Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1383 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Berna Elya
Yogyakarta: Penerbit Deepublish, 2024
581.6 BER e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun ditujuikan bagi semua warga negara termasuk masyarakat suku terasing seperti suku Baduy...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Santy Yulianti
"

Frasa preposisional merupakan salah satu konstruksi bahasa yang mampu menggambarkan representasi mental seseorang atau komunitas tutur. Tuturan yang bermakna spasial dan berbentuk frasa preposisional menjadi fokus kajian penelitian ini.  Tujuan penelitian adalah untuk menyusun  skema kognitif spasial masyarakat Baduy. Suku Baduy terpilih karena memiliki keunikan berdasarkan aturan adat mengenai tata letak bangunan dan ladang dalam kehidupan mereka. Kosakata dasar  membantu mengarahkan kognisi spasial mereka dalam  interaksi dengan alam sekitar dan isinya, disamping itu  konstruksi frasa preposisional bahasa Sunda dialek Baduy merupakan representasi  verbal kognisi spasial mereka terhadap lingkungan tempat mereka hidup. Landasan teori yang digunakan untuk menghasilkan kaidah frasa  preposisional adalah semantik konseptual Ray Jackendoff (1985) dan peta kognitif Lynn Nadel (2013). Semantik konseptual Ray Jackendoff   merupakan perpaduan ilmu tata bahasa dan makna yang bersumber dari proses kognisi seseorang dan menghasilkan konsep- makna sebagai representasi mental seseorang ataupun komunitas bahasa. Manfaat  peta kognitif Lynn Nadel membantu dalam menemukan lokasi, orientasi dan reorientasi, dan konsep kognitif yang mendasari orientasi ruang masyarakat bahasa Sunda dialek Baduy. Data yang digunakan adalah frasa preposisi lokatif dan direktif yang diperoleh dari hasil wawancara dengan satu informan Baduy Dalam dan dua informan Baduy luar. Hasil dari penelitian ini terdiri atas kaidah frasa preposisional yang terbagi atas place function dan path function. Selain itu, preposisi yang banyak digunakan adalah perposisi ti, di, dan ka. Objek acuan untuk frasa preposisional ini berupa nomina tempat seperti imah, leuit, dan huma, dan nomina arah seperti luhur, kaler, kidul, kenca, dan katuhu. Skema kognitif yang diperoleh adalah konstruksi objek acuan yang sebagian besar alosentris hanya mengenal makna selatan (kidul) dan utara (kaler). Hal ini berhubungan dengan pengalaman mereka mengenai tata letak perkampungan , ladang, dan tempat sakral mereka yang dimulai dari wilayah yang paling utara sebagai wilayah umum (perkampungan) sampai dengan wilayah paling selatan sebagai tempat sakral (tempat ibadah) suku Baduy.


The prepositional phrase is one of the language constructs capable of describing the mental representation of a person or a speech community. Speech utterances that have spatial meaning and are in the form of prepositional phrases are the focus of this chapter. The objective is to develop a spatial cognitive scheme of the Baduy society. The Baduy tribe was chosen because of its unique customary regulations in their lives regarding the layout of buildings and fields. Basic vocabulary helps to direct their spatial cognition in their interaction with the natural surroundings. The construction of prepositional phrases in the Baduy dialect of Sundanese is a verbal representation of their spatial cognition of the environment where they live. Ray Jackendoff’s conceptual semantics (1985) and Lynn Nadel's cognitive map (2013) are used as the theoretical basis to generate prepositional phrase rules. The conceptual semantics of Ray Jackendoff is a fusion of grammar and meaning derived from a person's cognition process and produces concepts as the mental representation of a person or a language community. One of the benefits of Lynn Nadel’s cognitive maps is that it helps in finding location, orientation and reorientation, and the cognitive concepts underlying the spacial orientation of the community speaking the Baduy dialect of the Sundanese language. The data used are locative and directive prepositional phrases obtained from interviews with one Baduy Dalam informant and two Baduy Luar informants. Prepositional phrase in Baduy utterances consist of rules for place function and path function. In addition, the widely used prepositions are the prepositions ti, di, and ka. The reference object for these prepositional phrases are place nouns such as imah  (house), leuit (barn), and huma (field) , and direction nouns such as luhur (above), kaler (north), kidul (south), kenca (lefthand), and katuhu (righthand). The cognitive scheme obtained is the construction of reference objects that are mostly alocentric and only recognize the significance of south (kidul) and north (kaler). This relates to their experience of the layout of their settlements, fields and sacred places starting from the northernmost region as the common area (kampung or village) to the southern most region as the sacred place (place of worship) of the Baduy tribe.

