Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 146745 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tiffany Natasya Dianti
"Dampak waktu pengikatan silang glutaraldehida (GA) pada morfologi, sifat kimia, dan perilaku pembengkakan komposit spons gelatin / monetit yang digunakan untuk aplikasi hemostatik. Glutaraldehid meningkatkan integritas struktural matriks gelatin dengan membentuk ikatan kovalen, menciptakan jaringan tiga dimensi yang meningkatkan sifat mekanik. Analisis SEM menunjukkan bahwa variasi GA mempengaruhi struktur berpori komposit. FTIR mengkonfirmasi bahwa glutaraldehida bereaksi dengan gugus amina gelatin untuk membentuk jaringan kovalen yang stabil. Partikel monetit yang terdispersi secara seragam meningkatkan kekuatan mekanik dan osteokonduktivitas. Tes pembengkakan menunjukkan pembengkakan awal tertinggi pada sampel Non-GA (~ 350%) dalam waktu 20 menit, diikuti oleh GA-12 (~ 320%) dan GA-24 (~ 300%). GA-48 menunjukkan pembengkakan yang lebih lambat, mencapai puncaknya sekitar 250% setelah 40 menit. Temuan ini menyoroti peran penting konsentrasi GA dalam menentukan karakteristik komposit, sehingga cocok untuk regenerasi tulang dan rekayasa jaringan.

The impact of glutaraldehyde (GA) crosslinking time on the morphology, chemical properties, and swelling behavior of gelatin sponge/monetite composites used for hemostatic applications. Glutaraldehyde enhances the gelatin matrix's structural integrity by forming covalent bonds, creating a three-dimensional network that improves mechanical properties. SEM analysis showed that GA variations affect the composite's porous structure. FTIR confirmed that glutaraldehyde reacts with gelatin's amine groups to form a stable covalent network. Uniformly dispersed monetite particles enhance mechanical strength and osteoconductivity. Swelling tests revealed Initial swelling is highest in the Non-GA sample (~350%) within 20 minutes, followed by GA-12 (~320%) and GA-24 (~300%). GA-48 exhibits slower swelling, peaking at about 250% after 40 minutes. These findings highlight the crucial role of GA concentration in defining the composites' characteristics, making them suitable for bone regeneration and tissue engineering."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Naufal Misbah
"Hemostat gelatin sponge merupakan salah satu material hemostatik yang umum digunakan untuk menghentikan pendarahan dalam kejadian luka akut. Penambahan monetite dengan keberadaan ion kalsium diharapkan dapat mempercepat berlangsungnya proses hemostasis. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan karakteristik fisiko-kimia dan biokompatibilitas dari gelatin sponge dengan penambahan partikel monetite dengan variasi 0 wt%, 3 wt%, 5 wt%, 7 wt%, dan 10 wt% dari total massa gelatin/monetite yang disintesis. Produk hemostat yang disintesis menggunakan gelatin dan monetite dipreparasi dengan metode freeze-drying dan dilanjutkan dengan proses termal cross-linking. Sampel dilakukan karakterisasi SEM, FTIR, perilaku swelling, dan pelepasan ion kalsium. Gelatin sponge/monetite menunjukkan morfologi mikro permukaan dengan pori-pori terbuka dan saling terinterkoneksi satu sama lain. Dengan adanya penambahan monetite, rata-rata diameter pori yang terbentuk menurun hingga konsentrasi monetite 5% dan mengalami kenaikan pada konsentrasi monetite 7% dan 10%. Selain itu, keberadaan unsur kalsium dan fosfor pada gelatin sponge dengan penambahan monetite dapat dilihat pada spektrum EDS pada gambar SEM. Interaksi di antara gelatin dan monetite teramati pada uji FTIR yang menunjukkan adanya gugus fungsi regangan P-O pada sekitar wavenumber 600 cm-1. Sifat hidrofilik monetite mampu membatasi rasio swelling pada gelatin sponge/monetite. Pelepasan ion kalsium pada sampel gelatin sponge/monetite menunjukkan hasil yang selaras dengan rata-rata diameter pori dengan kecenderungan bahwa semakin tinggi konsentrasi monetite maka pelepasan ion kalsium semakin tinggi. Hasil dari penelitian secara umum menunjukkan dengan adanya penambahan monetite, hemostat gelatin sponge memiliki sifat fisiko-kimia dan biokompatibilitas yang lebih baik dan terkontrol.

