Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 127978 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gracia Daniella
"Sufiks merupakan salah satu jenis afiks yang berperan dalam pembentukan kata. Pada bahasa berciri aglutinatif seperti bahasa Korea dan bahasa Indonesia, pemahaman terkait sufiks dan penggunaannya dapat memberikan wawasan terhadap struktur dan fungsi morfologis bahasanya. Khususnya bagi pembelajar bahasa Korea, pemahaman akan sufiks dapat lebih diperdalam dengan dilakukannya perbandingan antara sufiks bahasa Korea dan bahasa Indonesia. Oleh karena itu, dengan menggunakan metode analisis kontrastif dan pendekatan kualitatif, penelitian ini membandingkan sufiks dalam bahasa Indonesia dan bahasa Korea. Pertanyaan penelitian dirumuskan menjadi bagaimana persamaan dan perbedaan sufiks bahasa Korea dan bahasa Indonesia? Sumber data diambil dari berbagai literatur ilmiah terkait dengan morfologi dan afiks dalam bahasa Korea dan bahasa Indonesia. Melalui penelitian ini dapat dipahami bahwa sufiks bahasa Korea dan bahasa Indonesia memiliki beberapa persamaan dan perbedaan. Persamaan sufiks bahasa Korea dan bahasa Indonesia mencakup karakteristik dan fungsi dasarnya. Di sisi lain, perbedaannya terletak pada makna dan jumlah sufiks pada masing-masing bahasa.
Suffixes are a type of affix that plays a role in word formation. In agglutinative languages such as Korean and Indonesian, an understanding of suffixes and their use can provide insight into the morphological structure and function of the language. Especially for Korean learners, the understanding of suffixes can be deepened by comparing Korean and Indonesian suffixes. Therefore, by using contrastive analysis method and qualitative approach, this research compares suffixes in Indonesian and Korean. The research question is formulated into how are the similarities and differences between Korean and Indonesian suffixes? The data sources are taken from various scientific literatures related to morphology and affixes in Korean and Indonesian. Through this research, it can be understood that Korean and Indonesian suffixes have some similarities and differences. The similarities between Korean and Indonesian suffixes include their characteristics and basic functions. On the other hand, the difference lies in the meaning and number of suffixes in each language."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Diyah Hayuning Pertiwi
"Penelitian ini membahas perbandingan kalimat interogatif tertutup pada bahasa Korea dan bahasa Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan persamaan dan perbedaan karakteristik morfosintaksis dari kalimat interogatif tertutup dalam bahasa Korea dan bahasa Indonesia. Metode yang digunakan adalah metode perbandingan dengan pendekatan kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa perbedaan dan persamaan. Pertama, terdapat perbedaan pada penanda kalimat interogatif tertutup di kedua bahasa. Bahasa Korea memiliki penanda berupa akhiran kalimat interogatif tertutup di akhir kalimat dan bukan pada kata tanya, sedangkan dalam bahasa Indonesia penandanya berupa kata tanya ‘apa’ di awal kalimat dan partikel ‘-kah’ di awal, tengah, maupun akhir kalimat. Kedua, dilihat dari struktur kalimatnya terdapat perbedaan dan persamaan. Perbedaannya adalah subjek berupa kata ganti orang kedua dalam bahasa Korea dapat dieliminasi, sedangkan di bahasa Indonesia subjek harus tetap digunakan. Persamaannya terletak pada struktur kalimat predikat yang merupakan unsur wajib dan keberadaan objek yang tergantung pada jenis verba sebagai predikat. Ketiga, bentuk negasi pada kalimat interogatif tertutup bahasa Korea memiliki bentuk negasi yang lebih bervariasi dibandingkan bahasa Indonesia.

