Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 121296 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Umar Al Faruq
"Teknologi material yang semakin maju membuat banyak terobosan baru, salah satunya adalah penggunaan magnesium paduan. Magnesium paduan banyak diaplikasikan untuk penggunaan sebagai biomaterial ataupun sebagai EV (Electronic Vehicle). Magnesium memiliki banyak keunggulan dan sifat mekanik yang menguntungkan, magnesium bersifat ringan sehingga bisa meningkatkan efisiensi dalam penggunaan bahan bakar pada EV, magnesium juga bersifat biodegradable dan bersifat non toxic bagi tubuh manusia, memiliki nilai densitas dan juga modulus elastisitas yang paling mirip dengan tulang manusia, bahkan hadir dalam jumlah banyak dalam tubuh manusia sehingga tak heran jika banyak diaplikasikan dalam biomaterial baik sebagai implant ataupun pengganti tulang. Namun sayangnya perubahan sifat mekanik dan struktur mikro akibat perlakuan panas belum dilakukan penelitian secara sistematis.
Penelitian ini dilakukan pada lembaran paduan magnesium AZ31B yang diberi perlakuan panas dengan waktu tahan selama 10, 30, 60, dan 120 menit. Didapatkan bahwa struktur mikro paduan magnesium AZ31B yang tidak diberi perlakuan panas memiliki butir yang cukup besar dan tidak homogen, hal ini membuat sifat mekaniknya kurang baik. Perlakuan panas membuat struktur mikronya menjadi lebih homogen dan besar butirnya mengecil, butir yang semakin kecil ini membuat sifat mekaniknya semakin baik, namun semakin lama waktu tahan yang diberikan membuat butir semakin besar dan menurunkan sifat mekanik yang dimiliki, dibuktikan dengan persamaan Hall-petch yang mendukung hasil ini.

Advancements in material technology have led to numerous breakthroughs, one of which is the use of magnesium alloys. Magnesium alloys are widely applied in biomaterials and electric vehicles (EV). Magnesium possesses many advantageous mechanical properties, being lightweight which enhances fuel efficiency in EVs. Additionally, magnesium is biodegradable and non-toxic to the human body, with a density and elastic modulus closely matching that of human bone. It is also abundant in the human body, making it ideal for applications in biomaterials, such as implants or bone substitutes. However, systematic research on the changes in mechanical properties and microstructure due to heat treatment has not been thoroughly conducted.
This study investigates magnesium AZ31B alloy sheets subjected to heat treatment with holding times of 10, 30, 60, and 120 minutes. It was found that the microstructure of the untreated magnesium AZ31B alloy exhibited relatively large and inhomogeneous grains, resulting in suboptimal mechanical properties. Heat treatment homogenized the microstructure and reduced grain size, leading to improved mechanical properties. However, prolonged holding times caused grain growth, reducing mechanical properties, which is supported by the Hall-Petch relationship.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Wahyu Utomo
"Piston pada motor adalah komponen dari mesin pembakaran dalam yang berfungsi sebagai penekan udara masuk dan penerima hentakan pembakaran pada ruang bakar cylinder liner. Material penyusun piston tersebut adalah aluminium AC8H yang sifatnya ringan, kuat, dan tahan aus. Dalam proses pengecoran paduan aluminium, penambahan modifier dan perlakuan panas merupakan proses yang dapat mempengaruhi sifat mekanis coran paduan. Sifat mekanis yang dimaksud adalah kekerasan, kekuatan tarik, keuletan serta keausan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemungkinan penggantian proses perlakuan panas T6 (artificial ageing) yang merupakan standar dari proses pembuatan piston dengan proses penambahan modifier dan kemungkinan mempersingkat proses perlakuan T6 (artificial ageing) dengan proses T4 (natural ageing). Penelitian dilakukan dengan melebur ingot AC8H yang kemudian ditambahkan modifier stronsium dalam ladle. Jumlah kandungan stronsium yang dihasilkan setelah proses penambahan modifier adalah sebesar 0,00072% Sr, 0,0068% Sr, 0,0133% Sr dan 0,031% Sr. Hal yang sama dilakukan dengan menambahkan modifier phospor, dimana kandungan phospor yang dihasilkan menjadi 0,0036% P,0,0038% P, 0,0041% P dan 0,0046% P. Pada perlakuan panas setelah proses pengecoran, hasil ascast dilakukan proses T6 (artificial ageing) dan T4 (natural ageing) dengan pengamatan 0 jam, 24 jam, 48 jam , 72 jam, 96 jam dan 120 jam. Masing masing sampel hasil percobaan diatas dilakukan pengujian karakterisasi struktur mikro dan sifat mekanis.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa penambahan 0,031 % Sr dan Proses perlakuan panas T4 (natural ageing) 96 jam dan 120 jam setelah quenching memiliki sifat mekanis yang telah masuk range standar kualifikasi komponen piston. Dalam implementasi hasil ini masih harus dilanjutkan dengan uji coba melalui proses engine dyno test.

