Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 163763 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hanifah Rifiani
"Peningkatan populasi di Kota Jakarta yang selama ini semakin melonjak dengan tekanan ekonomi yang mengakibatkan pertumbuhan penduduk dan kepadatan bangunan yang tidak terkendali. Hal ini mengakibatkan permukiman di Kota Jakarta menjadi penuh dan permukiman di peri-urban menjadi terkena dampak. Penyebaran kota yang terjadi dari kepadatan yang terjadi di tengah kota Jakarta dan merambat luas ke sisi peri-urban menyebabkan peningkatan kebutuhan akan permukiman. Dengan analisis lapangan yang dilakukan pada kondisi permukiman di Kabupaten Bogor, skripsi ini akan membahas mengenai fenomena urban sprawl yang terjadi di Jakarta yang memicu perkembangan desa di peri-urban menjadi desakota. Serta dampak yang bisa terjadi terhadap permukiman di Kabupaten Bogor yang menjadi studi kasusnya.

The increasing population in Jakarta City has been soaring, accompanied by economic pressures leading to uncontrolled population growth and building density. This has resulted in the settlements in Jakarta City becoming overcrowded and the peri-urban settlements being impacted. The urban sprawl originating from the dense central Jakarta area and spreading widely to the peri-urban sides has increased the demand for settlements. With field analysis conducted on the settlement conditions in Bogor Regency, this thesis will discuss the phenomenon of urban sprawl occurring in Jakarta, which triggers the development of peri-urban villages into urbanized villages (desakota). Additionally, it will examine the potential impacts on the settlements in Bogor Regency, which serves as the case study."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Kustiawan
"Kawasan perkotaan di Indonesia tumbuh secara dinamis sejalan dengan dinamika perkembangan demografis, ekonomi dan iisik-spasial. Ditinjau dari aspek spasial, kawasan perkotaan yang terbentuk cenderung bersifat ekspansif dan menunjukkan gejala urban sprawl yang semakin iidak terkendali, mengalih-fungsikan kawasan pertanian subur di pinggiran kota dan meningkatkan kebergantungan pada kendaraan bermotor. Penelitian ini mengeksplorasi keterkaitan antam bentuk perkotaan dan keberlanjutan perkotaan secara lingkungan, sosial, dan` ekonomi, sebagai landasan untuk melakukan intervensi terhadap struktur dau pola ruang kawasan perkotaan; dan merumuskan arahan pengembangan kawasan perkotaan secara spasial untuk mewujudkan stmktur dan pola ruang kawasan perkotaan yang lebih berkelanjutan sesuai dengan karakteristik spwifik kota, dengan wilayah studi di Kawasan Perkotaan Bandung. Hasil analisis keterkaitan bentuk perkotaan dan karakteristik sosial-ekonomi dengan pola perilaku pezjalanan 'penduduk pada skala kawasan perumahan (neighborhoocy menunjukkan bahwa unsur-unsur bentuk perkotaan mempunyai kaitan yang lebih besar daripada karakteristik sosiai-ekonomi terhadap pola/perllaku perjalanan. Hal ini berarti intervensi terhadap bentuk perkotazm, melalui unsur-unsurnya yang mencakup denstitas, diveisitas penggunaan lahan, desain, dan aksesibiltas, dapat memengaxuhi pola/perilaku pmjalanan, teruimna panjang pexjalanan 'dan konsekuensinya terhadap konsumsi energi, emisi yang dihasilkan dan kualitas udara perkotaan. Dalam konteks inilah kompaksi perkotaan dapat menjadi strategi alternatif untuk mcwujudkan kawasan perkotaan yang Iebih berkelanjutan.