Hemostat gelatin sponge is one of the commonly used hemostatic material to stop bleeding in the event of an acute wound. The addition of monetite in the presence of calcium ions is expected to accelerate the process of hemostasis. This study aims to improve the physicochemical characteristics and biocompatibility of gelatin sponge by adding monetite particles with variations of 0%wt, 3%wt, 5%wt, 7%wt, and 10%wt of the total mass of synthesized gelatin/monetite. Hemostat product synthesized using gelatin and monetite were prepared using the freeze-drying method and followed by a thermal cross-linking process. Samples were characterized by SEM, FTIR, swelling behavior, and calcium ion release. Gelatin sponge/monetite shows surface micromorphology with open pores and is interconnected with each other. With the addition of monetite, the average pore diameter formed decreased to 5% monetite concentration and increased at 7% and 10% monetite concentrations. In addition, the presence of calcium and phosphorus elements in the gelatin sponge with the addition of monetite can be seen in the EDS spectrum in the SEM image. The interaction between gelatin and monetite was observed in the FTIR test which indicated the presence of a P-O strain functional group at about wave number 600 cm-1. The hydrophilic properties of monetite can limit the swelling ratio of the gelatin sponge/monetite. The release of calcium ions in the gelatin sponge/monetite samples showed results consistent with the average pore diameter with the tendency that the higher the concentration of monetite, the higher the retention of calcium ions. The results of the study in general showed that with the addition of monetite, gelatin sponge hemostat had better physicochemical and biocompatibility properties and relief."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sylvia Lioner
"Hidrogel adalah pembalut luka modern yang dapat menangani eksudat luka sekaligus mempertahankan kelembaban yang optimal. Hidrogel yang hanya mengandung satu polimer memiliki kekuatan mekanik, elastisitas, dan stabilitas yang rendah. Oleh sebab itu, penggabungan dua jenis polimer dalam pembuatan hidrogel banyak diterapkan dalam aplikasi biomedik saat ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengarakterisasi dan membandingkan hidrogel yang dibentuk dari polimer kitosan dan gelatin yang ditaut silang menggunakan glutaraldehid dan genipin untuk pembalut luka. Kedua hidrogel dibuat menggunakan metode yang sama yaitu menggunakan agen penaut silang kimia. Morfologi, identifikasi gugus fungsi, pola difraksi sinar-X, stabilitas termal, sifat mekanik, kemampuan mengembang, dan evaporasi air dari hidrogel diuji. Hasil karakterisasi dari kedua hidrogel serupa karena glutaraldehid dan genipin memiliki mekanisme taut silang yang serupa terhadap polimer kitosan dan gelatin. Kemampuan mengembang metode taut silang glutaraldehid (63,07%) lebih tinggi daripada genipin (58,25%). Hasil uji sifat mekanik metode taut silang glutaraldehid lebih rendah yaitu 0,0061 MPa (mengembang) dan 0,0517 MPa (kering) dibandingkan genipin yaitu 0,0087 MPa (mengembang) dan 0,1187 MPa (kering). Laju evaporasi air metode taut silang glutaraldehid lebih tinggi (27,21%) daripada genipin (24,85%). Berdasarkan hasil karakterisasi dan evaluasi, hidrogel yang ditaut silang dengan genipin dapat menggantikan hidrogel ditaut silang glutaraldehid sebagai pembalut luka.

