Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 151074 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yuthia Deni
"Kusta dapat menyebabkan kecacatan permanen dan mempengaruhi aspek sosial serta ekonomi penderita. Di Kota Pariaman, persentase penderita kusta yang menyelesaikan pengobatan menurun dalam beberapa tahun terakhir. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bentuk dukungan sosial yang diterima penderita kusta selama pengobatan berdasarkan Social Support Theory for Health, menggunakan metode kualitatif dengan desain studi kasus. Informan penelitian terdiri dari delapan penderita kusta, tujuh petugas Puskesmas, seorang pemegang program kusta di Dinas Kesehatan, dan delapan anggota keluarga penderita. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dan Focus Group Discussion pada bulan Maret-April 2024 dan dianalisis secara tematik. Hasil penelitian menunjukkan semua penderita kusta menjalani pengobatan selama 12 bulan. Mayoritas penderita konsisten dalam pengobatan meskipun menghadapi efek samping dan motivasi yang rendah. Semua penderita menerima dukungan sosial berupa dukungan emosional, instrumental, informasi, penghargaan, dan jaringan sosial, baik dari keluarga, petugas Puskesmas dan pengelola program kusta Dinas Kesehatan Kota Pariaman. Dukungan emosional meningkatkan motivasi penderita, sementara dukungan instrumental dari keluarga seperti bantuan finansial berperan dalam memfasilitasi proses pengobatan. Puskesmas dan Dinas Kesehatan memberikan dukungan melalui penyuluhan tentang kusta dan deteksi dini ketika melakukan kunjungan rumah dan pengantaran obat. Dinas Kesehatan juga berkoordinasi dengan Dinas Sosial untuk memberikan bantuan materi kepada penderita. Penelitian ini juga menemukan bahwa penderita tetap aktif dalam kegiatan sosial meskipun cenderung menyembunyikan kondisinya. Untuk itu, Kota Pariaman dapat membentuk komunitas khusus bagi penderita kusta sebagai upaya membangun jaringan dukungan yang lebih terstruktur dan menjadi forum pertukaran informasi dan sumber dukungan bagi penderita.

Leprosy can cause permanent disabilities and affect the social and economic aspects of the patients' lives. In the city of Pariaman, the percentage of leprosy patients completing their treatment has decreased in recent years. This study aims to analyze the forms of social support received by leprosy patients during treatment based on the Social Support Theory for Health, using a qualitative method with a case study design. The research informants consisted of eight leprosy patients, seven public health center officers, one leprosy program officer at the Health Office, and eight family members of the patients. Data were collected through in-depth interviews and Focus Group Discussions conducted in March-April 2024 and analyzed thematically. The results of the study showed that all leprosy patients underwent treatment for 12 months. The majority of patients remained consistent in their treatment despite facing side effects and low motivation. All patients received social support in the form of emotional, instrumental, informational, appraisal, and social network support from family, Puskesmas staff, and the leprosy program managers at the Pariaman Health Office. Emotional support helped increase the patients' motivation, while instrumental support from family, such as financial assistance, facilitated the treatment process. The Puskesmas and Health Office provided support through leprosy education and early detection during home visits and medication deliveries. The Health Office also coordinated with the Social Service to provide material assistance to the patients. The study also found that patients remained active in social activities, although they tended to hide their condition. Therefore, it is recommended that the city of Pariaman establish a special community for leprosy patients as an effort to build a more structured support network and become a forum for information exchange and support for the patients."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuli Nazlia Sidy
"ABSTRAK
Prevalensi penyakit Tuberkulosis (Tb) di Indonesia masih sangat tinggi
dimana negara ini menduduki posisi kelima jumlah insiden kasus Tb terbesar di
dunia (WHO, 2010a) yang salah satu penyebabnya adalah ketidakpatuhan
pengobatan penderita Tb yang berdampak terhadap ancaman kasus MDR-Tb dan
XDR-Tb. Perilaku ini dapat disebabkan oleh inefektivitas peran pengawas
menelan obat (PMO) dimana sebagian besar penunjukkannya diarahkan ke
anggota keluarga dibanding petugas kesehatan.
Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh peran pengawas menelan obat
dari anggota keluarga terhadap kepatuhan pengobatan penderita tuberkulosis.
