenai proses politik dalam pembentukan kebijakan China-Australia Free Trade Agreement yang dibentuk pada tahun 2015. Penelitian ini menggunakan teori formulasi kebijakan yang dikemukakan oleh Werner Jann dan Kai Wegrich dan teori kepentingan nasional yang dikemukakan oleh Daniel S. Papp. Berdasarkan temuan, kerja sama China-Australia Free Trade Agreement menghasilkan kebijakan bipartisan yang disetujui oleh partai Koalisi dan partai Buruh. Hal ini karena partai Koalisi memasukkan agenda partai Buruh mengenai regulasi perlindungan tenaga kerja. Sebagai timbal balik, partai Buruh menyetujui rancangan kebijakan China-Australia Free Trade Agreement. Temuan lain pada penelitian ini yakni kebijakan bipartisan tersebut didorong oleh adanya kepentingan nasional Australia dalam bidang ekonomi seperti untuk melakukan diversifikasi ekonomi, intensifikasi ekspor, dan menciptakan lapangan kerja.

In 2015, Australia formed the China-Australia Free Trade Agreement to obtain a bilateral agreement with China. In Australia, the China-Australia Free atrade Agreement is a program from coalision party (Liberal, National, Liberal National Queensland and Country Liberal Party) to increase the local economic growth. Hence, Labour Party as an opposition rejected the policy due to the potential of Chinese workers that might disrupt the job opportunities of local workforce and the conditions of Investor-State Dispute Settlement. This journal explores the political process in the formation of China-Australia Free Trade Agreement that was formed in 2015. This research uses the policy formulation theory adopted by Werner Jann and Kai Wegrich and the theory of national interests by Daniel S. Papp. The findings show that China-Australia Free Trade Agreements resulted in bipartisan policy which is approved by Coalision Party and Labour Party. It is because the Coalision Party has included the agenda of Labour Party regarding the protection of labour force regulation. On the other hand, Labour Party has approved the China-Australia Free Trade Agreement bill. It is also found that the bipartisan policy is driven by economic factors such as economic diversification, export intensification and creating more jobs opportunities.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan pengkajian dan pengembangan kebijakan Kementerian luar negeri, 2010
382.9 PEN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Harry Bowo
"Tesis ini membahas sejauh mana pengaruh penerapan ACFTA terhadap nilai perdagangan Indonesia atas China pada beberapa komoditas terpilih. Penelitian ini menggunakan regresi sebagai alat utama dalam mengestimasi parameter model ekspor dan impor komoditas terpilih Indonesia atas China dengan pendekatan analisis data panel.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pemberlakuan ACFTA berpengaruh terhadap nilai perdagangan antara Indonesia-China (pada komoditas terpilih). Produk Domestik Bruto Riil China berpengaruh terhadap ekspor komoditas terpilih Indonesia ke China dalam model ekspor. Sedangkan Produk Domestik Bruto Riil Indonesia dan nilai tukar riil Rupiah terhadap Yuan China berpengaruh terhadap impor komoditas terpilih Indonesia dari China pada model impor.

This thesis discusses the impact of implementation of The ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) on Indonesia-China?s Trade for selected commodities. The main tool to estimate parameters of the model of export and import is regression with panel data analysis.
The study concludes that the implementation of ACFTA affects trade value between Indonesia and China (on selected commodities). Export model shows China?s real GDP affects Indonesia's export of selected commodities to China. While import model shows Indonesia's real GDP and real exchange rate of Rupiah against Chinese Yuan affect Indonesia's imports of selected commodities from China.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
T26148
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dira T. Fabrian
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S8228
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ghea Ishabela Toloh
"Tesis ini membahas tentang dampak berlakunya ASEAN-China Free Trade Area terhadap sektor pertanian di Indonesia. Berlakunya ACFTA secara bertahap menimbulkan permasalahan baru terhadap sektor pertanian di Indonesia. Pertanian yang seharusnya menjadi sektor utama peningkatan perkenomian Indonesia. Dalam subsektor holtikultura yang merasakan dampak yang paling signifikan dengan melonjaknya impor dari China, dan dalam subsektor perkebunan yang merasakan dampak positif dari pemberlakuan ACFTA ini karena permintaan ekspor dari China semakin meningkat. pemerintah mempunyai peran penting dalam melindungi produk pertanian di Indonesia akibat dari dampak ACFTA ini.

The focus of this thesis is the impact of the validity into force of the ASEANChina Free Trade Area towards the agricultural sector in Indonesia. ACFTA gradually led to the validity of new problem to the agricultural sector in Indonesia. The agricultural sector should be a major increase in Indonesian economy. In the education subsector feel the impact the most significant with skyrocketing imports from China, and in a sense the subsector estates had a positive impact of the validity of this because of the export request ACFTA China was increasing. Government has an important role in protecting agricultural products in Indonesia as a result of ACFTA."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30415
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Arif Junaidi
"

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dampak ACFTA terhadap neraca perdagangan dari negara ASEAN dan China serta Indonesia. Dengan mengacu pada model gravitasi, penelitian ini membuktikan bahwa penurunan tarif sebagai konsekuensi dari ACFTA berpengaruh signifikan pada peningkatan ekspor dan impor pada negara ASEAN dan China. Namun, ACFTA tidak mempengaruhi keseimbangan neraca perdagangan pada negara ASEAN dan China secara agregat karena dampak ACFTA pada ekspor dan dampak ACFTA pada impor dapat saling meniadakan. Studi ini juga menunjukkan bahwa penurunan tarif bukan merupakan faktor penting dalam peningkatan ekspor dan impor di Indonesia. Sehingga, dampak ACFTA terhadap keseimbangan neraca perdagangan tidak dapat diukur secara akurat.


This study estimates the impact of ACFTA on ASEAN countries and China`s trade balance in general, and also Indonesia`s trade balance in specific. Using the gravity model, this paper finds that the impact of tariffs elimination due to the implementation of ACFTA increased exports and imports for ASEAN countries and China. However, the aggregate trade balances of ASEAN member countries and China is zero since the impact of ACFTA on imports offset the impact of ACFTA on exports. Tariffs have not played significant role on increasing Indonesia`s exports and imports. As a result, the impact of ACFTA on Indonesia`s trade balance cannot be quantified clearly.

"
2019
T54041
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>