"
2018
T51708
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asri Nur Maulidya
"Pengabaian hak akan kesehatan menyebabkan munculnya disparitas kesehatan antaramasyarakat adat. Suku Baduy Dalam merupakan masyarakat adat di Indonesia yangmenolak mengikuti perkembangan kehidupan modern. Capaian pelayanan kesehatanpada masyarakat Baduy Dalam sebagai indikator kinerja pemerintah dalam meratakanpelayanan kesehatan belum tercatat dengan baik. Ketersediaan, keterjangkauan, danketerimaan Pelayanan kesehatan sebagai hal fundamental dalam pemerataan hak akankesehatan perlu ditelaah lebih lanjut.Penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan paradigma Hak Asasi Manusiabertujuan untuk menggali informasi mendalam mengenai pelayanan kesehatan padamasyarakat Baduy. Metode yang digunakan adalah wawancara mendalam dan informandipilih berdasarkan teknik purposif untuk memenuhi kesesuaian dan kecukupan informasipenelitian. Informan dalam penelitian ini adalah instansi pemerintah di bidang kesehatan,tenaga kesehatan, stakeholder di Desa Kanekes, kader kesehatan, dan masyarakat. Hasilpenelitian dianalisis menggunakan matriks dan menggunakan content analysis untukmenyimpulkan fenomena tematik. Untuk menjaga keabsahan data, dilakukan penelaahandokumen dan literatur terkait topik penelitian sebagai triangulasi.Adanya larangan menggunakan alat transportasi ke wilayah Baduy Dalam membuattenaga kesehatan tidak memiliki pilihan lain selain berjalan kaki melewati jalan setapakyang terjal. Pemberian pelayanan kesehatan mobile terkendala dengan jumlah tenagakesehatan dan kemampuan masyarakat dalam menerima pelayanan kesehatan modern.Pelayanan kesehatan modern belum bisa dilakukan karena masih terdapat anggapanpelayanan kesehatan modern mengancam kelestarian adat. Keterlibatan dan perhatianinstansi pemerintah terhadap pelayanan kesehatan pun sangat rendah.Kesimpulan dari penelitian ini adalah pelayanan kesehatan untuk Baduy Dalam belumdilaksanakan dengan baik karena adanya kendala dari sisi ketersediaan tenaga kesehatan,akses geografis, dan penerimaan terhadap pelayanan kesehatan modern yang rendah.

Differences in rights to health cause a disparity between indigenous communities andpeople in general, which should be avoidable. The Baduy Dalam Tribe is one of theindigenous communities in Indonesia that refuses to follow modern developments. Theprovision of health services to the Baduy Dalam community has become an indicator ofthe government rsquo s performance, in an effort to better equalize undocumented healthservices. Availability, affordability, and acceptance of health services as a fundamentalequalizer of rights to health needs to be further analyzed.This qualitative research uses a Basic Human Rights paradigm approach to obtain indepthinformation regarding health services among the Baduy community. The methodused was in depth interviews, and informants were chosen using a purposive techniqueto achieve correct and adequate information for this research. The informants includedthe government health department, healthcare personnel, Kanekes Village stakeholders,health cadres, and the community. Results were analyzed using a matrix and contentanalysis to identify the thematic information. To maintain validity, document review andliterature review on the subject were conducted.Restrictions to use vehicles in the Baduy Dalam area caused healthcare personnel toalways have to walk on a narrow road to reach the area. The provision of mobilehealthcare services is also made difficult due to the lack of healthcare personnel andcommunity acceptance of modern healthcare services. The community does not acceptthese services as there is an assumption that it threatens the survival of their traditions.Involvement of government institutions in these healthcare programs is also minimal.Healthcare services to the Baduy Dalam Community is not performed well as there arevarious obstacles in the availability of healthcare personnel, geographical access, and lowacceptance level of modern healthcare services."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T53646
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iis Yulianti
"Kerangka pemikiran dari penelitian ini menggunakan teori coordinated management of meaning dari Pearce dan Cronen serta dilakukan dengan pendekatan kajian budaya dan teori perubahan sosial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pikukuh sapuluh merupakan pancaran dari kepercayaan dan agama yang dianut oleh suku Baduy Luar. Isi terpenting dart pikukuh Baduy tersebut adalah konsep "tanpa perubahan apapun", atau perubahan sesedikit mungkin. Tabu tersebut dalam kehidupan sehari-hari diinterpretasikan secara harfiah. Dan ternyata suku Baduy Luar membuat interpretasi dan bertindak berdasarkan aturan-aturan yang telah ditentukan. Suku Baduy bertindak atas dasar pemahaman mereka dengan menggunakan aturan-aturan untuk memutuskan jenis tindakan yang sesuai.
