Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160387 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adytio Hardianto
"Prasasti merupakan sumber primer dalam mempelajari kehidupan masyarakat Jawa Kuno pada masa Hindu-Buddha. Dalam prasasti disebutkan secara langsung akan kontak dengan orang-orang asing yang disebut dalam prasasti sebagai wka kilalan. Penyebutan tersebut pertama kali dilakukan pada prasasti-prasasti Airlangga (abad ke-11) hingga masa Majapahit (abad ke-15). Orang-orang asing tersebut disebutkan dalam prasasti berdatangan ke Jawa dari berbagai daerah-daerah Asia hingga Afrika. Dalam masyarakat Jawa dikenal akan adanya sistem penggolongan berupa sistem kasta yang memisahkan masyarakat menjadi beberapa golongan berupa brahmana, ksatriya, waisya, dan sudra. Menurut prasasti diketahui kerajaan-kerajaan Jawa Kuno memberi peraturan khusus untuk orang asing yang berupa larangan dan pajak tambahan. Peraturan yang ditetapkan dalam prasasti terhadap orang asing memberi gambaran seakan-akan orang-orang asing yang berkunjung ke Jawa hanyalah pedagang. Menurut berita asing dan naskah kuno dapat diketahui motivasi, peran, dan kedudukan dari orang-orang asing yang berkunjung ke Jawa bukan hanya pedagang. Motivasi kedatangan mereka dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu motivasi agama, politik, dan ekonomi. Ketiga jenis motivasi tersebut dapat memberi gambaran peran-peran orang asing yang berkunjung ke Jawa, contohnya sebagai seorang prajurit, pendeta, utusan, dan pedagang. Dari peran-peran tersebut dapat diketahui kedudukan peran orang-orang asing dalam masyarakat Jawa beragam.

Inscriptions serve as primary sources for studying the ancient Javanese society during the Hindu-Buddhist period. These inscriptions directly mention contacts with foreigners referred to as "wka kilalan." This reference is used first in the Airlangga inscriptions (11th century) and continues through the Majapahit era (15th century). The inscriptions state that these foreigners arrived in Java from various regions in Asia to Africa. Within Javanese society, a caste system was recognized, dividing the population into distinct groups such as brahmana, ksatriya, waisya, and sudra. According to the inscriptions, ancient Javanese kingdoms implemented specific regulations for foreigners, including prohibitions and additional taxes. The regulations outlined in the inscriptions portray the foreigners' visits to Java as primarily involving trade. Contrary to the notion of foreigners merely being traders, insights from foreign accounts and ancient manuscripts reveal that their motivations, roles, and positions were not limited to commerce. The motivations for their visits can be categorized into three types: religious, political, and economic. These motivations provide a comprehensive view of the various roles undertaken by foreigners in Java, including as warriors, priests, envoys, and traders. Understanding these roles helps illustrate the diverse positions held by foreigners within Javanese society."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ina Juriati Rahmatiwi
"Suksesi merupakan proses transfer kekuasaan dari satu orang, rezim atau pemerintahan. Pada masa Jawa Kuno, suksesi merupakan proses pergantian takhta dari seorang raja ke penggantinya. Setelah raja-raja tersebut naik takhta, mereka akan melakukan legitimasi untuk membuktikan bahwa ia berhak atas takhtanya. Penelitian ini membahas mengenai bentuk-bentuk suksesi dan bentuk-bentuk legitimasi raja-raja pada masa Jawa Kuno, serta bagaimana hubungan antara keduanya. Metode yang digunakan terdiri dari tiga tahapan metode arkeologi, yaitu pengumpulan data dengan mengumpulkan transkrip dari prasasti-prasasti yang digunakan sebagai sumber data, pengolahan data dengan melakukan analisis mengenai bentuk-bentuk suksesi dan legitimasi pada masa Jawa Kuno yang didapatkan dari sumber data, dan penafsiran data dengan mencoba menjelaskan hubungan antara kedua hal tersebut serta perbandingan kedua hal tersebut pada kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Berdasarkan prasasti-prasasti pada masa Jawa Kuno abad VIII-XV, diketahui bahwa prasasti yang memuat keterangan mengenai suksesi juga berisi informasi mengenai legitimasi. Sementara itu, tidak semua prasasti yang memuat informasi mengenai legitimasi, memuat informasi suksesi. Diketahui pula bahwa bentuk suksesi yang dilakukan raja-raja pada masa Jawa Kuno akan mempengaruhi cara ia melegitimasi dirinya. Semakin banyak usaha yang dilakukan seorang raja untuk melegitimasi dirinya, maka semakin bisa diyakini bahwa raja tersebut tidak berhak atas takhtanya.

