Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 149059 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maria Graciapalma Nastiti
"Karies gigi disebabkan oleh penumpukan bakteri di dalam mulut, khususnya bakteri Streptococcus mutans, yang menghasilkan plak dan menyebabkan demineralisasi gigi sehingga mengurangi kandungan mineralnya. Untuk mengatasi hilangnya mineral pada gigi, diperlukan solusi perawatan gigi yang dapat melakukan remineralisasi gigi, seperti fluoride varnish. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui viskositas dan pelepasan ion fluor yang paling optimal pada produk fluoride varnish antibakteri. Sifat antibakteri pada fluoride varnish ini berasal dari penambahan ekstrak daun ruku-ruku. Massa pelarut n-hexane merupakan variabel bebas yang digunakan pada penelitian ini. Selain itu, dilakukan pengamatan terhadap nilai dari pH, viskositas, dan pelepasan ion fluor pada penelitian ini. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pelarut n-hexane optimum untuk produk fluoride varnish adalah 15,2%. Fluoride varnish ini memiliki nilai viskositas 1302 cP, pelepasan ion fluor tertinggi sebesar 8,53 mg/L, dan nilai pH 6,7. Pada penlitian ini juga dilakukan uji statistik dengan menggunakan metode t-Test yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada nilai viskositas dan pH sampel. Pada pelepasan ion fluor ketika dilakukan uji One-way ANOVA, didapatkan perbedaan yang signifikan pada variasi pelarut n-hexane 75 g (p<0,05).

Dental caries is caused by the growth of bacteria in the mouth, especially Streptococcus mutans bacteria, which produces plaque and causes tooth demineralization, which can reduce the mineral content. To overcome the loss of minerals in teeth, dental care solutions are needed that can remineralize teeth, such as fluoride varnish. This research aim is to determine the optimal viscosity and release of fluorine ions in antibacterial fluoride varnish products. The antibacterial properties of this fluoride varnish come from the addition of holy basil leaf extract. The mass of the n-hexane solvent is the independent variable used in this research. In addition, observations were made on the values ​​of pH, viscosity, and fluorine ion release in this study. The results obtained show that the optimum n-hexane solvent for fluoride varnish products is 15.2%. This fluoride varnish has a viscosity value of 1302 cP, the highest fluoride ion release of 8.55 mg/L, and a pH value of 6.7. In this research, statistical tests were also carried out using the t-Test method which showed that there were no significant differences in the viscosity and pH values ​​of the samples. In the release of fluorine ions when the One-way ANOVA test was carried out, a significant difference was found in the variation of 75 g n-hexane solvent (p<0.05)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zaidah Qurrota A’yun
"Fluoride varnish merupakan dental material yang diaplikasikan pada permukaan gigi untuk dapat melepaskan fluoride agar remineralisasi dapat terjadi sehingga dapat mencegah karies gigi. Umumnya fluoride varnish diaplikasikan setiap 6 bulan sekali, namun untuk kelompok dengan resiko karies yang tinggi, dapat diberikan setiap 3 bulan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan daun sirih merah terhadap performa produk yang ditinjau dari pelepasan ion dan juga zona inhibisi bakteri. Kemudian dilakukan variasi kapasitas produksi untuk melihat kestabilan performa produk serta dilakukan analisa ekonomi untuk melihat kelayakan bisnis fluoride varnish. Hasil eksperimen didapatkan penggunaan ekstrak daun sirih merah pada pembuatan fluoride varnish dengan kapasitas 100 gr yang dibandingkan terhadap kontrol memiliki pengaruh yang signifikan terhadap zona inhibisi menggunakan bakteri Streptococcus mutans dan pelepasan ion fluoride menggunakan metode ISO 17730;2020 selama 6 jam, namun jika dibandingkan dengan produk komersial MI tidak berbeda nyata terhadap zona inhibisi bakteri maupun pelepasan ion fluor yang menandakan produk cukup baik jika dibandingkan dengan produk komersial. Variasi kapasitas produksi dilakukan untuk melihat apakah produk sudah stabil jika dilakukan scale up. Pada kapasitas produksi 200 gr dan 500 gr, produk sudah stabil namun ketika diproduksi menjadi 1000 gr produk belum stabil dalam pelepasan ion fluor dan zona inhibisi bakteri. Project fluoride varnish dengan ekstrak daun sirih merah sebagai antibakteri dapat dinyatakan layak karena memiliki NPV positif sebesar Rp.32.081.406.436,05, IRR 25,23%, payback period selama 5,4 tahun.