Urban areas in Indonesia are growing so fast and dynamic. In spatial context, urban structure and land use pattern tends to growth expansively and become uncontrolled urban sprawl which impacting on the conversion of agricultural land in suburban and increasing of car dependency. This research explore relationship between urban form and its sustainability (environmental, social, and economy), as base as to do intervention to structure and pattern urban development; and formulates urban area development spatially toward more sustainable urban structure and pattern according to city specific characteristic, with Bandung Metropolitan Area as case study. Relationship urban form and socio economic characteristic with travel patem/behaviour on neighborhood scale point out that urban form elements have greater than socio economic characteristic to travel behaviour. It means intervention to urban form trough its element (density, diversity, design, and acceshaility) gets influence to travel behaviour, particularly on -travel _distance and its consequency to energy consumption, emission, and urban air quality. In the context, urban compaction cans be alternative strategy toward more sustainable urban development."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2010
D-1888
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Indrawati
"Meningkatnya pembangunan kota; pertambahan jumlah penduduk, tingkat aktivitas dan tingkat sosial-ekonomi masyarakat menyebabkan meningkatnya jumlah timbulan sampah di perkotaan. Sampah yang tidak dikelola dengan baik tentunya akan berdampak terhadap nilai dan fungsi lingkungan, oleh katena itu diperlukan upaya pengelolaan di antaranya melalui pengolahan dan pemanfaatan sampah. Namun demikian, pada tingkat kota umumnya pengelola dihadapkan pada permasalahan keterbatasan lahan dan metode dalam menentukan sistem pengolahan sampah yang optimal. Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengembangkan model pendukung pengambilan keputusan dalam menentukan sistem pengolahan sampah kota yang optimal dengan mempertimbangkan aspek keberlanjutan, yang meliputi aspek teknis, lingkungan, ekonomi dan sosial. Dalam model yang dikembangkan ini dirumuskan model matematis perhitungan dampak lingkungan potensial terkait clengan konsumsi energi, potensi pemanasan global dan _potensi toksik, dengan skenario yang dikembangkan atas altematif pilihan teknologi. Pada Studi kasus wilayah Jakarta Barat, melalui implementasi model perhitungan dampak lingkungan potensial yang telah dirumuskan, menunjukkan bahwa skenario sistem pengolahan sampah dengan kombinasi teknologi pengomposan dan teknologi reusable landfill (Skenario 3) merupakan sistem pengolahan sampah yang optimal untuk wilayah studi. Kombinasi altematif teknologi pengolahan sampah terpilih_ tersebut didasarkan atas analisis manfaat-biaya yang telah memperhitungkan aspek lceterbatasan lahan dan dampak lingkungan potensial.

The population growth and rapid urbanization flow have caused the amount of solid waste generation in the urban area to increase. Solid waste that is not managed properly will definitely affect the value and function ofthe environment. In addition, large amounts of urban solid waste disposal require large area. Densely populated areas like large cities will have difiiculty in iinding land for landiills. To reduce the burden on landfill and prolong the life of landfills, it is necessary to reduce the amount of solid waste dumped into landfills, inter alia, through processing and utilization of solid waste. In an urban area, generally, organizers are faced to problems in developing sustainability -of the solid waste treatment system, including the method and strategy for determining the best combination of solid waste treatment technologies. The purpose of this research is to develop a model that can support the decision making process in determining the optimal urban solid waste treatment system. The formulation of the model for selecting the optimal urban solid waste treatment system was done through the step of organizing the altematives of urban solid waste treatment technology combination. Generally the optimization strategy was done in two steps that included the formulation of the mathematical model for calculating the potential environmental impact -which covered energy consumption, global warming potential and toxicity potential. The step followed atierwards was the implementation of the mathematical model, implying on the emergence of the environmental cost burden. In the case study of West Jakarta area, the implementation of mathematical model for calculating the environmental impact potential indicated that the scenario of solid waste treatment system with the combination of composting technology and reusable landfill technology (Scenario 3) is the optimal solid waste treatment system for the study area. The combination of alternative solid waste treatment technology selected was based on a cost-benefit analysis which has considered the aspect of land scarcity and potential environmental impacts."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2010
