Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 68597 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nathasya Lintang Ayasha Kirti
"Tesis ini berusaha menjelaskan mengenai fenomena festival yang terjadi di ruang-ruang kota dan bagaimana keberadaan festival berkaitan dengan konsep liminal dalam transformasi ruang kota. Festival sebagai sebuah aktivitas publik bisa digunakan sebagai pertimbangan perancangan kota terutama pada kota yang berorientasi pada pariwisata budaya. Perancangan kota yang berorientasi pada festival merupakan kajian yang baru bagi pendekatan perancangan. Penelitian ini berusaha menemukan strategi desain perancangan dengan memahami sifat liminal dalam kota melalui festival. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang berfokus pada eksplorasi konsep liminal dalam mekanisme transformasi ruang untuk festival di ruang-ruang kota. Tesis ini akan mengangkat Kota Surakarta sebagai lokus penelitian mempertimbangkan keberadaan festival yang sangat signifikan dalam perkembangan pariwisata budaya serta menjadi strategi keberlanjutan kota. Hasil dari penelitian ini adalah strategi desain perancangan kota yang berorientasi pada festival berdasarkan kajian tentang konsep liminal dalam ruang kota.

This thesis aims to explain the phenomenon of festivals that occur in urban spaces and how the presence of festivals is related to the liminal space of the city. Festivals, as a public activity, have become a consideration in city planning, especially in cities oriented towards cultural tourism. Festival-oriented city planning is a new study in the field of urban design. This research seeks to formulate design planning strategies by understanding festivals and realizing them through the liminality of spaces. This qualitative research focuses on understanding liminality through the mechanism of spatial transformation due to festival. The thesis will focus on the city of Surakarta as the research locus, considering the significant presence of festivals in the development of cultural tourism and as a sustainability strategy for the city. The result of this research is a design planning strategy for the city oriented towards festivals, taking into account the liminality of spaces in the city."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wulan Tetris Lucas Sibatuara
"Dalam kehidupan sehari - hari, kita sering melakukan perpindahan dari satu tempat menuju tempat lain. Dalam perpindahan tersebut, ada sesuatu yang kita tandai sebagai bukti bahwa kita sudah melakukan perpindahan. Sesuatu ini dapat berupa aspek fisik dan non fisik yang memiliki liminalitas dan akhirnya membentuk ruang liminal.. Oleh karena itu, karakteristik ataupun kualitas ruang liminal menjadi hal yang cukup penting untuk diwadahi pada area yang memiliki mobilitas tinggi seperti area transit. Fokus pembahasan pada skripsi ini adalah peranan dan identitas stasiun sebagai ruang liminal. Hal ini dilihat melalui konteks dan eksistensinya terhadap lingkungan sekitarnya.
Studi kasus dilakukan terhadap stasiun Jakarta kota sebagai stasiun akhir dan city centre terminal. Stasiun sebagai ambang terlihat melalui hubungan antara stasiun dan kota Jakarta terkait dengan migrasi dari daerah Jawa dan juga konteksnya terhadap kawasan kota Tua dan daerah perdagangan serta pusat bisnis Jakarta. Selain itu, akan dibahas pula mengenai liminalitas stasiun Jakarta kota sebagai medium melalui foto - foto perkembangan stasiun Jakarta Kota dan sekitarnya dan melalui pengalaman yang dialami penulis ketika berada di dalam dan di sekitar stasiun kota. Temuan skripsi ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan untuk mendesain area transit sebagai salah satu ruang liminal, dimana aspek liminalitas ruang turut diperhatikan di samping aspek fungsional dan estetika.