Fluoride varnish is a dental material which is applied to the tooth surface to release fluoride so that remineralization can occur to prevent dental caries. Generally, fluoride varnish is applied every 6 months, but for groups with a high risk of caries, it can be given every 3 months. The purpose of this study was to determine the effect of the addition of red betel leaves on product performance in terms of ion release and bacterial inhibition zone. Then variations in production capacity were carried out to see the stability of product performance and economic analysis was carried out to see the feasibility of fluoride varnish business. The experimental results showed that the use of red betel leaf extract in the manufacture of fluoride varnish with a capacity of 100 g compared to the control had a significant effect on the inhibition zone using Streptococcus mutans bacteria and the release of fluoride ions using the ISO 17730;2020 method for 6 hours. Variations in production capacity were carried out to test the stability of product performance. At a production capacity of 200 gr and 500 gr, the product is stable but when produced to 1000 gr the product is not stable in the release of fluorine ions and bacterial inhibition zone. The fluoride varnish project with red betel leaf extract as an antibacterial can be declared feasible because it has a positive NPV of Rp.32.081.406.436, IRR 25,23%, payback period for 5,4 years."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Tri Yulian Prabowo
"Upaya yang dapat mencegah karies adalah dengan aplikasi bahan remineralisasi berupa topical fluoride yang dicampur dengan ekstrak daun ruku-ruku, dan daun sirih merah. Penggunaannya dapat meningkatkan kekerasan permukaan gigi dan menghambat bakteri penyebab karies. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh peningkatan kekerasan email setelah pengaplikasin fluoride varnish eksperimental modifikasi daun ruku-ruku dan daun sirih merah. Spesimen gigi dibuat sebanyak 24 buah dan dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu kelompok FV + daun ruku-ruku, FV + daun sirih merah, MI Varnish® Fresh Mint (GC, USA), dan kontrol, dilakukan tes kekerasan awal. Kemudian dilakukan perlakuan demineralisasi dengan perendaman saliva buatan (pH 4,5) selama 30 menit , sedangkan untuk fase remineralisasi dilakukan masing-masing kelompok dan perendaman dalam saliva buatan (pH 7) selama 6 jam, dan diletakkan pada suhu 370C. Setelah itu, setiap spesimen diukur kembali kekerasannya dengan alat Microhardness Tester (Shimadzu HMV-G21DT, Jepang), setiap fase demineralisasi dan remineralisasi. Hasil dari uji kekerasan didapatkan terdapat peningkatan yang tidak jauh berbeda dari masing-masing kelompok dengan peningkatan tertinggi pada gigi yang diberi dengan FV+ daun Ruku-ruku, kecuali pada kelompok kontrol yang tidak mengalami peningkatan. Dapat disimpulkan bahwa FV + Daun Ruku-ruku dan dan FV + Daun Sirih Merah dapat meningkatkan kekerasan permukaan email seperti MI Varnish komersial

Efforts that can be made to prevent caries are the application of remineralization materials in the form of topical fluoride mixed with ruku-ruku leaves extract and red betel leaves. Its use can increase the hardness of the tooth surface and inhibit caries-causing bacteria. This study aims to determine the effect of increasing enamel hardness after the application of experimental fluoride varnish with modified ruku-ruku leaves and red betel leaves. 24 dental specimens were made and divided into 4 groups, namely the FV group + ruku-ruku leaves, FV + red betel leaves, MI Varnish® Fresh Mint (GC, USA), and control, All specimens were tested for initial hardness, and hardness after demineralization treatment by immersing in artificial saliva (pH 4.5) for 30 minutes at 370C. Furthermore, after application with FV + ruku-ruku leaves, FV + red betel leaves, and MI Varnish® Fresh Mint (GC, USA), the specimens were immersed in artificial saliva (pH 7) for 6 hours, 370C and then the final hardness measurement was taken. The test results showed no significant differences between the initial hardness, after demineralization, and after remineralization of the four groups. However, The teeth group that experienced highest increase in surface hardness were teeth treated with experimental fluoride varnish mixed with ruku-ruku leaves extract. It can be concluded that FV + Ruku-ruku leaves and and FV + Red Betel leaves can increase the surface hardness of the enamel like commercial MI Varnish"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reagan Cendikiawan
"Latar Belakang: Beberapa penelitian sebelumnya tentang fluoride varnish< (FV) telah dilakukan dengan menambahkan bahan herbal untuk meningkatkan sifat antibakteri dan efektivitas pelepasan ion fluor. Dalam hal ini, produk FV dengan tambahan bahan herbal belum diketahui efek remineralisasi dan peningkatan kekerasan mikro pada gigi manusia yang didemineralisasi secara in vitro. 