Hydrogels are modern wound dressings which have the ability to absorb wound exudates while providing an optimum moist environment for the wound. Hydrogels made up of just one polymer have poor mechanical properties, low elasticity, and thermal instability. Therefore, two or more different types of polymers were usually used in the fabrication of hydrogels for applications in biomedical areas. The purpose of this study is to prepare chitosan/gelatin hydrogels crosslinked with glutaraldehyde and genipin as well as to characterize and study their properties as a wound dressing. Both hydrogels were fabricated by chemical crosslinking using a crosslinker. Morphology, FT-IR analysis, X-ray diffraction, thermal stability, mechanical properties, swelling capability, and water evaporation were tested. Characterization of both hydrogels showed similar results because they have similar crosslinking mechanisms when added to chitosan and gelatin. Glutaraldehyde-crosslinked hydrogel has higher swelling capability (63.07%) than genipin (58.25%). Glutaraldehyde-crosslinked hydrogel has lower tensile strength which are 0.0061 MPa (swelling) and 0.0517 MPa (dried) than genipin which are 0.0087 MPa (swelling) and 0.1187 MPa (dried). Glutaraldehyde- crosslinked hydrogel has higher water evaporation rate (27.21%) than genipin (24.85%). Based on overall characteristics and evaluation, genipin-crosslinked hydrogel can be used to replace glutaraldehyde-crosslinked hydrogel as a wound dressing."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Akif Tholibul Huda
"Tubuh manusia memiliki mekanisme hemostatik intrinsik tubuh dengan kapasitas yang terbatas sehingga pada kondisi tertentu hemostatic material sangat diperlukan untuk membantu dalam mempercepat proses pembekuan darah. Gelatin merupakan salah satu hemostatic material yang cocok digunakan sebagai wound dressing karena memiliki sifat antigenitas rendah, biodegradibilitas yang baik, dan biokompatibilitas di lingkungan fisiologis. Gelatin dapat dikombinasikan dengan monetite yang memiliki peran penting untuk membantu memusatkan komponen seluler dan protein darah sehingga dapat mendorong pembentukan gumpalan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan variasi konsentrasi monetite 0%, 3%, 5%, 7%, dan 10% terhadap karakteristik sifat porositas, sifat mekanik, perilaku degadrasi, dan sifat toksisitas pada wound dressing dengan bahan dasar gelatin. Sampel disintesis dengan metode freeze drying yaitu metode pengeringan bahan dalam keadaan beku dengan menghilangkan kandungan air secara langsung dari keadaan padat menjadi uap tanpa melalui fase cair. Setelah dilakukan freeze drying, sampel akan dipanaskan menggunakan vacuum drying oven untuk membentuk cross-linking dan dilanjutkan dengan proses karakterisasi. Hasil karakterisasi porositas menunjukkan bahwa monetite memiliki peran dalam mengurangi volume pori yang tersedia sehingga dapat menurunkan sifat porositas spons gelatin 4% hingga 7%. Adapun dari perilaku degradasinya, monetite dapat menjaga integritas jaringan gelatin sehingga meningkatkan kemampuan sampel dalam menahan degradasi. Dan melalui karakterisasi sitotoksisitas, dapat diketahui bahwa penambahan variasi persentase monetite tidak berdampak signifikan terhadap viabilitas pada sampel.

The human body has an intrinsic hemostatic mechanism with a limited capacity so under certain conditions hemostatic material very necessary to help in accelerating the process of blood clotting. Gelatin is one hemostatic material suitable for use as wound dressing because it has the properties of low antigenicity, good biodegradability, and biocompatibility in physiological environments. Gelatin can be combined with monetite which has an important role to help concentrate cellular components and blood proteins so as to promote clot formation. This study was conducted to determine the effect of adding variations in monetite concentrations of 0%, 3%, 5%, 7%, and 10% on the characteristics of porosity, mechanical properties, degradation behavior, and toxicity properties of wound dressing with a gelatin base. Samples were synthesized by the method freeze drying namely the method of drying materials in a frozen state by removing the water content directly from the solid state to vapor without going through the liquid phase. Once done freeze drying, the sample will be heated using vacuum drying oven to form cross-linking and proceed with the characterization process. The results of the porosity characterization show that monetite has a role in reducing the available pore volume so that it can reduce the porosity of the gelatin sponge by 4% to 7%. As for its degradation behavior, monetite can maintain the integrity of the gelatin network thereby increasing the ability of the sample to resist degradation. And through the characterization of cytotoxicity, it can be seen that the addition of variations in the percentage of monetite does not have a significant impact on the viability of the samples."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prayoga Bintang Perdana, autho
