Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 201282 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Raedi Mahardika
"Latar Belakang: Komplikasi edema pascaodontektomi merupakan komplikasi yang sering terjadi. Evaluasi terhadap proses penyembuhan luka yang ditandai dengan edema pascaodontektomi perlu dilakukan dalam kurun waktu tertentu agar dapat memberikan edukasi yang lengkap dan tepat sehingga pasien mendapatkan informasi yang jelas mengenai waktu penyembuhan dan kemungkinan komplikasi yang umum terjadi pascaodontektomi. Pada penelitian ini digunakan 3D Scanner ekstraoral untuk mengevaluaasi edema maksilofasial yang terjadi pada pasien pascaodontektomi gigi molar tiga mandibula dengan anastesi lokal Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi edema pascaodontektomi molar tiga bawah dengan anestesi lokal menggunakan teknologi 3D scanner esktra oral dalam pengukuran linear, ketebalan dan volumetrik. Metode: Sejumlah 55 pasien yang sesuai dengan kriteria inklusi dilakukan pengukuran dalam aspek aksial, koronal, sagital menggunakan pemindaian 3D scanner ekstraoral pada wajah. File diubah dalam format .Stl menggunakan software einstar 3D. Pengukuran edema dilakukan dalam aspek sagital, axial, dan koronal pada pasien pada hari ke-0 sebelum tindakan odontektomi, hari kedua dan ketujuh pascaodontektomi secara tiga dimensi menggunakan software 3D builder dan mesh lab. Kemudian data dianalisis secara statistic menggunakan IBM SPSS 26 Hasil: Pola perubahan edema pascaodontektomi gigi molar tiga mandibula dari perhitungan linear, ketebalan, dan volumetrik dari gambar 3D yang dilakukan dalam kurun waktu tertentu menunjukkan perubahan nilai yang cukup besar terjadi pada hari kedua. Dari hasil uji statistik dan grafik menunjukkan bahwa edema maksilofasial yang terjadi pada H2 mengalami kenaikan nilai secara linear dan volumetrik yang signifikan kemudian pada H7 mengalami penurunan secara signifikan. Namun pada H0 dan H7 masih terlihat adanya perbedaan sehingga kondisi edema maksilofasial tersebut masih belum mencapai nilai yang sama pada H0 atau sebelum tindakan odontektomi Kesimpulan :Terdapat perbedaan edema pada wajah pascaodontektomi gigi molar tiga mandibula dengan lokal anastesi pada hari ke-0, ke-2, ke-7 diukur secara linear, ketebalan dan volumetrik dengan nilai edema maksimal terjadi pada saat hari ke-2

Background: Post odontectomy edema is a frequent complication. Evaluation of the wound healing process characterized by post odontectomy edema needs to be carried out within a certain period of time in order to provide complete and appropriate education so that patients receive clear information regarding healing time and possible complications that commonly occur after odontectomy. In this study, an extra-oral 3D scanner was used to evaluate maxillofacial edema that occurred in post-odontectomy patients with mandibular third molars under local anesthesia. Objective: This study aims to evaluate post-odontectomy edema of lower third molars under local anesthesia using extra-oral 3D scanner technology in linear, thickness and volumetric measurements. Methods: A total of 55 patients who met the inclusion criteria had measurements taken in the axial, coronal and sagittal aspects using an extra-oral 3D scanner on the face. Files were converted in .Stl format using einstar 3D software. Edema measurements were carried out in the sagittal, axial and coronal aspects on patients on day 0 before odontectomy, the second and seventh days after odontectomy in three dimensions using 3D builder and mesh lab software. Then the data was analyzed statistically using IBM SPSS 26. Results: The pattern of changes in postodontectomy edema of the mandibular third molar from linear, thickness and volumetric calculations from 3D images carried out over a certain period of time shows that quite large changes in values occurred on the second day. From the results of statistical tests and graphs, it shows that the maxillofacial edema that occurred in H2 experienced a significant increase in linear and volumetric values, then in H7 it decreased significantly. However, at H0 and H7 there are still visible differences so that the condition of maxillofacial edema still has not reached the same value as at H0 or before the odontectomy. Conclusion : There are differences in edema on the face after odontectomy of mandibular third molars with local anesthesia on days 0, 2, 7, measured linearly, thickness and volumetrically with the maximum edema value occurring on day 2"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hendi Utomo Suhandi
