Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 169195 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Misyel
"Sejak runtuhnya kabinet Rutte IV, partai politik kembali menjadi sorotan oleh media di antaranya NOS dan NOS Stories. Kedua media tersebut berasal dari satu organisasi media yang sama, tetapi keduanya memiliki perbedaan cara penyajian berita. Oleh karena itu, penelitian ini menganalisis wacana media NOS dan NOS Stories terkait berita Tweede Kamerverkiezingen. Tujuan penelitian ini untuk memaparkan alur dan membandingkan struktur mikro wacana, yaitu sintaksis dan stilistik berdasarkan teori analisis wacana oleh Teun A. van Dijk dengan metode analisis deskriptif sehingga dapat diketahui gaya penulisan wacana kedua media. Data penelitian ini menggunakan 10 berita terkait Tweede Kamerverkiezingen oleh NOS dan NOS Stories yang memiliki kesamaan topik sejak 7 Juli hingga 21 November 2023. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alur berita NOS disajikan melalui potongan video dari narasumber, sedangkan NOS Stories lebih banyak menambahkan pernyataan. NOS tidak banyak menggunakan ragam bahasa lisan dan cenderung melakukan komunikasi satu arah. Sebaliknya, NOS Stories lebih banyak menggunakan ragam bahasa lisan dan membangun kedekatan dengan penontonnya. Pemilihan leksikon oleh NOS Stories banyak menggunakan bentuk kata yang disederhanakan, bersifat umum dan adanya penekanan informasi dibandingkan NOS.
Since the collapse of the Fourth Rutte cabinet, political parties have again been in the spotlight by media including NOS and NOS Stories. Both media come from the same media organization, but they have different ways of presenting the news. This research discusses the discourse analysis of the NOS and NOS Stories regarding the Dutch House of Representatives elections news. The purpose of this study is to describe the scheme and compare the microstucture, syntax and stylistics based on discourse analysis theory by Teun A. van Dijk with a descriptive analysis method so that the writing style of news for adults and teenagers can be known. The data for this study used 10 news articles related to House of Representatives elections by NOS and NOS Stories that had similar topics from 7 July to 21 November 2023. The results show that NOS news is presented through video clips from sources, while NOS Stories adds more statements. NOS does not use many varieties of colloquial language and tends to have one-way communication. In contrast, NOS Stories uses more colloquial varieties and builds closeness with the audience, NOS used more common words and emphasis information compared to NOS."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Faridah
"Golkar adalah organisasi politik di Indonesia yang selalu menempati urutan tertinggi dalam perolehan suara pada setiap Pemilu. Hal ini selain karena Partai Golkar didukung oleh struktur organisasi dan kelembagaan yang sudah mapan, juga karena telah memiliki pengala man yang cukup matang dalam pemenangan suara dalam setiap pelaksanaan Pemilu. Namun, kesuksesan tersebut belum didukung oleh penerapan kebijakan yang lebih responsif gender yang berakibat pada rendahnya tingkat keterwakilan perempuan dalam kepengurusan Partai Golkar dan di parlemen. Jadi, permasalahan penelitian ini adalah bagaimana kebijakan Partai Golkar dalam meningkatkan keterwakilan perempuan di Parlemen pada periode kepengurusan 1999 - 2004.
Penelitian ini terkait erat dengan teori budaya patriarki dari Gorda Lerner dan Aristoteles, teori gender dari Arid Budiman dan Nunuk P Murniati, teen Kuota dari Drude Dahlerup, teori kebijakan dari Friedrick dan Anderson, teen demokrasi dari Robert Dahl, serta mempunyai signifikansi dengan pengembangan teori Partai Politik yang terkait erat dengan fungsi Partai Politik dan Miriam Budiarjo.Dari teori tersebut, terdapat signifikansi praktis dalam upaya untuk mendorong keterwakilan perempuan di kepengurusan Partai Golkar khusiisnya dan di Parlemen umumnya.