D1889
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Selviana Putri
"Fenomena Urban Sprawl di Jabodetabek menjadi pemicu adanya aktivitas antropogenik yang menjadi ancaman manusia karena secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemari lingkungan, khususnya pencemaran air. United States Environmental Protection (EPA) mengkategorikan adanya priority pollutant yang perlu ditinjau lebih utama dalam mendeteksi komponen kimia dalam air, yaitu logam kadmium (Cd), tembaga (Cu), dan seng (Zn). Deteksi logam total dilakukan dengan Spot Sampling dan logam labil dilakukan dengan metode Diffusive Gradient in Thin Film (DGT). Penelitian dilakukan di Sungai Ciliwung Hilir pada 3 titik sampling, yaitu Pintu Air Manggarai, Pintu Air Istiqlal, dan Pintu Air Jembatan Merah. Selama 9 hari penelitian, device DGT diletakkan untuk mengakumulasi logam labil. Setelah proses penempatan, dilakukan pengujian sampel dengan menggunakan instrument ICP-OES untuk unsur logam Cu dan Zn, dan instrumen ICP-MS untuk unsur logam Cd. Konsentrasi logam total Cd (Ctotal-Cd) pada Sungai Ciliwung Hilir pada Titik A, Titik B, dan Titik C secara berturut-turut adalah 0,25 x 10-3 mg/L; 0,28 x 10-3 mg/L; dan 0,24 x 10-3 mg/L. Ctotal-Cu pada Sungai Ciliwung Hilir pada Titik A, Titik B, dan Titik C secara berturut-turut adalah 10,46 x 10-3 mg/L; 10,63 x 10-3 mg/L; dan 9,24 x 10-3 mg/L. Ctotal-Zn pada Sungai Ciliwung Hilir pada Titik A, Titik B, dan Titik C secara berturut-turut adalah 47,31 x 10-3 mg/L; 85,18 x 10-3 mg/L; dan 32,27 x 10-3 mg/L. Efisiensi resin Chelex-100 pada device DGT dalam mengerap massa logam Cd, Cu, dan Zn dalam waktu kontak selama 5 hari secara berturut-turut adalah 16,95%; 41,51%, dan 98,5%. Dengan kemampuan tersebut, device DGT dapat menyerap kosentrasi logam labil pada air Sungai Ciliwung Hilir dengan konsentrasi logam labil Cd (Clabil-Cd) pada Titik A, Titik B, dan Titik C berturut-turut adalah 0,02 µg/L; 0,04 µg/L; dan 0,09 µg/L. Clabil-Cu pada Titik A, Titik B, dan Titik C berturut-turut adalah 1,36 µg/L; 1,08 µg/L; dan 0,45 µg/L. Clabil-Zn pada Titik A, Titik B, dan Titik C berturut-turut adalah 39,36 µg/L; 195,92 µg/L; dan 38,71 µg/L. Maka dari itu, rasio logam labil dan logam total (Clabil/Ctotal) untuk unsur Cd, Cu, dan Zn berturut-turut adalah 8,36-37,55%; 4,83-13,05% dan 83,18-230,02%.

The Urban Sprawl phenomenon in Jabodetabek is the trigger for anthropogenic activities that pose a threat to humans because they can directly or indirectly pollute the environment, especially water pollution. United States Environmental Protection (EPA) categorizes the priority pollutant that needs to be reviewed more primarily in detecting chemical components in water, namely cadmium (Cd), copper (Cu), and zinc (Zn) metals. In detecting the presence of heavy metal contamination, this research was carried out by spot sampling to detect total metals and Diffusive Gradient in Thin Film (DGT) to detect labile metals. This research was conducted on the Ciliwung River Downstream at 3 sampling points, Manggarai Sluice Gate (Point A), Istiqlal Sluice Gate (Point B), and Jembatan Merah Sluice Gate (Point B). During the 9 days of research, DGT devices adsorb and accumulate labile metals. After the deployment process, testing was carried out for both samples from the three points using the ICP-OES instrument for Cu and Zn metal elements, and the ICP-MS instrument for Cd metal elements. The total metal concentration of Cd (Ctotal-Cd) in the Ciliwung River Downstream at Point A, Point B, and Point C is 0,25 x 10-3 mg/L; 0,28 x 10-3 mg/L; and 0,24 x 10-3 mg/L, respectively. Ctotal-Cu in the Ciliwung River Downstream at Point A, Point B, and Point C is 10,46 x 10-3 mg/L; 10,63 x 10-3 mg/L; and 9,24 x 10-3 mg/L, respectively. Ctotal-Zn in the Ciliwung River Downstream at Point A, Point B, and Point C 47,31 x 10-3 mg/L; 85,18 x 10-3 mg/L; and 32,27 x 10-3 mg/L, respectively. Chelex-100 resin on DGT device can absorb mass of the Cd, Cu, and Zn metals in contact time for 5 days is 16.95%; 41.51%; and 98.5%, respectively. With this capability, the DGT device can absorb labile metal concentrations in the water of the Ciliwung Hilir River with the labile metal concentration of Cd (Clabile-Cd) at Point A, Point B, and Point C was 0,02 µg/L; 0,04 µg/L; dan 0,09 µg/L , respectively. Clabile-Cu at Point A, Point B, and Point C was 1,36 µg/L; 1,08 µg/L; dan 0,45 µg/L , respectively. Clabile-Zn at Point A, Point B, and Point C was 39,36 µg/L; 195,92 µg/L; dan 38,71 µg/L , respectively. Thus, the ratio of labile metal per total metal (Clabile/Ctotal) for Cd, Cu and Zn is 37,55%; 4,83-13,05% and 83,18-230,02%, respectively."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afrizha Ramdha