"Gigi impaksi merupakan kondisi patologis dimana gigi mengalami kegagalan untuk erupsi secara sempurna pada rongga mulut sesuai posisi fungsionalnya. Tatalaksana untuk gigi molar 3 impaksi adalah odontektomi, dapat dilakukan dalam anestesi lokal maupun anestesi umum atau narkose (general anesthesia). Edema merupakan salah satu komplikasi yang dapat terjadi akibat adanya akumulasi cairan pada jaringan yang disebabkan karena pelepasan mediator inflamasi, vasodilatasi, dan peningkatan permeabilitas kapiler pembuluh darah pasca odontektomi gigi molar 3. Edema pasca odontektomi biasanya memuncak pada 48 jam pasca tindakan odontektomi, dan akan menurun pada hari ke 7 hingga hari ke 10 pasca odontektomi. 3D Scanner ekstra oral ini mampu menghasilkan pengukuran linear dan pengukuran volumetrik yang akurat karena mampu menampilkan pengukuran baik dari bidang aksial, sagital, dan koronal. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) dengan rentang waktu penelitian Januari 2024-Maret 2024. Berdasarkan analisa sampel pada penelitian ini memiliki responden terbanyak dengan interval usia 18 hingga 40 tahun. Scan pasien dilakukan pada hari pertama dilakukannya odontektomi (H0), hari ke-2 (H2) dan hari ke-7 (H7) sejak tindakan odontektomi dengan narkose dilaksanakan. Scan subjek dianalisis menggunakan software Simplify3D® 4.0 dan 3D Builder. 1. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat perbedaan yang sangat signifikan (p<0.001) evaluasi edema pada wajah pasca odontektomi gigi molar tiga impaksi dengan narkose yang dinilai dengan 3D Scanner ekstra oral. Terjadi kenaikan pada hari ke-2 dibandingkan dengan hari ke-0, serta penurunan kembali di hari ke-7 bila dibandingkan dengan hari ke-2 hingga mendekati pengukuran awal di hari ke-0. Penelitian ini menjadi pilot study pengukuran dengan reliabilitas dan keakuratan tinggi menggunakan scanner 3D ekstraoral.

Impacted teeth are a pathological condition where teeth fail to erupt properly in the oral cavity in their functional position. The management for impacted third molars involves a procedure called odontectomy, which can be performed under local anesthesia or general anesthesia. Edema is one of the complications that may occur due to the accumulation of fluid in tissues caused by the release of inflammatory mediators, vasodilation, and increased capillary permeability post-odontectomy of third molar teeth. Edema post-odontectomy typically peaks at 48 hours after the procedure and decreases by days 7 to 10 post-odontectomy. Extraoral 3D scanner is capable of producing accurate linear and volumetric measurements because it can display measurements from axial, sagittal, and coronal planes. This study was conducted at the University of Indonesia Hospital (RSUI) within the timeframe of January 2024 to March 2024. Based on sample analysis in this study, the majority of respondents fell within the age range of 18 to 40 years old. Patient scans were performed on the day of odontectomy (H0), on day 2 (H2), and on day 7 (H7) following odontectomy with anesthesia. Subject scans were analyzed using Simplify3D® 4.0 and 3D Builder software. 1. According to the research findings, there was a very significant difference (p<0.001) in the evaluation of edema on the face post-odontectomy of impacted third molar teeth with general anesthesia as assessed by the extraoral 3D scanner. There was an increase on day 2 compared to day 0, followed by a decrease on day 7 compared to day 2, approaching the initial measurement on day 0. This study serves as a pilot study for measurements with high reliability and accuracy using an extraoral 3D scanner."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Dhani Saleh
"Latar Belakang: Ekspresi TIMP-2 (Tissue Inhibitor of Metalloproteinase-2) secara imunohistokimia digunakan untuk menentukan sifat invasif lokal ameloblastoma yang berkaitan dengan kemampuan rekurensi.
Tujuan: Mengevaluasi ekspresi TIMP-2 secara imunohistokimia pada ameloblastoma pleksiform dan folikuler.