"Periodontitis adalah penyakit inflamasi kronis yang mempengaruhi jaringan pendukung gigi dan memerlukan penanganan yang efektif untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Salah satu metode yang potensial adalah penggunaan local drug delivery film kitosan dengan penambahan glutaraldehid sebagai agen crosslinking untuk meningkatkan sifat mekaniknya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh durasi perlakuan uap glutaraldehid terhadap sifat mekanik dan perilaku swelling film kitosan. Film kitosan diproduksi menggunakan metode solvent casting dengan komposisi 1% propolis dan gliserin sebagai plasticizer, kemudian dilakukan crosslinking dengan larutan glutaraldehid 0,5% pada suhu 37°C dengan variasi waktu perlakuan 12 jam, 24 jam, dan 48 jam. Karakterisasi film dilakukan menggunakan Fourier Transform InfraRed (FTIR), Scanning Electron Microscope (SEM), analisis swelling, dan uji tarik. Interaksi kimia antara kitosan dan glutaraldehid ditunjukkan dengan puncak dan shoulder peak pada 1651 cm-1 dalam FTIR, mengindikasikan pembentukan ikatan imina (Schiff base) yang mempengaruhi sifat mekanik dan stabilitas film serta menandakan proses crosslinking berhasil dilakukan. Hasil penelitian swelling menunjukkan peningkatan waktu crosslinking mengurangi derajat swelling film hingga 80,27%, dengan film yang diberi perlakuan glutaraldehid menunjukkan derajat swelling lebih rendah (17,50-12,12%) dibandingkan film tanpa perlakuan. Waktu crosslinking juga meningkatkan sifat mekanik film, dengan kekuatan dan kekakuan meningkat hingga 662,3% (566,7 MPa) pada 12 jam, 725,1% (620,3 MPa) pada 24 jam, dan 1061,2% (907,9 MPa) pada 48 jam, dibandingkan film tanpa glutaraldehid (85,6 MPa). Dengan demikian, durasi perlakuan glutaraldehid optimal untuk film kitosan dalam aplikasi penyembuhan periodontitis adalah 12 jam. Durasi ini menghasilkan film kitosan dengan derajat crosslinking yang optimal, derajat swelling terkontrol, dan peningkatan sifat mekanik yang signifikan, memungkinkan film mudah disisipkan ke dalam kantong periodontal dan memberikan penghantaran obat yang efektif tanpa menyebabkan ketidaknyamanan yang signifikan akibat pembengkakan.

Periodontitis is a chronic inflammatory disease affecting the supporting tissues of teeth, requiring effective intervention to prevent further damage. One potential method is the use of local drug delivery chitosan films with the addition of glutaraldehyde as a crosslinking agent to enhance their mechanical properties. This study aims to evaluate the influence of glutaraldehyde vapor treatment duration on the mechanical properties and swelling behaviour of chitosan films. Chitosan films were produced using the solvent casting method with a composition of 1% propolis and glycerine as a plasticizer, followed by crosslinking with 0.5% glutaraldehyde solution at 37°C with treatment durations of 12 hours, 24 hours, and 48 hours. The characterization of the films was conducted using Fourier Transform Infrared (FTIR) spectroscopy, Scanning Electron Microscope (SEM), swelling analysis, and tensile testing. Chemical interactions between chitosan and glutaraldehyde were indicated by peaks and shoulder peaks at 1651 cm-1 in the FTIR analysis, suggesting the formation of imine bonds (Schiff base), which affect the mechanical properties and stability of the film, indicating successful crosslinking. The swelling results showed that increasing the crosslinking duration reduced the swelling degree of the film by up to 80.27%, with glutaraldehyde-treated films showing a lower swelling degree (17.50-12.12%) compared to untreated films. Crosslinking time also enhanced the mechanical properties of the film, with strength and stiffness increasing up to 662.3% (566.7 MPa) at 12 hours, 725.1% (620.3 MPa) at 24 hours, and 1061.2% (907.9 MPa) at 48 hours, compared to untreated chitosan films (85.6 MPa). Thus, the optimal glutaraldehyde treatment duration for chitosan films in periodontitis treatment applications is 12 hours. This duration produces chitosan films with optimal crosslinking, controlled swelling, and significant improvements in mechanical properties, allowing the film to be easily inserted into periodontal pockets and provid."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Restu Raafiaji Mashudi
"Hidrogel homopolimer poliakrilamida dan poli(N-metilol akrilamida) serta hidrogel IPN poliakrilamida-poli(N-metilol akrilamida) disintesis dengan menggunakan metode polimerisasi radikal bebas. Pada proses sintesis dilakukan variasi konsentrasi pengikat silang N,N'-metilen bis akrilamida (MBA) pada jaringan polimernya untuk mengetahui pengaruhnya terhadap swelling. Variasi konsentrasi pengikat silang menyebabkan perubahan matriks hidrogel sehingga rasio swelling akan berbeda. Proses polimerisasi berhasil, ditandai dengan hilangnya puncak C=C dan C-H sp2 alkena pada FTIR. Uji swelling dilakukan pada suhu ruang dan variasi pH 3, 5, 7, 9, dan 12 selama 24 jam perendaman.  Hasil swelling hidrogel IPN ditemukan lebih tinggi dibandingkan hidrogel homopolimer dikarenakan keberadaan jaringan kedua. Swelling variasi pH pada hidrogel PNMA dan IPN mempunyai swelling tertinggi pada pH 5. Hidrogel dengan konsentrasi pengikat silang 1% untuk PAAm dan IPN PAAm serta konsentrasi pengikat silang 2% untuk PNMA dan IPN PNMA memiliki swelling tertinggi.