Pengertian suku Baduy terhadap makna teks pikukuh sapuluh dipengaruhi oleh hubungan suku Baduy dengan teks tersebut. Dan hubungan itu pada gilirannya dipengaruhi oleh teks itu sendiri. Pikukuh sapuluh telah memberikan sebuah rasa bagaimana interpretasi dan tindakan suku Baduy tampak logis atau sesuai dalam situasi tertentu.Rasa inilali yang disebut daya logika.
Pada day pregurative, suku Baduy melaksanakan ketentuan adatnya karena adanya daya kausal. Artinya orang-orang terdahulu (nenek moyang atau karuhun) mereka telah mewariskan pikukuh sapuluh ini untuk dijalankan oleh generasi penerus mereka. Pada sebagian generasi muda Baduy tentu saja hal ini menjadi tekanan karena pada satu sisi mereka tak terlepas dari penetrasi sosial masyarakat di filar Baduy. Pengkoordinasian makna terjadi secara baik karena apa yang diwariskan oleh leluhur dilakukan sepenuhnya oleh suku Baduy Luar.
Daya Praktis merupakan sebuah perkaitan tindakan dengan konsekwensi di mana suku Baduy berperilaku dengan suatu cara tertentu untuk mencapai suatu kondisi dimasa depan. Ketidakpuasan terhadap kondisi yang ada dan terjangan arus globalisasi serta harapan untuk merubah kondisi yang ada, telah membuat adanya berbagai perubahan. Perubahan-perubahan tersebut sebenarnya tidak diperbolehkan karena tidak sesuai dengan ketentuan adat.
Daya kontekstual merupakan sebuah tekanan dari konteks. Di sini, suku Baduy percaya bahwa tindakan atau interpretasi adalah sebuah bagian alamiah dari konteks. Di dalam konteks dari konsep diri suku Baduy, misalnya, pada suku Baduy dilarang untuk bersekolah atau mengenyam pendidikan formal, akan tetapi pada kenyataannya banyak sekali generasi muda Baduy yang pandai membaca dan menulis. Pendidikan formal memang dirasa tidak diperlukan, hanya mungkin sekedar bagian dari siapa suku Baduy. Ketika berinteraksi dengan orang-orang yang berada di luar mereka, suku Baduy bisa menunjukkan bahwa ternyata mereka juga tak ada bedanya dengan orang di luar mereka. Mereka juga tidak bodoh dan mampu mengimbangi orang-orang yang menyatakan dirinya modern.
Daya implikatif, disini suku Baduy bertindak untuk menciptakan sebuah konteks baru atau merubah konteks yang sudah ada. Tindakan-tindakan yang berimplikasi terhadap kehidupannya dan ini memainkan peranan dalam kehidupan suku Baduy. Untuk proses sosialisasi pikukuh itu sendiri dilakukan melalui penjelasan tetua adat (Puun) yang dilaksanakan setahun sekali dan akhirnya proses transferisasi dilakukan oleh pihak keluarga melalui pola pengasuhan. Sistem kontroling melalui pemberian sanksi sangat membantu juga.
Pada intinya bahwa pikukuh sapuluh tersebut konsisten di sepanjang putarannya, putaran inilah yang disebut dalam teori coordinated management of meaning sebagai charmed atau menyesuaikan diri. Adapun implikasi teoritis dari penelitian ini bagi perkembangan ilmu komunikasi adalah menambah khasanah pada kelompok (cluster) teori pemaknaan yang dipakai di Departemen Ilmu Komunikasi khususnya Program Pascasarjana UI.