Fokus analisis penelitian ini adalah pada Partai Golkar dengan variabel yang diamati adalah kebijakan dan fungsi Golkar sebagai Partai politik, sosialisasi politik , dan sistem rekruitmen dalam partai Golkar.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data penelitian bersumber dari hasil wawancara mendalam (dept interview) terhadap 15 orang informan kunci (key informant). Teknik penentuan informan kunci dengan metode snow ball. Data sekunder meneakup studi kepustakaan dan publikasi ilmiah serta laporan lembaga resin yang terkait dan dapat dipertanggungjawabkan secara akadeniik.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagai Partai, Golkar memiliki kebijakan politik yang jelas, dengan mekanisme (struktur dan kerangka) organisasi dan pengkaderan yang modem, terstruktur dan sistematis dengan poly rekruitmen kader yang baik. Tapi, budaya patriarki sebagaimana teori yang dikemukakan oleh Gorda Lerner dan Aristoteles masih mengakar kuat di tubuh Partai Golkar yang berimplikasi pada rasionalisasi penempatan pengurus perempuan dalam struktur partai menjadi tidak signifikan dengan jumlah kader perempuan Partai Golkar dan kurangnya peningkatan keterwakilan perempuan di Parlemen. Partai Golkar juga belum maksimal dalam menjalankan fungsinya secara lebih "demokratis" sebagaimana teori Robert Dahl, yang berimplikasi pada kebijakan yang bias gender yang mengakibatkan rendahnya keterwakilan perempuan di Parlemen, yalmi hanya berhasil menempatkan 16 orang kader perempuan atau 11,76% dari 136 kursi yang diperoleh Partai Golkar dalam Pemilu 1999 lalu..rumlah yang jaub dari target kuota yang disarankan dalam UU Partai Politik.

Golkar is a political organization in Indonesia which always in the highest position in every election. It is not only because the party is supported by an establish structure of organization and institution, but also its vivid experience in winning the elections. However, its success has not been supported by more responsive politic implementation on gender which causes lower-level women representative ness in the board of the organization and in the parliament. Thus, the problem of the research is that how is the policy of the party in increasing women representative ness in parliament in the period of 1999-2004.
This research has a strong attachment with theory of culture of patriarchy from Gerda Lerner and Aristoteles, theory off gender from Arief Budiman and Nunuk P Murniati, theory c; quota from Drude Dahlerup, theory of policy from Friedrick and Anderson, theory of democracy from Robert Dahl, theory and relates to development theory of political party from Miriam Budiardjo. From the theories, there is a practical significance of efforts in endorsing women representative ness in the board of the party and in parliament in general,
The focus of the research is on Golkar Party and variables of the research are policy and function of the party as a political party, political socialization, and recruitment system in the party. The research applies a qualitative approach. Data resources of the research are from in=depth interview on 15 key informants using snowball technique. Secondary data includes literature study, scientific publication, and also official reports from related institutions,
The result of the research shows that as a party, Golkar has a clear policy, with its mechanism (structure and framework) of organization and modern, structured and systematic forming of cadre with good recruitment system. However, culture of women in its board and representative in parliament. The party has also less afford in implementing its function to be more democratic. It implicates to bias gender policy and lower-level of women representative ness in parliament. The party only got 16 representatives or 11, 76% from 136 seats of the party in parliament a results of 1999 election and less then quota targeted by the law of Political Party.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21723
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aziz Haily
"BAB I P E N D A H U L U A N
A. Latarbelakang dan Identifikasi Masalah
Organisasi politik yang disingkat Orpol merupakan suatu kekuatan politik yang terdapat dalam berbagai pertumbuhan dan perkembangan bangsa di dunia. Hampir semua negara di dunia memiliki Orpol baik dalam bentuk partai politik, organisasi kemasyarakatan, angkatan bersenjata, maupun kelompok pendesak lainnya.
Dalam sejarah Orpol di negara sedang berkembang, ditandai dengan pertumbuhan partai-partai politik yang berperan sebagai suatu kekuatan penentang kaum penjajah. Partai-partai politik bergerak dan berjuang bersama angkatan bersenjata, mereka memperoleh kemerdekaan bangsanya.
