Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 73946 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alia Rizqika Putri
"Kebakaran lahan gambut yang semakin bertambah di Indonesia setiap tahunnya memicu ketertarikan dalam penelitian terkait karakteristik tanah gambut pada kemampuannya terkait penyerapan air kembali. Tanah gambut sejatinya memiliki sifat hidrofilik atau kemampuan dapat menyerap air dalam jumlah tinggi. Namun, ketika terkena panas, tanah gambut yang mengalami kekeringan akan berubah sifatnya menjadi hidrofobik karena adanya proses kimiawi. Hal ini terjadi karena tanah gambut memiliki sifat irreversible drying atau pengeringan yang tidak dapat dipulihkan apabila tanah gambut telah kering. Untuk membuktikan perubahan sifat yang dimiliki tanah gambut, dilakukan eksperimen dengan skala mikro (1 gram) menggunakan tanah gambut yang berasal dari dua pulau berbeda, Kalimantan dan Sumatra, yang dimasukkan ke dalam container alumunium dengan massa kurang lebih 1 gram dan dipanaskan dengan temperatur 100°C, 110°C, 120°C, 130°C, dan 140°C. Kemudian, sampel ini direndam di dalam air selama 30 menit dan ditiriskan selama 12 jam dalam keadaan terisolasi dari lingkungan luar sebelum dicek kandungan kelembabanya dengan moisture analyzer Shimadzu MOC63u selama 30 menit dengan temperatur 100°C. Selain itu, sampel tanah yang telah dikeringkan akan dilihat menggunakan mikroskop untuk mengetahui perubahan struktur ketika dikeringkan. Berdasarkan hasil eksperimen, didapat bahwa temperatur yang semakin tinggi mempengaruhi kemampuan tanah gambut dalam menyerap air kembali setelah dikeringkan. Selain itu, struktur tanah gambut yang telah dikeringkan juga berubah, yang tadinya pori-porinya saling tersambung menjadi terputus akibat terpapar panas. Hal ini menyebabkan tanah gambut menjadi memiliki sifat hidrofobik.

The increasing number of peatland fires in Indonesia each year has sparked interest in research related to the characteristics of peat soil in its ability to absorb water again. Peat soil actually has hydrophilic properties or the ability to absorb high amounts of water. However, when exposed to heat, peat soils that experience drought will change their properties to hydrophobic due to a chemical process. This happens because peat soil has irreversible drying properties that cannot be restored once the peat soil has dried. To prove the change in properties of peat soil, a micro-scale experiment (1 gram) was conducted using peat soil from two different islands, Kalimantan and Sumatra, which was put into an aluminum container with a mass of approximately 1 gram and heated to temperatures of 100°C, 110°C, 120°C, 130°C and 140°C. Then, these samples were soaked in water for 30 minutes and drained for 12 hours in isolation from the outside environment before checking the moisture content with a Shimadzu MOC63u moisture analyzer for 30 minutes at 100°C. In addition, the dried soil samples were examined using a microscope to determine the structural changes during drying. Based on the experimental results, it was found that higher temperatures affect the ability of peat soil to absorb water again after drying. In addition, the structure of the dried peat soil also changes, from being connected to each other to being disconnected due to exposure to heat. This causes the peat soil to become hydrophobic."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Raihan
"Gambut adalah salah satu jenis tanah organik hasil sisa-sisa tanaman yang secara umum dapat ditemukan pada beberapa wilayah seperti pada wilayah artik (utara), hutan boreal, dan wilayah tropis. Salah satu negara tropis yang kaya akan gambut adalah Indonesia. Dengan luas sekitar 13 juta ha, persebaran lahan gambut terdapat di Pulau Sumatra, Kalimantan, dan Papua (Aseanpeat, 2023). Namun dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk menyebabkan banyaknya kegiatan penebangan liar, pembukaan lahan serta pengunaan saluran air yang dapat membuat ekosistem dari lahan gambut menjadi rusak. Karena hal tersebut, kemungkinan terjadinya kebakaran lahan gambut semakin meninggi. Pembasahan ulang atau rewetting merupakan metode pencegahan yang bertujuan untuk menjaga dan memulihkan kelembaban gambut. Maka dari itu, dilakukan penelitian untuk mengamati sifat-sifat dari gambut yang telah dikeringkan dan juga setelah dilakukannya proses pembasahan kembali untuk mengetahui batas kemampuan tanah untuk menyerap kembali air. Variabel yang didapatkan berupa massa dan kadar air dari tanah. Sebagai pembanding digunakan sampel tambahan berupa sabut kelapa. Hasil eksperimen dengan sampel Gambut terbukti bahwa dengan temperatur menyerupai Kalimantan, kemampuan menyerap air pada gambut berbeda pada variasi waktu yang berbeda. Penyerapan dengan variasi waktu rewetting 1 jam lebih sedikit dibandingkan dengan waktu pengeringan rewetting 3 jam dengan rata-rata peningkatan moisture content dan peningkatan massa sebesar 12.86% dan 0.15%. Berbeda dengan sabut yang tidak dapat menyerap kembali air dengan rata-rata peningkatan moisture content dan penurunan massa selama 2 jam sebesar 1.5% dan 2%. Pengambilan data dapat dilakukan dengan lebih efektik menggunakan sensor kadar air yang lebih baik serta keefektifan penyaluran air ke tabung dapat ditingkatkan.