Succession is the process of transferring power from one person, regime or government. In ancient Java, succession was the process of changing the throne from a king to his successor. After the kings ascend the throne, they will exercise legitimacy to prove that he is entitled to his throne. This study discusses the forms of succession and the forms of legitimation of kings in ancient Java, and how the relationship between both. The method used three stages of archeological methods, first, collecting data by collecting transcripts from inscriptions used as data sources, second, processing data by analyzing forms of succession and legitimation in ancient Java that were obtained from data sources, and third, interpretation data by trying to explain the relationship between these two things and the comparison of the two things to the kingdoms in Central Java and East Java. Based on the inscriptions in the ancient Javanese period VIII-XV, it is known that the inscriptions that contain information about succession also contain information about legitimacy. Meanwhile, not all inscriptions containing information on legitimacy contain succession information. It was also known that the form of succession carried out by the kings in ancient Java would influence the way he legitimized himself. The more effort a king makes to legitimize himself, the more it can be believed that the king is not entitled to his throne."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Victoria Geraldine
"Prasasti sīma merupakan maklumat raja yang dikeluarkan untuk memberikan anugerah berupa daerah sīma kepada pihak tertentu. Hal tersebut biasanya dilakukan untuk kepentingan bangunan suci atau sebagai bentuk balas jasa raja kepada masyarakat yang telah menunjukkan loyalitas kepadanya. Pada abad XIII–XV M, khususnya pada masa Kerajaan Majapahit, terjadi banyak peperangan dan pemberontakan, sehingga pembahasan mengenai loyalitas menjadi penting. Oleh sebab itu, tulisan ini dibuat untuk mengungkap bentuk-bentuk loyalitas apa saja yang ditunjukkan oleh masyarakat Jawa Kuno pada abad XIII–XV M, faktor yang mempengaruhi terbentuknya loyalitas tersebut, serta faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk-bentuk loyalitas yang ditunjukkan. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif yang bersifat deskriptif, dan melalui tiga tahap: pengumpulan data yang dilakukan dengan studi pustaka terhadap prasasti dari abad XIII–XV M yang mengindikasikan adanya loyalitas, analisis data mengenai bentuk-bentuk loyalitas masyarakat Jawa Kuno, dan penafsiran data yang dilakukan dengan menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya loyalitas serta bentuk-bentuk loyalitas yang ditunjukkan. Bentuk-bentuk loyalitas masyarakat Jawa Kuno abad XIII–XV M dapat dibagi ke dalam tiga kelompok: jasa dalam perang, pengabdian luar biasa, dan menjaga kesejahteraan rakyat/negara. Kemudian, faktor yang mempengaruhi terbentuknya loyalitas adalah faktor keagamaan, sedangkan bentuk-bentuk loyalitas yang ditunjukkan dipengaruhi oleh faktor kondisi kenegaraan dan kedudukan sosial. Diketahui pula bahwa loyalitas masyarakat Jawa Kuno terbentuk secara alami, tetapi juga menunjukkan karakteristik dari loyalitas kontraktual.