This study discusses the comparison of closed interrogative sentences in Korean and Indonesian. The purpose of this study was to describe the similarities and differences in the morphosyntactic characteristics of closed interrogative sentences in Korean and Indonesian. The method used is descriptive qualitative with literature review and contrastive analysis. The results showed that there were differences and similarities. First, there is a difference in both languages’ closed interrogative sentence markers. In Korean the marker is the closed interrogative sentence ending at the end of a sentence and not a question word, while in Indonesian the marker is the question word 'apa' at the beginning of the sentence and the particle '-kah' at the beginning, the middle, or the end of the sentence. Second, judging from the sentence structure there are differences and similarities. The difference is that the subject of the second person pronoun in Korean can be eliminated, while in Indonesian the subject must be used. The similarities are that in the sentence structure the predicate is a mandatory element and the existence of the object depends on the type of verb as predicate. Third, the form of negation in Korean has more varied forms than Indonesian."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Danihar Irawati Is. Gunawan
"Pembahasan deskriptif sufiks nominalisator bahasa Perancis dilakukan karena jumlah dan macamnya yang banyak, di mana setiap macam memiliki satu nilai atau lebih. Deskripsi ini bertujuan untuk memerikan macam macam sufiks nominalisator tersebut dan nilai yang dimiliki oleh setiap macamnya. Pembahasan sufiks nominalisator ini dilakukan berdasarkan teori linguistik aliran fungsional, khususnya yang menyangkut morfologi. Pengumpulan data dilakukan berdasarkan kamus ekabahasa Petit Robert 1, Dictionnaire de ia Langue Francaise. Sufiks nominalisator yang dapat bergabung dengan verba ada 17 buah, dengan adjektiva hanya 3 buah dan dengan keduanya ada 14 buah. Hasilnya menunjukkan bahwa pembentukan nomina melalui proses afiksasi atau derivasi, cenderung terjadi pada verba. Penambahan sufiks nominalisator pada sebuah verba dapat menghasilkan bermacam-macam nilai, dan nilai terbanyak adalah nilai tindakan. Dari 33 sufiks nominalisator yang ada, sufiks nominalisator, yang produktif adalah sufiks nominalisator -ment mencapai jumlah 1024 (18.08%)."
Depok: Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Sujai
"ABSTRAK
Skripsi ini menganalisis bermacam-macam sufiks pembentuk nomina bahasa Rusia serta nomen-nomen yang terdapat di dalamnya, yang merupakan kajian morfologi dalam studi linguistik.
Penelitian dilakulan dengan menganalisis sumber data dari majalah berbahasa Rusia, edisi tahun 1985, 1991 dan 1992.
Latar belaKang penulisan ini adalah meneliti sufiks pembentuk nomina bahasa Rusia, yang dalam Khasanah gramatika bahasa Rusia mempunyai peran yang besar, baik dalam penuli_san-penulisan ilmlah maupun dalam bidang perkamusan.
Hasil analisis data menunjukan bahwa sufiks -ocTb /-ost/ merupakan sufiks yang paling produktif, yaitu. sebanyak 1476 sufiks (21.23%). Selanjutnya adalah sufiks eHM /-eni/ sebanyak 1234 sufiks (17.75X), dan sufiks, cTra(o) /-stv(o)/ sebanyak 790 sufilts (11,360).
Dalam pembentukan nomina bahasa Rusia, secara kuantitas, Rata Kerja merupakan Kelas Rata yang paling produktif, yaitu sebanyak 3303 sufiks (47,52X) dari 6951 Jumlah sufiks yang diteliti."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1995
S14836
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Husni Pratama
"Sufiks -er pada bahasa Jerman merupakan salah satu dari sekian banyak afiks yang produktif dalam pembentukan nomina. Berdasarkan pengalaman dalam mempelajari bahasa Jerman, penulis beranggapan bahwa ada kesepadanan antara sufiks -er pada bahasa Jerman dan prefiks pe- pada bahasa Indonesia. Terhadap kedua afiks tersebut dilakukan suatu penelitian untuk melihat sejauh mana adanya kesepadanan makna semantis antara keduanya. Untuk mendukung analisis kontrastif tersebut juga dilakukan karakterisasi proses morfologis dengan sufiks -er dan prefiks pe-.
Dalam penelitian ini digunakan dua sumber utama, yaitu: Wortbi1dung der deutschen Gegenwartssprache (Wolfgang Fleischer, 1983) untuk bahasa Jerman dan Pembentuksn Kata dalam Bahasa Indonesia (Harimurti Kridalaksana, 1989) untuk bahasa Indonesia. Kedua afiks tersebut masing-masing dijabarkan dan dianalisis secara terpisah, baik dari segi morfologis maupun dari segi makna semantis. Hasil analisis yang didapatkan digambarkan dalam bentuk tabel. Pada analisis kontrastif diperlihatkan perbedaan-perbedaan karakteristik sufiks -er dan prefiks pe-.
