Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185419 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agneta Yavelin
"Merek fesyen mewah memiliki prestise yang signifikan dalam sektor industri premium, menarik konsumen dengan kombinasi eksklusif antara kualitas, keahlian, dan ekspresi artistik. Merek-merek ini tidak hanya menyediakan produk kelas atas yang dibuat dari bahan terbaik, tetapi juga mengabadikan warisan mereka melalui desain sempurna dan daya tarik yang bertahan lama. Sebagai simbol status dan perwujudan dari gaya hidup tertentu, merek fesyen mewah secara konsisten memikat konsumen dengan kreasi visual yang menakjubkan, narasi pemasaran yang memikat, dan identitas merek yang kuat. Selain itu, investasi signifikan dalam praktik berkelanjutan dan inisiatif tanggung jawab sosial perusahaan membentuk kembali masa depan fesyen mewah, membuktikan bahwa merek-merek yang dihargai ini dapat beradaptasi dan berkembang di dunia yang terus berubah sambil tetap mempertahankan esensi kesenangan dan eksklusivitas mereka. Namun demikian, meskipun inflasi tinggi, ketidakpastian lapangan kerja, dan resesi yang membayangi, konsumen kaya masih membeli merek-merek mewah yang mahal ini. Studi ini mengeksplorasi dampak antara kebutuhan psikologis dan konsumsi barang mewah. Menggunakan Teori Kelas Kenyamanan Veblen (1899)-- menggunakan istilah "konsumsi yang mencolok" untuk menggambarkan barang dan jasa yang mahal, di mana Veblen menjelaskan tujuan konsumsi yang mencolok adalah untuk menunjukkan kekayaan dan posisi sosial, juga terintegrasi dengan kertas oleh Han, Nunes and Dreze (2010)--berisi penjelasan tentang The Luxury 4Ps, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan kebutuhan psikologis induktif dan deduktif dari konsumsi barang mewah dan membuktikan bahwa tujuan dari konsumsi barang mewah adalah untuk menampilkan kekayaan dan status sosial.
Luxury fashion brands hold significant prestige within the premium sector of the industry, appealing to consumers with an exclusive combination of quality, craftsmanship, and artistic expression. These brands not only provide high-end products crafted from the finest materials but also perpetuate their legacy through impeccable design and enduring desirability. As status symbols and embodiments of a particular lifestyle, luxury fashion brands consistently captivate consumers with visually stunning creations, captivating marketing narratives, and powerful brand identities. Moreover, significant investments in sustainable practices and corporate social responsibility initiatives are reshaping the future of luxury fashion, proving that these cherished brands can adapt and thrive in a changing world while retaining their essence of indulgence and exclusivity. Nevertheless, despite high inflation, employment uncertainty, and looming recession, fake affluent consumers are still buying these pricey luxury brands. This study explores the impact between psychological needs and luxury consumption. Using Veblen's Theory of Convenience Classes (1899)-- using the term "conspicuous consumption" to describe expensive goods and services, in which Veblen explained the purpose of conspicuous consumption was to demonstrate wealth and social position, also integrated with the paper by Han, Nunes and Dreze (2010)--contains an explanation of The Luxury 4Ps, this study aims to explain the inductive and deductive psychological needs of luxury consumption and proves that the purpose of luxury consumption was to display wealth and social status."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nico Wibawa
"Indonesia merupakan negara dengan potensi pertumbuhan penjualan barang mewah yang besar, terutama pada produk fashion. Namun, di sisi lain Indonesia juga merupakan negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. Konsumsi barang mewah sering dianggap sebagai konsumsi untuk menaikkan status dan menunjukkan sifat cinta dunia, yang mana hal ini bertolak belakang dengan konsep agama Islam.
Penelitian ini bertujuan menganalisis apakah purchase intention dan purchase behavior produk fashion dipengaruhi atau tidak oleh tingkat religiusitas konsumen dengan menggunakan model extended Theory of Planned Behavior TPB . Sampel pada penelitian ini adalah konsumen Muslim yang pernah melakukan pembelian produk fashion mewah kategori affordable. Data diolah dengan menggunakan Partial Least Square Structural Equation Modelling PLS SEM pada SmartPLS 3.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa attitude, subjective norm, dan perceived behavioral control berpengaruh positif terhadap purchase intention. Perceived behavioral control juga berpengaruh positif terhadap purchase behavior. Selain itu, religiusitas ditemukan tidak memoderasi hubungan antara attitude, subjective norm, perceived behavioral control, purchase intention, dan purchase behavior pada produk fashion mewah.