Piston is motor components of the engine which works as a press incoming air and recipient burning fuel in the cylinder liner space. Material of aluminum piston is AC8H that are lightweight, strong, and wear resist. In the process of casting aluminum alloy, adding modifiers and heat treatment is a process that can affect the mechanical properties as cast alloy. Mechanical properties of the object is referred to hardness, tensile strength, elongation and wear resistance.
This research aims to find out the possibility of replacing the T6 heat treatment process (artificial ageing), as standard process of making a piston with the addition of modifiers and possibility to shorten the treatment T6 (artificial ageing) with the T4 (natural ageing). Research conducted by melt ingot AC8H then added Strontium in ladle. Strontium added that the amount until contain 0.00072% Sr, 0.0068% Sr, 0.0133% Sr, and 0.031% Sr. The same is done by adding Phospor until contain 0,0036% P, 0.0038% P, 0.0041% P and 0.0046% P. In the heat treatment process sample after casting will be process with T6 and T4 observation 0 hour, 24 hours, 48 hours, 72 hours, 96 hours and 120 hours. Each sample of an experiment conducted over the microstructure characterization and mechanical properties test.
The test results indicate that the addition of 0.031% Sr. and heat treatment process T4 (natural ageing) 96 hours and 120 hours after quench as mechanical properties have already entered the qualifying standard range of part-piston. Implementation of the experiment must be continued to engine dyno test process before mass production."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
T25267
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Desrilia Nursyifaulkhair
"Paduan Al-Zn-Mg (Seri 7xxx) telah banyak dikembangkan dalam berbagai aplikasi, terutama dalam industri penerbangan sebab memiliki kekerasan yang tinggi sementara densitasnya rendah. Paduan tersebut umumnya diperkuat melalui perlakuan penuaan, di mana terjadi difusi atom-atom Zn dan Mg dari larutan padat sangat jenuh sehingga terbentuk presipitat metastabil. Selain itu, paduan dapat diperkuat pula dengan penambahan Ti yang akan memperhalus butir. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Ti dalam penguatan presipitasi paduan Al-5.1Zn-1.8Mg-0.4Ti (% berat) pada berbagai temperatur.
Paduan ini dibuat dengan proses squeeze casting. Kemudian dilakukan homogenisasi pada temperatur 400 oC selama 4 jam dan laku pelarutan pada 440 oC selama 1 jam yang dilanjutkan dengan pencelupan air hingga temperatur ruang. Penuaan dilakukan pada temperatur 90, 130 dan 200 oC selama 200 jam. Untuk mengetahui respon penuaan, dilakukan pengujian kekerasan Rockwell, sementara itu perubahan struktur mikro diamati dengan menggunakan Mikroskop Optik dan Scanning Electron Microscope (SEM) - Energy Dispersive Spectroscopy (EDS).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekerasan tertinggi dihasilkan setelah penuaan di temperatur 90 oC, bahkan pada temperatur ini, kekerasan terus meningkat setelah 200 jam. Semakin tinggi temperatur penuaan, semakin rendah kekerasan puncak yang dihasilkan, tapi waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kekerasan puncak akan berkurang. Penambahan Ti diketahui dapat menahan penguatan dengan memperlambat kinetika presipitasi melalui penurunan jumlah kekosongan kompleks zat terlarut. Urutan presipitasi yang terbentuk adalah GP zone  ƞ?  ƞ (MgZn2).