"Urban Sprawl biasanya dianggap sebagai perkembangan yang tidak terkontrol, pelarian dari kota, perubahan lahan desa menjadi suburban neighborhood dan pusat perbelanjaan (Staley, 1998). Urban Sprawl belum memiliki pengertian utuh dalam kesepakatan bersama, akan tetapi beberapa ahli menjelaskannya dalam karakteristik dan dampak yang hampir sama (sebagian besar negatif). Buruknya aksesibilitas merupakan salah satu ciri khas urban Sprawl yang paling menonjol. Aksesibilitas kawasan bagi penduduk setempat terhadap fasilitas lokal, tempat kerja, dan transportasi umum sangatlah sulit, terutama bagi anak-anak dan lanjut usia.
Ciri ini menyiratkan ciri khas lain yang sering disebut ketergantungan terhadap kendaraan bermotor (automobile dependency). Ketergantungan terhadap kendaraan bermotor menyebabkan produksi kendaraan bermotor tak akan habisnya dan menjadi salah satu penyumbang padatnya kendaraan bermotor di kota, seperti di Jakarta. Pertanyaannya adalah mengapa faktor aksesibilitas menjadi penting dalam proses terjaclinya ill-ball Sprawl.
Skripsi ini akan membahas berbagai referensi yang terkait dengan rrrbarr sprawl dengan terfokus pada aksesibilitas kawasan serta mengujinya dengan menelusuri proses terjadinya urban Sprawl melihat dari aksesibilitas penduduk setempat di daerah permukiman pinggir kota Jakarta yang diduga mengalami perkembangan Sprawl.

Urban Sprawl is usually thought of as uncontrolled growth, a flight from the cities, the transformation of rural land into suburban neighborhoods and shopping malls (Staley, 1998). Urban Sprawl doesn't have a comprehensive definition in public consensus yet, except some experts explain it in almost similar characteristics and impacts (partly full of negatives). Bad accessibility is one of the most prominent characteristics of urban sprawl. Region accessibility for inhabitants to local facilities, working places, and public transportations is very hard, especially for children and old men.
This characteristic implies another character that often called automobile dependency. The dependency to automobile caused unlimited automobile productions and one of high dense contributors of automobile in cities, like Jakarta. The question is why accessibility factor become important to the process of urban sprawl takes place'
This script will discuss any references concerned to urban sprawl and focus to region accessibility and put to test to observation of the process of urban sprawl takes place in perspective of local inhabitant's accessibility in residences of outer border of Jakarta that in suspect of sprawling development.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S52249
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Amalia
"Program Peningkatan Kualitas Permukiman dilaksanakan tahun 2018-2022 pada 220 RW Kumuh dari total 445 RW Kumuh di DKI Jakarta yang berupa penataan fisik melalui peningkatan jalan lingkungan, trotoar, drainase lingkungan, penerangan jalan umum, septictank komunal, IPAL komunal, penghijauan, dan persampahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dampak program terhadap harga tanah di DKI Jakarta serta menguji hubungan spasial dari faktor-faktor yang mempengaruhi harga tanah khususnya di lokasi Transit Oriented Development Dukuh Atas dan Istora Senayan. Variable dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga tanah sedangkan variable independennya merupakan dummy treatment RW kumuh yang mendapatkan program dengan memasukkan variabel kontrol yang relevan. Data yang digunakan adalah level RW Kumuh serta sub sampel RW tidak kumuh di DKI Jakarta. Dengan menggunakan metode Staggered Difference in Differences didapatkan bahwa nilai pertumbuhan harga tanah pada lokasi penataan memiliki tingkat signifikansi yang lemah dan dapat meningkatkan harga tanah rata-rata hanya sebesar Rp. 68.919,-/m2 dibandingkan dengan RW yang tidak mendapatkan program peningkatan kualitas permukiman. Sementara itu pada analisis spasial menambahkan variable penjelas antara lain tingkat kekumuhan, kepadatan penduduk, aksesibilitas, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, pusat perbelanjaan, ruang publik dan daerah rawan banjir. Dengan menggunakan metode Spatial Durbin Mode diperoleh bahwa faktor-faktor yangmempunyai hubungan spasial dalam mempengaruhi harga tanah secara langsung dan tidak langsung yaitu kepadatan penduduk, tingkat kekumuhan, fasilitas pendidikan, ruang publik dan rawan banjir. Selain itu, penelitian ini juga mengukur harga tanah dalam klaster RW dengan menggunakan metode LISA (Local Indicator Spatial Asociation) serta mengkaji pengelompokan spasial yang signifikan di sekitar wilayah pengamatan.