Pada akhirnya peneliti berharap teks pikukuh sapuluh bisa menjadi legal drafting di bidang hukum sebagai sebuah kearifan lokal karena ia telah terbukti bisa menjaga keseimbangan alam dan harmonisasi dalam kehidupan masyarakat Baduy."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21484
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rida Aulia
"Peningkatan jumlah wisatawan setiap tahun berdampak positif terhadap kondisi perekonomian masyarakat Baduy namun di sisi lain menjadi dilema untuk keberlanjutan segi lingkungan dan sosial budaya. Baduy belum memiliki payung hukum yang kuat untuk mengaturpengelolaan pariwisata adat, ketidaktersediaan fasilitas untuk wisatawan serta rendahnya kualitas sumber daya manusia. Tujuan dalam penelitian adalah 1). menganalisa persepsi tingkatkeberlanjutan pariwisata adat pada Suku Baduy, 2). menganalisis tantangan dan peluang dan 3).menganalisa implikasi kebijakan untuk mendorong keberlanjutan pariwisata adat pada SukuBaduy. Metode penelitian menggunakan pendekatan post- positivist. Teknik pengumpulan data melalui penyebaran kuesioner kepada 100 responden (non probability) masyarakat adat Baduydengan teknik purposive sampling, serta wawancara mendalam kepada 9 narasumber dandokumentasi. Hasil perhitungan persepasi tingkat keberlanjutan pariwisata masyarakat adat di Baduy berada pada tingkat II dan masuk pada kategori OK (almost sustainable) yang ditunjukanmelalui persentase perolehan skor perhitungan sebesar 80.83%. Serta implikasi kebijakan yangbisa dikembangkan oleh pemerintah daerah Kabupaten Lebak yaitu berupa strategi pariwisataberbasis minat khusus, strategi sekolah adat dan strategi pengembangan UMKM hasil kerajinantangan masyarakat adat Baduy. Kata kunci : Pariwisata masyarakat adat, Baduy, keberlanjutan, tantangan dan peluang.

The enhancement in the number of tourists every year has a positive impact on theeconomic condition of the Baduy people, but on the other hand, it becomes a dilemma for environmental and socio-cultural sustainability. Baduy does not yet have a strong legal protection to regulate the management of indigenous tourism, the unavailability of facilities fortourists and the low quality of human resources. The objectives of the research are 1). analyze theperception of the level of sustainability of indigenous tourism for Baduy people, 2). analyzechallenges and opportunities and 3). analyze the implications of policies to encourage thesustainability of indigenous tourism for Baduy people. The research method uses a post-positivist approach. Technique of data collection was through the distribution of questionnairesto 100 respondents (non- probability) of the Indigenous Baduy people with purposive samplingtechnique, as well as in-depth interviews with 9 sources and documentation. The perceptioncalculation result of the sustainability level of indigenous peoples tourism for Baduy are at levelII and included in the OK (almost sustainable) category which is indicated by the percentage of the calculation score of 80.83%. As well as policy implications that can be developed by the local government of Lebak, namely special interest-based tourism strategies, traditional schoolstrategies and strategies for developing MSMEs made by the Baduy indigenous people."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Azmi
"Pola makan merupakan salah satu selera manusia dimana dipengaruhi oleh peran kebudayaan yang cukup besar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pola pemberian makan pada bayi dan balita usia 0-59 bulan dan gambaran kebudayaan yang berlaku di suku Baduy Dalam dan Baduy Luar, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten. Baduy merupakan suku di Indonesia yang kehidupannya masih sangat tergantung dengan alam. Penelitian dilakukan dengan menggunakan desain deskriptif cross-sectional. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki bayi dan balita (usia 0-59 bulan) yang tinggal di kawasan suku Baduy Dalam dan Baduy Luar, Kecamatan Leuwidamar, Lebak, Banten, 2012. Sampel penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki bayi dan balita di kawasan suku Baduy Dalam dan seluruh ibu yang memiliki bayi dan balita yang tinggal di kawasan suku Baduy Luar yang tercatat dalam posyandu. Penelitian ini dilakukan pada 16-17 Juni 2012.