Al-Zn-Mg alloys (7xxx series Al alloys) have been widely used in many applications, especially in aerospace industry because of their high strength and low density. These alloys are commmonly hardened upon ageing treatment, in which diffusion of Zn and Mg atoms from super saturated solid solution results in formation of metastable precipitates. To further increase the strength of the alloys, Ti is added to decrease the grain size. The objective of this study is to investigate the role of Ti in the precipitation strengthening of Al-5Zn-1.8Mg-0.4Ti (wt.%) alloy.
The alloy was fabricated by squeeze casting process. Then, the alloy was homogenized at 400 oC for 4 hours. Subsequent solution treatment was employed at 440 oC for 1 hour and followed by water quenching to room temperature. The ageing was conducted at 90, 130 and 200 oC for 200 hours. The ageing response was followed by Rockwell hardness testing, while the microstructural evolution was observed by using Optical Microscope (OM) and Scanning Electron Microscope (SEM) - Energy Dispersive Spectroscopy (EDS).
The results showed that the highest hardness was achieved after ageing at 90 oC, and even at this temperature, the hardness remained increase after 200 h of ageing. The higher the ageing temperature, the lower the achieved peak hardness but the time needed to peak hardness reduced. Addition of Ti retarded the strengthening by slowering kinetics of precipitation through decreasing number of solute-vacancy complexes. The suggested major precipitation sequence was GP zones  ƞ?  ƞ (MgZn2).
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S66089
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasna Fitriasih
"

Meningkatnya permintaan akan electronic vehicle (EV) menyebabkan meningkatnya penggunaan Magnesium yang memiliki sifat lebih ringan sehingga mampu mengunggulkan efisiensi bahan bakar. Salah satu paduan Maagnesium yang sering digunakan adalah AZ31B. Namun, sheet metal forming dan perlakuan panas pada manufaktur dapat memengaruhi sifat mekanisnya. Penelitian ini dilakukan pada plat paduan Magnesium AZ31B yang dilakukan cold rolling hingga terjadi deformasi sebesar 22% dan perlakuan panas annealing pada 349℃ pada waktu tahan 0, 10, 30, 60, dan 120 menit. Penelitian ini didukung dengan pengujian metalografi dan kekerasan microvickers. Didapatkan bahwa rolling menghasilkan butir dengan ukuran diameter terkecil, sedangkan annealing pada waktu tahan yang lebih lama menghasilkan butir dengan ukuran diameter yang lebih besar pula. Tak hanya itu, sampel yang memiliki ukuran butir yang kecil memiliki nilai kekerasan yang tinggi. Hal ini terlihat dari sampel yang dilakukan rolling memiliki nilai kekerasan tertinggi, sedangkan sampel yang ditahan pada annealing selama 120 menit memiliki nilai kekerasan terendah. Berdasarkan pertumbuhan butir, didapatkan persamaan empiris yang mampu menunjukkan kinetika pertumbuhan butir sebagai berikut: D^(0,18)=D0^(0,18)+2244,35.exp(-70.000/8,314.T).t^(0,48)


The increasing demand for electric vehicles (EVs) has led to a rise in the use of magnesium, which is lighter and thus enhances fuel efficiency. One commonly used magnesium alloy is AZ31B. However, sheet metal forming and heat treatment during manufacturing can affect its mechanical properties. This study focuses on AZ31B magnesium alloy plates subjected to cold rolling, achieving a deformation of 22%, and annealing heat treatment at 349°C for various holding times: 0, 10, 30, 60, and 120 minutes. The research includes metallographic analysis and microvickers hardness testing. It was found that rolling produces the smallest grain diameters, while longer annealing times result in larger grain diameters. Additionally, samples with smaller grain sizes exhibited higher hardness values. Specifically, the rolled samples had the highest hardness, while samples annealed for 120 minutes had the lowest hardness. From the grain growth observations, an empirical equation was derived to describe the kinetics of grain growth as follows: D^(0.18)=D0^(0.18)+2244.35.exp(-70,000/8.314.T).t^(0.48)

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuzulian Akbar Arandana
"Aluminium merupakan logam yang mudah untuk dipadukan dengan logam lain. Salah satu paduan aluminium yang sedang banyak dikembangkan adalah seri 7xxx Al-Zn-Mg karena memiliki densitas yang rendah dan sifat mekanis yang baik. Peningkatan sifat mekanis paduan tersebut dapat dilakukan dengan penambahan sejumlah unsur paduan seperti Cr yang dapat memperhalus butir. Selain itu, paduan juga dapat dikeraskan melalui proses pengerasan pengendapan dengan tahapan laku pelarutan, pencelupan cepat, dan penuaan.