Tujuan: Menganalisis potensi remineralisasi dan peningkatan kekerasan mikro enamel gigi setelah aplikasi hasil fabrikasi FV dengan tambahan bahan herbal. 
Metode: Ekstrak daun konsentrasi 0,1 mg/L dibuat dengan metode pemanasan konveksi pada suhu 40oC dan FV diaduk pada suhu 90oC serta kecepatan pengadukan sebesar 280 rpm. Spesimen gigi direndam dalam larutan demineralisasi yang mengandung trisodium fosfat, kalsium klor, dan asam asetat dengan pH 4,6 selama 4 hari. Setelah itu, spesimen diaplikasikan FV sesuai dengan masing-masing kelompok perlakuan. 
Hasil: FVRR (Fluoride Varnish Ruku-Ruku) dan FVSM (Fluoride Varnish Sirih Merah) memiliki jumlah kumulatif dan persentase pelepasan ion fluor yang lebih besar dibandingkan dengan CWV. Analisis CLSM memperlihatkan adanya pengurangan lesi demineralisasi pada FVRR dan FVSM. Peningkatan kekerasan enamel kelompok FVRR dan FVSM lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok CWV dan kontrol negatif. 
Kesimpulan: Potensi remineralisasi dan peningkatan kekerasan mikro enamel gigi setelah aplikasi FVRR dan FVSM lebih baik dibandingkan dengan CWV. 

Background: Several previous studies on fluoride varnish (FV) have been carried out by adding herbal ingredients to increase the antibacterial properties and effectiveness of fluoride ion release. In this case, FV with the addition of herbal ingredients have not been known to have the effect for remineralization and restoration enamel microhardness on demineralized human teeth. 
Aim: To analyze the potential for remineralization and restoration enamel microhardness after the application of FV with the addition of herbal ingredients. 
Methods: Leaves extract concentration of 0.1 mg/L was prepared by convection heating method at 40oC and FV was stirred at 90oC with a stirring speed of 280 rpm. The tooth specimens were immersed in a demineralized solution containing trisodium phosphate, calcium chlorine and acetic acid with a pH of 4.6 for 4 days. Then, the specimens were applied FV according to each treatment group. 
Results: HBV (Holy Basil Varnish) and RBV (Red Betel Varnish) had higher cumulative amount and percentage of fluoride ion release compared to CWV. CLSM showed reduced demineralizing area in HBV and RBV. The increase in enamel hardness in the HBV and RBV groups was higher than CWV and negative control groups. 