The Urban Settlement Quality Improvement Program was implemented in 220 slum areas (RW) out of a total of 445 slum areas in DKI Jakarta from 2018 to 2022. The program focused on physical design through improving environmental roads, sidewalks, environmental drainage, public street lighting, communal septic tanks, communal wastewater treatment plants (IPAL), greening, and waste management. This study aims to measure the impact of the program on land prices in DKI Jakarta, particularly in the transit-oriented development locations in Dukuh Atas and Istora Senayan, as well as spatial factors affecting land prices. The dependent variable used in this study is land price, while the independent variables include a dummy treatment for slum RWs that received the program with the inclusion of relevant control variables. The data used include slum RW levels and sub-samples of non-slum RWs in DKI Jakarta. Using the Staggered Difference in Differences method, it was found that the increase in land prices in the developing areas had considerably weak statistical significance and only increased the average land price by Rp. 68,919 per square meter compared to RWs that did not receive the settlement quality improvement program. The spatial analysis added explanatory variables such as slum level, population density, accessibility, health facilities, educational institutions, shopping malls, public spaces and flood-prone areas. Using Durbin spatial model method, it was found that direct and indirect factors affecting land prices are population density, slum level, educational institutions, public spaces and flood-prone areas. In addition, this study measured land prices in RW clusters using the Local Indicator Spatial Association (LISA) method and examined the significant spatial clustering around the observation area."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adiva Thara Rahmadianti
"Masa remaja merupakan fase kritis dalam perkembangan manusia, ditandai dengan perkembangan secara fisiologis dan psikologis yang pesat, serta perubahan dalam dimensi sosial. Ini adalah masa pertumbuhan dan penemuan diri, di mana seorang individu bertransisi dari masa kanak-kanak menuju kedewasaan. Perubahan di masa ini mendorong munculnya keinginan dan kebutuhan baru yang juga tercerminkan dalam dimensi spasial. Dalam upaya menciptakan batasan antara dirinya dengan orang lain dan mencari kemandirian, remaja sering kali menginginkan ruang untuk menyendiri atau bersama teman sebaya, dan fenomena ini kemudian dapat dilihat melalui sudut pandang architectural privacy. Studi ini mengeksplorasi cara remaja memenuhi kebutuhannya akan architectural privacy dengan melibatkan 4 responden yang tinggal di dua tipe permukiman yang berbeda. Remaja yang tinggal di permukiman formal dengan ruang sendiri di rumah mencapai keadaan privasi yang tinggi dengan keberadaan batas-batas tetap di kamarnya sendiri. Remaja di pemukiman informal yang berbagi ruang di rumah dengan anggota keluarga lainnya, mencari privasi dengan menciptakan teritori sementara di ruang di luar rumah, seperti di taman. Mereka menciptakan keadaan privasi menggunakan semi-fixed features dan jarak dengan orang lain.