Untuk memeroleh pengerasan pengendapan yang diinginkan maka tahapan laku pelarutan harus diperhatikan karena akan memengaruhi sejumlah unsur paduan yang dapat larut dan jumlah kekosongan yang terbentuk. Sementara itu, masih sedikit penelitian mengenai pengaruh kombinasi penambahan Cr dan temperatur laku pelarutan pada paduan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan Cr terhadap variasi temperatur laku pelarutan pada paduan Al-4.7Zn-1.7Mg-0.37Cr berat.
Paduan dibuat dengan metode squeeze casting. Kemudian dilakukan proses homogenisasi pada temperatur 400 C selama 4 jam. Pada paduan selanjutnya dilakukan proses laku pelarutan pada temperatur 220, 420, dan 490°C yang dilanjutkan dengan pencelupan dalam air. Setelah itu, paduan dilakukan pengerasan penuaan pada temperatur 130°C selama 48 jam. Karakterisasi yang dilakukan berupa pengamatan struktur mikro menggunakan OM Optical Microscope dan SEM-EDS Scanning Electron Microscope - Energy Dispersive Spectroscopy, pengujian kekerasan HRB dan HB, pengujian XRD X-Ray Diffraction, dan STA Simultaneous Thermal Analysis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur laku pelarutan menyebabkan semakin banyaknya fasa interdendritik yang dapat larut dalam matriks Al. Hal ini dibuktikan dengan fraksi volume fasa interdendritik setelah laku pelarutan 220, 420, dan 490°C yang menurun menjadi 6.67, 4.55, dan 4.14 dari 6.9 setelah homogenisasi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa penambahan 0.37 berat Cr tidak berpengaruh terhadap proses pelarutan fasa interdendritik selama laku pelarutan. Sebaliknya, intermetalik Cr seperti Al18Cr2Mg3 dan Cr,Fe Al7 yang terbentuk dapat meningkatkan kekerasan paduan. Kekerasan paduan setelah penuaan pada temperatur 130 C selama 48 jam meningkat menjadi 49.64, 52.54, dan 70.52 HRB pada variasi laku pelarutan 220, 420, 490°C.

Aluminium is a metal that can be easily alloyed with other metals. One of them is the 7xxx Al Zn Mg series which are the most developed series due to their low density and good mechanical properties. Their mechanical properties can also be strengthened by adding some microalloying element such as Cr which can refine the grain of the alloy. Aside from that, heat treatment such as precipitation hardening through solution treatment, quenching, and ageing can also be done to strengthen its properties. Solution treatment temperature may affect the amount of dissolved interdendritic phase and the number of vacancy, thus it has to be considered in case of getting the desired properties after the precipitation hardening.
Meanwhile, there are very few research on the combined effects of addition of Cr and solution treatment temperature on the properties of this alloy. Therefore, this research is aimed to investigate the effect of Cr and variation of solution treatment temperature on the properties of Al 4.7Zn 1.7Mg 0.37Cr wt. alloy.
The alloy was fabricated by squeeze casting process. Then it was homogenized at 400 C for 4 hours. Three samples were then solutionized at 220, 420, and 490 C for 1 hour and followed by rapid quenching in water. Ageing was then conducted at 130 C for 48 hours. Characterization included microstructure observation by using OM Optical Microscope and SEM EDS Scanning Electron Microscope Energy Dispersive Spectroscopy , hardness testing HRB and HB, XRD X Ray Diffraction, and STA Simultaneous Thermal Analysis.