Metode: Dilakukan pemeriksaan imunohistokimia pada sampel ameloblastoma pleksiform (n=16) dan folikuler (n=14) dengan antibodi monoklonal TIMP-2. Ekspresi imunohistokimia TIMP-2 dinilai dengan software Image J.
Hasil: Tidak terdapat perbedaan bermakna ekspresi TIMP-2 pada ameloblastoma pleksiform dan folikuler pada uji Chi-Square dengan nilai signifikan p=0.072 (p>0.05).
Pembahasan: Ekspresi TIMP-2 yang lemah berkaitan dengan meningkatnya kemampuan invasif lokal ameloblastoma.
Kesimpulan: Ameloblastoma pleksiform dan folikuler sama-sama memiliki kemampuan invasif lokal yang sama.

Background: Expression of TIMP-2 (Tissue Inhibitor of Metalloproteinase-2) immunohistochemically was used to evaluate local invasive characteristic of ameloblastomas which contributed to recurrence.
Objective: To evaluate expression of TIMP-2 in plexiform and follicular ameloblastoma.
Method: Plexiform (n=16) and follicular (n=14) ameloblastoma?s samples were immunohistochemically examined with monoclonal antibody TIMP-2. Expression of TIMP-2 was evaluated with Image J software.
Result: No significant difference of immunohistochemical expression of TIMP-2 between plexiform and follicular ameloblastoma p=0.072 (p>0.05), that was analyzed with Chi-Square test.
Discussion: Low grade TIMP-2 expression was contributed to local invasive capacity of ameloblastomas.
Conclusion: Plexiform and follicular ameloblastoma have similarity in capacity of local invasiveness.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Setyaningsih
"Fraktur maksilofasial memberikan kontribusi terhadap masalah kesehatan. Insiden fraktur maksilofasial bervariasi di berbagai negara bergantung kondisi geografi, budaya dan sosial ekonomi. Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mengetahui distribusi fraktur maksilofasial di Poli Bedah Mulut RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo periode 2010-2012. Penelitian ini menganalisis 51 rekam medik pasien fraktur maksilofasial. Data dikelompokan berdasarkan usia, jenis kelamin, dan peyebab fraktur. Jumlah penderita tertinggi berada pada kelompok usia 21-30 tahun. Perbandingan jumlah laki-laki dan perempuan adalah 3.6: 1. Penyebab utama fraktur maksilofasial yaitu kecelakaan lalu lintas (92.2%). Lokasi paling sering terjadi fraktur maksilofasial adalah mandibula (56.1%).

Maxillofacial fractures contributed to the health problem. Maxillofacial fractures incidence vary in many country depend on geographic, culture and social economic factor. The aim of this descriptive study was to determine distribution of maxillofacial fractures in Oral Surgery Department RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo from 2010 to 2012. Medical record of 51 patients who sustained maxillofacial fractures were retrospectively analyzed. Data concerning age, gender, and causes of fractures. The age with high frequency occurring in 21-30 years. The male female ratio was 3.6:1. The major cause of maxillofacial fractures was road traffic accident (92.2%). The most common site was mandible (56.1%)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S45152
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Fachri
"ABSTRAK
Latar belakang dan tujuan: Modalitas radiografi toraks merupakan pemeriksaan
rutin dan tersedia di hampir setiap rumah sakit. Pengukuran secara kuantitatif
berupa vascular pedicle width (VPW), cardiothoracic ratio (CTR) maupun
vascular pedicle-thoracic ratio (VPTR) melalui radiografi toraks dapat membantu
dalam membedakan jenis edema paru dengan mengetahui titik potong rerata
VPTR berdasarkan kombinasi VPW dan CTR.
Metode: Penelitian dilakukan retrospektif dengan descriptive cross sectional pada
100 pasien dengan klinis edema paru yang telah melakukan radiografi toraks di
ICU Rumah Sakit CiptoMangunkusumo (RSCM) dalam rentang waktu Januari
2013 ? Desember 2015. Subjek dibagi menjadi edema kardiogenik dan non
kardiogenik berdasarkan kombinasi pengukuran VPW dan CTR. Kemudian
dilakukan pengukuran VPTR dan ditentukan titik potong rerata VPTR, sensitivitas
dan spesifisitas berdasarkan kombinasi VPW dan CTR dalam membedakan edema
paru.