Homopolymer hydrogel polyacrylamide and poly(N-methylol acrylamide) also IPN hydrogel polyacrylamide-poly(N-methylol acrylamide) were synthesized using the free radical polymerization method. In the synthesis process, variations of concentration N, N'-methylene bis acrylamide (MBA) crosslinkers were used on the polymer network to determine their effect on swelling behaviour. Variations of crosslinker concentration  caused changes in the hydrogel structure and thus the swelling ratio will be different. The polymerization process conducted successfully, which was marked by the loss of the C = C and C-H sp2 alkene peaks at FTIR. Swelling test were carried out at room temperature and pH 3, 5, 7, 9, and 12. The IPN hydrogel swelling ratio was found to be higher than homopolymer hydrogel due to the presence of the second network. The highest swelling behaviour in different pH for PNMA and IPN hydrogels was found at pH 5. Hydrogels with a crosslinking concentration of 1% for PAAm, IPN PAAm and 2% for PNMA, IPN PNMA had the highest swelling."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siburian, Barto Hendricho
"Lempung ekspansif adalah lempung yang memiliki sifat khusus yaitu kapasitas pertukaran ion yang tinggi yang akan mengakibatkan lempung jenis ini memiliki potensi pengembangan yang cukup tinggi apabila terjadi perubahan kadar air. Kadar air bertambah, tanah lempung ekspansif akan mengembang (swelling) disertai dengan kenaikan tekanan air pori dan tekanan pengembangannya (swelling pressure). Sebaliknya, jika kadar air turun sampai dengan batas susutnya, lempung ekspansif akan mengalami penyusutan yang cukup tinggi. Tanah lempung ekspansif ini adalah tanah yang memiliki sifat-sifat yang buruk dan sering merugikan pekerjaan konstruksi diatasnya. Sifat-sifat tanah yang buruk dan merugikan pada tanah lempung ekspansif ini antara lain plastisitas yang tinggi, kekuatan geser yang rendah, kemampatan atau perubahan volume yang besar dan potensi kembang susut yang besar, hal ini tentu sangat merusak bagi konstruksi diatasnya.Pada penelitian ini sampel tanah yang akan diuji adalah sampel tanah lempung ekspansif yang diambil dari daerah Lippo Cikarang, Jawa Barat. Sampel tanah yang diuji ini merupakan sampel tanah disturbed, dimana sampel tanah diambil dengan menggunakan karung, sehingga diasumsikan sudah terganggu, atau sampel tanah yang diambil sudah termodifikasi dan tidak sesuai dengan struktur asli tanah dilapangan.
Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki sifat-sifat fisik dan mekanik tanah ekspansif. Penelitian ini difokuskan terhadap pengamatan potensi kembang susut tanah ekspansif baik sebelum mengalami pencampuran maupun setelah ditambahkan bahan additif sebagai bahan stabilisasi. Stabilisasi yang dilakukan denganpencampuran pasir dan semen atau campuran pasir dan kapur. Bahan stabilisasi yang digunakan pasir, semen dan kapur, diberikan variasi kadar campuran, pasir 10% dan semen kapur 5%, 10% dan 15%. Pada penelitian ini digunakan dua jenis pemadatan, standar proctor dan modified proctor, hal ini bertujuan untuk membandingkan sejauh mana pengaruh jenis pemadatan pada besarnya potensi pengembangan tanah asli maupun campuran yang akan diuji swelling. Hasil dari pemadatan berupa kadar air optimum dan berat isi kering (dry density) akan digunakan dalam pencetakan sampel untuk uji swelling. Uji swelling yang dilakukan menggunakan dua alat uji, yaitu perangkat alat consolidometer test dan perangkat alat swelling pressure test (geonor). Dilakukan uji swelling dengan menggunakan dua alat untuk mendapatkan korelasi keduanya, dan mendapatkan hasil yang lebih akurat.Sebelum dilakukan uji pengembangan (swelling test) untuk tanah campuran akan dilakukan pemeraman, pemeraman yang dilakukan adalah final curing dimana pemeraman dilakukan setelah sampeL hasil uji compaction dicetak dengan menggunakan kadar air optimum. Variasi waktu pemeraman untuk tanah campuran adalah 0, 4, 7, dan 14 hari, pemeraman dilakukan didalam desikator kaca yang memiliki kadar air dan kadar suhu yang tetap, sehingga diasumsikan tidak mempengaruhi kadar air sampel yang sedang diperam.
