Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 207398 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agus Subagio
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T58445
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Primus Mitaran
"Gangguan pendengaran akibat bising masih menjadi masalah kesehatan baik di dunia maupun Indonesia. Data WHO 2005 melaporkan bahwa 278 juta 4.2 penduduk dunia mengalami gangguan pendengaran, 50 di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Tingkat kebisingan di pelabuhan udara El Tari Kupang tahun 2010 mencapai 92,2 dB pada pagi hari dan 95,2 dB pada siang hari. Pada tahun 2011 tingkat kebisingan di area apron atau area udara mencapai rata-rata 90,48dB dengan interval 74,5-120 dB dan di area terminal rata-rata 89,2 dB. Pada tahun 2013 mencapai 91,5 dB di area apron dan 97,2 dB di ruangan check in, di ruangan keberangkatan mencapai 97 dB Data Tahunan KKP Kupang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat kebisingan dengan gangguan pendengaran pada pekerja di pelabuhan udara El Tari Kupang. Penelitian ini dilakukan menggunakan desain studi cross sectional analitik. Populasi studi pada penelitian ini adalah pekerja berjenis kelamin laki-laki yang bekerja pada perusahaan ground handling di pelabuhan udara El Tari Kupang tahun 2016. Hasil penelitian menemukan prevalensi gangguan pendengaran sensorineural pada pekerja di pelabuhan udara El tari Kupang sebesar 39,5.
Hasil estimasi risiko menemukan PR=1,80: 95 CI 1,01-3,19 artinya risiko gangguan pendengaran sensorineural pada pekerja ground handling yang terpapar tingkat kebisingan > 85 dBA 1,80 kali dibandingkan dengan pekerja ground handling yang terpapar tingkat kebisingan le; 85 dBA selama 8 jam TWA sehari di pelabuhan udara El Tari Kupang.
Kesimpulan: ada perbedaan risiko kejadian gangguan pendengaran antara pekerja yang terpapar tingkat kebisingan > 85 dBA dengan pekerja yang terpapar tingkat kebisingan le; 85 dBA selama 8 jam TWA sehari. Upaya pencegahan penting dilakukan yaitu mewajibkan semua pekerja menggunakan APD ear plug atau ear muff terutama yang bekerja di area apron pelabuhan udara El Tari Kupang.

Noise induced hearing impairment remained a health issue in Indonesia and the world. WHO 2005 reported 278 million 4.2 of the world population suffered from hearing impairment, 50 of them lives in South East Asia including Indonesia. In 2010, the noise level in El Tari airport of Kupang reached 92.2 dB in the morning and 95.2 dB in the noon time. In 2011, the noise level within the apron area or the air area reach the average of 90.48 dB with the interval of 74.5 ndash 120 dB and within the terminal area it reached the average of 89.2 dB. In 2013 the figure reached 91.5 dB within the apron area and 97.2 dB within the check in area, while within the departure area it reached 97 dB. Kupang Port Health Office, Annual Reports.
This research aims to find out the relationship between the noise level and the noise induced hearing impairment amongst the workers of El Tari airport in Kupang. The research applied cross sectional analytical design study. The study population of this research is male workers who works for the ground handling companies of El Tari airport in Kupang in 2016. The research found that the prevalence of sensorineural hearing impairment within the workers of El Tari airport in Kupang is 39.5.
The risk estimation result showed PR 1,80 95 CI 1,01 3,19. It means that the risk of suffering from sensorineural hearing impairment within the ground handling workers with the noise level exposure of more than 85 dB is 1.80 times compared to those with less or equal to 85 dBA noise level exposure for 8 TWA hours a day in the airport.
