Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 188135 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Isnaini
"Bahan baku merupakan bahan yang biasanya digunakan dalam proses pembuatan produk jadi yang perlu melalui tahap uji untuk mengkonfirmasi bahwa bahan baku tersebut memang sesuai dengan standar yang ada dan sesuai dengan klaimnya untuk menghindari terjadinya hal yang tidak diinginkan pada sediaan farmasi seperti pada kasus tercemarnya sediaan farmasi sirup akibat pelarut yang digunakan tercemar oleh Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG). BPOM mengharuskan semua bahan baku obat dapat menyesuaikan aturan Farmakope Indonesia. PT. Tatarasa Primatama sebagai PBF bahan baku obat perlu menyesuaikan kualifikasi bahan baku yang didapat atau diimpor dari luar negeri dengan standar yang berlaku yang ada di Indonesia. Kualifikasi bahan baku obat yang didapat dari supplier luar negeri biasanya mengacu pada parameter yang ada di United States Pharmacopeia. Perlu dilakukan perbandingan parameter yang ada di antara United States Pharmacopeia dan dan Farmakope Indonesia VI mengenai uji kuantitatif dan kualitatif suatu bahan baku obat untuk menyesuaikan dengan peraturan BPOM. Perbedaan parameter uji pada prosedur dan spesfikasinya antara USP 44 dan FI VI dikarenakan kondisi, suhu, serta cuaca masing – masing wilayah negara yang berbeda – berbeda. Parameter uji yang mempunyai prosedur dan spesifikasi yang berbeda dapat dipilih dengan memilih prosedur dan spesifikasi yang lebih lengkap, lebih tepat dan lebih ketat diantara USP 44 dan FI VI. Parameter uji yang terdapat pada FI VI tetapi tidak terdapat pada USP dapat dilakukan penambahan uji oleh PBF bahan baku obat itu sendiri.

Raw materials are substances typically used in the production of finished products that need to undergo testing to confirm their compliance with existing standards and claims to avoid undesired incidents in pharmaceutical preparations, such as the contamination of syrup preparations due to solvents tainted with Ethylene Glycol (EG) and Diethylene Glycol (DEG). BPOM (Indonesian FDA) requires all drug raw materials to conform to the Indonesian Pharmacopoeia standards. PT. Tatarasa Primatama, as a pharmaceutical raw material distributor, must ensure that the qualifications of raw materials obtained or imported from abroad comply with Indonesian standards. The qualification of drug raw materials obtained from international suppliers usually refers to parameters in the United States Pharmacopeia (USP). It is necessary to compare the quantitative and qualitative test parameters between the United States Pharmacopeia and the Indonesian Pharmacopoeia VI to align with BPOM regulations. Differences in test parameters in procedures and specifications between USP 44 and FI VI are influenced by varying conditions, temperatures, and climates in different countries. Test parameters with differing procedures and specifications can be selected by opting for procedures and specifications that are more comprehensive, precise, and stringent between USP 44 and FI VI. Parameters found in FI VI but not in USP may require additional testing by the pharmaceutical raw material distributor themselves.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Firyal Fairuztsana Nugraha
"Pedagang Besar Farmasi atau PBF merupakan perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. PT. Tatarasa Primatama merupakan PBF yang berfokus pada pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran bahan obat. Bahan obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi termasuk baku pembanding. Cara Distribusi Obat yang Baik atau CDOB merupakan cara distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya. Salah satu aspek CDOB adalah personalia yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Pekerja di bawah umur merupakan remaja berusia 15 hingga 17 tahun yang diberikan pengalaman kerja dan pelatihan untuk kedepannya meningkatkan sumber daya manusia yang kompeten di bidang distribusi farmasi sehingga diperlukan dokumen yang sesuai dengan peraturan pemerintah serta memenuhi hak dan kewajiban pekerja di bawah umur.
.....Pharmaceutical Distributor is a company in the form of a legal entity that has a license to procure, store, distribute drugs and / or medicinal materials in large quantities in accordance with statutory provisions. PT Tatarasa Primatama is a pharmaceutical distributor that focuses on the procurement, storage, and distribution of medicinal raw materials. Medicinal raw materials are both efficacious and inefficacious materials used in drug processing with standards and quality as pharmaceutical raw materials including comparative standards. The Good Drug Distribution Practice or GDP is a method of distribution/channeling drugs and/or medicinal materials that aims to ensure quality along the distribution/channeling route according to the requirements and intended use. One aspect of GDP is personnel who have sufficient knowledge and skills to carry out their duties and responsibilities. Underage workers are teenagers aged 15 to 17 years who are given work experience and training to improve competent human resources in the field of pharmaceutical distribution so that documents are needed that comply with government regulations and fulfill the rights and obligations of underage workers."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anas Maulana
"Perusahaan Besar Farmasi (PBF) merupakan perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran perbekalan farmasi dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Diperlukan suatu tindakan menyeluruh yang dapat menjaga mutu obat pada seluruh proses pengelolaan obat termasuk pada proses distribusi obat. Sehingga, PBF yang merupakan sarana dalam fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi harus menerapkan ketentuan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) untuk dapat memenuhi kriteria tersebut. Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) merupakan suatu pedoman cara distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan untuk memastikan mutu sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi CDOB yang baik dan benar di PBF Jakarta 2. Pelaksanaan implementasi CDOB di PBF Jakarta 2 berdasarkan studi literatur pada Peraturan BPOM No. 6 Tahun 2020 Tentang Pedoman Teknis CDOB. Hasil yang diperoleh yaitu PT. Kimia Farma Trading & Distribution Jakarta 2 telah melakukan seluruh proses layanan distribusi dan perdagangan produk dan alat kesehatan sesuai dengan CDOB dan peraturan yang berlaku mencakup keseluruhan 12 bab.