Pada perubahan kenaikan dry density dari dua jenis pemadatan, standar proctor dan modified proctor, kenaikan dry density tanah asli ataupun campuran yang dipadatkan dengan modified proctor lebih besar dibandingkan standard proctor. Jika dikorelasikan dengan potensi kembang susut tanah, semakin besar nilai dry density, maka akan semakin kecil potensi kembang susut (swelling potensial dan swelling pressure) tanah.Untuk uji swelling, variasi campuran yang diuji adalah tanah asli, tanah dengan campuran 10% pasir dan 15% semen, dan tanah dengan campuran 10% pasir dan 15% kapur. Digunakan kadar 15% campuran semen dan kapur karena kadar ini lebih efisien dalam peningkatan nilai-nilai sifat fisik tanah lempung ekspansif, yaitu kenaikan nilai Specific Grafity, penurunan indeks plastisitas, dan peningkatan ukuran gradasi butiran tanah jika dibandingkan dengan kadar campuran 5%, 10% semen atau kapur. Pada penelitian yang dilakukan variasi waktu pemeraman (final curing) didapat kesimpulan bahwa waktu pemeraman pada campuran sangat mempengaruhi besarnya nilai pengembangan tanah, semakin lama suatu campuran diperam, maka semakin kecil pula potensi pengembangan dan tekanan pengembangannya. Hal ini terlihat jelas pada grafik penurunan potensi pengembangan (swelling potential) dan tekanan pengembangan (swelling pressure). Dari uji pengembangan yang dilakukan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil yang didapat dari alat consolidometer dan alat geonor. Nilai potensi pengembangan paling kecil, atau penurunan pengembangan paling besar (efektif) jika dibandingkan dengan tanah asli terdapat pada pemeraman 14 hari. Hal ini karena bahan campuran (kapur dan semen) butuh waktu untuk bereaksi dengan partikel kimia dan air yang terkandung didalam tanah, dengan pemeraman 14 hari maka reaksi kimia yang terjadi antara partikel tanah dan partikel zat kimia pada bahan stabilisasi sudah bereaksi lebih sempurna dibandingkan dengan pemeraman 7 hari dan 4 hari. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penambahan pasir, kapur dan semen sangat efektif dalam mengurangi potensi pengembangan dan tekanan pengembangan tanah ekspansif, hal ini akan lebih efektif lagi jika diberikan waktu pemeraman setelah tanah dicampur dan dipadatkan sebelum diuji.

Expansive clays are clays that have special properties, namely high ion exchange capacity which will result in this type of clay has a high potential for Swelling if there is a change of water content. Increased water content, expansive clays will swell (swelling) accompanied by a rise in pore water pressure Swelling and pressure (swelling pressure). Conversely, if the moisture content down to the limit susutnya, expansive clays will have a fairly high shrinkage. This expansive clay soils have the properties of a poor and often detrimental to construction work on it. Soil properties and harm the poor in this expansive clays, among others, high plasticity, low shear strength, congestion or a large volume change and shrinkage of a large Swelling potential, it is certainly very damaging for the construction thereon. In this study soil samples to be tested is expansive clay samples taken from the Lippo Cikarang, West Java. A soil sample tested was a sample of disturbed soil, where soil samples taken using the bag, so it is assumed to already disturbed, or soil samples are taken and not modified in accordance with the original structure of the soil in the field.