Conclusion: The potential for remineralization and restoration enamel microhardness after application of HBV and RBV is better than CWV.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angelique Denise Chrysilla
"Fluoride varnish adalah material pencegahahan karies gigi yang menggunakan fluor, suatu gel khusus yang dioleskan pada permukaan gigi untuk remineralisasi lapisan email gigi. Namun setelah aplikasi varnish, terdapat pantangan untuk makan atau minum serta penggosokan gigi, sehingga membuat pengguna merasa tidak nyaman, terutama anak-anak. Selain itu, kemampuan antibakteri varnish tidak dapat mengatasi Streptococcus mutans pada mulut anak-anak. Kedua permasalahan tersebut dapat diatasi dengan fluoride varnish anak yang mengandung agen antibakteri serta memiliki kecepatan pelepasan ion fluor yang tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalah membuat scale up skala pilot dari produk fluoride varnish dengan daun ruku-ruku dengan variasi kapasitas produksi serta menganalisis kelayakan keekonomiannya. Pelepasan ion terbaik didapatkan dalam 6 jam pengujian sebesar 29,08 mg/L. Peningkatan skala kapasitas produksi sangat berpengaruh pada performa fluoride varnish, zona inhibisi mengalami peningkatan, pH cenderung stabil, dan pelepasan fluor cenderung naik. Nilai penyimpangan pelepasan ion fluor pada fluoride varnish skala lab dan scale up adalah sebesar 1,85%. Nilai rata-rata pH seluruh sampel fluoride varnish yang didapatkan telah berada di atas pH kritis fluorapatite sehingga remineralisasi dapat terjadi. Dari analisis kekonomian didapatkan Net Present Value (NPV) sebesar Rp15.950.830.768,00, Internal Rate of Return (IRR) sebesar 18,1% dan payback period selama kurang lebih 5,8 tahun, yang menunjukan bahwa pabrik fluoride varnish ini layak diimplementasikan.

Fluoride varnish is a dental caries prevention material that uses fluoride, a special gel that is applied to the teeth surface to remineralize teeth enamel. However, after the application of varnish, there are restrictions on eating or drinking and brushing your teeth, which makes users feel uncomfortable, especially children. In addition, the antibacterial ability of the varnish cannot overcome Streptococcus mutans in the mouths of children. Both of these problems can be overcome with children's fluoride varnish which contains antibacterial agents and has a high fluoride ion release rate. The purpose of this research is to make a pilot scale of a fluoride varnish product with holy basil leaves with variations in production capacity and to analyze its economic feasibility. The best ion release was obtained in 6 hours of testing at 29.08 mg/L. Increasing the scale of production capacity greatly affects the performance of fluoride varnish, the zone of inhibition increases, the pH tends to be stable, and the release of fluorine tends to increase. The deviation value of fluoride ion release in lab scale and scale up fluoride varnish is 1.85%. The average pH value of all fluoride varnish samples obtained was above the critical fluorapatite pH so that remineralization could occur. From the economic analysis, it was obtained a Net Present Value (NPV) of Rp. 15,950,830,768.00, an Internal Rate of Return (IRR) of 18.1% and a payback period of approximately 5.8 years, indicating that the fluoride varnish factory is feasible to be implemented."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karen Geraldine
"Karies adalah penyakit infeksi yang merusak jaringan keras gigi sehingga berlubang dan disebabkan oleh aktivitas bakteri kariogenik yang diaktivasi oleh karbohidrat. Streptococcus mutans adalah bakteri kariogenik dominan yang menyebabkan karies. Pada tahun 2018, tercatat bahwa 93% anak di Indonesia yang berusia 5 sampai 6 mengalami karies. Terapi topikal dalam bentuk fluoride varnish menjadi salah satu pencegah terjadinya karies pada gigi. Adapun, penelitian terdahulu membuktikan bahwa walaupun fluoride varnish memiliki kemampuan antibakteri terhadap Streptococcus mutans ketika diaplikasikan pada orang dewasa, hal yang sama tidak terjadi pada anak-anak. Selain itu, fluoride varnish dengan minyak perasa berbeda memiliki pelepasan ion fluoride yang berbeda pula. Oleh karena itu, dibutuhkan penambahan minyak perasa dan agen antibakteri pada komposisi fluoride varnish. Penelitian ini akan mempelajari metode formulasi fast release fluoride varnish dengan menggunakan penambahan minyak perasa merk LorAnn Oils dengan variasi strawberry-kiwi, cinnamon roll, dan marshmallow, serta agen antibakteri dari bahan alam yaitu ekstrak buah delima (Punica granatum), daun sirih merah (Piper crocatum), dan daun sirsak (Annona muricata) yang diperoleh melalui metode maserasi untuk menginhibisi bakteri Streptococcus mutans dengan waktu pelepasan ion fluoride di bawah 4 jam. Uji pelepasan ion fluoride dilakukan menggunakan elektroda ion selektif fluoride. Uji inhibisi bakteri dilakukan dengan metode difusi cakram pada bakteri Streptococcus mutans yang dibiakkan pada media BHI. Kontrol positif pada penelitian ini yaitu 3M Clinpro White Varnish. Hasil fast release fluoride varnish terbaik diperoleh pada variasi fast release fluoride varnish dengan penambahan 2% minyak perasa strawberry-kiwi dengan ekstrak daun sirih merah 1 g/L, dengan jumlah fluoride dalam larutan uji senilai 72,29 g/L pada jam ke-4 dan zona inhibisi bakteri Streptococcus mutans sebesar 3,81 mm.