Hasil: Dari total 100 subjek penelitian di ICU RSCM dengan metode Receiver
Operating Curve (ROC) didapatkan titik potong VPTR sebesar 25,1% dengan
sentivitas 90,5% dan spesifisitas 86,1% dalam membedakan edema paru
kardiogenik dan non kardiogenik. Selain itu diperoleh juga proporsi edema paru
kardiogenik sebesar 21%, sedangkan edema paru non kardiogenik sebesar 79%.
Kesimpulan: Titik potong VPTR berdasarkan kombinasi VPW dan CTR memiliki
sensitivitas dan spesifisitas yang cukup tinggi dalam membedakan edema paru
kardiogenik dan non kardiogenik.

ABSTRACT
Background and purpose: Pulmonary edema in critically ill patient were
challenging in intensive care unit (ICU). Radiography of thorax is routine
examination and widely available in almost every hospital. Measurement
quantitatively of vascular pedicle width (VPW), cardiothoracic ratio (CTR) and
vascular pedicle-thoracic ratio in thorax radiography can help in differentiating
the type of pulmonary edema through the cut off of VPTR based on combination
VPW and CTR.
Methods: Descriptive cross sectional restrospective in 100 patients with clinically
pulmonary edema which have examined by thorax radiography at ICU RSCM in
January 2013 to Desember 2015. Subject divided to cardiogenic and non
cardiogenic pulmonary edema based on combination VPW and CTR. Then,
VPTR were measured and the cut off of VPTR determined based on combination
VPW and CTR in differentiaiting pulmonary edema.
Results: From total 100 subject study at ICU RSCM using Receiver Operating
Curve (ROC) metode, the cut off of VPTR is 25,1% with sensitivity 90,5% and
specificity 86,1% in differentiating cardiogenic and non cardiogenic pulmonary
edema. Beside that, the prevalence of cardiogenik pulmonary edema is 21% and
non cardiogenic pulmonary edema is 79%.
Conclusion : The cut off of VPTR based on combination VPW and CTR have
significant sensitivity and specificity in differentiating cardiogenic and non
cardiogenic pulmonary edema."
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Beumer, John III, 1941-
Hanover Park, IL: Quintessence Publishing, 2011
R 617.52 BEU m
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Antonius Berwin
"Latar Belakang: Gigi impaksi merupakan kondisi ketika gigi mengalami kegagalan untuk erupsi sepenuhnya ke lengkung gigi dalam waktu yang diharapkan. Berdasarkan frekuensi kejadiannya, gigi molar tiga rahang bawah (M3 RB) paling sering mengalami impaksi dengan prevalensi mencapai 60.6% di Indonesia. Salah satu faktor lokal utama terjadinya gigi M3 RB impaksi adalah kurangnya ruang pada lengkung rahang bawah yang sering dikaitkan dengan proses pertumbuhan tulang mandibula. Beberapa studi menunjukkan bahwa ukuran morfologi tulang mandibula yang mencerminkan kuantitas dan arah pertumbuhan tulang seperti tinggi simfisis mandibula, panjang badan mandibula, dan sudut gonial berpotensi untuk mempengaruhi kejadian gigi M3 RB impaksi.
Tujuan: Mengevaluasi hubungan kejadian gigi M3 RB impaksi dengan morfologi tulang mandibula.
Metode: Sebanyak 110 sampel sisi rahang bawah diperoleh dari 67 data radiografi panoramik digital pasien RSKGM FKG UI (50 perempuan dan 17 laki-laki; usia: 21.22–30.91 tahun). Sampel yang tersedia kemudian dibagi menjadi kelompok kasus (sisi rahang dengan gigi M3 RB yang mengalami impaksi baik fully unerupted atau partially erupted) dan kelompok kontrol (sisi rahang dengan gigi M3 RB yang erupsi sempurna) untuk dilakukan perbandingan. Pada studi ini, uji-t independen dan uji Anova 1 arah digunakan untuk menganalisis hubungan status impaksi gigi M3 RB dan klasifikasinya dengan morfologi tulang mandibula pada data berdistribusi normal. Di sisi lain, uji Mann-Whitney U dan Uji Kruskal Wallis digunakan untuk menganalisis hubungan status impaksi gigi M3 RB dan klasifikasinya dengan morfologi tulang mandibula pada data berdistribusi tidak normal.