The results showed that the higher solution treatment temperature increased the dissolution of interdendritic phase to the Al matrix. It was shown by the decreasing of interdendritic volume after solution treatment at 220, 420, and 490°C which became 6.67, 4.55, and 4.14 after 6.9 in the homogenized alloy. The results showed that the 0.37 wt. Cr addition had no effect on the dissolution process of the interdendritic phase. However, the formation of Cr intermetallic such as Al18Cr2Mg3 and Cr,Fe Al7 increased the hardness of the alloy. The hardness of the alloy after ageing at 130°C for 48 hours was increased to 49.64, 52.54, and 70.52 HRB in 220, 420, 490°C solutionized alloy respectively.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danny Taufik Bahar
"Jenis paduan aluminium yang gencar dikembangkan adalah Al-Zn-Mg (Seri 7xxx) dengan sifat mekanis paling baik di antara paduan aluminium lainnya. Peningkatan sifat mekanis tersebut dapat dilakukan dengan menambahan unsur minor ke dalam paduan, seperti Cr. Selain itu, sifat mekanis paduan aluminium seri 7xxx dapat ditingkatkan dengan melakukan laku pelarutan pada temperatur tertentu diikuti oleh pencelupan cepat dan diakhiri dengan pengerasan penuaan. Sifat mekanis akan ditentukan oleh temperatur laku pelarutan yang digunakan. Penelitian ini mempelajari pengaruh temperatur laku pelarutan pada karakteristik paduan Al-4.58Zn-1.47Mg-1.66Cr (%berat).
Sampel dibuat melalui proses pengecoran dengan metode squeeze casting diikuti homogenisasi pada temperatur 400 oC selama 4 jam untuk menyeragamkan butir. Proses laku pelarutan dengan variasi temperatur 220, 420, dan 490 oC dilakukan selama satu jam dan diikuti oleh pencelupan cepat menggunakan air. Lalu, dilakukan pengerasan penuaan pada temperatur 130 oC selama 48 jam dengan tujuan untuk menghasilkan presipitat. Karakterisasi yang digunakan berupa pengamatan struktur mikro dengan mikroskop optik dan SEM-EDS, pengujian kekerasan (HRB dan HB), pengujian XRD (X-Ray Diffraction), dan DSC (Differential Scanning Calorimetry).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur laku pelarutan, semakin banyak fasa interdendritik yang terlarut ke dalam matriks Al. Hal ini dibuktikan dengan fraksi volume fasa interdendritik pada 220, 420, dan 490 oC setelah pencelupan cepat berturut-turut adalah 5.93, 4.3, dan 3.23%. Setelah pengerasan penuaan, didapatkan nilai kekerasan paduan yang meningkat menjadi 34.42, 72.26, dan 68.12 HRB pada temperatur 220, 420, serta 490 oC. Selain itu, penambahan Cr akan menghasilkan presipitat CrAl7 yang dapat meningkatkan kekerasan paduan melalui pengecilan SDAS dan menjadis tempat tumbuhnya presipitat penahan dislokasi."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Srikandi Wahyu Arini
"ABSTRAK
Batu bata menggunakan tanah sebagai bahan baku utamanya, namun bata yang terbuat hanya dari tanah memiliki performa yang kurang baik. Dalam rangka membuat batu bata sebagai material yang lebih ramah lingkungan dan memiliki performa yang lebih baik maka dilakukan kajian karakteristik sifat fisik dan mekanik batu bata pembakaran dengan tambahan 4% sabut kelapa berukuran 2,5 cm yang telah di diolah dan di curing dalam tiga kondisi perawatan. Berdasarkan hasil pengujian sifat fisik dan mekanik bata, didapatkan bahwa penambahan 4% serabut kelapa berukuran 2,5 cm yang telah diolah meningkatkan sifat mekanik bata pada semua kondisi curing namun tidak semua sifat fisik meningkat.