Desain penelitian ini termasuk observational dengan rancangan penelitian
analytic cross sectional melibatkan 113 PMO yang berasal dari anggota keluarga
penderita Tb dari wilayah enam puskesmas di Kota Pariaman menggunakan
tehnik simple random sampling.
Uji Regresi Logistik menunjukkan bahwa peran pendampingan berobat
ulang ke puskesmas oleh PMO dari anggota keluarga memberikan pengaruh
terbesar terhadap kepatuhan pengobatan penderita Tb (25,238; p-value 0,000)
apabila dikontrol dengan tingkat pengetahuan PMO yang baik (7,341; p-value
0,003) dan atau kedekatan hubungan kekeluargaan PMO dengan penderita Tb
(11,203; p-value 0,029). Dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan
pengobatan penderita Tb di Indonesia maka direkomendasikan reformulasi
kebijakan pengendalian Tb terkait kriteria pemilihan PMO yang berasal dari
anggota keluarga.

ABSTRACT
The prevalence of Tuberculosis (Tb) disease in Indonesia is still very high
when the country came in fifth largest number of incident cases of Tb in the world
(WHO, 2010a) that one reason is lack of patient medication compliance of Tb
affect the threat of MDR-Tb and XDR-Tb. This behavior can be caused by the
ineffectiveness of a treatment observer role (PMO) in which most of his
appointment was directed to family members rather than healthcare workers.
The study aims to determine the effect of a treatment observer role of
family members on patient medication compliance of Tb. The design of this study
include observational with cross sectional analytic study design involving 113
PMO from family members of patients with Tb of the six community health
centers in the city of Pariaman through simple random sampling technique.
Logistic regression test showed that repeated treatment mentoring role to
the community health center by the PMO of the family members have the greatest
influence on patient medication compliance Tb (25.238, p-value 0.000) when
controlled by the level of knowledge of PMO (7.341, p-value 0.003) and or a
close familial relationship between the PMO with Tb patients (11.203, p-value
0.029). In order to increase the effectiveness of the treatment of patients Tb
control in Indonesia then recommended reformulation of TB control policies
related to the selection criteria for the PMO which comes from a family member."
2012
T31310
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Euis Rahayuningsih
"Stigma merupakan salah satu faktor tertundanya penanganan penyakit kusta yang membuat penderita merasa malu dan terlambat mencari pengobatan sehingga dan sudah mengalami kecacatan yang berakibat terjadinya penurunan kualitas hidup. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara perceived stigma dengan kualitas hidup setelah dikontrol umur, jenis kelamin, pendidikan, dan penghasilan.
Desain yang digunakan adalah cross sectional dengan data primer menggunakan instrumen WHOQOL-BREF, perceived stigma dan format isian karakteristik. Kualitas hidup penderita kusta lebih banyak yang memiliki kualitas hidup kurang (57,45%). Karakteristik responden sebagian besar perempuan (82,98%), berumur 18-40 tahun (72,34%), lama pendidikan 0-6 tahun sebesar 76,60% dan penghasilan dibawah UMR (91,49%). Terdapat hubungan signifikan antara perceived stigma dengan kualitas hidup setelah dikontrol variabel penghasilan.
Untuk meningkatkan kualitas hidup penderita diperlukan penanganan stigma seperti konseling, terapi kelompok, rehabilitasi fisik dan okupasi untuk mencegah timbulnya cacat dan penderita bisa melakukan pekerjaan yang bisa meningkatkan kualitas hidupnya.
Bagi peneliti lain disarankan untuk mencoba rancangan longitudinal, teknik analisis lain, menambah variabel, melakukan uji instrumen, mencoba instrumen lain dan membuat perbandingan responden. Masyarakat diharapkan lebih terbuka pada informasi kusta agar menambah pemahaman dan memiliki persepsi yang baik tentang kusta.

Stigma is one factor that delayed treatment of leprosy makes people feel embarrassed and too late to seek treatment and have experience of disability that results in decreased quality of life. The purpose of this study was to determine the relationship between perceived stigma to quality of life after controlling for age, sex, education, and income.