Caries is an infection that destroys teeth structure and is caused by the activity of cariogenic bacteria which are activated by the presence of carbohydrates. Streptococcus mutans is a dominant cariogenic bacteria that causes caries in oral cavity. In 2018, it is recorded that 93% of children aged 5 to 6 experience caries disease. Topical therapy in the form of fluoride varnish is one of many ways to prevent caries on teeth. However, although fluoride varnish is proven to have antibacterial activities against Streptococcus mutans when applied to adults, this does not happen to children. Fluoride varnish with an addition of different flavors also have different fluoride release performance. That is why an addition of flavor oils and antibacterial agents to fluoride varnish is needed. This research will conduct a study of fluoride varnish formulation using addition of LorAnn Oils flavor oils with the flavors strawberry-kiwi, cinnamon roll, and marshmallow, and also natural antibacterial agents from extracts of pomegranate (Punica granatum) fruit, betle (Piper crocatum) leaves, and soursop (Annona muricata) leaves obtained through maceration to inhibit Streptococcus mutans bacteria with the highest fluoride release rate. Fluoride release test is done in four hours by using fluoride ion selective electrode. Bacterial inhibition test is done by disc diffusion method on Streptococcus mutans bacteria grown on BHI agar. The positive control for this research is 3M Clinpro White Varnish. The best fast release fluoride varnish goes to the one with an addition of 2% strawberry-kiwi flavor oil and 1 g/L addition of betle leaves extract, with a highest fluoride release at 72,29 mg/L at the fourth hour and an inhibition zone of 3,81 mm against Streptococcus mutans bacteria."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chandra Dwi Prakoso
"Karies gigi merupakan penyakit progresif yang terjadi akibat demineralisasi enamel gigi oleh aktivitas bakteri kariogenik yang menghasilkan asam, khususnya Streptococcus mutans. Dari berbagai penelitian, sediaan fluoride topikal terbukti memiliki efektivitas tinggi dalam menghentikan aktivitas karies gigi dengan biaya produksi yang rendah serta mudah untuk diaplikasikan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memformulasikan sediaan alternatif fluoride topikal NH4F 5% dengan ekstrak etanol propolis (EEP) dalam suatu sistem mikroemulsi yang memiliki stabilitas, kemampuan antibakteri dan remineralisasi yang baik dalam menghentikan aktivitas karies gigi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa formulasi 2,7% EEP; 6,3% surfaktan; dan 90,9% larutan NH4F 5% memiliki stabilitas penyimpanan terbaik. Uji antibakteri menunjukkan sediaan uji memiliki daya inhibisi pertumbuhan bakteri kariogenik sekitar 78-80%, dengan nilai konsentrasi hambat mínimum (KHM) pada pengenceran 6,25%. Hasil Scanning Electron Microscopy (SEM) dan Energy Dispersive X-Ray (EDX) menunjukkan sediaan berhasil meremineralisasi permukaan enamel gigi dengan deposit fluoride hingga 5 - 6 x dibandingkan kontrol. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sediaan mikroemulsi propolis fluoride (PF) dapat menjadi alternatif sediaan fluoride topikal yang memiliki efektivitas tinggi dalam menghentikan aktivitas karies gigi.

Dental caries is a disease caused by demineralization of tooth enamel by the activity of cariogenic bacteria that produce acid, especially Streptococcus mutans. From various studies, preparation of topical fluoride is proven to have higher efficacy in preventing dental caries with low production cost and easy to apply. The objective of this research is to formulate alternatife agent topical fluoride NH4F 5% mixed with extract ethanol propolis (EEP) in the microemulsion system that has high stability, antimicrobial activity, and remineralisation to arrest teeth caries activity.