Pergerakan kemerdekaan di Indonesia, bertolak dari munculnya organisasi-organisasi yang bergerak dari lingkungan etnis seperti pergerakan Budi Utomo pada tahun 1908, sebagai suatu gerakan untuk meningkatkan kesadaran orang Jawa. "Di samping itu lahir pula kelompok-kelompok yang berdasarkan suku kedaerahan seperti Paguyuban Pasundan (1914), Serikat Sumatera (1918), Serikat Ambon {1929), Rukun Minahasa dan Kaum Betawi (1923).1
Sarekat Islam yang telah lahir tahun 1912, menandai awal pergerakan suatu organisasi yang berkembang menjadi organisasi politik di Indonesia. Orpol tersebut dalam menjalankan peranannya melakukan kegiatan-kegiatan yang berusaha mempengaruhi struktur politik penjajahan dalam arti mengaaskan tuntutan-tuntutan perbaikan kehidupan masyarakat. Organisasi-organisasi tersebut di atas bergerak dalam proses politik yang dirasakan sebagai suatu wadah yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan nasional yaitu mewujudkan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Istilah Orpol dalam penyederhanaan kehidupan politik di Indonesia dikenal dengan Partai Politik (Parpol). Parpol secara formal berasal dari Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 yang menegaskan pendiriannya sebagai berikut :
Pemerintah menyukai timbulnya partai-partai politik karena dengan adanya partai-partai itulah dapat dipimpin ke jalan yang teratur segala aliran faham yang ada dalam masyarakat.
In English:Copy and paste Pemerintah berharap supaya partai-partai itu telah tersusun sebelum dilangsungkan pemilihan anggota Badan?badan Perwkilan Rakyat pada bulan Januari 1946.
Setelah dikeluarkan Ketetapan Pemerintah pada tanggal 3 Nopember 1945, maka terbentuklah berbagai partai politik yang pada umumnya merupakan kelanjutan daripada organisasiorganisasi sosial, dan partai-partai politik yang dibentuk baik pada masa kolonial Belanda maupun pada masa kekuasaan Jepang.2
Pemerintah berharap bahwa partai-partai tersebut hendaknya memperkuat perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan dan menjamin masyarakat. Parpol tumbuh dan berkembang sehingga pemilihan umum dapat dilangsungkan pada tahun 1955. Pada pemilu tersebut terdapat sebanyak 36 Parpol, satu sama lain berusaha merebut kursi di parlemen. Anggota parlemen terdiri dari 222 anggota, komposisi demikian jelas tidak memungkinkan satu kekuatan untuk tampil penuh sebagai kekuatan dominan. Perebutan posisi kekuasaan dari Parpol dalam Dewan Konstituante hasil Pemilu 1955 berpengaruh kepada stabilitas politik yang menggoyahkan sistem pemerintahan Indonesia. Pertentangan faham antar parpol tampak menonjol dalam sidang-sidang konstituante, hal ini mempertegang situasi politik dalam negeri dan memperlemah persatuan kesatuan bangsa serta menggoyahkan kehidupan negara.
Kondisi tersebut di atas telah mengundang pergolakan politik yang semakin memperburuk pandangan orang terhadap kehidupan Parpol. Para tokoh Pemerintah dan golongan mempermasalahkan peranan Partai Politik. Parpol tampaknya belum berhasil menjalankan peranannya, bahkan parpol bukan?.
"
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Prayitno
"Latar Belakang
Pemilihan judul ini dilandasi dengan keinginan saya untuk melihat arti penting partai politik di dalam menuntun perjalanan suatu bangsa mencapai kemajuan. Pemilihan judul ini juga dilandasi keinginan saya untuk mengkaji pengaruh konsep-konsep pemikiran Partai Republik, antara lain pemikiran Alexander Hamilton dan misi Amerika atau sense of mission yang berakar dari ajaran Puritan yang kemudian diwujudkan dalam konsep manifest destiny, terhadap kebijakan Presiden William McKinley di dalam menyatukan Hawaii ke dalam wilayah Amerika melalui cara aneksasi.
Sebagai bangsa yang mempunyai sejarah yang unik, bangsa Amerika berkeyakinan bahwa kebudayaan yang dimilikinya lebih unggul dari kebudayaan bangsa-bangsa lainnya. Keyakinan pada keunggulan ini menumbuhkan anggapan bahwa mereka memiliki beban untuk menjadi contoh bagi seluruh umat manusia. Hal ini dikatakan John Winthrop di atas kapal Arbella, "We would be a city set on a hill, the eyes of all people are upon us" (Morgan, 1958: 70). Tanah yang luas dan hampir tidak terbatas serta kaya dengan sumber alam semakin mempertebal keyakinan pada keunggulan bangsa Amerika.