We often move from one place to another place. In that movement, there is something marked as a proof that we have been doing it. These things can be physical and non physical aspects that have liminality and they will form a liminal space. Therefore, it's important to contain the characteristics or quality of the liminal spaces in areas that have high mobility, such as transit area. The focus of this study is the role and the identity of station as a liminal space. It will be seen by its context and its existence with the surroundings area.
The object study of this study is Jakarta Kota station as the ending station and the city centre terminal. Station as threshold can be seen through the connection between station and the city influenced the migration from the area of Java and it also can be seen by its context with the area of Kota Tua and by its context with the centre of trade and business of Jakarta. In addition, it will be discussed about the liminality of Jakarta Kota station as a medium through the photographs showing the development of Jakarta Kota station and its surrounding and through the experience that the writer felt when she was at the station and when she walked around the building of station. Finally, this study provides suggestion for designing the transit area as one of liminal spaces, the aspects of liminality should become the focus attention beside functional and aesthetic aspects.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S900
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Zukhrufi Lutfi
"Kegiatan merancang perkotaan kerap menyebutkan konsep-konsep pembagian (edge, gap, enclosure, division, segment) dan pengaturan ruang perkotaan secara fungsional. Hal tersebut dapat dikontekskan pada Kota Dumai yang hadir di antara pembagian zona-zona ruang industri pengolahan minyak bumi, yaitu sebagai ruang antara tempat berkerja dan tempat beristirahat (rumah) bagi pekerjanya. Kehadiran pita-pita jalan sebagai salah satu ruang publik terbagi menjadi 2 kepentingan yang memisahkan antara kehidupan keseharian dengan fungsi distribusi industri. Era postindustri yang berbasis bahan baku minyak bumi kemudian menghadirkan skenarioskenario perubahan pada ruang kotanya.
Dari fenomena di atas, pada tulisan ini ingin mencari translasi merancang perkotaan dengan menghadirkan konsep liminal. Merujuk pada karakteristiknya, liminal merupakan ruang/ waktu antara - 'ambang' dan juga sebagai sebuah aksi/tindakan transisi yang dilakukan secara 'sadar'. Liminal membagi dan kemudian mengikat kembali kondisi, kategori, individu, kelompok dalam satu komunitas sosial-berkota. Referensi-referensi terkait konteks ruang dan skenario keseharian Kota Dumai seperti aktor, interaksi, dan events yang dilakukan melalui metode reading dan extracting menjadi cara representasi perancangan ruang liminal sebagai ruang publik dan place making terhadap Kota Dumai.

Urban design activities often mention about the concept of division (such as edge, gap, enclosure, division, segment) and functional arrangement of urban space. It can be contextualized to Dumai City that exists between the division of petroleum proccessing industry zones, namely the space between working area and resting area (house) for the workers. And then, the presence of the road fabric as one of the public space on the city is divided into two interests - that separate the daily life of urban space and industrial distribution life. The perspective about the post- petroleum industrial era that based on unrenewable material (mine oil) brings couple alternative scenarios how the city face it and make the changes to urban space.
Based on that phenomena, this paper wants to find and propose the translation about urban design by presenting the concept of Liminal. Referring to its characteristics, liminal are a space/ time in between namely threshold. Liminal also a 'conscious' transition action, that dismantle (deconstruct) and then construct again the conditions, categories, individuals, groups within social community of urban space. References related to the context of space and Dumai`s everyday scenario such as humans, interactions, and events are conducted through reading and exctacting as design methods to represent liminal as the form of public space and the way of place making in Dumai City."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T49678
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Bintang Akbar
"Manusia tentunya mengalami pengalaman ruang ketika berhubungan dengan elemen arsitektur. Salah satu fenomena yang kerap terjadi adalah aspek familiarity dalam konteks arsitektur. Ketika manusia merasa familier dengan ruang di sekelilingnya, manusia akan merasa aman dan nyaman bertingkah laku. Familiarity dapat hadir sebagai sesuatu yang dibangun dari berbagai konfigurasi elemen spasial maupun identitas yang memberikan pengaruh kepada penggunanya. Selain itu, kehadiran familiarity tentunya akan memberikan pengalaman sense of place pada manusia terhadap ruang yang diokupasi. Familiarity dapat kita temui dalam rutinitas kehidupan. Salah satunya adalah familiarity dalam perpindahan manusia pada transportasi kota. Proses berpindah menghasilkan bukti yaitu berupa aspek fisik dan non fisik yang memiliki liminalitas dan akhirnya membentuk ruang liminal. Ruang liminal identik dengan medium yang ambigu dan sebagai perantara perpindahan manusia. Manusia hanya mengokupasi ruang ini sebagai ruang ketiga untuk memenuhi kebutuhan mobilitas. Namun, semakin hari tuntutan kebutuhan dan pengalaman manusia terhadap ruang semakin meningkat. Manusia cenderung ingin merasakan kenyamanan bahkan di tempat yang asing sekalipun. Kenyamanan ini dapat hadir melalui familiarity yang terbentuk karena kemampuan ruang dalam menghadirkan sense of place bagi penggunanya. Melalui studi kasus pada transportasi kota, kajian ini menginvestigasi bagaimana familiarity memiliki pengaruh terhadap pengguna dalam memenuhi kebutuhan dan pengalamannya dalam konteks ruang liminal pada transportasi kota.