The sīma inscription is an edict issued by the king as a gift to be given to certain parties. This is usually done for the upkeep of sacred buildings or as a way for the king to reward those who have shown him loyalty. The XIII–XV Centuries AD, especially in the Majapahit Era, was a time ripe with wars and rebellions, so it is important to discuss about loyalty during this time. Therefore, this paper is written to express the forms of loyalty shown by the Ancient Javanese people, the factors that influence the formation of loyalty, and the the forms of loyalty shown. This research was conducted with a descriptive qualitative method, which includes three stages: data collection carried out by literature study of the inscriptions from XIII–XV Centuries AD which indicates the people's loyalty, data analysis on the forms of loyalty of the Ancient Javanese people, and data interpretation which explains the factors that influence the formation of loyalty and the forms of loyalty shown. The forms of loyalty shown by the Ancient Javanese people in XIII–XV Centuries AD can be divided into three categories: service in war, extraordinary dedication, and maintaining the welfare of the people/kingdom. The factor that caused the formation of that loyalty is religion, while the forms of loyalty shown are influenced by the kingdom's political condition and social status. It is also known that the Ancient Javanese people's loyalty were formed naturally, but it also shows characteristics of contractual loyalty.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Marha Setianingsih
"LATAR BELAKANG
Paleografi yang berasal dari kata Yunani palaios' (kuna) dan graphein (menulis), merupakan ilmu yang mempelajani jenis, bentuk, perkembangan atau perubahan aksara (De Casparis 1975: 5). Salah satu obyek paleografi adalah prasasti. Dalam bahasa Jawa Kuna, prasasti sering juga disebut Sang Hyang Ajna Haji Praasti, yang artinya perintah (ajna) raja yang mulia. Prasasti sendiri berarti syair pujian (metrical eulogistical) (Atmodjo 1994: 4)
Di Nusantara kajian paleografi untuk pertamakali telah dilakukan oleh Raffles dalam karyanya yang berjudul The History of Java. Ia membandingkan aksara yang terdapat dalam prasasti-prasasti yang ditemukan di Indonesia saat itu. "Ayunan langkah" Raffles ini segera diikuti oleh K.F.Holle, Cohen Stuart dan J.H. Kern, disusul L.C. Damais dan J.G. de Casparis. Belakangan, beberapa sarjana Indonesia dan asing lainnya ikut berkiprah menggeluti hal yang sama.
Dalam sejarah kebudayaan masa klasik Indonesia, terlihat adanya perkembangan yang sekilas menampakkan perbedaan dan perubahan antara kebudayaan masa Jawa Tengah dan kebudayaan masa Jawa Timur dalam kurun waktu abad ke - 9 hingga ke - 14. Perkembangan dimaksud tampak sebagai sebuah perkembangan budaya yang meluas dan mencakup waktu yang cukup panjang.
Perubahan dalam bidang kesenian terlihat pada bangunan candi (arsitektur), relief dan arca. Karya seni bangunan candi di Indonesia menurut kronologinya dibagi menjadi dua, yaitu zaman Jawa Tengah yang menghasilkan langgam Jawa Tengah dan yang berjaya pada masa sebelum 1000 Masehi, serta zaman Jawa Timur yang meliputi masa sesudah tahun 1000 M (sampai sekitar pertengahan abad ke - 16) (Soekmono 1986: 234). "
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Cahyanita
"ABSTRACT
Seseorang yang meninggal menyebabkan munculnya berbagai permasalahan mengenai kelanjutan hak dan kewajibannya, penyelesaiannya akan diatur dalam hukum waris. Pewarisan sudah berlangsung sejak zaman dahulu seperti pada masa Jawa Kuna. Pewarisan masa Jawa Kuna dapat diketahui berdasarkan prasasti dan kitab-kitab dari masa tersebut seperti kitab agama dan Manawadharmasastra. Beberapa peneliti sudah melakukan penelitian mengenai pewarisan masa Jawa Kuna, tetapi belum pernah dibahas secara mendalam. Penelitian ini membahas mengenai penerapan pewarisan pada masa Jawa Kuna. Pewarisan dalam prasasti dikaitkan dengan kitab agama dan Manawadharmasastra yang menghasilkan penjelasan mengenai penerapan pewarisan masa Jawa Kuna. Pewarisan pada masa tersebut memiliki tiga unsur yaitu pewaris, harta warisan, dan ahli waris. Pewaris dan ahli waris masa Jawa Kuna berdasarkan prasasti tidak membedakan jenis kelamin. Harta warisan yang diteruskan dibagi menjadi dua yaitu harta berwujud yang berupa tanah, kebun, dan sawah, serta harta tidak berwujud berupa takhta, hak-hak istimewa, hutang piutang, dan pajak. Pewarisan pada masa Jawa Kuna menerapkan pewarisan parental seperti masyarakat adat Jawa sekarang ini.