This study aims to improve the physical properties and mechanical expansive soil. The study focused on observations of soil shrinkage potential of expansive Swelling both prior to and after mixing the additive material is added as a stabilizing agent. Stabilization is performed by mixing sand and cement or a mixture of sand and lime. Stabilizing agent used sand, cement and lime, given variations in levels of the mixture, 10% sand, cement and lime 5%, 10% and 15%. In this study used two types of compaction, standard proctor and modified proctor, it aims to compare the extent of the influence of type of compaction on the magnitude of the potential Swelling of the original soil or mixture to be tested swelling. The results of compaction of the optimum moisture content and dry weight (dry density) will be used in the compacted of test samples for swelling. Swelling test is performed using two tests, namely the test tools and software tools consolidometer swelling pressure test (geonor). Swelling test performed by using two tools to get the correlation of the two, and get more accurate results. Prior to the test Swelling (swelling test) for the soil mix will be done curing, curing is carried out is the final curing when curing is done after the sample compaction test results are printed by using the optimum moisture content. Variation of curing time for the soil mix is 0, 4, 7, and 14 days, curing performed in glass desiccator which has a moisture content and temperature levels are fixed, so it is assumed not to affect the water content of the sample being brooded. On changes in dry density increases from two types of compaction, standard proctor and modified proctor, an increase in dry density or a mixture of native soil was compacted by modified proctor larger than the standard proctor. If correlated with the Swelling potential of the soil shrinkage, the greater the value of dry density, the smaller the potential for fireworks shrinkage (swelling potential and swelling pressure) land. For the swelling test, variations in the mixture being tested is the native soil, soil with a mixture of 10% sand and 15% cement, and ground with a mixture of 10% sand and 15% lime. Levels of 15% used a mixture of cement and lime because the levels are more efficient in increasing the values of physical properties of expansive clay soil, which increases the value of Specific Grafity, decreasing plasticity index, and an increase in the size of a grain of soil gradation when compared to the levels of a mixture of 5%, 10% cement or lime. In the study conducted variations of curing time (final curing) obtained the conclusion that the curing time on the mixture strongly influences the value of land Swelling, the longer a mixture brooded, the smaller the potential for Swelling and Swelling pressure. This can be seen clearly on the graph reduction potential of (swelling potential) and the Swelling pressure (swelling pressure). Of Swelling that do not test there are significant differences between the results obtained from the equipment and tools geonor consolidometer. The Swelling potential of small value, or decrease the Swelling of the (effective) when compared with the original soil contained in the curing of 14 days. This is because the mixture of materials (lime and cement) need time to react chemically with the particles and the water contained in the soil, with 14 days curing of the chemical reactions that occur between the soil particles and particle chemicals react in a stabilizing agent is more perfect than the curing 7 days and 4 days. From this study it can be concluded that the addition of sand, lime and cement are very effective in reducing the potential for Swelling and expansive land Swelling pressures, this will be even more effective if given curing time after the soil is mixed and compacted before being tested.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rizky
"Perkembangan penelitian hidrogel dan polimer sensitif telah berkembang dengan pesat. Salah satu bidang yang banyak diteliti adalah kemampuan pH sensitif dari suatu polimer. Pada penelitian ini dilakukan sintesis dan optimasi hidrogel P(NMA-co-AM) yang sensitif terhadap pH dengan metode polimerisasi radikal bebas menggunakan metilenbisakrilamida (MBA) sebagai agen pengikat silang dan ammonium persulfat (APS) sebagai inisiator. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komposisi terbaik hidrogel P(NMA-co-AM) yang memiliki rasio swelling terbaik dengan variasi rasio monomer dan konsentrasi agen pengikat silang. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa rasio swelling hidrogel homopolimer maupun kopolimer meningkat seiring dengan jumlah rasio monomer akrilamida yang ditambahkan. Nilai swelling optimal dihasilkan pada rasio monomer NMA:AM 40:60 dengan pH kritis pada 5-7.