Humans naturally experience space when interacting with architectural elements. One common phenomenon is the aspect of familiarity in the context of architecture. When people feel familiar with the space around them, they feel safe and comfortable behaving in it. Familiarity can be built from various configurations of spatial elements or identities that influence its users. Additionally, the presence of familiarity certainly provides a sense of place for people in the spaces they occupy. Familiarity can be encountered in the routines of daily life. One example is the familiarity in human movement within urban transportation. The process of moving creates evidence in the form of physical and non-physical aspects that possess liminality and eventually form liminal spaces. Liminal spaces are characterized by their ambiguous nature and act as intermediaries in human movement. People only occupy these spaces as third spaces to meet their mobility needs. However, over time, the demands for human needs and experiences in spaces are increasing. People tend to seek comfort even in unfamiliar places. This comfort can be achieved through familiarity that forms from a space’s ability to provide a sense of place to its users. Through a case study of urban transportation, this study investigates how familiarity influences users in meeting their needs and experiences in the context of liminal spaces within urban transportation."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ganishtasya Endhys Saputri
"Tulisan ini membahas proses sebuah in-between space yang awalnya dianggap sebagai ruang sisa dapat beralih sebagai sebuah place yang memiliki nilai di dalamnya. Tujuan dari penulisan ini untuk memahami bahwa hadirnya manusia dan kualitas ruang fisik memengaruhi transformasi tersebut. In-between space sebagai ruang sisa sendiri merupakan ruang yang terbentuk secara tidak terencana dan berada diantara elemen urban lain. Uniknya, ruang tersebut tetap memungkinkan beragam aktivitas hadir. Kehadiran makna dan sense of place lah yang memicu proses place-making. Dalam memahami konsep transformasi in-between space, skripsi ini menggunakan kasus Kolong Jembatan Slipi yang dianalisis berdasarkan tiga aspek: 1) identifikasi kualitas fisik dan ruang in-between space sebagai ruang sisa; 2) proses kehadiran aktivitas manusia di dalam in-between space; 3) sense of place yang hadir melalui beragam aktivitas. Melalui analisis tersebut menunjukkan bahwa kualitas ruang in-between space dan hadirnya aktivitas manusia memicu perubahan in-between space dari ruang sisa menjadi sebuah place.

This paper discusses about an in-between space that was originally considered as a lost space can turn into a place that has meaning and value in it. The purpose of this paper is to understand that the presence of humans and the quality of physical space influence the transformation. In-between space as lost space is a space that is formed unplanned and is located between other urban elements. These activities are influenced by the characteristics of the physical space between spaces as lost space and also by different human perceptions. In understanding the concept of transformation of the in-between space, this paper uses the case of Kolong Jembatan Slipi, which determines based on three aspects: 1) identification of the physical quality of the in-between space as lost space; 2) the process of the presence of human activities in the in-between space; 3) the emergence of meaning and a sense of place from the connection between human activity and the physical space between spaces. So, it can be said that this paper wants to show that the quality of the in-between space and the presence of human activity triggers the change in the in-between space from as lost space to a place."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marbun, Dorlina Surianta
"Tesis ini merupakan studi yang memfokuskan pada konsep agama terhadap pembentukan ruang kota di Martapura Kalimantan Selatan. Hasil studi ini menunjukkan bahwa Martapura sebagai kota yang menyandang gelar Kota Serambi Mekkah tidak terlepas dari pengaruh sejarah dan keberadaan para tokoh agama yang mampu memberikan pandangan hidup kepada masyarakat kota Martapura yang dalam tesis ini disebut sebagai ?Urang Banjar?. Besarnya pengaruh Islam menjadikan Kota Martapura memiliki ciri yang dapat diidentifikasi melalui penggunaan simbol-simbol dan atribut keagamaan dalam kehidupan masyarakatnya. Perkembangan Kota Martapura sebagai kota yang Agamis tidak terlepas dari pengaruh Pemerintah dengan diterbitkannya beberapa peraturan daerah yang bertujuan untuk tetap menjaga eksistensi Martapura sebagai Kota yang Agamis. Pada akhirnya pola kehidupan etnik Banjar dan pemahaman masyarakat Martapura terhadap Islam membentuk batas teritorial dan batas sosial etnik Banjar yang mendiami Kota Martapura.