Hasil: Tinggi simfisis mandibula dan sudut gonial secara statistik (p < 0.05) lebih rendah pada kelompok kasus. Sementara itu, panjang badan mandibula antara kelompok kasus dan kelompok kontrol tidak berbeda secara statistik (p > 0.05). Pada hasil tinjauan pasien laki-laki saja, tidak ditemukan adanya perbedaan tinggi simfisis, panjang badan mandibula, dan sudut gonial antara kelompok kasus dan kelompok kontrol secara statistik (p > 0.05).
Kesimpulan: Terdapat hubungan kejadian gigi M3 RB impaksi dengan ukuran tinggi simfisis dan sudut gonial. Semakin kecil ukuran tinggi simfisis dan sudut gonial, semakin besar kemungkinan gigi M3 RB mengalami impaksi. Di sisi lain, tidak ditemukan adanya hubungan kejadian gigi M3 RB impaksi dengan ukuran panjang badan mandibula.

Background: An impacted tooth is a condition when a tooth fails to fully erupt into the dental arch within the expected time. Based on the frequency of occurrence, the mandibular third molar (M3M) is the most frequently impacted with a prevalence of 60.6% in Indonesia. One of the main local factors for impacted M3M is the lack of space in the lower arch which is often associated with the growth process of the mandibular bone. Several studies have shown that the size of the mandibular bone morphology that reflects the quantity and direction of bone growth such as symphisis mandibular height, mandibular body length, and gonial angle has the potential to influence the occurance of impacted M3M.
Objective: To evaluate the relationship between the occurance of impacted M3M and mandibular bone morphology.
Methods: A total of 110 samples of the mandibular side were obtained from 67 digital panoramic radiographic data of RSKGM FKG UI patients (50 women and 17 men; age: 21.22–30.91 years). The data were then divided into the case group (jaw side with M3M that were fully unerupted or partially erupted) and the control group (jaw side with M3M that fully erupted) for comparison. In this study, an independent t-test and 1-way ANOVA test was used to analyze the relationship between the impaction status of M3M and their classification with the morphology of the mandible in normally distributed data. On the other hand, the Mann-Whitney U test and the Kruskal Wallis test were used to analyze the relationship between the impaction status of the M3M tooth and its classification with the morphology of the mandible bone in abnormally distributed data.
Results: Symphisis mandibular height and gonial angle were statistically (p < 0.05) lower in the case group. Meanwhile, the mandibular body length between the case group and the control group was not statistically different (p > 0.05). In the results of the review of male patients only, there was no statistical difference in symphisis height, mandibular body length, and gonial angle between the case group and control group (p > 0.05).
Conclusion: There is a relationship between the occurance of impacted M3M with the size of the symphisis height and gonial angle. The smaller the size of the symphisis height and gonial angle, the more likely the M3M to experience impaction. On the other hand, there was no relationship between the occurance of impacted M3M and mandibular body length.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chichester: Wiley-Blackwell, 2014
617.605 ESS
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Kezia Amelinda Prayogo
"Tindakan odontektomi gigi molar 3 bawah merupakan salah satu tindakan yang cukup sering dilakukan. Namun, hingga saat ini pengaruh faktor pasien dan faktor dental terhadap tingkat kesulitan bedah masih menjadi kontroversi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara usia, jenis kelamin, dan klasifikasi impaksi dengan lama tindakan odontektomi gigi molar 3 bawah. Lama tindakan bedah masih menjadi standar emas untuk mengukur tingkat kesulitan bedah. Sebanyak 49 pasien yang memerlukan 49 odontektomi gigi molar 3 bawah dilibatkan dalam studi ini. Uji korelasi dilakukan pada faktor pasien dan dental dengan lama tindakan odontektomi. Hasil uji korelasi menunjukkan adanya hubungan yang signifikan secara statistik antara klasifikasi Pell dan Gregory bedasarkan kedalaman impaksi (P=0,037) dan klasifikasi Winter (P=0,039) dengan lama tindakan odontektomi. Studi ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan secara statistik antara klasifikasi Pell dan Gregory bedasarkan kedalaman impaksi dan klasifikasi Winter dengan lama tindakan odontektomi.