The design used was cross sectional with primary data using the WHOQOL-BREF instrument, perceived stigma and formatting characteristics of the field. Quality of life of leprosy patients more likely to have less quality of life (57.45%). Characteristics of respondents most women (82.98%), aged 18-40 years (72.34%), a study period of 0-6 years at 76.60% and earnings below minimum wage (91.49%). There is a significant relationship between perceived stigma to quality of life after the controlled variable income.
To improve the quality of life of patients required treatment stigma such as counseling, group therapy, physical rehabilitation and occupational therapy to prevent the onset of disability and the patient can do the work that could improve the quality of life.
For other researchers are advised to try the longitudinal design, other analytical techniques, add a variable, test instruments, other instruments to try and make a comparison of respondents. Expected to be more open to the public information in order to increase the understanding of leprosy and has a good perception of leprosy.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
T31918
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Medita Ervianti
"Kecacatan merupakan salah satu indikator beban penyakit kusta. Risiko kecacatan akibat kusta tidak hanya terjadi pada kasus baru kusta, tetapi juga selama pengobatan dan setelah selesai pengobatan. Metode pengamatan berperan untuk mengendalikan tingkat cacat pada penderita yang telah selesai pengobatan. Metode pengamatan pasif diterapkan di Indonesia sejak tahun 1982. Pada tahun 2009, metode pengamatan semi aktif diterapkan di Kabupaten Pasuruan. Belum diketahui metode pengamatan yang lebih efektif biaya.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas biaya antara metode pengamatan pasif dan metode pengamatan semi aktif setelah selesai pengobatan kusta dalam pengendalian tingkat cacat. Efektivitas dan biaya pada masing-masing metode dihitung dan dilihat berapa rasio efektivitas biaya dalam pengendalian tingkat cacat. Hubungan faktor-faktor seperti umur, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, tingkat ekonomi, tipe kusta, riwayat reaksi, pencegahan cacat, perawatan diri dengan pengendalian tingkat cacat serta faktor apa yang paling dominan juga diteliti. Desain penelitian adalah cross sectional.
Hasil penelitian menunjukkan metode pengamatan semi aktif lebih efektif biaya dibandingkan dengan metode pengamatan pasif. Berdasarkan hasil analisis bivariat, terdapat hubungan antara pencegahan cacat dan perawatan diri dengan pengendalian tingkat cacat. Sedangkan hasil multivariat menyatakan perawatan diri sebagai faktor yang mempengaruhi.

Disability is one of indicator of the leprosy burden. The risk of disability due to leprosy, not only in new cases of leprosy, but also during treatment and after release from treatment. Surveillance is one of method to control level of disability in patients who had completed treatment. Passive surveillance implemented in Indonesia since 1982. In 2009, the semi-active surveillance applied in Pasuruan. Not yet known which surveillance is more cost-effective.
This study aims to analyze the cost-effectiveness of the passive and semi-active surveillance after release from leprosy treatment in controlling the level of disability. The effectiveness and cost of each method was calculated and seen the cost-effectiveness ratio to the control of the level of disability. Relationship of factors such as age, education level, knowledge level, economic level, type of leprosy, history of reactions, defect prevention, self-care by controlling the level of disability and what is the most dominant factor is also studied. The study design was cross-sectional.
The results showed semi active surveillance more cost-effective than passive surveillance. Based on the results of the bivariate analysis, there is a relationship between defect prevention and self-care by controlling the level of disability. While the results of the multivariate declared self-care as a affected factor.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Medita Ervianti
"Kecacatan merupakan salah satu indikator beban penyakit kusta. Risiko kecacatan akibat kusta tidak hanya terjadi pada kasus baru kusta, tetapi juga selama pengobatan dan setelah selesai pengobatan. Metode pengamatan berperan untuk mengendalikan tingkat cacat pada penderita yang telah selesai pengobatan. Metode pengamatan pasif diterapkan di Indonesia sejak tahun 1982. Pada tahun 2009, metode pengamatan semi aktif diterapkan di Kabupaten Pasuruan. Belum diketahui metode pengamatan yang lebih efektif biaya.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas biaya antara metode pengamatan pasif dan metode pengamatan semi aktif setelah selesai pengobatan kusta dalam pengendalian tingkat cacat. Efektivitas dan biaya pada masingmasing metode dihitung dan dilihat berapa rasio efektivitas biaya dalam pengendalian tingkat cacat. Hubungan faktor-faktor seperti umur, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, tingkat ekonomi, tipe kusta, riwayat reaksi, pencegahan cacat, perawatan diri dengan pengendalian tingkat cacat serta faktor apa yang paling dominan juga diteliti. Desain penelitian adalah cross sectional.