Large Pharmaceutical Companies (PBF) are companies in the form of legal entities that have permits to procure, store and distribute large quantities of pharmaceutical supplies in accordance with statutory provisions. A comprehensive action is needed that can maintain drug quality throughout the drug management process, including the drug distribution process. Thus, PBF, which is a means of distribution or dispensing pharmaceutical preparation facilities, must implement the provisions of Good Medicine Distribution Methods (GMDM) to be able to meet these criteria. Good Medicine Distribution Method (GMDM) is a guideline for the distribution/distribution of medicines and/or medicinal substances which aims to ensure quality along the distribution/distribution route according to the requirements and intended use. This research aims to determine the good and correct implementation of CDOB at PBF Jakarta 2. The implementation of CDOB at PBF Jakarta 2 is based on a literature study of BPOM Regulation No. 6 of 2020 concerning CDOB Technical Guidelines. The results obtained were PT. Kimia Farma Trading & Distribution Jakarta 2 has carried out the entire distribution and trading service process for medical products and devices in accordance with CDOB and applicable regulations covering all 12 chapters.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Mulzimatus Syarifah
"Fasilitas distribusi merupakan sarana yang digunakan untuk mendistribusikan atau menyalurkan sediaan farmasi yang terdiri dari Pedagang Besar Farmasi dan Instalasi Sediaan Farmasi. Pedagang Besar Farmasi (PBF) merupakan perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Standar kefarmasian pada sarana distribusi sediaan farmasi adalah Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). CDOB merupakan suatu kegiatan atau cara distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan untuk memastikan mutu sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaan. Di dalam CDOB tahun 2020, terdapat 12 Bab yang mengatur terkait prinsip-prinsip CDOB. Observasi dan wawancara terkait kegiatan implementasi CDOB dilakukan di PT. Anugrah Argon Medica (AAM) Cabang Jakarta 2. Berdasarkan hasil observasi langsung terhadap kondisi gudang dan dokumentasi serta wawancara kepada QS dan tim, AAM Cabang Jakarta 2 telah melakukan implementasi aspek-aspek yang diatur dalam Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) baik untuk obat lainnya dan CCP.

Distribution facilities are facilities used to distribute or distribute pharmaceutical preparations consisting of Pharmaceutical Wholesalers and Pharmaceutical Dosage Installations. Pharmaceutical Wholesaler (PBF) is a company in the form of a legal entity that has a license for the procurement, storage, distribution of drugs and/or drug ingredients in large quantities in accordance with the provisions of laws and regulations. Pharmaceutical standards in pharmaceutical preparation distribution facilities are Good Distribution Practice (CDOB). CDOB is an activity or method of distribution/distribution of drugs and/or medicinal materials that aims to ensure quality along the distribution/distribution channel according to the requirements and purpose of use. In the CDOB in 2020, there are 12 Chapters that regulate the principles of CDOB. Observations and interviews related to CDOB implementation activities were conducted at PT. Anugrah Argon Medica (AAM) Jakarta Branch 2. Based on direct observations of warehouse conditions and documentation and interviews with QS and the team, AAM Jakarta Branch 2 has implemented aspects regulated in the Technical Guidelines for Good Drug Distribution Methods (CDOB) for both other drugs and CCP.