Indonesia is a country with huge potential growth in sales of luxury goods, especially in fashion products. However, on the other hand Indonesia is also a country with the largest Muslim population in the world. Consumption of luxury goods is often regarded as status consumption and show the nature of love of the world, which is contrary to the concept of Islam.
This study aims to analyze whether purchase intention and purchase behavior of fashion products is affected or not by the level of consumer religiosity by using an extended framework of the Theory of Planned Behavior TPB. The sample in this study is Muslim consumers who have made purchases of affordable luxury fashion products. The data were processed using Partial Least Square Structural Equation Modelling PLS SEM in SmartPLS 3.
The results showed that attitude, subjective norm, and perceived behavioral control have positive effect on purchase intention. Perceived behavioral control also has a positive effect on purchase behavior. Furthermore, religiosity does not moderate the relationship between attitude, subjective norm, perceived behavioral control, purchase intention, and purchase behavior on luxury fashion products.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fransisca Kurnia Widyasari
"Penelitian ini membahas sikap konsumen milenial terhadap heritage luxury brand dan motivasi pembelian konsumen terhadap heritage luxury brand, dengan melakukan studi pada merek Louis Vuitton. Melalui pendekatan kualitatif dan wawancara mendalam dengan informan yang merupakan milenial sekaligus konsumen dari merek Louis Vuitton, peneliti ingin mengeksplorasi bagaimana sikap milenial terhadap heritage luxury brand dan bagaimana motivasi pembelian yang dimiliki milenial dalam mengonsumsi produk Louis Vuitton. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum, motivasi pembelian milenial terhadap produk heritage luxury brand didasari oleh karakteristik dari produk atau merek, terutama dari segi kualitas, ketahanan, dan value yang dimiliki produk, yang dinilai klasik serta timeless. Selain itu, kelompok sosial juga menjadi salah satu elemen yang mendorong adanya motivasi pada milenial dalam mengonsumsi heritage luxury brand. Secara umum, motivasi pembelian milenial terhadap heritage luxury brand sebagian besar didorong oleh karakteristik produk itu sendiri.

This research discusses millennials’ consumer attitudes and purchase motivation towards heritage luxury brands by conducting a study on Louis Vuitton. Through a qualitative approach and in-depth interviews with informants who are, as well, consumers of Louis Vuitton, this study explores millennials’ behavior towards heritage luxury brands and the motivation behind their purchase of Louis Vuitton products. The result shows that mostly, the purchase motivation is driven by the product value, especially in terms of quality, durability, and the inheritance value, which describes the sustainability and timelessness of the products. In addition, social group is also one of the elements that motivates millennials to consume heritage luxury brand. In general, millennials take hold of motivation towards heritage luxury brand heritage that mostly relies on the characteristics of the product"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juwita Anindya
"Sebagai salah satu brand luxury, Dior Beauty berhadapan dengan tantangan besar dimana mereka harus mempertaruhkan eksklusivitasnya ketika memasarkan produknya di media sosial di masa Pandemi Covid-19. Sebagai media yang dapat diakses oleh publik, media sosial bertentangan dengan karakter brand mewah yang hanya dapat diakses oleh kalangan masyarakat tertentu saja. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan apakah terdapat pergeseran image luxury brandpada Dior Beauty yang melakukan pemasaran di media sosial. Penelitian studi kasus ini berangkat dari paradigma konstruktivisme dan berjenis deskriptif kualitatif. Data penelitian diambil dari hasil wawancara terhadap konsumen Dior Beauty serta hasil studi dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada pergeseran image luxury brand terhadap Dior Beauty di benak konsumennya meskipun memasarkannya di media sosial karena terdapat konsistensi dari Dior Beauty dalam mengomunikasikan image luxury. Konsumen berpendapat bahwa Dior Beauty telah memilih KOL yang relevan, menjaga image luxury pada setiap kontennya, dan memiliki desan konten yang menarik dan kreatif. Disamping itu, konsumen turut menjelaskan bahwa brand Dior Beauty sendiri telah memiliki komponen-komponen luxury brand dimana mereka merasakan kualitas yang baik, eksklusivitas brand, kebanggan serta prestise ketika menggunakan brand tersebut. Adapun omnichannel merupakan konsep pemasaran yang telah digunakan oleh Dior Beauty sehingga terdapat pengalaman yang sama ketika berbelanja langsung di butiknya maupun secara daring melalui media sosial.