ABSTRACT
People who dies causes the emergence of various problems regarding the continuity of his rights and obligations, the settlement will be regulated in law of inheritance. Inheritance has been going on since long time ago as in ancient Javanese. The inheritance of the Old Javanese can be known by the inscriptions and books of the period such as agama and Manawadharmasastra. Some researchers have done research on ancient Javanese inheritance, but have not been discussed in depth. This research discusses the application of inheritance in the Old Javanese period. Inheritance in the inscription is associated with the agama and Manawadharmasastra books which resulted in an explanation of the application of the ancient Javanese inheritance. Inheritance at that time had three elements: inheritors, inheritance, and heirs. The inheritors and the heirs of Javanese Kuna based on the inscription do not distinguish the sexes. The proceeds of the inheritance are divided into two: tangible property in the form of land, gardens, and fields, and intangibles in the form of thrones, privileges, accounts payable, and taxes. The inheritance of the Old Javanese implements parental inheritance such as the Javanese indigenous people today."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asri Hayati Nufus
"ABSTRACT
Hubungan internasional merupakan kegiatan yang menyangkut aspek region dan internasional yang dilakukan satu dengan negara lainnya dalam rangka memperoleh keuntungan. Hubungan internasional juga telah dilakukan oleh Jawa pada masa Hindu-Buddha yang bekaitan dengan perdagangan internasional. Bukti hubungan internasional di Jawa dapat diketahui dengan adanya penyebutan orang-orang asing  pada prasasti, naskah, berita asing, dan pada artefak. Pada  prasasti terdapat penyebutan orang asing secara langsung pada bagian wargga kilalan, hulun  haji, dan secara tidak langsung disebutkan pada bagian manilala drwyahaji. Penyebutan orang-orang asing mulai muncul secara konsisten pada prasasti yang berasal dari masa Airlangga hingga masa Majapahit. Dari penyebutan orang-orang asing tersebut dapat diketahui asal orang-orang asing dan intensitas hubungannya dengan Jawa; motif kedatangan orang asing dalam bidang agama, ekonomi, dan politik; serta pengaturan yang diberikan oleh kerajaan terhadap orang-orang asing tersebut. Dengan mengetahui asal, motif, dan pengaturan tersebut diharapkan dapat memberikan keterangan mengenai aktivitas orang-orang asing di Jawa berdasarkan data prasasti abad ke-11-15 Masehi.