ABSTRACT
Batu bata menggunakan tanah sebagai bahan baku utamanya, namun bata yang terbuat hanya dari tanah memiliki performa yang kurang baik. Dalam rangka membuat batu bata sebagai material yang lebih ramah lingkungan dan memiliki performa yang lebih baik maka dilakukan kajian karakteristik sifat fisik dan mekanik batu bata pembakaran dengan tambahan 4% sabut kelapa berukuran 2,5 cm yang telah di diolah dan di curing dalam tiga kondisi perawatan. Berdasarkan hasil pengujian sifat fisik dan mekanik bata, didapatkan bahwa penambahan 4% serabut kelapa berukuran 2,5 cm yang telah diolah meningkatkan sifat mekanik bata pada semua kondisi curing namun tidak semua sifat fisik meningkat."
2014
S61442
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Saraswati Putri Rosadi
"In this study, friction stir processing (FSP) was attempted to produce SiCp/AA6061 surface composite in order to address the challenges presented by liquid state fabrication processes. SiC particles of 400-grit size were added into a groove machined on the surface of AA6061 plates. FSP was performed by means of a manual milling machine with a tapered, cylindrical tool rotating at 1225 rpm and with a feed rate of 35 mm/min. The effect of the tool tilt angle and the number of FSP passes on the microstructures and mechanical properties was investigated. The tool tilt angles were varied between 0° and 3°, in increments of 1°. The number of passes was varied at 1, 3, and 5 passes. High resolution optical microscopic analysis was performed to investigate the microstructural evolution of each specimen. Mechanical properties were explored through Vickers microhardness test, the results of which were also utilized to estimate the tensile strength at localized areas using an empirical relationship. The results exhibited significant improvement in the microstructures, where refined grains were obtained as a result of the dynamic recrytallization and severe plastic deformation generated by the FSP. Microhardness and ultimate tensile strength of the FSPed surface composite improved by up to 62.2% compared to the base metal.

Dalam studi ini, friction stir processing (FSP) dicoba untuk menghasilkan komposit permukaan SiCp/AA6061 untuk mengatasi tantangan yang disajikan oleh proses fabrikasi keadaan cair. Partikel SiC berukuran 400 grit ditambahkan ke dalam alur yang dikerjakan pada permukaan pelat AA6061. FSP dilakukan dengan menggunakan mesin frais manual dengan pahat berbentuk silinder runcing yang berputar pada kecepatan 1225 rpm dan laju pemakanan 35 mm/menit. Pengaruh sudut kemiringan pahat dan jumlah lintasan FSP pada struktur mikro dan sifat mekanik diselidiki. Sudut kemiringan pahat divariasikan antara 0° dan 3°, dengan penambahan 1°. Jumlah pass divariasikan pada 1, 3, dan 5 pass. Analisis mikroskopis optik resolusi tinggi dilakukan untuk menyelidiki evolusi mikrostruktur masing-masing spesimen. Sifat mekanik dieksplorasi melalui uji kekerasan mikro Vickers, yang hasilnya juga digunakan untuk memperkirakan kekuatan tarik di daerah lokal menggunakan hubungan empiris. Hasilnya menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam struktur mikro, di mana butiran halus diperoleh sebagai hasil dari rekristalisasi dinamis dan deformasi plastis parah yang dihasilkan oleh FSP. Kekerasan mikro dan kekuatan tarik tertinggi dari komposit permukaan yang di-FSP meningkat hingga 62,2% dibandingkan dengan logam dasar."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novrita Idayanti
"Dalam lebih seratus tahun belakangan, fokus riset dan pengembangan magnet permanen terletak pada pencarian fasa magnetik baru sehingga ditemukannya berbagai senyawa material magnet permanen. Tercatat dalam sejarah pengembangannya, fasa magnetik Nd12Fe14B yang ditemukan pada tahun 1993 merupakan fasa magnetik magnet permanen terkuat sampai saat ini. Sejak dimulainya abad 21, ternyata pengembangan riset magnet permanen tidak lagi fokus pada pencarian fasa magnetik baru, tetapi lebih kepada rekayasa struktur diantaranya magnet permanen berbasis nanokomposit. Magnet nanokomposit adalah jenis magnet permanen baru yang merupakan hasil penggabungan dua atau lebih fasa magnetik keras dan lunak dengan struktur yang mengizinkan terjadinya efek interaksi antar butir atau grain exchange