Adolescence is a critical phase in human development, characterized by rapid physical and psychological development, as well as changes in the social dimension. It is a time of growth and self-discovery, where an individual transitions from childhood to maturity. The changes in this period of development encourage new wants and needs, and it is reflected in the spatial dimension. In an effort to create boundaries between the self and others, as well as the search for independence, adolescents often seek spaces to be alone or to be with friends, and this phenomenon can be seen through the lens of architectural privacy. This study explores how adolescents fulfill their need for architectural privacy by involving 4 respondents who live in two different types of settlements. Adolescents who live in formal settlements with their own space at home achieve a high state of privacy through the fixed boundaries of their own rooms. Adolescents in informal settlements who share their space at home with other family members seek privacy by creating temporary territories in spaces outside their home, such as parks. They create a state of privacy using semi-fixed features and distance from others."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhidin Susanto
"Kecamatan Ciampea, kabupaten Bogor telah berkembang pesat menjadi kawasan perkotaan. Tekanan pertumbuhan penduduk dan urbanisasi menyebabkan peningkatan kawasan permukiman dan perubahan fungsi lahan. Penelitian bertujuan menganalisis perkembangan kawasan permukiman di kecamatan Ciampea yang meliputi analisis pola sebaran, kesesuaian guna lahan dan faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi lokasi permukiman. Penelitian menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif ditambah dengan penjelasanpenjelasan dengan metode kualitatif.
Dengan analisis tetangga terdekat didapatkan pola sebaran permukiman perkotaan di Ciampea cenderung mengelompok, sementara pola sebaran permukiman pedesaan menunjukkan pola seragam. Hasil evaluasi guna lahan disimpulkan 98,74% permukiman perkotaan sesuai dengan kebijakan tata ruang kabupaten Bogor, sementara kesesuaian permukiman pedesaan 75,56%. Dari kesesuaian kondisi geografis, permukiman perkotaan dan pedesaan sebagian besar berada dikawasan layak bangun (96,82% dan 90,88%).
Hasil analisis komponen utama diketahui bahwa faktor dan variabel yang mempengaruhi sebaran dan perkembangan lokasi permukiman di kecamatan Ciampea adalah: faktor sosial demografi (kepadatan, kondisi pendatang, kesamaan pendidikan & pekerjaan dan kesamaan suku & budaya); faktor infrastruktur (fasilitas, akses jalan, akses pada pekerjaan, kendaraan, dan moda angkutan); faktor Fisik Lingkungan (kualitas hunian, sumber air dan suasana alam); faktor Ekonomi (harga rumah dan biaya transportasi); dan faktor Kebijakan (kredit bank dan pengetahuan kebijakan tata ruang).

Ciampea district, Bogor regency has rapidly developed into urban areas. Pressures of population growth and urbanization led to an increase in settlement areas and land use change. This study aims to analyze the development of residential areas in the Ciampea district that includes distribution pattern analysis, the suitability of land use and the factors that affect settlement location preferences. This study used a descriptive quantitative approach coupled with explanations with qualitative methods.
With nearest neighbor analysis of the distribution pattern obtained urban settlements in Ciampea tend to cluster, while the distribution pattern of rural settlements is dispered. The results of the evaluation of land use 98.74 % of urban settlements concluded in accordance with the Bogor district land policy, while 75.56 % of rural settlements suitability. Suitability of geography, urban and rural settlements mostly decent wake region ( 96.82 % and 90.88 % ).
The results of principal componen analysis shows that the factors and variables that affect the distribution and development of settlements in the district Ciampea are: socio-demographic factors (density ,entrants conditions , the similarity education & employment and culture & ethnicity); infrastructure factors (facilities, access roads, access to jobs, vehicles, and modes of transportation); Environment Physical factors (residential quality, water resources and natural atmosphere); Economic factors (housing prices and transportation costs), and policy factors (bank credit and knowledge of spatial policy).
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurbaity
"[Tesis ini menganalisis pemaknaan dan reaksi manusia gerobak terhadap ruang urban Jakarta. Pemaknaan terhadap ruang urban Jakarta oleh manusia gerobak dan reaksi mereka terhadap regulasi di ruang urban Jakarta menjadi pertanyaan dalam tesis ini. Data diperoleh melalui pendekatan etnografi dengan wawancara mendalam kepada
manusia gerobak di Jakarta Selatan, dan observasi kegiatan manusia gerobak. Tesis ini menggunakan konsep urban dan hegemoni untuk menjawab rumusan masalah. Hasil penelitian menunjukkan manusia gerobak memaknai ruang urban Jakarta dengan eksistensi melalui mobilitas mereka untuk dapat bertahan di ruang urban Jakarta.