ABSTRACT
International relations is an activity that concerns with regional and international aspects undertaken one with other countries in order to gain profit. International relations have also been made by Javanese during the Hindu-Buddhist era associated with international trade. Evidence of international relations in Java can be known by the mention of foreigners on inscriptions, manuscripts, foreign news, and on artifacts. On the inscription there is a direct mention of foreigners on the part of the wargga kilalaan, hulun haji, and indirectly mentioned in the manilala drwyahaji section. The mention of foreigners began to appear consistently on inscriptions from the Airlangga period to Majapahit. From the mention of foreigners can be known the origin of foreigners and the intensity of its relationship with Java; the motives of foreigners in the fields of religion, economy, and politics; as well as the regulations given by the kingdom against these foreigners. By knowing the origin, motives, and regulations are expected to provide information about the activities of foreigners in Java based on inscriptions 11-15th century AD."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shofa Nurhidayati
"ABSTRAK
Tanah sima adalah tanah yang tidak dapat diganggu gugat karena status keistimewaan dan kesakralannya. Kesakralan dari tanah sima didukung oleh adanya aturan berupa sanksi serta kutukan yang tertulis di dalam prasasti sima. Namun, pada kenyatannya masih terdapat beberapa perilaku atau tindakan yang bertentangan dari apa yang sudah diatur dalam prasasti sima dan dianggap sebagai sebuah penyimpangan yang terjadi pada isi dan ketetapan tanah sima masa Jawa Kuno. Penelitian ini membahas mengenai bentuk-bentuk dari penyimpangan, faktor yang melatarbelakangi dan pelaku yang melakukan penyimpangan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh keterangan bahwa pada masa Jawa Kuno diindikasikan terjadi empat penyimpangan yang kebanyakan dilatarbelakangi oleh faktor politik dan ekonomi. Penyimpangan dilakukan oleh berbagai macam kalangan, mulai dari raja hingga orang biasa. Berdasarkan penelitian juga diketahui bahwa tingkat status sosial seseorang dapat mempengaruhi besar kecilnya bentuk penyimpangan yang dilakukan.

ABSTRACT
Sima is a particular part of an area that cannot be disturbed because of its status as a sima land. The sacred of a sima land is shown in s ma rsquo's inscriptions that narrate the sanctions and curses for those who defy it. However, some sanctions doesn rsquo t follow the rule that has been written in the inscriptions. These actions is considered a deviation towards the regulation of sima in Ancient Java. This research discuss about form of deviations, its causabilities, and prepetators. Result of the study showed indications that in the times of Ancient Java occurred four deviations from the rule. These deviation caused by political and economic factors, prepetators origin varies from many social group, including the court and commoners. This study also showed that social status of a person also affecting the scale of the deviation."
2016
S66677
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wawan Yogaswara
"Prasasti merupakan sumber tertulis yang paling otentik, yang dapat digunakan untuk merekonstruksi sejarah kuna. Prasasti memiliki isi yang dapat memberikan gambaran tentang berbagai hal yang berkenaan dengan kehidupan sosial, birokrasi, perekonomian, religi dan politik dari berbagai masyarakat yang sezaman dengan prasasti itu. Sebagian besar prasasti dari masa Jawa Kuna dibuat untuk memperingati penetapan sima. Sima berarti ?batas? atau batas desa dan pada mulanya pranata sima berasal dari India. Prasasti sima memiliki formulasi yang tetap, salah satu unsur dalam prasasti sima adalah sapatha. Sapatha berarti kutuk, sumpah atau janji, dan dapat juga diartikan sebagai pernyataan dengan sumpah. Sapatha memiliki pola yang tetap sepanjang masa Jawa Kuna, yaitu: (1) seruan kepada para dewata sebagai saksi dan pemberi hukuman; (2) larangan untuk mennggu ketetapan sima; dan (3) sanksi-sanksi yang berupa acaman-ancaman.