Dari analisis tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa proses morfologis dengan sufiks -er pada bahasa Jerman bersifat paradigmatis; sedangkan proses morfolo_gis dengan prefiks pe- pada bahasa Indonesia merupakan proses morfologis yang bertahap/bertingkat. Perbandingan klasifikasi leksem memperlihatkan bahwa pada bahasa Jerman leksem yang dibentuk dari verba, frase verbal, nomina, frase nominal, numeralia dan ajektiva dapat mengalami proses morfologis dengan sufiks -er dan pada bahasa Indonesia hanya verba, frase verbal dan ajektiva yang dapat mengalami proses morfologis dengan prefiks pe-. Secara semantis, sufiks -er dan prefiks pe- tersebut berpadanan untuk nomina agentis, nomina patientis, nomina instrumenti dan nomina verbal."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1990
S14669
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Philadelpia: John Benjamins Publishing, 1990
410 FUR
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sa`idatun Nishfullayli
"Penelitian ini adalah penelitian Semantik Leksikal dengan topik "Analisis Kontrastif Makna Kosakata Emosi Malu pada Bahasa Indonesia dan Bahasa Jepang". Penelitian ini mengkolaborasikan teori semantik leksikal dan teori perbandingan komponen emosi dalam ilmu Psikologi. Penelitian ini bertujuan menemukan persamaan dan perbedaan makna antara kosakata emosi malu bahasa Indonesia dan bahasa Jepang, baik dalam tataran konsep maupun praktik berbahasa. Oleh karena itu, kegiatan yang dilakukan adalah menjaring kosakata emosi malu dalam bahasa Indonesia dan bahasa Jepang, mengidentifikasi komponen makna, menentukan relasi makna, menyusun konfigurasi leksikal, serta mengkontraskan makna antara kosakata emosi malu bahasa Indonesia dan bahasa Jepang. Dari delapan (8) kata emosi malu bahasa Indonesia dan sembilan (9) kata emosi malu bahasa Jepang yang dianalisis, dihasilkan relasi hiponimi, sinonimi, dan pertelingkahan pada kosakata emosi malu bahasa Indonesia; serta relasi hiponimi dan pertelingkahan pada kosakata emosi malu bahasa Jepang. Kontras makna menghasilkan persamaan dan perbedaan makna di antara kosakata malu kedua bahasa tersebut. Secara umum makna kata malu dan hazukashii adalah sama, yaitu perasaan tidak enak hati, rikuh, rendah, yang disebabkan anteseden, seperti: berbuat salah, mememiliki kekurangan, menerima perhatian positif maupun negatif. Perbedaanya terlihat dalam hal konsep "malu" yang dimiliki oleh masing-masing bahasa itu sendiri. Kata malu dalam bahasa Indonesia dapat dipicu oleh situasi yang menyebabkan subyek (pelaku) merasa tidak enak (sungkan) karena berinteraksi dengan orang lain yang berbeda strata sosialnya, sedangkan hazukashii (malu) dalam bahasa Jepang dipicu juga oleh perasaan berdosa sebab melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hati nurani, atau melanggar nilai dan norma yang berlaku. Perbedaan konsep tersebut terbukti disebabkan oleh perbedaan latar belakang budaya penutur bahasa Indonesia dan bahasa Jepang.

The topic of this Lexical Semantic research is "Contrastive Analysis of Shame Emotion Words Meaning in Indonesian and Japanese Language". This research collaborates lexical semantic theory and Psychology's comparison of emotion component theory. This reasearch aims to find similarities and differences between shame emotion word meaning in Indonesian and Japanese language, both in concept and practice of language level. Therefore, the activities undertaken are, captures shame emotion words in Indonesian and Japanese, identifies semantic components, determines sense relations, compiles lexical configuration, as well as contrasts the meaning of the shame emotion words of Indonesian and Japanese. Among eight (8) shame emotion words in Indonesian and nine (9) Japanese embarrassed emotion words that were analyzed, resulting hyponymy, synonymy, and incompatibility, and sense relations of hyponymy and incompatibility in Japanese. Meaning contrast shows similarities and differences of meaning between Indonesian's and Japanese's emotion words of shame. In general, the meaning of malu and hazukashii is the same, i.e. feeling uncomfortable, awkward, feel inferior, caused antecedents, such as: doing wrong/bad, having weaknesses, receiving positive or negative exposure. The difference appears in concept of 'shame' which is owned by each of the language itself. The word malu can be triggered by a situation that causes subject feels uncomfortable when interacting with other people from different social strata, while hazukashii (shame) is triggered by guilty feeling for acting or doing something which is contrary to conscience, or violating the values and norms. That differences caused by the differences of cultural background of Indonesian and Japanese speakers."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