Hasil menunjukkan bahwa seluruh bayi (usia 0-23 bulan) di kedua suku tersebut pernah mendapatkan ASI, selain itu hampir semua ibu di suku Baduy Luar memberikan semua kolostrum kepada bayi mereka, sedangkan di suku Baduy Dalam, ada sebagian (26,9%) yang membuang semua kolostrumnya. Dalam hal pemberian makanan keluarga pada balita usia 24-59, memperlihatkan trend bahwa di suku Baduy Dalam dan Baduy Luar sudah sesuai dalam mengonsumsi makanan pokok, lauk pauk, buah-buahan, dan minyak serta lemak sesuai anjuran. Sedangkan sayur mayur, susu, makanan selingan, makanan yang mengandung zat besi belum sesuai dengan anjuran.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa hampir seluruh masyarakat di suku Baduy Dalam dan Baduy Luar memenuhi kebutuhan pangan mereka dari hasil ladang dan kebun sendiri. Pembagian makan dalam keluarga di suku Baduy Dalam menunjukkan lebih dari setengah responden memiliki prioritas dalam memberi makan anggota keluarga dalam satu rumah, sedangkan di suku Baduy Luar hampir seluruh responden tidak memiliki prioritas pemberian makan. Selain itu, sebagian besar bayi dan balita di suku Baduy tidak memiliki pantangan makan atau tabu dalam mengkonsumsi suatu jenis makanan tertentu.

Feeding pattern is kind of human appetite which is majority influent by cultural role. The aim of this research is to know the description of infant and under-five (0-59 months) feeding pattern in Baduy Dalam and Baduy Luar Tribe. Baduy is one of Indonesian tribe that their life still depends on nature. This research using cross-sectional descriptive design. The population are all mothers who have infant and under-five (0-59 mothers) in Baduy Dalam and Baduy Luar Tribe, Leuwidamar Sub district, Lebak, Banten, 2012. Research was done in June 16th- 17th, 2012.
Result indicates that all infant (0-23 months) in both tribe have breast milk, furthermore almost all of mothers in Baduy Luar give all colostrums to their children, but in Baduy Dalam, there?re 26,9% mother throw all colostrums. In feeding under-five case , it shows a trend that both tribe have feeding completely on main menu of food, except milk and nutrition snack food.
Other result shows almost all of people in both tribes serve them feeding need from their own field. The distribution of food in family of Baduy Dalam shows more than half participant have a priority in feeding their family member, whereas in Baduy Luar almost all of participant have no priority. Moreover, most of infant and under-five in Baduy tribe have no taboo in consume kind of food.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kalangie-Pandey, A.A.M.
"Akhir-akhir ini bidang kesehatan masyarakat telah mendapat perhatian yang lebih besar daripada sebelumnya, sebagaimana nyata pada Rencana Pembangunan Lima Tahun II yang sedang berjalan ini. Masalah kesehatan di negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia mempunyai ciri-ciri yang khusus dan rumit. Banyak masalah lain yang erat berhubungan dengannya, seperti taraf pendidikan umum, kemampuan ekonomi penduduk, nilai kebudayaan, kepercayaan keagamaan, adat -istiadat, dan lain-lain. Selain golongan maealah itu, setiap suku bangsa memiliki sistem-sistem medis tradisional sebagai bagian dari kebudayaannya. Karenanya adalah tidak berlebih-lebihan kalau dikatakan bahwa masalah kesehatan dan usaha penanggulangannya bukan hanya merupakan pusat perhatian dari ilmu kedokteran. Pendekatan-pendekatan dari berba_gal ilmu sosial akan sangat membantu dalam mempelajari dan memecahkan masalah ini. Untuk memahami masalah kesehatan penduduk Indonesia yang beraneka ragam, diperlukan pengetahuan tentang sistem-sistem media tradisional yang berhubungan dengan konsep-konsep sebab penyakit, cara--cara pangobatan penyakit, dan perawatan kesehatan yang terdapat dan berkembang dalam kebudayaan suku-suku bangsa di Indonesia. Pengetahuan yang di_maksudkan di atas biasanya disebutkan dengan istilah etnomedisin (eth-nomedicine). Pengetahuan mengenai etnomedisin mutlak diperlukan untuk menyusun rencana dan strategi inovasi kesehatan yang bertujuan menga_tasi berbagai masalah kesehatan dan meningkatkan taraf kesehatan penduduk_"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1978
S15459
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoewisno MS
Jakarta: Khas Studio , 1988
305.809 58 DJO p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>