Peat is a one type of organic soil formed from the remains of plants and is generally found in several regions such as the Arctic (northern), boreal forests, and tropical regions. One tropical country rich in peat is Indonesia. With an area of approximately 13 million hectares, the distribution of peatlands is found on the islands of Sumatra, Kalimantan, and Papua (Aseanpeat, 2023). However, the increasing population growth has led to illegal logging activities, land clearing, and the use of water channels that can damage the ecosystem of peatlands. Because of this, the likelihood of peatland fires is increasing. Rewetting is a prevention method aimed at maintaining and restoring peat moisture. Therefore, research has been conducted to observe the properties of dried peat and also after the rewetting process to determine the soil's ability to reabsorb water. The variables obtained are the mass and water content of the soil. Coconut husk samples are used as a comparison. The experimental results with peat samples showed that at temperatures similar to Kalimantan, the water absorption capacity of peat varies with different rewetting time variations. Absorption with a rewetting time variation of 1 hour was less than with a rewetting drying time of 3 hours with an average increase in moisture content and mass increase of 12.86% and 0.15%. This is different from coir which cannot reabsorb water with an average increase in moisture content and decrease in mass over 2 hours of 1.5% and 2%. Data collection can be done more effectively using better water content sensors and the effectiveness of water distribution to the tubes can be increased."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Febri Yenni
"Gambut merupakan tanah yang mempunyai karakteristik yang unik, dengan daya rembes yang tinggi, kadar air yang tinggi, serta kandungan organik yang tinggi, menyebabkan gambut memiliki daya dukung yang rendah. Dan salah satu sifat gambut yang cukup dominan adalah perilaku kompresibilitasnya. Sehingga diperlukan suatu penelitian untuk mempelajari sifat kompresibilitas tersebut. Gambut yang digunakan adalah gambut yang berasal dari desa Duri-Riau.
Sifat kompresibilitas gambut pada penelitian ini diketahui dengan mempelajari nilai Indek Kompresi (Cc) dari uji konsolidasi dengan menggunakan alat Oedometer pada gambut yang telah dipadatkan. Pemadatan dilakukan dengan alat uji standar Proctor.Gambut yang dipadatkan akan diuji dengan variasi kadar air 140%, 160%, 180%. Pada tiap kadar dilakukan suatu proses pembasahan dan pengeringan setelah di padatkan selama 4 hingga 7 hari yang merupakan simulasi keadaan hujan dan sesudah hujan dilapangan. Dan juga pada kondisi siklus dilakukan variasi periode waktu pembebanan 72 jam untuk melihat perilaku konsolidasi sekunder.
Analisa yang dilakukan merupakan kurva konsolidasi regangan terhadap log waktu untuk mengetahui batasan konsolidasi primer dan konsolidasi sekunder dari hasil pembebanan uji konsolidasi. Sedangkan nilai Cc dianalisa berdasarkan kemiringan pada bagian linier kurva hubungan angka pori (e) dan tegangan (? - ), kurva kompresi.

Peat soil has unique characteristics such as high permeability, high water content, and high organic content that cause its low bearing capacity. The most dominant characteristic in peat soil is the compressibility behavior. Then, it is needed to do the experiment to learn the compressibility itself. The peat soil used comes from Duri-Riau.