T31493
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Magfiroh
"Penelitian ini dimaksudkan untuk meneliti sufiks_in yang tergolong dalam ragam informal berdasarkan maknanya dan mendeskripsikan sufiks_in yang berpadanan dan tidak berpadanan dengan sufiks_i dan_kan dalam ragam formal bahasa Indonesia. Data diambil dari novel remaja berjudul Cowok Nyebelin Banget. Dari novel tersebut diperoleh 110 verba yang bersufiks_in. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Data berupa verba bersufiks_in diidentifikasi dan dikelompokkan maknanya. Analisis makna dilakukan dengan menggunakan pendapat Kridalaksana (1989) mengenai sufiks_in. Untuk mengetahui apakah sufiks_in berpadanan dengan sufiks_i dan_kan atau tidak, sufiks_in yang terdapat dalam verba diganti dengan dengan sufiks_i dan_kan. Dari analisis yang dilakukan, ditemukan enam macam makna sufiks _in. Enam makna yang dimaksud adalah (1) _buat objek atau subjek jadi bentuk dasar_, (2)_melakukan perbuatan yang dinyatakan pada bentuk dasar kepada objek atau subjek_, (3) _memberi bentuk dasar kepada objek atau subjek_, (4) _melakukan dengan sungguh-sungguh_, (5) _bersikap bentuk dasar kepada objek_, dan (6) _melakukan hal yang dinyatakan pada bentuk dasar_. Sementara itu, hasil perbandingan antara sufiks_in dengan sufiks_i dan_kan menunjukkan bahwa sufiks _in cenderung berpadanan dengan sufiks_kan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S11104
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Relita
"Relita. Perian Makna dalam Reduplikasi Nomina Dasar dan Reduplikasi Nomina Bersufiks -an. (Di bawah bimbingan Felicia N. Utorodewo, S.S., M.Si.) Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1994. Tulisan ini menyoroti dua hal yang berkaitan dengan reduplikasi nomina dasar dan reduplikasi nomina bersufiks -an. Pertama, memerikan komponen makna dalam kaitannya dengan reduplikasi nomina dasar dan reduplikasi nomina bersufiks -an; kedua, melihat keterikatan komponen makna reduplikasi nomina tersebut dengan konteks gramatikalnya. Pengumpulan data dilakukan melalui pencatatan kalimat-kalimat yang mengandung reduplikasi nomina dasar dan reduplikasi nomina bersufiks -an majalah mingguan Tempo; rentang waktu Juli 1992 -- November 1992, karya-_karya ilmiah, dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988). Kemudian dilakukan pengklasifikasian data, dan data-data tersebut dianalisis. Pembahasan komponen dalam kaitannya dengan reduplikasi nomina dasar dan reduplikasi nomina bersufiks -an, menghasilkan kesimpulan bahwa reduplikasi menyebabkan nomina dasar mengalami perubahan komponen makna dan komponen makna pada sebuah bentuk reduplikasi sangat bergantung pada konteks gramatikalnya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S11196
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lukiati
"Akhiran Y?, S?, dan RASHII adalah merupakan salah satu dari sekian banyak unsur bahasa Jepang. Secara lek_sikal (artinya yang berhubungan dengan kamus), ketiga ak_hiran Y?, S?, dan RASHII memiliki arti yang sama yaitu. kelihatannya, tampaknya, agaknya, sepertinya. Se_dangkan secara semantis (artinya yang berhubungan dengan makna yang terkandung di dalam sebuah kata, bahkan kali-mat/teks), di antara ketiga akhiran tersebut, terdapat perbedaan. Tujuan penulis adalah mencoba menjelaskan mak_na apa sebenarnya yang terkandung di dalam ketiga akhiran tersebut di atas, dengan suatu harapan bahwa isi skripsi ini dapat menjadi suatu pengetahuan tambahan bagi pembaca. Sebagai landasan teoritis, penulis menggunakan teori dari peneliti dan ahli linguistik bahasa Jepang yaitu Matsuo Soga/Noriko Matsumoto dan Anthony Alfonso. Pengumpulan data diperoleh dengan menggunakan metode kepustakaan (artinya melalui bahan-bahan tertulis/buku), dan sebagai sumber data-data, penulis menggunakan buku-buku pelajaran bahasa Jepang Nihon Go I dan Nihon Go II. Setelah melakukan analisa data, hasil akhir yang pe_nulis peroleh adalah adanya persamaan dan perbedaan di antara ketiga akhiran Y?, S?, dan RASHII tersebut. Persamaan : semuanya merupakan suatu prasangka/dugaan. Perbedaan : terletak pada derajat kepastian akan kebenaran prasangka atau dugaan itu. Jika kita urutkan menurut derajat kepastian nya adalah sebagai berikut :(1) Akhiran RASHII (2) Akhiran Y? (3) Akhiran S?"
Depok: Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>