Conclusion there is a difference in the risk of suffering from sensorineural hearing impairment between the workers exposed to more than 85 dBA noise level and those exposed to less or equal to 85 dBA noise level per 8 TWA hours a day. It is crucial to take prevention efforts as in obliged the workers especially those working within the apron area of El Tari airport to use self protection devices ear plug or ear muff during their working hours within the apron area.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T47209
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yonathan Winata
"Pendahuluan: Pajanan bising yang didapat dari penggunaan headset pada pekerja operator call center dapat dilihat dari hasil pemeriksaan Distortion Product Otoacoustic Emissions. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor individu dan faktor pekerjaan yang berperan terhadap profil gangguan pendengaran pada pekerja operator call center kantor pelayanan pajak di Jakarta.
Metode: Studi potong lintang ini dilakukan pada 94 pekerja operator call center kantor pelayanan pajak yang berlokasi di Jakarta. Data sosiodermografi, faktor individu, dan faktor pekerjaan diperoleh menggunakan kuesioner, hasil pemeriksaan DPOAE berdasarkan data sekunder hasil pemeriksaan Medical Check Up berkala yang dilakukan oleh klinik X.
Hasil Didapatkan proporsi DPOAE abnormal pada operator call center di kantor pelayanan pajak pada frekuensi 2000Hz (l , 1%), 4000 Hz (1 , 1%), 6000 Hz (6,38%), frekuensi 8000 Hz (10,63%), frekuensi 10000 Hz (14,89%), dan frekuensi 12000 Hz (46,8%). Analisis bivariate didapatkan hasil bermakna pada variabel lama kerja dengan DPOAE pada frekuensi 8000Hz (p=0,020), IOOOOHz (p=0,048), durasi penggunaan headset pada frekuensi 8000Hz (p=0,025), dan volume headset pada frekuensi 6000 Hz (p=0,028).
Kesimpulan: Lama kerja, penggunaan headset lebih dari 4 jam/hari, dan volume headset >60% dari volume maksimal dapat meningkatkan risiko terhadap hasil pemeriksaan DPOAE abnormal.

Background: Noise exposure obtained from the use of a headset on call center operator workers can be seen from the results of the Distortion Product Otoacoustic Emissions examination. This study aims to analyze individual factors and occupational factors that play a role in hearing loss profiles in call center operator operators in tax service offices in Jakarta.
Methods: This cross-sectional study was conducted on 94 call center operators operating in tax service offices located in Jakarta. Sociodermographic data, individual factors, and occupational factors were obtained using a questionnaire. DPOAE examination results are based on secondary data from the results of regular Medical Check Up examinations conducted by clinic X.
Results: Proportion of abnormal DPOAE found at frequency 2000Hz ( I . I%), 4000 Hz (I . I%), 6000 Hz (6.38%), 8000 Hz (10.63%), 10000 Hz (14.89%), and 12000 Hz (46.8%). Results of bivariate analysis obtained significant results on the variable length of work with DPOAE at 8000Hz (p = 0.020), I OOOOHz (p = 0.048), the duration of using a headset at 8000Hz (p = 0.025), and the volume of the headset at 6000 Hz (p = 0.028).
Conclusion: Length of work, use of a headset for more than 4 hours I day, and headset volume> 60% of the maximum volume can increase the risk of abnormal DPOAE examination results.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lusianawaty Tana
"Ruang lingkup penelitian ini adalah gangguan pendengaran yang berhubungan dengan pajanan bising di lingkungan kerja, bertujuan untuk meningkatkan pengetrapan kesehatan dan keselamatan kerja di perusahaan pelapisan kayu lapis PT X. Rancangan penelitian berupa studi intervensi, dimana identifikasi masalah dikumpulkan melalui pengamatan dan wawancara.
Hasil yang diperoleh menunjukkan adanya beberapa faktor di lingkungan kerja yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi tenaga kerja yaitu faktor bising, panas, penerangan, getaran mekanis, debu kayu, zat kimia dan fisiologi kerja. Dengan menggunakan kriteria matriks, faktor bising mendapat prioritas pertama untuk diteliti lebih lanjut.