Hasil penelitian menunjukkan metode pengamatan semi aktif lebih efektif biaya dibandingkan dengan metode pengamatan pasif. Berdasarkan hasil analisis bivariat, terdapat hubungan antara pencegahan cacat dan perawatan diri dengan pengendalian tingkat cacat. Sedangkan hasil multivariat menyatakan perawatan diri sebagai faktor yang mempengaruhi.

Disability is one of indicator of the leprosy burden. The risk of disability due to leprosy, not only in new cases of leprosy, but also during treatment and after release from treatment. Surveillance is one of method to control level of disability in patients who had completed treatment. Passive surveillance implemented in Indonesia since 1982. In 2009, the semi-active surveillance applied in Pasuruan. Not yet known which surveillance is more cost-effective.
This study aims to analyze the cost-effectiveness of the passive and semiactive surveillance after release from leprosy treatment in controlling the level of disability. The effectiveness and cost of each method was calculated and seen the cost-effectiveness ratio to the control of the level of disability. Relationship of factors such as age, education level, knowledge level, economic level, type of leprosy, history of reactions, defect prevention, self-care by controlling the level of disability and what is the most dominant factor is also studied. The study design was cross-sectional.
The results showed semi active surveillance more cost-effective than passive surveillance. Based on the results of the bivariate analysis, there is a relationship between defect prevention and self-care by controlling the level of disability. While the results of the multivariate declared self-care as a affected factor.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T33053
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kayla Zahra Azalea
"Kasus diabetes mengalami peningkatan di dunia dan juga di Indonesia. Meningkatnya diabetes akan meningkatkan risiko terkena luka ulkus diabetik. Tujuan penelitian untuk menggali informan mendalam mengenai perilaku kepatuhan dan peranan terhadap kepatuhan perawatan kaki pada penderita ulkus diabetik di Klinik Swasta kota Bogor tahun 2024. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif, menggunakan purposive sampling meliputi pasien kaki ulkus diabetik, anggota keluarga pasien, dan perawat pada klinik swasta di Bogor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar informan patuh melakukan perawatan kaki, yang di dalamnya termasuk mengurangi kadar gula darah, menjaga pola sehat, menjaga perban kering, obat-obatan. Dukungan sosial dan ekonomi yang baik, kondisi kesehatan penderita, terapi perawatan kaki ulkus diabetik, dan persepsi-persepsi dari pasien berperan dalam kepatuhan perawatan kaki. Namun masih ada informan yang tidak patuh melakukan perawatan kaki dalam bentuk pengaplikasian losion dan sepatu diabetes dikarenakan hambatan yang berupa pekerjaan dan persepsi maskulinitas terhadap losion. Pemberian edukasi melalui penyuluhan maupun media massa mengenai luka ulkus diabetik diperlukan guna meningkatkan perilaku masyarakat dalam pencegahan dan perawatan luka kaki ulkus diabetik.