This thesis focuses on building urban space through religion concept in Martapura South Borneo. The results of this study show that Martapura as a city of Serambi Makkah is inseparable from the history and influence of the presence of religious leaders who are able to provide a view of life to the people of Martapura that in this thesis called "Urang Banjar". The magnitude of the influence of Islam makes Martapura has a characteristic that can be identified through the use of symbols and religious attributes in the lives of its people. Development of Martapura as a religious city can not be separated from the influence of the Government by issuing some local laws that aim to keep the existence of the Martapura as a religious city. At the end, the life pattern of ethnic Banjar and understanding of Islam forms territorial boundaries and social boundaries of ethnic Banjar that live in Martapura City."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adira Dhiya Aufasya
"Mal menjadi ruang publik yang penting bagi masyarakat kota dengan memasukkan elemen-elemen yang mendukung interaksi sosial. Sebagai ruang privat, mal tentunya tidak dapat berlaku seperti ruang publik sejati karena adanya sifat privat yang tidak memungkinkan kualitas maksimal sebagai ruang publik. Di sisi lain, keinginan masyarakat akan third place (tempat dengan tujuan sosial) yang memadai di perkotaan terwujud dalam bentuk ruang komersial ini. Ruang yang hadir di mal dapat dimaknai dengan bentuk kegiatan yang berbeda berdasarkan kualitas ruang dan kebutuhan pengguna.
Studi kasus yang digunakan untuk memahami konsep ini adalah Central Park Mall yang akan ditelusuri proses pemaknaan ruangnya melalui placemaking yang terjadi. Skripsi ini dibuat untuk mengidentifikasi mal sebagai ruang publik dan perannya dalam mewujudkan third place di lingkup kota berdasarkan pemaknaan ruang yang ada

Shopping malls have became important public space for urban communities by incorporating elements that support social behavior. As a private space, shopping malls certainly can not act like a true public space because of its private nature which does not allow maximum quality of a public space. On the other hand, people's desire for an adequate third place (a place with social purposes) in urban area is realized in the form of this commercial space. The space present in shopping mall can be interpreted in different forms of activity based on the quality of the space and the needs of the user.
The case study used to understand this concept is Central Park Mall which will trace the process of interpreting the space through the act of placemaking that occurs. This study is made to identify shopping mall as a public space and its role in realizing the third place in urban area based on how people occupy the space.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alvina Olivia Jeanette
"Penulisan ini membahas tentang pengalaman adaptasi yang dialami oleh pengguna ruang ketika berada di ruang liminal. Ruang liminal merupakan titik transisi yang menghubungkan dua area yang berbeda sehingga memiliki karakter ambigu yang membuat pengguna bisa kebingungan ketika berada di dalamnya. Penulisan ini bertujuan menjelaskan kemungkinan tindakan adaptasi yang dilakukan oleh pengguna untuk merespon kebingungan di titik-titik tertentu. Penulisan ini menggunakan kasus Stasiun MRT bundaran HI untuk menganalisis proses adaptasi pengguna melalui tindakan proses penyebaran indra ke sekitar (diffuse), meluangkan waktu sejenak untuk merenungkan kondisi (pause) dan menyatu dengan ruang (merge). Melalui penulisan ini, didapati bahwa transformasi bisa terjadi di dalam ruang liminal itu sendiri berupa tindakan proses adaptasi dalam berbagai macam gerakan dan urutannya. Hal itu bergantung pada rasa familiaritas kita yang diakibatkan faktor frekuensi dan jangka waktu pengguna dalam ruang, serta kepekaan terhadap kebutuhan pengguna dan karakter spasial ruang liminal pada tiap titik adaptasi.