Hasil pengukuran intensitas bising di bagian genset adalah 97,5 - 102,2 dBA, sawmill 84,9 - 108,2 dBA dan heating floor 86,1 - 98,5 dBA. Dari hasil pemeriksaan telinga dan pemeriksaan audiometri terhadap 22 orang tenaga kerja yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi di tiga bagian tersebut diperoleh 7 orang ( 31,81 % ) menderita noise induced hearing loss (NIHL ), 13,6 % dengan keluhan tinitus dan 36,36 % dengan keluhan penurunan daya dengar sementara. Pada uji statistik hanya umur yang mernpunyai hubungan bermakna terhadap NIHL ( p < 0,05 ), sedangkan lama kerja, sikap dan perilaku tidak ( p > 0,05 ).
Cara intervensi yang dilaksanakan ditetapkan berdasarkan kriteria matriks yaitu berupa penyuluhan mengenai bising dan alat pelindung telinga, serta pemberian sumbat telinga. Hasil intervensi yang dilakukan terlihat mempunyai hubungan berrnakna terhadap perubahan perilaku terhadap tenaga kerja ( p < 0,05 ).

The scope of this study is hearing disorder related noise int he workplace, as an effort to increase health and safety in plywood industry PT X. The design used in this study is intervention study, problem were indentified throught observations and questioners.
The result showed that noise,heat, lighting, mechanical vibration, wood dust, chemicals and work physiology had influenced the worker's health. Using matrix criteria, noise had first priority to be studied. the resulth of noise's intensity in genset was 97,5-102,2 dBA, sawmill was 84,90108,2 dBA and heating floor was 86,1-98,5dBa. Audiometry examination showed that 7 (31,81%) from 22 persons had noise induced hearing loss (NHL), 13,6% complained about tinitus and 36,36% Complained temporary thershold shift.
Statistical test showed only age influence NHL significantly (p<0.05), but work time, perception, behaviour did not.
Intervention was chosen by using matrikx criteria. The intervetion were education about noise and ear protectors, and giving earplugs to workers at these area. The statistical test showed that education and using earplugs had influenced workers behaviour significantly (p<0.05).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumardji Adikusumo
"Kebisingan yang terjadi di lingkungan kerja merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian yang memadai demi untuk kesehatan para pekerja. Karena seperti kita ketahui bahwa alat pendengaran manusia mempunyai batas-bataa tertentu yang masih dapat ditoleransikan jika menghadapi kebisingan. Jika batas ini dilampaui, maka akan berakibat terjadinya gangguan pendengaran.
Jika telinga mengalami gangguan, salah satu akibatnya adalah sulit berkomunikasi, sehingga akan berakibat menurunkan produktivitas kerja. Tujuan dari penelitian ini ada 1ah untuk mergetahui apakah kebisingan 1ingkungan kerja berpengaruh terhadap terjadinya gangguan j apakah masa kerja berpengaruh terhadap terjadinya gangguan pendengaran karena kebisingan 1ingkungan kerja; apakah pemakaian alat pelindung telinga berpengaruh terhadap terjadinya gangguan pendengaran karena kebisingan 1 ingkungan kerja.
Untuk maksud tersebut, di1akukan penelitian lapangan dengan rancangan studi komparatif. Penelitian ini dilakukan di pabrik keramik Tanah Agung Malang, dengan mengambi1 dua lokasi pengambilan sampel, yaitu di ruang disel yang terpapar oleh kebisingan yang tingkat kebisingannya lebih besar dari S5 dB dan di ruang non disel yang terpapar oleh kebisingan yang tingkat kebisingannya lebih keci1 dari 85 dB. Sebagai subyek penelitian adalah semua pekerja yang bekerja di pabrik keramik Tanah Agung Malang yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dalam penelitian ini.
Cara pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan alat ukur dan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. Alat ukur yang digunakan adalah Sound Level Meter untuk mengukur tingkat kebisingan dan Audiometer untuk mengukur derajat gangguan pendengaran.