The compressibility characteristic of this peat soil in this experiment can be known by learning the Compression Index value (Cc) from the consolidation test using the Oedometer to the peat soil that has been compacted before. The compaction is done by using the Proctor standard test tool. The peat soil compacted will be tested using some variations of water content which are 140%, 160%, 180%. On each of water content is done a wet and dry process after the peat soil is compacted for about 4 to 7 days which is the simulation of the actual rain condition and the after rain condition. In this cycle is also done the time loading variation 72 hours to get the secondary consolidation behavior.
The analysis taken results the strain consolidation curve to the time logarithmic, used to know the limit of the primary consolidation and the secondary consolidation from the loading of the consolidation test. The Cc value is analyzed base on the gradient of the linier curve of the void ratio (e) and stress (?') of the compression curve.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S35728
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Afrianto
"Tanah gambut dengan ketebalan yang bervariasi, memiliki daya dukung yang sangat rendah (Extremely Low Bearing Capacity), sifat permeabilitas yang tinggi dan sifat pemampatan (konsolidasi) yang besar. Akibatnya banyak menimbulkan masalah bagi konstruksi yang harus dibangun di atas lapisan tanah gambut. Geosynthetics sebagai material perkuatan tanah dicoba untuk diaplikasikan pada tanah gambut agar kekuatan tanah gambut yang lemah dapat ditingkatkan. Jenis Geosynthetics yang digunakan dalam penelitian adalah woven geotextile. Pemilihan material tersebut karena memiliki kekuatan tarik tinggi, anti lumut dan jamur, tahan terhadap panas dan bahan kimia yang terdapat di tanah, dan pelaksanaan pemasangan material yang relatif mudah.
Analisis yang dilakukan adalah meneliti kekuatan geser antara tanah gambut dan lapisan woven geotextile, dan untuk mengetahui pengaruh kepadatan tanah gambut setelah diberi woven geotextile. Tanah gambut yang digunakan berasal dari Palangkaraya-Kalimantan Tengah. Kadar air yang digunakan sebesar 100 %, 120 %, dan 140 %. Woven geotextile merupakan bahan yang tidak aktif atau bahan non-kimia, sehingga penambahan woven geotextile pada tanah gambut tidak menyebabkan perubahan struktur material dari tanah gambut. Penggunaan woven geotextile dapat meningkatkan kekuatan geser tanah gambut. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari meningkatnya nilai Ultimate Compression Strength (qu) sebesar 27,36 % dari 10,174 KPa (gambut tanpa woven geotextile) menjadi 12,958 KPa (gambut dengan woven geotextile).
Penggunaan woven geotextile dapat meningkat nilai CBR unsoaked dari 3,56 % (gambut tanpa woven geotextile) menjadi 5,01 % (gambut dengan woven geotextile) peningkatan yang terjadi sebesar 40,73 %. Sedangkan nilai CBR soaked meningkat dari 2,94 % (gambut tanpa woven geotextile) menjadi 4,91 % (gambut dengan woven geotextile) peningkatan yang terjadi sebesar 67 %. Woven geotextile berpengaruh besar bila diletakkan dibagian atas atau mendekati dasar piston CBR. Bila Piston CBR dianalogikan sebagai pondasi dangkal, maka penggunaan woven geotextile memberikan peningkatan yang besar dalam tegangan geser bila diletakkan dekat dengan dasar pondasi.

Peat Soil with various thickness, has Extremely Low Bearing Capacity, high permeability and high compressibility (consolidation). As a result the generate a lot of problems for construction above peat soil. Geosynthetics as reinforcement material of soil is applied to peat soil so that the strength of peat soil can be improved. Type of geosynthetics used in this research is woven geotextile. The selection of material based on high at strength tensile, anti mushroom and moss, resistance to the chemicals and heat in the soil, and installation of the material relative easy to use.
Analysis taken is checking shear strength between peat soil and woven geotextile, and knowing influence of density of peat soil after woven geotextile given. Peat soil used come from Palangkaraya- Central Kalimantan. The water content used are 100 %, 120 %, and 140 %. Woven geotextile is inactive materials or nonchemicals materials, so that the addition of woven geotextile to the peat soil do not cause change of material structure from peat soil. Usage woven geotextile can improve shear strength the peat soil. The improvement visible from the increasing of value Ultimate Compression Strength (qu) equal to 27,36 % from 10,174 KPa (peat without woven geotextile) become 12,958 KPa (peat with woven geotextile).