The result shows that formulation 2,7% EEP; 6,3% surfactan; and 90,9% NH4F solution has the highest perervation stability. Antibacterial test shows three simple have ability to inhibit cariogenic bacteria development around 78-80% with mínimum inhibtory concentration (KHM) value at 6,25% dilution. Scanning Electron Microscopy (SEM) and Energy Dispersive X-Ray (EDX) result show that sample succesfuly reminerilize enamel surface with fluoride deposite up to 5 - 6 x compared by control. The conculsion from this research is microemulsion agent propolis fluoride (PF) can become topical fluoride alternatife that has high effectivity.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S63732
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Irma Safira
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pH basa (9-11) dalam mensintesis nanopartikel (NPs) berbasis seng (Zn), terbium (Tb), dan europium (Eu) dengan precursor sulfur (S) untuk menghasilkan ZnS, Tb2S3, dan Eu2S3 dengan zat penutup kitosan (CS) menggunakan metode bottom-up wet-chemical dan aplikasinya sebagai zat antibakteri. Nanopartikel ZnS, Tb2S3, dan Eu2S3 dengan zat penutup kitosan (CS-ZnS, CS-Tb2S3, dan CS-Eu2S3) dilapiskan pada lensa kontak komersial dan diteliti. NPs yang dihasilkan diuji melalui FESEM-EDX (Field Emission Scanning Electron Microscope Morphology-Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy), FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy), dan XRD (X-ray Diffraction). Hasil karakterisasi FESEM dan FTIR mengindikasi terbentuknya NPs CS- ZnS, CS-Tb2S3, dan CS-Eu2S3. Variasi pH dari pH 9, pH 10, dan pH 11 mempengaruhi ukuran dan komposisi NPs berbasis Zn, Tb, dan Eu. Sintesis CS-ZnS, CS-Tb2S3, dan CS-Eu2S3 pada pH 10 memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dengan diameter zona inhibisi 7,70; 7,15; dan 7,40 mm. Konsentrasi NP CS-ZnS dalam larutan buffer fosfat pada 0,30 mg/mL dan 0,50 mg/mL memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dengan diameter zona inhibisi 10 mm dan 15 mm. Lensa kontak komersial dengan konsentrasi NPs CS-ZnS, CS-Tb2S3, dan CS-Eu2S3 pada pH 10 masing-masing dalam larutan buffer fosfat sebesar 0,20 mg/mL, 0,30 mg/mL, dan 0,50 mg/mL tidak mampu menginhibisi pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Efisiensi penempelan nanopartikel pada lensa kontak menunjukkan hasil efisiensi muatan terbaik pada NPs CS-ZnS yaitu sebesar 64% pada konsentrasi 0,50 mg/mL, NPs CS-Tb2S3 yaitu sebesar 48% pada konsentrasi 0,5 mg/mL, dan NPs CS-Eu2S3 yaitu sebesar 50% pada konsentrasi 0,5 mg/mL. NPs CS-ZnS, CS-Tb2S3, dan CS-Eu2S3 berpotensi sebagai zat antibakteri pada masa yang akan datang.