Keyakinan pada keunggulan bangsanya ini terletak pada adanya .azas demokrasi yang mengandung ide-ide kebebasan. Demokrasi bagi bangsa Amerika telah menjadi suatu gagasan yang membentuk suatu kepercayaan bangsa, filsatat hidup, ideologi nasianal dan menumbuhkan suatu superioritas yang berbeda dengan bangsa-bangsa lainnya yang tidak saja dalam kebudayaan tetapi juga dalam peradaban. Azas demokrasi yang didukung dengan kekayaan alam Amerika yang membuka kesempatan di bidang ekonomi, merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam perjuangan mengemban misi bangsa Amerika. Hal ini terlihat mulai dari kedatangan kaum Puritan ke Amerika, perjuangan 13 koloni dalam meraih kemerdekaan dari bangsa Inggris pada tahun 1775, pergerakan ke Barat sampai aneksasi California pada tahun 1848, yang dilanjutkan dengan pembentukan negara baru yang meluas sampai ke Pantai Pasifik.
Para koloni yang datang pertama kali ke Amerika bertolak dari perjuangan agama, namun tidak bisa dipungkiri bahwa pada akhirnya para koloni itu mencari kepentingan ekonomi. Di samping itu, perjuangan para pendiri bangsa Amerika di dalam meraih kemerdekaan dan merumuskan Konstitusi tidak semata berpegang pada keyakinan moral, tetapi juga mendasari prinsip-prinsip perjuangan yang bertujuan memperoleh kepentingan materi (Horton, 1974: 4). Adapun yang dimaksud dengan Konstitusi Amerika adalah Konstitusi yang hasil sidang Konvensi Konstitusi di Philadelpia pada bulan Mei tahun 1787 dan yang mulai berlaku pada hari Rabu pertama bulan Januari 1789. Konvensi Konstitusi yang diadakan di Philadelpia itu merupakan upaya untuk mengganti Artikel Konfederasi, sebelumnya digunakan oleh para koloni, yang mengalami kegagalan. Konstitusi yang lahir dari pertemuan tersebut terdiri dari pembukaan, batang tubuh ditambah dengan amandemen-amandemen Konstitusi yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan (Irish, 1965: 111). Pembukaan?
"
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abd. Rohim Ghazali, 1967-
"Dalam berbagai kajian teori politik, selalu ditegaskan bahwa partai politik merupakan salah satu pilar demokrasi. Secara teoritis, demokrasi tidak bisa dibangun dalam suatu negara tanpa adanya partai politik yang menjadi wahana agregasi kepentingan segenap warganya. Tetapi pada kenyataannya, partai politik tidak selamanya berfungsi secara maksimal dalam proses demokratisasi. Inilah kondisi yang terjadi di Indonesia pada masa transisi dan konsolidasi demokrasi yang berlangsung sejak 21 Mei 1998 hingga ditulisnya tesis ini (akhir tahun 2003).
Transisi politik yang terjadi di Indonesia dimulai sejak 21 Mei 1998. Pada masa ini telah lahir puluhan partai politik, di samping tetap eksisnya partai yang sudah ada sejak sebelum proses transisi berlangsung.
Setelah "Pemilu Perintis" pasca transisi dilangsungkan, 7 Juni 1999, seharusnya Indonesia sudah memasuki tahapan konsolidasi demokrasi. Tapi pada kenyataannya, proses transisi berlangsung terus disebabkan karena tidak berjalannya proses konsolidasi demokrasi.
Tesis ini mengkaji peranan salah satu dari partai-partai politik yang tumbuh pada era transisi dan konsolidasi di Indonesia, yakni Partai Amanat Nasional (PAN). PAN dipilih sebagai obyek kajian karena partai ini dipersepsikan banyak kalangan sebagai partai reformis: didirikan di atas platform yang reformis, dan dipimpin oleh tokoh-tokoh yang reformis.