Sapatha pada masa Majapahit memiliki hubungan fungsional dengan berbagai aspek dalam kehidupan masyarakatnya, yaitu aspek religi. hukum, politik, sosial dan ekonomi. Sapatha merupakan bagian dari subsistem hukum, yaitu sebagai salah satu perangkat hukum yang belum dikodifikasi. Dalam kehidupan masyarakat Majapahit, sapatha dapat berfungsi sebagai kaidah sosial yang berupa kesusilaan dan hukum adat. Sapatha merupakan cerminan dari sistem keyakinan, merupakan perpaduan antara sistem kepercayaan agama Hindu Saiwa dengan kepercayaan asli setempat, yaitu seruan kepada dewa-dewa dan arwah nenek moyang. Pola sapatha. dari masa Majapahit yang memiliki kesamaan dengan pola sapatha dari masa Jawa Kuna umumnya, menunjukkan bahwa pola sapatha dalam Prasasti sima dari masa Majapahit tidak mendapat pengaruh yang besar dari berbagai gejala keagamaan yang muncul sepanjang masa Majapahit.
Secara sosial, sanksi-sanksi dalam sapatha berlaku bagi seluruh lapisan masyarakat. Penetapan suatu wilayah sima dapat menggambarkan pemberian legitmasi oleh raja kepada pejabat desa, sehingga dia mendapat pengakuan dari masyarakat desanya. Penetapan suatu wilayah sima juga memberikan keuntungan ekonomis bagi kerajaan Majapahit, karena kerajaan tidak dibebani pemeliharaan bangunan suci atau fasilitas lain yang ada di wilayah sima, kewajiban tersebut berpindah kepada masyarakat di wilayah sima, sehingga menambah pendapatan kerajaan Majapahit. Rakyat Majapahit yang daerahnya dijadikan wilayah sima secara ekonomis juga memperoleh pertambahan pendapatan dari penyusutan pajak atas semua usaha mereka di bidang pertukangan, perdagangan dan kerajnan. Sapatha berfungsi untuk menjaga kelestarian suatu ketetapan wilayah sima tesebut."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2005
T15367
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taqyuddin
"ABSTRAK
Kajian budaya pertanian masa Jawa kuno abad ke-8 ndash; 11 M yang menggunakan data utama isi prasasti, lokasional candi beserta gambaran reliefnya yang terkait dengan kondisi alam berdasar dimensi temporal dan spatial menunjukkan gambaran rekonstruksi lanskap arkeologi pertanian masa Jawa kuno. Penelitian arkeologi yang memfokuskan mengkaji benda budaya yang terkait dengan pertanian dalam isi prasasti, relief candi, sebaran candi dan lingkungannya yang ada di Jawa bagian tengah hingga Jawa bagian timur, pada bagian-bagiannya menurut waktu dan lokasionalnya menunjukkan keahlian lokal masyarakat Jawa kuno. Analisis arkeologis, analisis keruangan ekologi dapat menunjukkan bukti bahwa berbagai jenis pangan, tradisi pangan, jenis pengolahan tanah, pengolahan bahan pangan, profesi dan pejabat terkait dengan pengelolaan tanah, teknologi atau alat yang disebutkan untuk mendukung budaya pertanian masa lalu yang dipimpin oleh para-raja-raja masa Jawa kuno yang mengukuhkan tata aturan sesuai dengan agama Hindu dan Buddha di berbagai ruang wilayah penelitian dapat dibedakan keistimewaannya. Pelaksanaan budaya pertanian dikaji tidak terlepas dengan kondisi geografis fisiknya sebagai bukti upaya pemanfaatan lanskap alam yang terkait dengan lanskap arekologi pertaniannya. Analisis keruangan dari bukti-bukti tersebut dapat direkonstruksi nilai-nilai budaya masa Jawa kuno dan dijadikan refleksi. Refleksi nilai-nilai budaya tersebut dijadikan rujukan demi keberhasilan budaya pertanian. Nilai-nilai tersebut yaitu bahwa masyarakat Jawa kuno pandai memilih lanskap alam yang memiliki daya dukung lanskap budaya pertanian yang berkelanjutan. Selain itu masyarakat Jawa kuno yang berbekal pengalaman dan pengetahuan adaptasi ekologi di Jawa bagian tengah pada akhirnya peran manusia ikut menentukan perkembangan penerapan teknologi pertanian dan menentukan wilayah pilihan untuk melanjutkan kebudayaannya di Jawa bagian timur. Pengetahuan dan pengalaman menghadapi perubahan ekologis di Jawa bagian tengah yang relatif di dataran sempit berbukit hingga bergunung api, selanjutnya mampu mengekplorasi dan mengeksploitasi tidak hanya dataran luas lereng-lereng vulkanik tetapi hingga dataran rendah, dataran banjir sungai, rawa, pesisir dan laut. Hal ini dapat dijadikan refleksi budaya pada suatu wilayah dalam pengolahan tanah, pengadaan dan penyediaan pangan untuk lebih berkelanjutan.Kata kunci: Lanskap arkeologi pertanian, keruangan, ekologi.