Mandibular third molar extraction is a common practice in dentistry. However, the relationship between patient and dental factors on surgical difficulty is still a controversy. The aim of the study is to determine the effect of age, gender, and impacted teeth classification on operation time during mandibular third molar extraction. Operation time has been considered as the gold standard to quantify surgical difficulty A total of 47 patients who required 49 mandibular third molar extraction were involved in the study. The correlation between patient and dental factors and operation time were examined. There were statistically significant correlation between Pell and Gregory's depth of impacted teeth classification (P=0,037) and Winter's classification (P=0,039). This study showed that there were statistically significant correlation between Pell and Gregory's depth of impacted teeth classification and Winter's classification with operation time."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Saptadi
"Latar Belakang: Komplikasi serius yang menyertai tindakan odontektomi adalah cedera nervus alveolaris inferior. Hal penting untuk mengetahui secara tepat posisi gigi molar tiga mandibula impaksi terhadap kanalis mandibula, dengan pemeriksaan radiologi baik 2 dimensi (radiograf panoramik) maupun 3 dimensi (CBCT Scan). Tujuan: Mengevaluasi posisi gigi molar tiga mandibula impaksi yang memiliki kedekatan terhadap kanalis mandibula pada radiograf panoramik berdasarkan  CBCT Scan. Metode: Penelitian deskriptif analitik menggunakan data radiograf Panoramik dan DICOM File CBCT Scan yang memenuhi kriteria inklusi dari  beberapa fasilitas kesehatan yang ada di Jakarta dari bulan November 2010 sampai Desember 2017. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan komputer yang dilengkapi sistem operasi Macintosh atau Windows serta Planmeca  Romexis Ò imaging software viewer. Analisa data menggunakan SPSS 22 dan uji Chi-Square. Hasil: 48 pasien dengan 61 sampel  memenuhi kriteria inklusi. Kategori posisi berdasarkan radiograf panoramik paling banyak ditemukan adalah peningkatan radiolusensi. Kategori posisi berdasarkan CBCT Scan yang paling banyak ditemukan adalah posisi inferior. Berdasarkan uji statistik ditemukan terdapat perbedaan proporsi yang bermakna (p<0.05) antara kategori Radiograf Panoramik dan kategori lingual-bukal-inferior pada CBCT Scan. Kesimpulan: Penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk mengevaluasi posisi gigi molar tiga mandibula terhadap kanalis mandibula dalam memperkirakan resiko terjadinya komplikasi cedera nervus alveolaris inferior selama tindakan odontektomi.

Introduction:The serious complication associated odontectomy is inferior alveolar nerve (IAN) injury.  It is essential to investigate accurately the position of impacted mandibular third molars improved the mandibular canal is by radiological examination in nor 2-dimensional (radiograph panoramic) and 3-dimensional (CBCT Scan). Obejctive: The aim of this study is to evaluate the positions of impacted mandibular third molars in which have proximity the mandibular canal on a panoramic radiography based on CBCT Scan. Materials and Methods: This study use descriptive analytic with panoramic radiograph and DICOM File data CBCT Scan that qualified inclusion criteria from several healthcare facilites in Jakarta from November 2010 until  December 2017. The research is done using a computer equipped with Macintosh or Windows operating system and Planmeca Romexis Ò imaging software viewer. Data analysis using SPSS 22 and Chi-Square test. Result: We got 48 patient with 61 teeth sample that qualified inclusion criteria. The most common found position we got from panoramic radiograph is increasing radiolucency. While, from CBCT scan we got the inferior position as the most common found position. Based on statistical test of result between Panoramic Radiograph and CBCT Scan we found that there is proportionally significance (p< 0.05) among category of panoramic radiograph and category of lingual-buccal-inferior on CBCT scan. Conclusion: This study can be used as a reference to evaluate the positions of mandibular third molars against the mandibular canal in prediction the risk of complications of inferior alveolar nerve injury during odontectomy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>