Research of hydrogel and responsive polymer has developed rapidly. Technology advances have made it easier to make a hydrogel based on responsive polymers. One area that has been investigated is the pH sensitivity of polymers. In this research, the synthesis and optimization of pH-responsive P(NMA-co-AM) hydrogels by free radical polymerization method using methylenebisacrylamide (MBA) as a crosslinking agent and ammonium persulfate (APS) as initiator, were conducted. The aim of this study was to determine the best composition of P(NMA-co-AM) hydrogel which has the best swelling ratio with variations in the monomer ratio and the concentration of crosslinkers. The results of this study indicated that the swelling ratio of homopolymer and copolymer hydrogels increased with increasing the number of acrylamide monomer added. The optimum swelling was achieved on monomer composition NMA:AM 40:60 with a critical pH at 5-7.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eni Purwanty
"Pembedahan Open Reduction and Internal Fixation menimbulkan pembengkakan jaringan dan nyeri hebat pada area pembedahan. Salah satu upaya nonfarmakologis mengurangi pembengkakan dan nyeri adalah melakukan elevasi bagian distal yang dilakukan pembedahan. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh elevasi 20 derajat terhadap pembengkakan dan tingkat nyeri pada pasien pascabedah Open Reduction and Internal Fixation ekstremitas bawah. Penelitian dilakukan dengan desain quasi eksperimental rancangan two group pretest-posttest with control group dengan subyek penelitian sebanyak 34 responden yang dibagi menjadi kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Pengukuran circumference pembengkakan menggunakan pita meter dan tingkat nyeri dengan skala Numeric Rating Scale. Penggunaan uji statistik dengan uji T dependen, uji T independent dan korelasi Pearson. Hasil penelitian terdapat perbedaan yang signifikan selisih rerata penurunan circumference pembengkakan sebesar 1,93 cm dan tingkat nyeri sebesar 1,29 antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Elevasi 20 derajat ekstremitas bawah dapat menjadi alternatif tindakan keperawatan mandiri dalam menurunkan pembengkakan dan nyeri.

Surgery for Open Reduction and Internal Fixation causes tissue swelling and severe pain in the surgical area. One nonpharmacological effort to reduce swelling and pain is to perform distal elevation in the area of surgical. The purpose of this study was to determine the effect of a 20 degrees elevation on swelling and the level of pain in patients after surgery for Open Reduction and Internal Fixation of the lower extremities. The study with a quasi-experimental design of two group pre-test and post-test with control group with 34 subjects was divided into intervention and control groups. Swelling circumference measurements using tape meters and the level of pain with the scale of the Numeric Rating Scale. This study used dependent T test, independent T test and Pearson correlation. The results of the study showed that there were significant differences in the mean difference in the swelling circumference of 1.93 cm and the pain level of 1.29 between the intervention group and the control group. Elevation of 20 degrees of lower extremity can be an alternative for nursing intervention in reducing swelling and pain.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
T53041
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desandra Puspita Nugraha
"ABSTRACT
Latar belakang: Efek samping tindakan odontektomi yang sering terjadi adalah pembengkakan dan rasa nyeri.Banyak praktisitelah menggunakan terapi dingin untuk mengurangi pembengkakan dan rasa nyeri pasca odontektomi, namun masih sedikit dokter gigi yang menggunakan terapi dingin berupa larutan irigasi bersuhu dingin saat tindakan odontektomi. Tujuan: Mengevaluasi efek pemberian irigasi bersuhu dingin terhadap pembengkakan dan rasa nyeri pasca odontektomi. Metode penelitian:Studi prospektif pada pasien RSKGM FKG UI dengan gigi impaksi dan menjalani tindakan odontektomi. Pasien dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok pasien yang mendapat perlakuan larutan irigasi bersuhu dingin dan kelompok kontrol larutan irigasi bersuhu kamar. Pembengkakan dan intensitas nyeri pasien pada kedua kelompok diukur dan dibandingkan pada hari H, ke-3, dan ke-7. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna (p<0.05) antarapembengkakan pada kelompok pasien yang diberikan larutan irigasi bersuhu dingin dengan kelompok pasien yang diberikan larutan irigasi bersuhu kamar, namun tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0.05) antara rasa nyeri pada kelompok pasien yang diberikan larutan irigasi bersuhu dingin dengan kelompok pasien yang diberikan larutan irigasi bersuhu kamar. Kesimpulan: Larutan irigasi bersuhu dingin berpengaruh terhadap pembengkakan, namun tidak berpengaruh pada rasa nyeri pasca odontektomi. Background: Side effects of mandibular third molar surgery that happen occur are swelling and pain. Many practitioners have used cold therapy to reduce swelling and pain after third molar surgery, but the use of cold irrigation solution by dentist is still rare. Objective: To evaluate the effect of cold irrigation solution on swelling and pain after third molar surgery. Methods:  Prospective study on patients in RSKGM FKG UI with impacted teeth and underwent third molar surgery. Patients were divided into two groups; intervention group with cold irrigation solution and control group with room temperature irrigation solution. Swelling and pain intensity on both groups were measured and compared on operative day, days 3 and 7 post operative. Result: There was significant swelling difference between both group, but there was no significant pain difference between both group. Conclusion: Cold irrigation solution effects swelling after third molar surgery, but doesnt effect the pain."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>