Teknik analisis yang digunakan adalah ana 1isis persentasi, digunakan untuk analisis terhadap distribusi frekuensi dan analisis Chi-kuadrat, untuk mengetahui pengaruh kebisingan 1ingkungan kerja, masa kerja dan pemakaian slat pelindung telinga terhadap terjadinya gangguan pendengaran.
Dari hasil analisis didapatkan bahwa kebisingan 1ingkungan kerja berpengaruh terhadap gangguan pendengaran, masa kerja berpengaruh terhadap terjadinya gangguan pendengaran karena kebisingan lingkungan kerja, pemakaian alat pelindung telinga berpengaruh terhadap terjadinya gangguan pendengaran karena kebisingan lingkungan kerja.
Dengan demikian untuk menanqgulangi bahaya kebisingan di 1ingkungan kerja, perlu digalakkan penggunaan alat pelindung telinga. Selain itu sebaiknya dilakukan pemeriksaan audiometri secara berkala, sehingga dapat segera diketahui adanya gangguan pendengaran secara dini. Bedangkan untuk penerimaan pekerja baru juga perlu diadakan pemeriksaan audiometri untuk mengetahui apakah calon pekerja tersebut 1ayak bekerja di 1ingkungan kerja yang bising. Perlu juga diadakan penataran, penyuluhan."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dadan Rohdiana
"Gangguan pendengaran sensorineural merupakan salah satu komplikasi pada otitis media supuratif kronik (OMSK). Kelainan ini bisa bersifat sementara atau permanen dan dipengaruhi oleh banyak faktor. Pemeriksaan audiometri konvensional, masking dan tes Sensorinural Acuity Level (SAL) dapat menilai seberapa besar kejadian ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi gangguan pendengaran sensorineural pada OMSK dan faktor yang berhubungan.
Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang bersifat deskriptif analitik yang dilakukan di Poli THT RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo periode Januari-Mei 2015 melibatkan 73 telinga OMSK. Gangguan pendengaran sensorineural pada OMSK didapatkan sebanyak 24,7% dan umumnya terjadi pada frekuensi tinggi. Tipe OMSK, durasi penyakit, dan tipe perforasi dapat memengaruhi gangguan pendengaran sensorineural dan secara statistik bermakna. Gangguan pendengaran sensorineural terjadi pada OMSK dan pemeriksaan audiometri yang benar dapat menentukan kejadian ini. Tipe OMSK, durasi penyakit, dan tipe perforasi memengaruhi kejadian gangguan pendengaran sensorineural pada OMSK.

Sensorineural hearing loss is one of the complications of chronic suppurative otitis media (CSOM). This order can be temporary or permanent and influenced by many factors. Conventional audiometry, masking, and Sensorineural Acuty Level (SAL) test can diagnose this incident. This study aims to determine the prevalence sensorineural hearing loss in chronic suppurative otitis media and related factors.
This study was a cross sectional descriptif analytic which done at ENT Department Cipto Mangunkusumo Hospital periode January to May 2015 involving 73 ears of CSOM. The prevalence of sensorineural hearing loss in CSOM is about 24,7% and generally occurs at high frequency. Type of CSOM, duration of disease, and type of perforation may affect sensorineural hearing loss and statistically significant. Sensorineural hearing loss accurs in CSOM and audiometry examination can determine this condition. Type of CSOM, duration of disease, and type of perforation influence the incidence of sensorineural hearing loss in CSOM.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Renaldi MNF
"Pekerjaan pembuatan tabung gas beresiko terpajan oleh kebisingan Sedangkan program konservasi pendengaran yang dilakukan belum dilakukan dengan baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya masalah gangguan pendengaran yang terjadi akibat kebisingan pada tenaga kerja pabrik tabung EP serta melakukan upaya pencegahannya. Disain penelitian Studi intervensi. Jumlah subyek yang diteliti 59 orang dari total populasi 62 orang tenaga kerja tetap. Intervensi berupa anjuran pemakaian slat pelindung diri telinga bagi tenaga kerja serta penyuluhan bagi pimpinan dan part pengawas tentang pentingnya penerapan program konservasi pendengaran secara efektif dan efisien.