As a luxury brand, Dior Beauty faces a big challenge where they have to risk their exclusivity when market their products on social media during the Covid-19 pandemic. As a media that can be accessed by the public, social media is contrary to the character of luxury brands which can only be accessed by certain groups of people. This study aims to describe whether there is a shift in the luxury brand image at Dior Beauty which does marketing on social media. This case study research departs from the constructivism paradigm and is of a qualitative descriptive type. The research data was taken from the results of interviews with Dior Beauty consumers and the results of documentation studies. The results of the study show that there is no shift in the luxury brand image towards Dior Beauty in the minds of consumers, even though they market it on social media because there is consistency from Dior Beauty in communicating the luxury image. Consumers think that Dior Beauty has chosen relevant KOLs, maintains a luxury image in all of its content, and has attractive and creative content designs. In addition, consumers also explained that the Dior Beauty brand itself already has luxury brand components where they feel good quality, brand exclusivity, pride and prestige when using the brand. The omnichannel is a marketing concept that has been used by Dior Beauty so that there is the same experience when shopping directly at the boutique or online through social media."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fariz Kusuma Priadi
"Skripsi ini membahas mengenai transportasi darat yang penting pada saat sekarang ini.
Memiliki mobil bagi sebagian besar kalangan masyarakat bagaikan suatu hal yang pokok
dimana dapat membantu mereka dalam beraktivitas khususnya dalam bekerja. Penerapan
pengenaan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) terhadap Kendaraan Bermotor
Roda Empat Hemat Energi dan Harga Terjangkau. Tujuan dari penelitian ini
Menganalisis kebijakan fasilitas PPnBM atas penyerahan Kendaraan Bermotor Roda
Empat Hemat Energi Dan Harga Terjangkau. Menganalisis dampak adanya kebijakan
kebijakan fasilitas PPnBM atas penyerahan Kendaraan Bermotor Roda Empat Hemat
Energi Dan Harga Terjangkau. Penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif
dengan jenis penelitian deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alasan
pengenaan PPnBM bagi kendaraan bermotor beroda dua dengan isi silinder di bawah
1200 cc adalah karena konsep barang mewah tersebut berkembang seiring kemajuan
teknologi, pertumbuhan ekonomi, serta perubahan pola konsumsi masyarakat. Pihak
perindustrian yang diwakilkan oleh Kementerian Perindustrian menginginkan adanya
tarif 0% bagi PPnBM atas kendaraan bermotor beroda empat dengan isi silinder di atas
1200 cc, sehingga dapat memajukan industri dalam negeri.

This thesis discusses the important land transportation at the present time. Having a car for most of the people like a basic thing which can help them in activities, especially in the work Application of the imposition of sales tax on luxury goods (GOODS) of the Motor Vehicle Four Wheel Energy Efficient and Affordable Price. The purpose of this study analyze policy Sales Tax on Luxury Goods Facility for the delivery of Motor Vehicle Four Wheel Energy Efficient And Affordable Price. Analyze the impact of policies on the delivery of Policy of Sales Tax on Luxury Goods Facility On Four Wheels Motor Vehicles Energy Efficient and Affordable Price. This study is a descriptive qualitative research. The results showed that the reason for the imposition of sales tax on luxury two-wheeled motor vehicles with a cylinder capacity below 1200 cc is because the concept of luxury goods is growing as technology advances, economic growth, and changes in consumption patterns. Industrial parties are represented by the Ministry of Industry also wants a 0% rate for top PPnBM four-wheeled motor vehicles with a cylinder above 1200 cc, so it can promote domestic industry."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bonifacius Herlambang
"Pasal 12 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mengatur mengenai kewajiban pembayaran pajak menggunakan self assessment system, yang pada intinya mekanisme tersebut memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk melakukan penghitungan, penyetoran, dan pelaporan pajak secara mandiri. Selain itu, terdapat permasalahan mengenai kriteria pengenaan PPnBM, dimana pada saat ini pengenaan PPnBM hanya dikenakan terhadap sedikit jenis barang. Penenlitian ini menganalisis mekanisme penghitungan, pemungutan, dan pelaporan PPnBM menggunakan mekanisme self assessment system yang ditinjau dari aspek kemanfaatan hukum dan menganalisis kriteria pengenaan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian doktrinal dengan sifat penelitian preskriptif. Analisis terhadap mekanisme self assessment system dilakukan dengan menggunakan teori kemanfaatan yang dikemukakan oleh Jeremy Bentham sedangkan analisis terhadap kriteria pengenaan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (selanjutnya disebut PPnBM) dilakukan terhadap ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2020 tentang Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan menggunakan teori-teori alasan pembenar negara memungut pajak, teori four maxims yang dikemukakan oleh Adam Smith, dan teori yang memuat mengenai prinsip pembentukan hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penghitungan, penyetoran, dan pelaporan PPnBM dengan mekanisme self assessment system telah sesuai dengan teori kemanfaatan yang dikemukakan oleh Jeremy Bentham mendapatkan nilai kebahagiaan lebih besar dibandingkan nilai kerugiannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketentuan mengenai kriteria pengenaan PPnBM bagi barang yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor berdasarkan PP 61/2020 tidak selaras dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dan perubahannya sehingga perlu dilakukan perluasan terhadap jenis barang yang tergolong mewah yang dikenai PPnBM dengan melakukan perubahan PP 61/2020.