Usage woven geotextile can increase the value of CBR unsoaked from 3,56 % (peat without woven geotextile) become 5,01 % (peat with woven geotextile) improvement that happened equal to 40,73 %. Mainwhile the value of CBR soaked increase from 2,94 % (peat without woven geotextile) become 4,91 % (peat with woven geotextile) improvement that happened equal to 67 %.Woven geotextile give a big influence if it puts down on the top or come near the piston base of CBR. If Piston CBR analogy as shallow foundation, hence usage woven geotextile give the big improvement in shear tension if it puts down close to the foundation base.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S35795
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Gambut merupakan tanah yang mempunyai kandungan organik, kadar air yang tinggi dan kapasitas daya dukung yang rendah yang terbentuk dari fragmen-fragmen material organik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang telah membusuk, berubah secara kimiawi dan menjadi fosil. Pada umumnya terbentuk karena pengaruh ikiim dan curah hujan tinggi yang merata sepanjang tahun dengan topografi daerah yang tidak rata, sehingga memungkinkan terbentuknya depresi-depresi. Karena kapasitas daya dukung gambut yang rendah, maka gambut digolongkan sebagai tanah yang kurang menguntungkan bagi sistem konstruksi bangunan sipil. Tanah gambut mempunyai perilaku konsolidasi yang berbeda dibandingkan tanah lempung, karena konsolidasi pada gambut merupakan proses pemampatan yang lama, Hal ini dikarenakan gambut mempunyai kadar air dan daya rembes yang tinggi serta adanya proses dekomposisi yang terjadi pada serat-serat organik oleh kegiatan bakteri mikrobiologi. Konsolidasi merupakan salah satu aspek yang penting yang harus ditinjau dalam mekanika tanah dan penurunan merupakan salah satu kriteria penting dalam desain konstruksi selain kapasitas daya dukung tanah dasar. Oleh karena itu penelitian terhadap sifat, perilaku, dan karakteristik konsolidasi yang dimiliki gambut terns dilakukan, apalagi untuk daerah seperti Indonesia yang memiliki prosentase lahan gambut yang cukup besar. Pada penelitian ini gambut diuji konsolidasi satu dimensi dengan menggunakan alat konsolidasi Rowe cell. Dengan drainase vertikal satu arah keatas, maka dapat dilakukan pengukuran terhadap penurunan (settlement) yang terjadi pada sampel gambut dan perubahan tekanan air pori di dasar sel. Pengujian dilakukan dengan pembebanan standard selama 24 jam dengan penambahan beban yang tertentu dan dengan proses pembebanan siklik monotonik yang kemudian hasil keduanya dibandingkan untuk mendapatkan perilaku penurunan (settlement) tanah gambut dari kedua model tersebut. Contoh tanah yang diuji adalah tanah gambut yang berasal dari Tampan Riau. Hasil pengujian kemudian akan dianalisa dengan menggunakan model reologi Gibson dan Lo yang telah diadopsi oleh Edil dan Dhowian untuk mendapatkan karakteristik konsolidasi gambut. Parameter yang dianalisa yaitu parameter pemampatan primer, parameter pemampatan sekunder, dan faktor kecepatan pemampatan sekunder."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S35070
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Lintasan Tegangan (Stres Path) merupakan suatu melode dalam menganalisa
kekualan tanah melalui pemodelan parubahan tegangan yang terjadi di masa lalu,
sekarang dan masa yang akan datang. Lintasan Tegangan mewakilkan secara grafik
perubahan dari satu set kondisi tegangan kelainnyayang digambarkan melalui garis
yang menghubungkan titik-titik pada graik antara p’ (tegangan isotropis) dan q
(tegangan deviator) dari hasil uji kekuatan tegangan aksial tanah terkekang yang
mencapai tegangan aksial maksimum.