ABSTRACT
The Study of Agriculture in Ancient Java using data from inscription, location of temple along with its candi relief related with natural environment, along with spatial and temporal dimension reconstruct archaeological agriculture in ancient Java era. Archaeological research aim and focus in studying cultural artifact of agriculture contain in inscriptions, candi relief, distribution of location of candi and its surrounding environment in central and east Java, each part described with its specific location and time frame, summarizing the evidence of local agricultural skill in ancient Java people. Archaeological along with spatial analysis such ecology conclude the evidence of various food source, food tradition, type of land cultivation, the food processing, the profession, bureaucracy related to land used, technology and various tools can provide a clear picture of ancient agriculture lead by kings in ancient Java in his terms of compliance to the religious setting and rule of Hinduism and Buddhism in various area in its specific settings. The cultural activity related to Agriculture are not separated with physical geography condition as a proven record of the use of natural landscape with its archeo agricultural landscape. Spatial analysis along with all related evidence can be use to reconstruct many of cultural values of ancient java on which can be reflected to now days needs situation. The value proved that ancient Java people has skill, knowledge, and experience to choose natural landscape that can support alive and sustainable agriculture landscape. On the progress, such expertise including ecological adaptation in central Java are used to choose to flourish the next episode of agriculture era in east Java. The knowledge and experience of challenging the ecological adaptation in central java, especially in narrow flat land to undulated hills and to volcanic mountain setting, are used well in exploring many areas not only hilly volcanic area, but also good use of flood plain, swamp, and coastal area. All of these great skill and experience can be use as cultural reflection in how an area can be used, tilled, and cultivated for a sustainable food security. Key Words Archaeology of Agricultural Landscape, spatial, ecology.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
D2288
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chevyco
"Sebagai sumber data primer, prasasti-prasasti yang diterbitkan dari periode Kerajaan Majapahit pada abad XIV-XV memuat susunan jabatan dari para pejabat yang tergabung dalam struktur birokrasi kerajaan. Sebagai unsur dari kajian peradaban, dinamika yang terjadi pada struktur birokrasi memiliki keterkaitan juga dengan dinamika dari Kerajaan Majapahit. Dalam karya ilmiah ini akan dibahas mengenai dinamika jabatan yang terjadi pada struktur birokrasi Kerajaan Majapahit melalui pengamatan terhadap kesinambungan dan perubahan susunan jabatan, penyebutan kelompok jabatan, dan juga penyematan gelar Epitheta Ornantia dari para pejabat Kerajaan Majapahit di tahap awal perkembangannya hingga masa akhir Kerajaan Majapahit.

According to inscriptions as primary textual data from Majapahit Kingdom period from XIV XV century, there was an arrangement of positions of officials from the royal bureaucratic structure. Dynamics of office in bureaucratic structure as an element of civilization studies have relevance to dynamics of Majapahit Kingdom. This scientific work will discuss dynamics of office that occur on the royal bureaucratic structure of Majapahit through observation of continuity and change of position structure, an appearance of the group of positions, and royal title Epitheta Ornantia from Majapahit Kingdom officials in the initial stage of establishment until the downfall of the Majapahit Kingdom.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>