This study aims to determine the effect of base pH (9-11) in synthesizing nanoparticles (NPs) based on zinc (Zn), terbium (Tb), and europium (Eu) with sulfur (S) precursor to produce ZnS, Tb2S3, and Eu2S3 with chitosan (CS) as a capping agent using the bottom-up wet-chemical method and its application as an antibacterial agent. ZnS, Tb2S3, and Eu2S3 nanoparticles with chitosan capping agent (CS-ZnS, CS-Tb2S3, and CS-Eu2S3) were coated on commercial contact lenses and studied. The resulting NPs were tested using FESEM-EDX (Field Emission Scanning Electron Microscope Morphology-Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy), FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy), and XRD (X-ray Diffraction). The results of FESEM and FTIR characterization indicated the formation of CS-ZnS, CS-Tb2S3, and CS-Eu2S3 NPs. Variations in pH from pH 9, pH 10, and pH 11 affected the size and composition of NPs based on Zn, Tb, and Eu. Synthesis of CS-ZnS, CS-Tb2S3, and CS-Eu2S3 at pH 10 had antibacterial activity against Staphylococcus aureus with a zone of inhibition diameter of 7,70; 7,15; 7,40 mm. The concentration of CS-ZnS NP in phosphate buffer solution at 0,30 mg/mL and 0,50 mg/mL had antibacterial activity against Staphylococcus aureus bacteria with inhibition zone diameters of 10 mm and 15 mm. Commercial contact lenses with concentrations of NPs CS-ZnS, CS-Tb2S3, and CS-Eu2S3 at pH 10 in phosphate buffer solution of 0,20 mg/mL, 0,30 mg/mL, and 0,50 mg/mL were not able to inhibit the growth of Staphylococcus aureus bacteria. The efficiency of the loading nanoparticles on contact lenses showed the best loading efficiency results in CS-ZnS NPs was 64% at a concentration of 0,50 mg/mL, NPs CS-Tb2S3 which was 48% at a concentration of 0,5 mg/mL, and NPs CS-Eu2S3 which is 50% at a concentration of 0,5 mg/mL. NPs CS-ZnS, CS-Tb2S3, and CS-Eu2S3 have potential as antibacterial agents in the future.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rompas, Irrine Merrychs
"Masalah resistensi antimikroba yang berkembang menyebabkan munculnya kuman panresisten, yang resisten terhadap semua antimikroba yang tersedia. Munculnya bakteri panresisten ini menggambarkan suatu titik akhir yang mengkhawatirkan karena tidak tersedia pilihan terapi antibiotik yang rasional. Peningkatan kejadian resistensi antibiotik disertai penurunan produksi antibiotik baru sehingga diperlukan evaluasi dari kombinasi antibiotik yang sudah ada. Fosfomisin adalah antibiotik lama yang tidak memiliki resistensi silang dengan golongan antibiotik lain sehingga berpotensi menimbulkan interaksi yang sinergis terhadap bakteri resisten.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui interaksi antibakteri in vitro kombinasi fosfomisin dan beberapa antibiotik lain, yaitu doripenem, moksifloksasin, kolistin dan amikasin terhadap kuman batang Gram negatif panresisten. Pada penelitian ini dilakukan uji kombinasi antibiotik menggunakan metode Etest terhadap 15 isolat kuman panresisten, yang terdiri dari Acinetobater baumanii (n=8), Pseudomonas aeruginosa (n=5) dan Klebsiella pneumoniae (n=2). Interaksi yang terjadi dinilai berdasarkan indeks Fractional Inhibitory Concentration (FIC), yaitu sinergi bila indeks FIC ≤ 0,5, indiferen bila indeks FIC 0,5 sampai 4, dan antagonis bila indeks FIC > 4. Isolat kuman berasal dari berbagai jenis spesimen yang diperiksakan di laboratorium otomasi RSUPNCM.
Interaksi antibakteri in vitro yang terjadi terhadap isolat kuman A. baumanii, P. aeruginosa, dan K. pneumoniae panresisten, baik dengan kombinasi fosfomisin dan amikasin, fosfomisin dan doripenem, fosfomisin dan moksifloksasin, serta fosfomisin dan kolistin pada semua isolat bersifat indiferen (100%). Tidak ditemukan interaksi yang bersifat sinergi atau antagonis.

The evolving problem of antimicrobial resistance in Pseudomonas aeruginosa, Acinetobacter baumannii and Klebsiella pneumoniae has led to the emergence of clinical isolates to pandrug-resistant (PDR) isolates, i.e. resistant to all available antibiotics.The emergence of pandrug-resistant (PDR) bacteria represents a worrying endpoint in the development of antimicrobial resistance. The increased incidence of antibiotic resistance accompanied by decreased production of new antibiotics required the evaluation of combinations of existing antibiotics.