Article 12 of Law Number 6 on 1983 about General Provisions and Tax Procedures Law regulate about tax payment obligation using self assessment system, in wich the core is that the mechanism gives trust to taxpayer to make tax calculating, depositing, and reporting independently. Beside that, there is a problem about the criteria of sales tax on luxury goods (hereinafter referred to as PPnBM) imposition wich is PPnBM imposition now a days is only taxed for a few kinds of goods. This study analyzes the mechanism of calculating, collecting and reporting sales tax on luxury goods using self-assessment system mechanism reviewed from the law utilitarian aspects. And it analyzes criteria of sales tax on luxury goods imposition based on the law and regulation being applied. The method which is used in this study is the doctrinal study method with prescriptive study nature. The analysis on the self-assessment system mechanism is conducted using utilitarian theory stated by Jeremy Bentham, while the analysis on the criteria of PPnBM is conducted based on the Government Regulation No 16 of 2020 about the categories of taxable goods classified as luxury goods except motor vehicles which are taxed on sales tax on luxury goods using justification principles theory that the government collects taxes, four maxims theory stated by Adam Smith, and theory that contains the principles of law construction. The result of the study indicates that calculation, collection and report of sales tax on luxury goods using self-assessment system mechanism has been suitable for utilitarian theory stated by Jeremy Bentham getting more advantages value rather than the disadvantages ones. The result of the study indicates that the regulation about the criteria of sales tax on luxury goods imposition for the luxurious goods except motor vehicles based on the Government Regulation no. 16 of 2020 is not aligned with the regulation in Law number 8 of 1983 on Value-added Tax of goods and services and sales tax on luxury goods and the alteration, therefore the extension should be carried out for the luxurious goods which is taxed on sales tax on luxury goods."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chandra Bagaskara
"Barang mewah adalah salah satu benda yang tidak bisa dilepaskan di dalam kebutuhan masyarakat Indonesia, khususnya untuk masyarakat kalangan atas. Semakin banyak permintaan terhadap barang mewah dijadikan kesempatan untuk para penyelundup untuk memperoleh keuntungan dengan cara penyelundupan barang mewah. Barang mewah khususnya yang diperoleh melalui impor merupakan salah satu barang kena pajak yang tergolong tinggi yang termasuk dalam Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) dan berperan besar dalam pemasukan negara. Apabila terjadi penyalahgunaan dan pelanggaran mengenai barang mewah tentu akan mempengaruhi pemasukan negara.
Penyelundupan adalah pemasukan barang secara gelap untuk menghindari bea masuk atau karena menyelundupkan barang terlarang yang dilakukan oleh pelaku. Regulasi terhadap penyelundupan impor barang mewah diatur dalam Undang Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeaan. Namun dalam hal regulasi khusus terhadap barang mewah belum diatur secara rinci. Selain itu pengenaan sanksi yang bersifat kumulatif akan sangat merugikan negara dalam hal menerima pemasukan. Pemerintah Indonesia seharusnya mengatur lebih jelas regulasi mengenai pengenaan sanksi terhadap Tindakan penyelundupan impor barang mewah serta menggunakan konsep “pengembalian kerugian negara” untuk mengoptimalkan pemasukan dan menghindari kerugian negara. Dengan ini negara akan menerima haknya serta masyarakat secara adil dapat merasakan pembangunan dan kesejahteraan melalui pemasukan negara yang optimal.