Metode yang digunakan dalam tesis ini adalah content analysis yakni dengan cara analisis kualitatif yang secara teknis mencakup klasifikasi, penggunaan kriteria sebagai dasar klasifikasi, yang kemudian dianalisis untuk menghasilkan konklusi. Dalam merumuskan konklusi ditetapkan tiga macam kriteria: (i) legitimasi, yakni konklusi yang memperkuat data-data sekunder serta temuan-temuan hasil penelitian yang sudah dipublikasikan sebelumnya; (ii) verifikasi, yakni peninjauan ulang terhadap data-data sekunder dan temuan-temuan hasil penelitian sebelumnya; dan (iii) prediksi, yang berupa proyeksi ke depan yang beranjak dari kondisi obyektif yang ada di masa lalu dan masa sekarang.
Ada tiga teori yang digunakan dalam tesis ini, yakni teori-teori transisi politik, konsolidasi demokrasi, dan fungsi partai politik.
Dari metode yang dipakai, dan teori-teori yang menjadi rujukan, kajian tesis ini menemukan kesimpulan bahwa partai-partai politik pada umumnya, dan PAN khususnya, belum mampu berperan maksimal dalam proses transisi dan konsolidasi demokrasi di Indonesia dalam kurun waktu 1998 hingga 2003.
Menurut tesis ini, ada empat faktor yang menyebabkan PAN kurang mampu berperan maksimal dalam proses transisi dan konsolidasi demokrasi di Indonesia. Pertama karena partai yang dideklarasikan 23 Agustus 1998 ini kurang konsisten dengan platform yang telah ditetapkannya. Kedua, seperti umumnya partai politik, PAN juga dilanda konflik internal yang berkepanjangan. Ketiga, masih kuatnya ketergantungan PAN pada Amien Rais sebagai tokoh simbolik. Keempat, disebabkan karena perolehan suaranya yang tidak signifikan dalam Pemilu 1999, PAN tidak memiliki bargaining yang memadai untuk menjadi motor penggerak demokratisasi. PAN masih tersubordinasi oleh kekuatan-kekuatan partai lain yang perolehan suaranya jauh lebih besar.
(Rincian isi Tesis: x + 229 halaman; Daftar Pustaka:75 buku, 3 artikel jurnal, 1 makalah, 27 majalah, 5 tabloid, 32 surat kabar, 4 media online, 12 orang nara sumber, tahun buku-buku yang digunakan: 1988 s/d 2003)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13803
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi Irawan
"Kekuatan politik yang mapan harus siap melakukan adaptasi dengan tuntutan-tuntutan perubahan politik yang terjadi di lingkungannya. Jika kekuatan politik itu tidak melakukan respon dan beradaptasi dengan perubahan politik, maka perubahan politik akan melemahkan kekuatan politik tersebut. Karenanya, jika kekuatan politik ingin tetap hadir dalam panggung politik maka ia harus terus berdaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Konflik politik di Golkar, pasca kejatuhan politik Soeharto, menunjukkan adanya keinginan dari organisasi ini untuk berubah. Namun, perubahan itu tidak berjalan mulus karena adanya tantangan dari kelompok yang tidak menyukai perubahan.
Konflik politik saat Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Juli 1998 dan saat Sidang Umum MPR tahun 1999 menunjukkan keterpengaruhan Golkar akan tuntutan gerakan reformasi yang berada di lingkungan poiitiknya. Tesis ini ingin menjelaskan pengaruh gerakan reformasi terhadap Golkar yang terlihat dalam konflik politik di organisasi yang pernah berjaya di era Orde Baru masa lalu.
Metode penelitian tesis ini adalah deskriptif analitis yaitu menggambarkan hubungan antar fenomena yang terjadi sehingga dapat menjelaskan pokok permasalahan yang ada. Teknik menjaring data dengan cara mewawancarai lima orang tokoh aktivis di lingkungan Golkar yang terlibat dalam konflik-konflik yang terjadi. Selain itu, data juga dihasilkan melalui informasi media massa, dokumen-dokumen yang relevan dan dari buku-buku.
Penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh gerakan reformasi terhadap konflik di Golkar. Tekanan gerakan reformasi menjadi salah satu tekanan yang menyebabkan Harmoko mengeluarkan pernyataan agar Soeharto mengundurkan diri dari kursi kepresidenan. Digunakannya isu-isu yang sesuai dengan semangat reformasi menjadi bukti lain dari pengaruh gerakan reformasi tersebut.
Konflik politik di Golkar menunjukkan bahwa organisasi ini sangat rentan dengan perubahan. Konflik itu terjadi karena ada sebagian pihak yang tidak siap menerima perubahan-perubahan. Konflik politik adalah ekses yang harus ditempuh oleh Golkar manakala ia ingin melakukan perubahan. Dengan demikian dapat digambarkan bahwa konflik politik di Golkar merupakan salah satu hasil dari tuntutan terjadinya perubahan politik. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T3055
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Michels, Robert, 1876-1936
Jakarta: Rajawali, 1984
324.2 MIC p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"As the majority in this country, the Moeslems have an important role in determining who and what party will win the uocoming general election this year and then lead this country for the next five years...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Institute for Policy and Community Development Studies (IPCOS), 2001
324.2 PAR
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Saiful Mahdi
"Muslimin Indonesia (MI) adalah organisasi massa yang sudah mengalami penggabungan dan perubahan bentuk, dari fungsi partai politik independen hingga menjadi salah satu unsur dalam Partai Persatuan Pembangunan. Perubahan bentuk ini dilakukan karena adanya kebijakan politik dari Jenderal Soeharto pada tahun 1971 yang menginginkan agar diadakan pengelompokkan partai politik berdasarkan persamaan ideologi dan platform partai. Tujuan politik dari Orde Baru mengadakan pengelompokkan terutama terhadap kelompok politik Islam adalah untuk memudahkan pengawasan dan mudah memecah dari dalam. Dalam kondisi yang pro dan kontra terhadap ide fusi tersebut Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Nahdhatul Ulama, Partai Syarikat Islam Indonesia dan Partai Tarbiyah Islamiyah sepakat mendeklarasikan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di tahun 1973.
Sejak tahun 1973-1994, kepemimpinan di PPP dikuasai oleh elite-elite politik dari unsur Muslimin Indonesia.Di bawah pimpinan HMS Mintaredja kondisi partai dalam keadaan yang kompak walaupun terjadi konflik internal partai tetapi berkat adanya kedudukan beberapa ulama kharismatik seperti KH Bisri Syansuri berhasil diredam. Bagi seluruh anggota legislatif, Mintaredja memberikan kebebasan mengeluarkan pendapatnya tanpa khawatir akan dipecat dari keanggotaan DPR maupun partai. Kejatuhan Mintaredja di PPP karena ia telah tidak disukai lagi oleh Jenderal Soeharto terutama sejak keberaniannya menuntut kepada Soeharto agar PPP diberikan kursi kementrian di kabinet.
Mulai tahun 1978, pimpinan di PPP diambil alih oleh Djaelani Naro secara kontroversial tanpa melalui suatu forum Muktamar partai. Selama dipimpin oleh Djaelani Naro, keadaan PPP mulai diterpa oleh konflik internal yang luar biasa konflik tersebut tidak hanya melibatkan antara elite politik MI versus NU, tetapi juga antara elite politik ME versus MI. Djaelani Naro memiliki- kebijakan keras terhadap para anggota legislatif yang menyimpang dari kebijakan Orde Baru. Sosok Naro lebih terkesan sebagai perpanjangan-tangan kebijakan rezim Orde Baru di PPP. Keberanian Djaelani Naro untuk mencalonkan dirinya sebagai salah seorang wakil presiden RI di tahun 1988 pada saat sidang umum MPR, telah mengakibatkan kemarahan Soeharto terhadapnya.
Periode kepemimpinan Ismail Hasan Meutareum (1989-1994), mulai membenahi konflik internal partai melalui kebijakan rekonsiliasi terhadap tokoh-tokoh PPP baik dari unsur NU, MI,SI, dan Pena. Ismail Hasan melakukan kebijakan untuk mengurangi fanatisme berlebihan diantara empat unsur tersebut melalui bentuk pengajian bersama dan pendidikan-pendidikan kader bersama.Yang diinginkan olehnya adalah fanatisme terhadap PPP saja."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T4274
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>