The prevalence of diabetes is increasing globally, including in Indonesia. As the incidence of diabetes rises, so does the risk of developing diabetic ulcers. This study aimed to investigate the adherence behaviors and the role of foot care compliance in patients with diabetic ulcers at a private clinic in Bogor in 2024. The study was conducted using a qualitative approach, with purposive sampling including diabetic foot ulcer patients, family members of patients, and nurses at private clinics in Bogor. The results demonstrated that the majority of informants exhibited compliance with foot care practices, which included reducing blood sugar levels, maintaining a healthy pattern, keeping bandages dry, and taking medication. The findings indicated that social and economic support, the patient's health condition, diabetic foot ulcer care therapy, and perceptions of the patient play a role in foot care compliance. However, there are still informants who are not compliant with foot care in the form of applying lotions and diabetic shoes due to barriers in the form of work and perceptions of masculinity towards lotions. Providing education through counseling and mass media regarding diabetic ulcers is needed to improve public behavior in the prevention and treatment of diabetic ulcers.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Surya Nanda
"Puskesmas merupakan salah satu fasilitas pemberi layanan kesehatan tingkat petama milik pemerintah di Indonesia. Pada tahun 2016 sampai 2019 terdapat penurunan jumlah kunjungan rawat jalan puskesmas di Kota Pariaman sebesar 29,4%. Kepuasan atau ketidakpuasan pasien terhadap layanan puskesmas akan memengaruhi perilaku pasien berikutnya seperti pembelian kembali layanan atau minat untuk melakukan kunjungan ulang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kepuasan kualitas layanan pada minat kunjungan ulang pasien ke puskesmas di Kota Pariaman tahun 2019. Desain penelitian ini adalah cross-sectional dan data dikumpulkan dari 156 orang yang pernah berkunjung ke puskesmas di Pariaman dalam waktu 3 (tiga) minggu terakhir. Analisis statistik menggunakan chi-square. Hasil penelitian menunjukkan 88,5% responden menyatakan akan melakukan kunjungan ulang kunjungan ulang; rata- rata kepuasan tertinggi responden berada pada dimensi emphaty yaitu sebesar 88,05%, dan terendah pada dimensi reliability yaitu sebesar 84,22%; terdapat perbedaan kepuasan dimensi responsivenes, dan assurance pada minat kunjungan ulang responden ke puskesmas; umur, jenis kelamin, pendidikan, dan aksesibilitas merupakan confounding pada dimensi responsiveness dan assurance. Pekerjaan hanya confounding pada dimensi assurance. Puskesmas diharapkan Puskesmas diharapkan melakukan prioritas pada peningkatan pelayanan perawat yang responsive serta menjamin obat tersedia dengan cukup dan lengkap serta mempertahankan hal-hal yang dianggap pelanggan yang baik.

Puskesmas is one of the first-level types of governments health care services in Indonesia. In 2016 and 2019, occurred a decrease in outpatient visits to the puskesmas by 29,4% in Pariaman. Patiens satisfaction or dissatisfaction with a service will affect subsequent patiens behavior such as product repurchase or revisit interest. This research aims to determine differences in service quality satisfaction in the interest of patients to revisit puskesmas in the Pariaman in 2019. This study design is a cross-sectional and the data was collected from 156 people who had visited the last 3 (three) weeks to the puskesmas in Pariaman. Statistical analysis using chi-square. The research results obtained 88.5% of respondents said they would make a revisit; the highest average satisfaction of respondents is in the empathy dimension that is equal to 88.05%, and the lowest in the reliability dimension that is equal to 84.22%; there are differences in the satisfaction dimensions of responsiveness, and assurance on the respondents' interest in visiting the puskesmas; age, gender, education, and accessibility are confounding on responsiveness and assurance dimensions. The work is only confounding on the assurance dimension.puskesmas is expected to prioritize efforts for improving the pharmacy service, nurse services and and to maintain things that are considered good customers."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T54013
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arinil Haq
"ABSTRAK
Tuberkulosis adalah penyakit yang menjadi salah satu perhatian global. Berbagai faktor dapat meningkatkan kejadian TB dan mempermudah penularan, salah satunya adalah faktor lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara ketinggian wilayah, kepadatan penduduk, dan rumah sehat dengan proporsi TB paru BTA positif di Kota Pariaman, Bukittinggi, dan Dumai tahun 2010-2016. Penelitian ini merupakan studi ekologi. Data kasus TB Paru BTA positif yang tercatat di Dinas Kesehatan Kota Pariaman, Bukittinggi, dan Dumai diolah secara agregat pada setiap kecamatan di wilayah Kota Pariaman, Bukittinggi, dan Dumai tahun 2010 sampai 2016. Sumber data pada penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota; Badan Pusat Statistik; serta Badan Informasi Geospasial. Data dianalisis dengan uji statistik dan analisis spasial. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara ketinggian wilayah dengan proporsi TB paru BTA positif di Kota Bukittinggi dengan kekuatan hubungan yang kuat dan berpola negatif. Terdapat korelasi antara ketinggian wilayah dengan proporsi kasus TB paru BTA positif di Kota Pariaman, Bukittinggi dan Dumai ketika di analisis secara bersamaan. Tidak terdapat korelasi antara kepadatan penduduk dan rumah sehat dengan proporsi TB paru BTA positif di Kota Pariaman, Bukittinggi, dan Dumai tahun 2010-2016. Perlu adanya penyesuaian prioritas program yang ada sesuai dengan kondisi wilayah kota masing-masing berdasarkan ketinggian.