Lintasan Tegangan memberikan penjelasan ulang dan hubungan antara
komponen tegangan pada perubahan titik-titik yang diberikan. Penggunaan Iintasan
tegangan memberikan pola-pola yang mudah dikenali dalam mengidentifikasikan
mekanisme tingkah laku tanah dan metode Iintasan tegangan juga menyediakan
seleksi dan spesinkasi tegangan yang akan diaplikasikan pada sampel dalam
pengujiampengujian untuk maksud-maksud tertentu. Dengan menggunakan metode
analisa Iintasan tagangan ini maka akan didapat parameter-parameter kekuatan tanah,
yaitu ; Μ, Γ, λ dan κ yang dibutuhkan untuk analisa geoteknis tanah.
Pada metode ini terdapat 3 metode pengujian, yaitu :
1. Tak Terkonsolidasi Tak Terdrainasi (Unconsolidared Undrainedf U U)
2. Terkonsolidasi Tak Terdrainasi (Consolidated Undrained I CU)
3. Terkonsolidasi Terdrainasi (Consofidated Drained I CD)
Sedangkan pada penelitian kali ini kondisi yang digunakan adalan kondisi CD
(terkonsolidasi terdrainasi), dimana tanah dikonsolidasikan secara normal kemudian
diberikan tegangan aksial yang bertambah dan tegangan isotropis tetap. Pemberian
tegangan aksial dengan penurunan yang sangat Iambat agar tegangan pori tetap dan
air dan sampel dibiarkan mangalir keluar.
Contoh tanah yang digunakan dalam penelitian ini berupa tanah gambut yang
berasal dari Riau. Tanah gambut (Pear) adalah sejenis tanah yang merupakan
campuran fragman-fragmen material organik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang
telah membusuk, mengalami perubahan secara kimiawi dan menjadi fosil.
Secjara umum tanah gambut adalah suatu janis tanah yang memiliki daya
dukung yang rendah dan kompresibilitas yang tinggi sehingga tanah gambut sangat
buruk apabila dijadikan sebagai pendukung suatu konstruksi bangunan sipil, misalnya ;
untuk pondasi, jalan dan sebaginya."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S34987
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudi Armansyah
"ABSTRAK
Indonesia adalah salah satu negara kepulauan yang memiliki daratan yang relatif lebih sempit dibanding lautannya. Daratan di Indonesia dapat kita jumpai di berbagai pulau besar maupun kecil di tanah air kita. Sebagai negara berkembang tentunya Indonesia membutuhkan berbagai macam Infrastruktur untuk memenuhi kebutuhan warganya . Infrastruktur tersebut dapat berupa gedung, jalan, jembatan bendungan dan sebagainya. Pemerintah selama kurang lebih 50 tahun ini telah banyak membangun berbagai macam infrastruktur di daerah-daerah di seluruh wilayah Indonesia , walaupun pembangunan tersebut masih dirasa sangat tidak merata. Di Ibukota Jakarta sendiri telah banyak kita jumpai Gedung-gedung bertingkat tinggi , fly over , jalan tol dan bangunan infrastruktur megah lainnya . Secara umum pembangunan infrastruktur di daerah Jawa tidak banyak mengalami kesulitan karena faktor daya dukung tanah yang baik.
Salah satu sumber daya yang hingga saat ini masih menjadi perbincangan hangat adalah tanah gambut. Tanah gambut di Indonesia banyak kita jumpai di daerah pantai Timur Sumatera, Selatan Kalimantan, dan daerah Irian. Tanah gambut merupakan tanah yang berkadar organik tinggi dan mengandung serat-serat tumbuhan yang dalam proses pembusukan menjadi tanah. Sehingga tanah gambut ini tersusun dari campuran serat material organik yang berasal dari tumbuhan yang telah berubah sifatnya secara kimiawi dan telah menjadi fosil, dimana tanah ini sangat buruk untuk mendukung beban konstruksi yang dapat menjadi penyebab kegagalan proyek-proyek infrastruktur dalam bidang teknik sipil yang berkaitan dengan masalah kestabilan bangunan.
Contoh tanah yang digunakan pada tugas akhir ini adalah di daerah Bereng Bengkel , Palangkaraya , Kalimantan tengah . Hal ini berhubungan dengan dibuatnya jalan raya yang menghubungkan antara Palangkaraya dan Banjarmasin.