Manusia gerobak menunjukkan reaksi berupa resistensi terhadap regulasi di ruang urban Jakarta. Mereka menunjukkan resistensi dengan tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk, menolak bekerja dalam sektor formal dengan memilih menjadi manusia gerobak, dan tidak ingin menempati rumah tinggal seperti yang diberikan oleh pemerintah. Resistensi ini menjadi bentuk gerakan untuk menuntut hak mereka atas kota dalam konteks Jakarta sebagai ruang urban;This thesis analyses how manusia gerobak makes meaning out of the urban space of
Jakarta. It evaluates manusia gerobak’s meaning making process and how they react to the urban regulation in Jakarta. The main research method is utilizing ethnographic tools which consist of in-depth interviews and observations of manusia gerobak in South Jakarta. In analyzing the data, the concepts of urban and hegemony are used to
answer the research questions. Research findings reveal that the meaning making process is done within the manusia gerobak’s mobility as a way to reflect in their existence in Jakarta. At the same time, manusia gerobak show their resistance to regulation by rejecting to have Jakarta’s identity card, refusing to work in formal sector by choosing to be a manusia gerobak as their job, and not wanting to stay in formal settlements, such as houses provided by the government. All of these represent their resistance in claiming their rights to the city in the context of Jakarta as an urban space, This thesis analyses how manusia gerobak makes meaning out of the urban space of
Jakarta. It evaluates manusia gerobak’s meaning making process and how they react to
the urban regulation in Jakarta. The main research method is utilizing ethnographic
tools which consist of in-depth interviews and observations of manusia gerobak in
South Jakarta. In analyzing the data, the concepts of urban and hegemony are used to
answer the research questions. Research findings reveal that the meaning making
process is done within the manusia gerobak’s mobility as a way to reflect in their
existence in Jakarta. At the same time, manusia gerobak show their resistance to
regulation by rejecting to have Jakarta’s identity card, refusing to work in formal sector
by choosing to be a manusia gerobak as their job, and not wanting to stay in formal
settlements, such as houses provided by the government. All of these represent their
resistance in claiming their rights to the city in the context of Jakarta as an urban space]"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
T44305
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marcel Pratama
"Rasa takut merupakan emosi yang dibawa manusia sejak lahir dan tak pernah hilang dari benaknya, seumur hidup. Manusia melakukan beragam respon terhadap rasa takut untuk memperoleh kebutuhan dasarnya akan rasa aman. Respon tersebut salah satunya terlihat dari makna hunian sebagai ruang defensif, disamping fungsinya sebagai tempat tinggal, hidup, dan beraktivitas. Karena itu, sebuah lingkungan maupun unit hunian yang ada di dalamnya akan menampilkan ekspresi rasa takut para penghuni, baik terhadap fenomena alam maupun sosial, melalui wujud fisik tertentu. Ancaman biasanya datang dari luar, sehingga ekspresi rasa takut pada hunian akan diperlihatkan oleh elemen-elemen batas yang mempertegas teritori, antara bagian dalam dan luar. Teritori memiliki kecenderungan memperbesar diri sebagai bentuk adaptasi, dengan mengambilalih teritori lain. Batas teritori umumnya menampilkan wujud fisik yang statis, permanen, tegas, dan kokoh, sebagai upaya pencegahan, sehingga bertolak belakang dengan respon paling dasar manusia saat terancam yaitu meloloskan diri, yang lebih dinamis dan kondisional.

Fear is an innate emotion that will never been disappeared from human mind, in a whole life. People do various responses to fear, to get their basic needs of safety. One of those responses appears in a sense of dwelling as a defensible space, beside its main function as a place to stay, live, and do activities. Therefore, a dwelling environment and units inside, show the fear expression of the inhabitants because of both social and natural phenomenon of threats, in a form of physical appearance. Threat usually come from outside, and fear expression in a dwelling is shown by the boundary which make territory more obvious, between inside and outside. Territory is leaning to extend itself as an adaptation, by occupying other territory. Territory boundary generally shows a static, permanent, and persistent physical appearance, as an anticipation, contradict with human basic response of threat, that is to escape or to get away, which is more dynamic and conditional."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S52345
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>