ABSTRACT
Tuberculosis is a disease that has become one of the global concerns. Various factors can increase the incidence of TB and facilitate transmission, one of which is environmental factors. This study aimed to determine the correlation between altitude, population density, and healthy homes with the proportion of smear positive pulmonary TB in Pariaman, Bukittinggi and Dumai in 2010 2016. This study is an ecological study. The data of smear positive pulmonary TB cases recorded in Public Health Office were processed in aggregate at each sub district in Pariaman, Bukittinggi and Dumai areas in 2010 until 2016. Data source in this research is secondary data obtained from Public Health Office Central Bureau of Statistics as well as the Geospatial Information Agency. Data were analyzed by statistical test and spatial analysis. The results of this study indicate that there is a correlation between altitude with the proportion of smear positive pulmonary TB in Bukittinggi with the strength of a strong relationship and a negative pattern. There is a correlation between altitude with the proportion of smear positive pulmonary TB in Pariaman, Bukittinggi and Dumai. There is no correlation between population density and healthy homes with proportion of smear positive pulmonary TB in Pariaman, Bukittinggi and Dumai in 2010 2016. It is necessary to adjust the priority of existing programs in accordance with the conditions of each city areabased on altitude."
Depok: 2018
T50109
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syebrina Vidya Wati
"ABSTRAK
Penelitan ini membahas faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku ibu dalam pemberian ASI eksklusif di Kota Pariaman Tahun 2011 dengan desain crosssectional. Hasil penelitian menunjukkan perilaku pemberian ASI eksklusif masih rendah (37,1%). Ada hubungan antara umur OR=1,986 (95%CI= 1,015- 3,887), Niat ibu dalam pemberian ASI eksklusif OR=8,451 (95%CI= 3,231- 22,104), pengetahuan, sikap, Ketersediaan waktu ibu dalam pemberian ASI eksklusif OR=16,545 (95%CL= 2,199-124,49) , dukungan keluarga OR=34,628 (95%CL= 4,678-256,319), KIE dari tenaga kesehatan OR=38,055 (95%CI= 5,147-281,335), riwayat ANC OR=17,741 (95%CI= 8,015-39,270), IMD OR=5,825 (95%CI= 3,203-10,593) dengan perilaku dalam pemberian ASI eksklusif. Tidak ada hubungan antara pendidikan, status pekerjaan dan promosi susu formula dengan perilaku dalam pemberian ASI eksklusif. Disarankan meningkatkan sosialisasi tentang manfaat ASI eksklusif, meningkatkan ketrampilan konselor ASI dan membuat kebijakan mendukung dalam pencapaian ASI eksklusif untuk memenuhi hak bayi dan mencegah angka kesakitan dan kematian bayi.

ABSTRACT
This study discusses factors related to mother behavior in giving an exclusive mother breast-feeding in City of Pariaman Year 2011 using cross sectional. It shows that behavior of it is still low (37.1%). There are relationship between OR=1.986 (95% CI=10.015-3.887), Mother intention in giving an exclusive mother breast-feeding OR=8.451 (95% CI = 3.321-22.104), knowledge, behavior, availability of time in giving an exclusive mother breast-feeding OR=16.545 (95% CI=2.199-124.49), family support OR=34.628 (95% CI= 4.678- 256.319), KIE from health officer OR=38.055 (95% CL=5.147-281.335), history of ANC OR=17.741 (95% CI= 8.015-39.270), IMD OR=5.825 (95%CI = 3.203- 10.593) and behavior in giving an exclusive mother breast-feeding. There are no relationship between education, occupation status and promotion of formula milk and behavior of giving an exclusive mother breast-feeding. It is suggested that enhancement of socialization about benefit of exclusive mother breast-feeding, increase counselor of mother breast-feeding skill and make a policy that supports in achievement of exclusive mother breast-feeding to fulfill infant right and prevents number of illness and death of infant."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>