Dalam penulisan dan penelitian ini akan dilakukan pengujian terhadap contoh tanah gambut murni dan campuran abu gambut-lempung dengan memakai alat Stress Path Bishop-Wesley Cell dimana pencatatan dilakukan otomatis oleh komputer. Pada setiap contoh tanah dilakukan pengujian dengan alat triaksial dengan memberikan tekanan isotropis yang berbeda-beda (σ3' = 50, 70 dan 110 kPa) serta dalam konsolidasi normal (OCR 1).
Dari hasil uji triaksial yang dilakukan akan dapat digambarkan grafik hubungan antara regangan , tegangan , dan volume spesifik . Kemudian dari grafik tersebut akan olah dan diperoleh parameter-parameter kekuatan tanah yang diperlukan. Selanjutnya parameter yang ada akan di analisa apakah sudah menunjukkan kekuatan sebenarnya dari tanah atau mungkin terdapat anomali ( keanehan ) yang perlu diteliti lebih lanjut. Tentunya semua itu mengacu pada referensi baku yang sudah ada sebelumnya, sehingga interpretasi interpretasi yang dilakukan sudah ada dasar pengetahuannya.

"
2000
S34931
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubba Rosita
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S35060
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Tanah air kita yang kaya akan sumber daya alam ini, belum semuanya dapat kita olah dan manfaatkan dengan optimum. Tentunya kita sebagai warga negara yang hidup dan tinggal di tanah air ini hendaknya dapat memanfaatkannya semaksimal mungkin. Salah satu sumber daya yang hingga saat ini masih menjadi perbincangan hangat adalah tanah gambut. Tanah gambut di Indonesia banyak kita jumpai di daerah pantai Timur Sumatera, Selatan Kalimantan, dan daerah Irian. Contoh tanah yang digunakan pada tugas akhir ini adalah di daerah Riau yaitu di Desa Tampan dan Duri. Hal ini dihubungkan dengan adanya pengembangan wilayah kota Pakanbaru menjadi daerah pemukiman dan industri. Tanah gambut merupakan tanah yang berkadar organik tinggi dan mengandung serat-serat tumbuhan yang dalam proses pembusukan menjadi tanah. Sehingga tanah gambut ini tersusun dari campuran serat material organik yang berasal dari tumbuhan yang telah berubah sifatnya secara kimiawi dan telah menjadi fosil, dimana tanah ini sangat buruk untuk mendukung beban konstruksi yang dapat menjadi penyebab kegagalan proyek-proyek infrastruktur dalam bidang teknik sipil yang berkaitan dengan masalah kestabilan bangunan. Pengujian yang dilakukan dalam tugas akhir ini menggunakan alat uji triaksial dimana pada contoh tanah diberikan tegangan sedemikian rupa yang nantinya melalui analisa lintasan tegangan dapat diperoleh parameter-parameter kekuatan geser tanah. Metoda lintasan tegangan adalah suatu cara pendekatan penyelesaian masalah stabilitas dan deformasi dalam mekanika tanah. Lintasan tegangan sendiri adalah suatu garis yang menghubungkan titik-titik yang mengalami tegangan geser maksimum. Secara umum, analisa lintasan tegangan ini meninjau keadaan tegangan, regangan, dan tekanan air pori yang berada dalam elemen tanah. Pada analisa ini tekanan pori dievaluasi dari kondisi undrained sampai kondisi drained. Prinsip uji triaksial dalam kondisi Consolidated-Undrained yaitu pada contoh tanah diberikan tegangan normal dan air diperbolehkan mengalir dari contoh tanah. Tegangan normal ini bekerja sampai konsolidasi selesai, yaitu sampai tidak terjadi perubahan pada contoh tanah. Kemudian jalan/saluran air dari contoh tanah ditutup dan contoh tanah diberikan tegangan geser secara undrained (tertutup) dan tegangan normal masih tetap bekerja. Tegangan air pori diukur selama tegangan geser diberikan. Pada pengujian contoh tanah ini juga akan dilakukan perbandingan antara kondisi terkonsolidasi normal (normally consolidated) dan terkonsolidasi berlebihan (over consolidated) dengan menggunakan metode lintasan tegangan (stress path). Kemudian dari data-data tersebut nantinya dapat dilakukan suatu interpretasi terhadap pengaruh pembebanan terkonsolidasi berlebihan serta diketahui parameter-parameter kekuatan geser tanah antara kondisi normally dan over consolidated yang dibutuhkan untuk analisa geoteknis tanah."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S34940
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>