Luxury goods are one of the things that cannot be separated from the needs of the Indonesian people, especially for the upper class. The increasing demand for luxury goods is used as an opportunity for smugglers to make a profit by smuggling luxury goods. Luxury goods, especially those obtained through imports, are one of the high taxable goods which are included in the Sales Tax on Luxury Goods (PPnBM) and play a major role in state revenue. If there is abuse and violations regarding luxury goods, it will certainly affect state income. Smuggling is the illegal entry of goods to avoid import duties or because of the smuggling of prohibited goods by the perpetrator. The regulations for the smuggling of imports of luxury goods are regulated in Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeaan. However, the specific regulations for luxury goods have not been regulated in detail. In addition, the imposition of cumulative sanctions will greatly harm the state in terms of receiving revenue. The Indonesian government should set more clearly the regulations regarding the imposition of sanctions against the smuggling of luxury goods imports and use the concept of "return of state losses" to optimize revenues and avoid state losses. With this the state will receive its rights and the people can fairly experience development and prosperity through optimal state revenue."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marghaini Maria Maharani
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh karakterisitk eksekutif perusahaan yang dilihat dari keberadaan direksi perempuan dan masa jabatan CEO serta karakteristik keuangan perusahaan melalui net working capital terhadap tingkat cash holdings perusahaan consumer goods di Indonesia. Penelitian ini menggunakan sampel yang berasal dari 168 perusahaan consumer goods yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia dalam kurun waktu 2018-2020. Metode penelitian yang digunakan adalah regresi panel dengan metode estimasi Random Effect Model. Hasil studi ini menunjukkan adanya pengaruh yang positif signifikan dari keberadaan direksi perempuan terhadap tingkat cadangan kas perusahaan consumer goods di Indonesia. Hal ini mendukung penjelasan motif kepemilikan kas berdasarkan precautionary motive. Selain itu penelitian ini juga menemukan adanya pengaruh negatif net working capital sebagai cash substitutes terhadap tingkat cadangan kas perusahaan consumer goods di Indonesia. Penelitian ini tidak menemukan adanya pengaruh yang signifikan dari masa jabatan CEO terhadap tingkat cadangan kas di Indonesia. 

This study aims to analyze the impact of the company's executive characteristics as seen from the presence of female directors and the CEO tenure, as well as the company's financial characteristics through net working capital on corporate cash holdings of consumer goods firms in Indonesia. This study uses samples from 168 consumer goods companies listed on the Indonesia Stock Exchange in the period 2018 - 2020. The research method being used is panel regression with the Random Effect Model as the estimation method. The results of this study indicate that there are significant positive effect of female directors on the cash holdings of consumer goods firms in Indonesia due to the precautionary motive of cash holdings. Furthermore, this study finds a significant negative effect of net working capital as cash substitutes on the cash holdings of consumer goods firms in Indonesia. Lastly, this study do not find any significant impact of CEO tenure on the cash holdings of consumer goods firms in Indonesia."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisinis Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Product differentiation are important, given consumers more critical and becomes selective Packaging is often referred to as "the five - second ads". In the beverage industry, there are many brands, varieties and taste in which consummers cannot often explain the difference between one brand from another...."
TEMEN 4:2 (2009)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Besty Varisya
"Penelitian ini membahas pengaruh karakteristik perusahaan terhadap struktur modal. Perusahaan membutuhkan pendanaan dan modal untuk menjalankan kegiatan operasional. Pendanaan tersebut bisa berasal dari internal maupun eksternal perusahaan melalui hutang maupun ekuitas. Setiap perusahaan memiliki kebijakan perusahaan yang berbeda beda tergantung berbagai faktor, diantaranya ialah karakteristik perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh profitabilitas, likuiditas, ukuran perusahaan, pertumbuhan perusahaan dan struktur aktiva terhadap debt to equity ratio. Sampel yang digunakan ialah perusahaan dibidang consumer good yang tercatatat di Bursa Efek Indonesia periode 2015 – 2019 dengan menggunakan teknik purposive sampling dan mendapatkan sampel 40 perusahaan. Hasil penelitian pada sampel secara keseuluruhan menunjukkan bahwa variabel dependen secara bersama sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap struktur modal yang diukur dengan debt ratio. Adapun secara parsial, profitabilitas, pertumbuhan perusahaan dan struktur aktiva memiliki pengaruh positif signifikan. Sementara, likuiditas memiliki pengaruh negatif signifikan. Variabel ukuran perusahaan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap struktur modal.

This study discusses the effect of company characteristics on capital structure. Companies need funding and capital to carry out operational activities. Funding can come from internal and external companies through debt or equity.. Every company has different company policies depending on various factors, including company characteristics. This study aims to determine the effect of profitability, liquidity, company size, company growth and asset structure on debt to equity ratio. The sample used is companies in the consumer good sector which are listed on the Indonesia Stock Exchange for the period 2015 – 2019 obtained by using purposive sampling as many as 40 companies in the sample. . The results of the study on the sample as a whole show that the dependent variable together has a significant effect on capital structure as measured by the debt ratio. As for partially, profitability, company growth and asset structure have a significant positive effect. Meanwhile, liquidity has a significant negative effect. The firm size variable does not have a significant effect on capital structure."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>