interaction. Efek interaksi antar grain dalam struktur nanokomposit menghasilkan karakteristik baru magnet permanen berupa peningkatan nilai magnetisasi remanen (Mr), magnetisasi saturasi (Ms), dan produk energi maksimum (BH)maks. Pada penelitian ini, telah dipelajari magnet nanokomposit terbuat dari fasa magnet permanen stronsium heksaferit (SrFe12O19) dan fasa magnet lunak cobalt ferit (CoFe2O4) dengan menerapkan metode pemaduan mekanik dilanjutkan dengan perlakuan ultrasonik daya tinggi. Serbuk halus material magnetik SrFe12O19 dipersiapkan dari bahan baku oksida besi (Fe2O3) dan stronsium karbonat (SrCO3) dengan teknik pemaduan mekanik, demikian juga serbuk halus CoFe2O4. Kedua jenis serbuk material magnetik tersebut juga menerima perlakuan ultrasonik daya tinggi agar terjadi destruksi lanjut ukuran serbuk masuk kedalam ukuran skala nanometer. Magnet nanokomposit yang dipelajari pada penelitian ini memiliki rasio fraksi massa SrFe12O19/CoFe2O4 masing-masing adalah 70:30, 75:25, 80:20, dan 85:15. Rekayasa struktur komposit dilakukan dengan menggunakan ukuran serbuk bervariasi, baik ukuran serbuk senyawa SrFe12O19 maupun senyawa CoFe2O4. Temperatur sintering 1000–1200 °C diterapkan pada magnet komposit untuk mengetahui suhu sintering optimal terjadinya difusi pembentukan magnet nanokomposit terbaik. Sifat kemagnetan empat variasi kombinasi ukuran serbuk SrFe12O19 dan CoFe2O4 dalam struktur komposit masing-masing kombinasi antara serbuk berukuran mikron dan nano menunjukkan bahwa efek interaksi butir antara fasa magnetik keras SrFe12O19 dan fasa magnetik lunak CoFe2O4 telah meningkatkan nilai Mr dan Ms magnet nanokomposit. Karakteristik magnet optimal yang didapat dari hasil penelitian ini adalah nilai Mr =34,55 emu/g, Ms =66,44 emu/g, Hc =3,11 kOe dan nilai (BH)maks hasil kalkulasi berdasarkan nilai Mr sudah melebihi nilai (BH)maks magnet SHF tunggal yaitu 1,12 MGOe (8.96 kJ.m-3) yang diperoleh dari magnet nanokomposit komposisi 80:20.

In the last hundred years, research and development of permanent magnets have been in the search for new magnetic phases. Hence, various compounds of permanent magnet materials have been discovered. During the story of its evolution, the magnetic phase Nd12Fe14B which was identified in 1993 remains the strongest permanent magnet to date. Nevertheless, since the start of the 21st century, it works out that the growth of permanent magnet research is no longer concentrating on finding new magnetic phases, but rather on structural engineering, including nanocomposite-based permanent magnets. Nanocomposite magnets are a new type of permanent magnet which is the result of combining two or more hard and soft magnetic phases with a structure that allows grain exchange interactions to occur. The interaction effect between grains in the nanocomposite structure produces new characteristics of permanent magnets in the form of an increase in the value of remanent magnetization (Mr), saturation magnetization (Ms), and maximum energy product (BH)max. In this research, nanocomposite magnets made of hard phase strontium hexaferrite (SrFe12O19) and soft phase cobalt ferrite (CoFe2O4) prepared through the mechanical alloying method followed by high power ultrasonic treatment have been studied. The fine powder of SrFe12O19 was prepared from iron oxide (Fe2O3) and strontium carbonate (SrCO3) by a mechanical alloying technique likewise, the fine powder CoFe2O4. Both types of magnetic material powders also received high power ultrasonic treatments to allow further destruction of the powder size into the nanometer scale. The nanocomposite magnets understudied had mass fraction ratios of SrFe12O19/CoFe2O4, respectively 70:30, 75:25, 80:20, and 85:15. The structural engineering of the composite was carried out using various powder sizes, both the size of SrFe12O19 and CoFe2O4. The sintering temperature of 1000–1200 °C was applied to the composite magnets to determine the optimal sintering temperature for the best diffusion of nanocomposite magnet formation. The magnetic properties of nanocomposite magnets with four size combinations of SrFe12O19 and CoFe2O4 powders in the composite structure of each combination of micron and nano-sized powders showed that the grain interaction effect between the hard magnetic phase SrFe12O19 and the soft magnetic phase CoFe2O4 had increased the Mr and Ms values of the nanocomposite magnets. The optimal magnetic characteristics obtained from the results of this study are the value of Mr = 34.55 emu/g, Ms = 66.44 emu/g, Hc = 3.11 kOe. The value of (BH)max calculated from Mr has exceeded that of the single-phase SHF magnet which is 1.12 MGOe (8.96 kJ.m-3)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danang Septianto Nugroho