This paper discusses the experiences of adaptation encountered by users in liminal spaces. Liminal spaces serve as transitional points that connect two different areas, resulting in an ambiguous nature that can confuse users when they are inside. The purpose of this writing is to explain the possible adaptive actions taken by users to respond to confusion at specific points. The case of Bundaran HI MRT Station is used to analyze the user adaptation process through actions such as sensory diffusion to the surroundings, taking a momentary pause to reflect on the conditions, and merging with the space. Through this writing, it is found that transformations can occur within the liminal space itself through various adaptive actions and sequences of movements. This depends on our sense of familiarity, influenced by factors such as the frequency and duration of the user's presence in the space, as well as awareness of user needs and the spatial characteristics of the liminal space at each point of adaptation."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardiansyah
"Skripsi ini membahas bagaimana masyarakat kampung kota memaknai jalan dalam kampungnya dengan mengambil studi kasus sebuah legitimasi atas transformasi jalan pada kampung Bidaracina. Metode yang digunakan dalam survei menggunakan metode observasi, wawancara, emic (menjadi subjek pengamatan), melakukan pemetaan kejadian, dan mengambil foto berdasarkan waktu yang berbeda. Pembahasan mencakup tentang ruang, tempat, dan ruang sosial yang digunakan untuk memahami konsep pemaknaan ruang. Selain itu dibahas pula implikasi dari adanya legitimasi atas transformasi ruang jalan berupa "pasar kaget" yang berpengaruh pada pembentukkan kampung Bidaracina secara keseluruhan.
Hasil studi menunjukkan masyarakat kampung Bidaracina memaknai jalan utama di kampungnya sebagai pasar ketika pagi hari dan sebagai jalur sirkulasi di waktu lainnya. Adanya legitimasi dan kebutuhan atas keberadaan pasar, kekuatan yang terkandung dalam keberadaan pasar, serta pola perkembangan kampung yang berorientasi kepada kebutuhan pasar melatarbelakangi pemaknaan jalan bagi warga kampung Bidaracina. Akhirnya keberadaan jalan sebagai "pasar kaget" selama 51 tahun sebagai pusat ekonomi sosial kampung dan menduduki hierarki tertinggi dalam kampung, memberikan kontribusi yang sangat besar bagi pembentukkan natural organik yang terjadi pada kampung Bidaracina.

This thesis discusses how society interpret street in the Kampung by taking a case study of legitimacy to the transformation of the street of Kampung Bidaracina. The methods that used in the survey are observation, interviews, emic (being the subject of observation), mapping of events, and taking photos by different time. The discussion covers about space, place, and social space that used to understand the concept of value of space. In addition, also discussed the implications of their legitimacy to the transformation of street space in the form of "pasar kaget" affecting the overall Kampung Bidaracina's formation.
The study shows the society in Bidaracina interpret the main street in the Kampung as a market when the mornings and as a circulation space at any other time. Their legitimacy and the need for the existence of the market, the power contained within its market presence, and development patterns of Kampung that oriented to the needs of the market, are underlying the meaning of street by society of Kampung Bidaracina. Finally, the existence of the street as a "pasar kaget" for 51 years as the center of social economic Kampung and occupy the highest hierarchy in the Kampung, greatly contributing to the organic natural formation of Kampung Bidaracina."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S63194
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khaulah
"Postmodernisme muncul dilatarbelakangi oleh kesadaran akan tidak ada lagi suatu stabilitas dan sering kali akan tidak mungkinnya ada perbedaan antara suatu realitas dan simulasi. Postmodernisme memiliki tujuan untuk menciptakan ekspresi baru bukan hanya melalui seni namun juga kultur. Akibatnya, kota-kota era Postmodern berhubungan dengan suatu image tertentu akan perkotaan, yang terdiri dari konglomerasi ide dan gambar. Ide akan postmodernisme memiliki keterkaitan dengan ruang-ruang simulasi dan kehidupan hiperrealitas. Dampak negatif dari hiperrealitas terlihat dari sisi media dan literatur yang merupakan ancaman untuk masyarakat kontemporer dalam kaitannya dengan realitas dan representasi. Film mampu menangkap krisis Postmodern baik dalam penggunaan gambarnya secara visual maupun kemampuannya untuk berubah beriringan dengan ruang dan waktu. Skripsi ini bertujuan untuk melihat ide tentang hiperrealitas dan simulasi dari teori Postmodern bisa membantu kita memahami realitas dalam pengalaman kehidupan di ruang urban dan bagaimana media berperan membentuk image hiperrealitas ruang urban. Skripsi ini juga bertujuan untuk melihat analisis hiperrealitas dari media film The Truman Show dengan ide tentang kehidupan di era Postmodern yang direfleksikan terhadap ruang urban nyata

Postmodernism emerged as a result of the awareness that there is no longer stability and often an impossible difference between reality and simulation. The idea of postmodernism is related to the theory of simulation and images of hyperreality. The negative impact of hyperreality can be seen from media and literature, which pose a threat to contemporary society in terms of reality and representation. Film has an ability to capture the Postmodern crisis, with its visual use of images, with its ability to change continuously. The purpose of this study is to see how the characteristics of postmodernism can affect reality inside of an urban system, to see how the image of hyperreality can be understood through films, and to see where the role of media becomes significant in delivering information related to reality. This study also aims to see the effect of hyperreality, through the reflection from the The Truman Show film’s analysis, on today’s real urban spaces."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>