Hasil dan kesimpulan. Terdapat 10 lokasi dengan tingkat kebisingan 92 dB di dalam pabrik Keluhan gangguan pendengaran pada tenaga kerja berupa kurang pendengaran 16,94 persen, tinitus - 11,86 persen atau kombinasi keduanya 3,38 persen. Prevalensi tali akibat bising (TAB) sebesar 11,86 persen Terdapat hubungan yang bermakna antara TAB dengan lama paparan dan intensitas bising (p kurang dari 0,05). Sedangkan huhungan antara TAB dengan usia, lama bekerja, pengetahuan, sikap dan perilaku tidak bermakna. Untuk kepatuhan memakai alat pelindung diri telinga terdapat perbedaan yang bermakna antara sebelum dan sesudah intervensi. Penyuluhan pada pimpinan dan para pengawas menghasilkan suatu komitmen dan dukungan pimpinan terhadap program konservasi pendengaran.

Work in the gas cylinder production has a high exposure to noise hazard The implementation on hearing conservation program is essential for the prevention of hearing lass among workers. The objective of the study is to know the prevalence of Noise Induced Hearing Disturbance among workers in EP gas cylinder factory and the implementation of it's prevention program. The study design used was an intervention study. From the total population of 62 workers, 59 subject participated in this study. The intervention was education on NIHL and recommendation to use ear protection for workers and education to managers and supervisors on effective and efficient hearing conservation program.
Result : In 10 location in the factory the noise level was above 92 dB . Complaints in hearing decrease was found in 16,94 percent, tinnitus in 11,80 percent and both complaints in 3,38 percent of the workers. The prevalence of NI HL was 11,86 percent.Statistical test showed a significant relation between exposure period and NIHL. There was no significant relationship between NIRL and age, work period and KAP. Intervention showed a significant increase in the use of ear protection among workers. Managers and supervisors committed to support the implementation of Hearing Conservation Program.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendarto Hendarmin
Jakarta: UI-Press, 1992
PGB 0237
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Mulyadi T.K.S. Herman
"Norma dan standar dalam proses produksi merupakan persyaratan yang harus dipenuhi, diantaranya adalah penerapan norma dan standar kesehatan dan keselamatan kerja (K3). Sasarannya adalah peningkatan perlindungan tenaga kerja dan terwujudnya tenaga kerja yang sehat dan produktif, oleh karena itu segala bentuk bahaya di tempat kerja yang harus dicegah dan dikendalikan. Kebisingan merupakan salah satu bahaya yang terdapat di tempat kerja yang mempunyai dampak pads kesehatan dan keselamatan pekerja serta lingkungan.
Kebisingan ditempat kerja merupakan bahaya yang paling sering dijumpai sehingga resiko tenaga kerja terpajan kebisingan sangatlah besar. Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia mempunyai peran yang sangat penting bagi perusahaan, oleh karena itu hilangnya fungsi pendengaran akibat kebisingan, berdampak kerugian baik yang dialami oleh perusahaan maupun tenaga kerja itu sendiri.
Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional study untuk mengetahui hubungan antara kebisingan dan gangguan pendengaran pekerja berdasarkan data sekunder berupa hasil pemeriksaan audiometri dan hasil pengukuran sound level meter, populasi sampel sebanyak 55 orang di PetroChina pada tahun 2002.
Analisis bivariat dengan menggunakan uji kai kuadrat didapatkan hubungan antara durasi/waktu pajanan dengan keluhan gangguan pendengaran dengan nilai p = 0,054 dan OR = 7,955 demikian juga intensitas kebisingan didapatkan hubungan dengan keluhan gangguan pendengaran dengan nilai p=4,011.