The aim of this study to evaluate the in vitro antibacterial interaction of combination fosfomycin with doripenem, amikacin, colistin and moxifloxacin against PDR Gram negative bacteria. We evaluated antibiotic combinatinons against 15 panresistant clinical isolates, which consisted of Acinetobater baumanii (n=8), Pseudomonas aeruginosa (n=5) dan Klebsiella pneumoniae (n=2). The in vitro antibacterial interactions were evaluated by determination of fractional inhibitory concentration (FIC) index. Synergy was defined as FIC index ≤ 0,5, indiferen as FIC index 0,5 to 4, and antagonism as FIC index > 4. The isolates were collected at RSUPNCM hospital from various clinical specimens.
The in vitro antibacterial interaction against A. baumannii, P. aeruginosa, and K. pneumoniae panresistant isolates, either with the combination of fosfomycin and amikacin, fosfomycin and doripenem, fosfomycin and moxifloxacin, as well as fosfomycin and colistin showed indifferent to all isolates (100%). No interaction was found synergistic or antagonistic.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anggita Dwi Suryani
"Resistensi antibiotik menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang telah mengancam kesehatan dunia. Perkembangan resistensi antibiotik juga mengakibatkan meningkatnya permintaan agen antimikroba baru. Beberapa tahun terakhir, tanaman obat telah banyak dieksplorasi oleh para peneliti sebagai langkah awal dalam penemuan obat antimikroba baru. Bahkan, sebanyak 50% agen antibakteri yang disetujui oleh FDA berasal dari produk alami. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk menguji potensi daya antibakteri dari ekstrak kulit kayu masoyi yang diperoleh dengan metode Ultrasound-Assisted Extraction menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat, dan etanol 96% terhadap bakteri patogen yaitu Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, serta Pseudomonas aeruginosa. Berdasarkan penelitian sebelumnya, ekstrak etanol, etil asetat, dan n-heksana kulit kayu masoyi menunjukkan adanya aktivitas antibakteri terhadap bakteri patogen seperti E. coli, S. typhimurium, B. cereus, dan S. aureus. Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu metode difusi cakram kertas dan metode makrodilusi. Hasil dari uji difusi cakram kertas menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana memiliki aktivitas antibakteri lebih baik dengan potensi lemah hingga kuat (1,05-10,33 mm) dibandingkan dengan ekstrak etil asetat (0,82-4,63 mm) dan etanol 96% (0,5-3,81 mm) yang hanya berpotensi lemah terhadap bakteri S. aureus, S. epidermidis, dan P. aeruginosa. Konsentrasi hambat minimal ditentukan dengan metode makrodilusi. Hasil uji makrodilusi menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana, etil asetat, dan etanol 96% semuanya menunjukkan aktivitas antibakteri yang lemah dengan nilai KHM > 1.000 µg/mL terhadap bakteri S. aureus, S. epidermidis, dan P. aeruginosa.

Antibiotic resistance is one of the health problems that has threatened global health. The development of antibiotic resistance has also led to an increased demand for new antimicrobial agents. In recent years, medicinal plants have been extensively explored by researchers as a first step in the discovery of new antimicrobial drugs. As many as 50% of FDA-approved antibacterial agents are derived from natural products. This study aimed to test the antibacterial potential of masoyi bark extract obtained by ultrasound-assisted extraction using n-hexane, ethyl acetate, and ethanol 96% as solvents against pathogenic bacteria, i.e., Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, and Pseudomonas aeruginosa. Previously, extracts of ethanol, ethyl acetate, and n-hexane from masoyi bark were reported for antibacterial activity against pathogenic bacteria such as E. coli, S. typhimurium, B. cereus, and S. aureus. The antibacterial activity test was carried out using two methods, which were the disc diffusion method and the macro dilution method. The results of the paper disk diffusion test showed that the n-hexane extract had a better antibacterial activity with weak to strong potency (1.05-10.33 mm) than the ethyl acetate extract (0.82-4.63 mm) and ethanol 96% extract (0.5-3.81 mm) which had only a weak potential against S. aureus, S. epidermidis, and P. aeruginosa. Minimum inhibition concentration was determined by a macro dilution method. The results showed that the extracts of n-hexane, ethyl acetate, and ethanol 96% all exhibited weak antibacterial activity with MIC values > 1,000 µg/mL against S. aureus, S. epidermidis, and P. aeruginosa bacteria."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>