"Pemakaian material high tensile pada komponen otomotif semakin marak seiring dengan tuntutan cost reduction dalam dunia industri. Permasalahan mengenai besarnya tonnase proses dan sifat mampu bentuk material menjadi dasar dikembangkanya proses warm forming. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan parameter optimal untuk proses warm forming sehingga bisa dihasilkan produk sesuai dengan standard komponen tanpa terjadinya kerusakan. Proses warm forming material SAPH 400 dengan variasi temperatur pre-heat menunjukkan bahwa besarnya pengurangan tonnase terbesar dihasilkan pada saat material dipanaskan pada temperatur pre-heat sebesar 600?C, dimana pengurangan tonnase proses mencapai 27% (4 Ton) dari tonnase cold forming (5,5 Ton). Semakin tinggi temperatur pre-heat, maka semakin mudah butiran dalam material terdeformasi, sehingga bentukan butir dari sample setelah dikenai proses warm forming menjadi pipih. Besarnya deformasi yang diterima oleh material membuat kerapatan antar butir meningkat serta menyebabkan pergerakan dislokasi akan terhambat, hal ini akan menyebabkan sample dengan variasi pre-heat sebesar 600?C mengalami kenaikan tensile strength sebesar 13% (menjadi 408 MPa dari 361 MPa), akan tetapi mengalami penurunan elongation sebesar 25% (menjadi 39,1% dari 52,4%). Penambahan air di cooling channel dalam dies menyebabkan kenaikan cooling rate menjadi 2 kali lipat menjadi 30?C/s, sehingga sample dengan media cooling menggunakan air yang mengalami kenaikan tensile strength sebesar 13% (menjadi 408 MPa dari 361 MPa). Sample yang dilakukan proses warm forming tanpa proses anil hanya mengalami kenaikan tensile strength sebesar 5%, karena material hanya mengalami proses tempering saja tanpa mengalami perubahan fasa, sehingga hal ini menyebabkan sample tanpa proses anil tetap susah ditingkatkan tensile strength-nya walaupun sudah dilakukan deformasi plastik dan proses cooling saat proses warm forming

In the industral, high tensile materials used for automotive components generaly increase due to of the cost reduction requirement. Issues concerning the amount of tonnage process and formability of material becomes warm forming process of developing basic. This study aimed to obtain the optimal parameters for warm forming process so that products can be produced in accordance with standard components without damage. The warm forming process of SAPH 400 steel with a pre-heat temperature variation indicates that the magnitude of the largest tonnage reductions generated when the material is heated at 600?C of a pre-heat temperature, where the tonnage reduction reached 27% (4 Ton) from cold forming tonnage (5.5 Ton). The higher the preheat temperature, the more easily deformed grains in the material, so that the formation of grain samples after subjected to warm forming process becomes flat. The amount received by the material deformation made ??between grain density increases and causes the movement of dislocations is inhibited, this will cause the sample to the variation of preheat of 600?C tensile strength increased by 13% (from 361 MPa to 408 MPa), but the elongation decreased by 25% (to 39.1% from 52.4%). The addition of water in the cooling channels in the dies causes an increase in cooling rate become twice to 30 ?C/s, so the sample by using water cooling media that tensile strength increased by 13% (from 361 MPa to 408 MPa). Samples were subjected to warm forming process without annealing process is only increased tensile strength by 5%, because the material only experienced tempering process without phase transformation, so this causes the sample without annealing process remains difficult improved its tensile strength despite tight plastic deformation and cooling process when the warm forming process"
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>