Study about the Relationship between Noise and Hearing Loss Employees at Petrochina in 2002The norms and regulations are required in the process of production, such as the implementation of norm and standard in occupational safety and health. Its goal is to improve the employees protection and to create the healthy and productive employee. Therefore we have to prevent and control any form of danger. The noise is one of common dangers things at work place which has an impact to the safety and healthy of employees and environment.
Noise at work place is the most common danger to find that makes the risk of the noise exposure to the employee is enourmous. The employees as human resources have an essential role to the company. Therefore the absence of hearing function that caused by the noise, has a disadvantages impact whether to the company or the employees itself.
This research used the cross sectional study approach to view the relation between noise and employee hearing loss based on secondary data that is audiometry and sound level meter measurement by taking 55 employee of PetroChina in 2002 as a samples.
Bivariate analysis by using chi-square test obtained relationship between duration of exposure with hearing loss complain with p value 0.054 and OR 7,955 likewise the noise intensity that has a relavance to hearing loss complain with p value 0.011.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12746
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jenny Bashiruddin
"ABSTRACT
INTRODUCTION : Based on Indonesian Constitution, article 2712 mention that every Indonesian citizen has the right of having a job and wages in accordance to humanity. Bajaj as an model in this study is public transportation vehicle which is noisy and vibrating and potential to induce hearing and balance disturbances which could be dangerous to himself or to others. General Objectives of this study : To investigate the risks of noise and vibration in bajaj's drivers and to find the solutions to prevent them from hearing loss and balance disturbances.
Specific objectives : To determine : 1, hearing and balance functions induced by noise and vibration by audiometric and posturography tests 2. To find other physiologic factors such as age, blood pressure, blood glucose level, smoking habit and body mass index which could influence those functions ; 3, To determine the threshold of noise frequencies, intensity and also acceleration of vibration which contributed to noise.
Setting : Subdivision of Neurotology of ENT Department of Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, Study subjects : Bajaj drivers.
METHODS: The study was carried out from March 2000 until October 2001.Noise and vibration were measured using octave band analyzer and vibration meter. Clinical ENT examination, height and body weight for body mass index, blood pressure and blood glucose level tests were performed. The subjects were divided into four groups : the normal one, only hearing or balance problem group, group of both disturbances. The risk factors were calculated by bivariate and multivariate or logistic regression analyses.
RESULTS : Mean of bajaj's intensity level was 91 dBA, with minimum intensity 64 dBA, maximum intensity 96 dBA, mean acceleration of vibration was 4,2 misec2. Those results showed that noise and vibration of bajajs were over safety threshold, which has been established by OSHA. The rate of normal subjects was 27.72 %, whereas that of those who suffered from hearing and balance problems was 27,43%, and only 17.14% had hearing problems and 27,71 % had balance problems. The total was 72,28 % of disturbance. From the multivariate analysis, hearing and balance problems were influenced by age more than 40 years old, working periods more than 9 years, daily working hours more than 8 hours, history of heavy smoking habit and obesity. Balance problems were influenced by the same factors. But the working period was 5.9 years and hearing problems were only influenced by age more than 40 years old. It was concluded that balance function was more sensitive than hearing one. For prevention, this study also introduced risk scores for hearing and balance functions based on those physiological factors for workers who worked in noisy and vibrating areas, low risk for scores 0-5, moderate risk for scares 6-10 and high risk for scores more than 11. The sensitivity level was 70,83% and specificity was 73,20 %.
CONCLUSIONS : Mean of bajaj's intensity level was 91 dBA, with minimum intensity 64 dBA, maximum intensity 96 dBA. mean acceleration of vibration was 4,2 misec2, which are over the safety threshold. Noise and vibration could induce hearing and balance problems in 72,28% of drivers. Those problems are influenced by several factors such as age, working periods, daily working hours, smoking habit and obesity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
D486
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>