"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sumeisey, Cleve
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya tuntutan perkembangan perumahsakitan di Indonesia yang semakin kompleks namun harus tetap mengutamakan mutu pelayanan, efektifitas dan efisiensi. Obat-obatan sebagai alat utama penyembuhan pasien merupakan biaya rutin terbesar rumah sakit (40%-50%), disamping itu jenis, sediaan, dan harganya yang semakin banyak dan bervariasi (lebih kurang 7000 jenis) mengharuskan manajemen untuk mengendalikan persediaan obat dengan bijaksana. UGD RSU FK-UKI sebagai tempat penelitian belum menerapkan sistem pengendalian persediaan obat berbasis evidence.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis persediaan obat di UGD RSU FK-UKI berdasarkan indeks kritis ABC agar dapat diambil langkah-langkah kebijaksanaan yang relevan dalam upaya pengendaliannya. Jenis penelitian ini merupakan studi kasus dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Data persediaan obat dianalisis dan dikelompokkan berdasarkan indeks kritis ABC, informasi mengenai kebijakan pengendalian persediaan obat diperoleh melalui interview mendalam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengendalian formal menimbulkan permasalahan dalam persediaan obat. Hal ini diakibatkan oleh makin bervariasinya sediaan obat, tingkat penggunaan, dan perilaku para dokter pengguna sediaan. Setiap sediaan mempunyai karakteristik yang berbeda berdasarkan nilai inventory costasi, nilai pemakaian dan nilai kritisnya dalam pengobatan pasien. Ketiga faktor ini menjadi dasar pertimbangan manajemen dalam mengeluarkan kebijakan pengendalian obat secara ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan.
Perbedaan karakteristik setiap obat diatas menjadi dasar perlakuan manajemen terhadap masing-masing obat sesuai dengan pengelompokannya. Kebijakan pengendalian obat dalam perencanaan, pengadaan, distribusi dan penggunaan sesuai dengan pengelompokan diatas dapat menghindarkan dan meminimisasi pemborosan biaya persediaan obat dan meningkatkan mutu pelayanan.

Policy of Drug Inventory Control Based on Analysis of Critical Indexes of ABC at Emergency Care Unit in General Hospital of Medical Faculty of Universitas Kristen Indonesia in the year 2001The background of the research was the fact that the development of hospital services in Indonesia was increasingly complex, however emphasized on quality, efficiency and effectiveness of the services. Drug as the main material of therapy was the biggest operational cost (40%-50%), beside that it was vary extremely in specificity (7000 spec.), packing and cost made the management has to control drug inventory wisely. Emergency Care Unit in General Hospital of Medical Faculty of Universitas Kristen Indonesia as the place of research was still not performing the drug inventory control system based on evidence.
The purpose of this research was to analyze drug inventory in Emergency Care Unit in General Hospital of Medical Faculty of Universitas Kristen Indonesia based on Critical Indexes of ABC in case of making the relevant policies to control them. This type of research was a case study with a quantitative and qualitative approach. Drug inventory data in the year of 2001, consisting of 138 drug items was analyzed and classified by ABC Critical Indexing. The information of inventory control policies was obtained from in-depth interviews.
The result from the research showed that the formal controlling makes many problems for drug inventory. It's happened because inventory variety, grade of utility, and behavior of the physicians use the medicine. Each item of inventory must be treated individuals in inventory planning. This treatment was varies by inventory cost value, utility value, and critical index of each drug. Three factors must be the basis of management to issue the policy of drug inventory in law of scientific and accountable.
The differences of drug characteristic could be basic of management to treat each drug depend on its classification. Policy of drug inventory in planning, purchasing, distribution and use refer to the classification in order to prevent and minimize unnecessary cost of drug inventory either to increase the quality of service.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T8319
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alifatha Amartya Naufal
"Sediaan farmasi yang didistribusi oleh PBF tidak hanya sebatas sediaan solid, semi solid atau liquid. Sediaan CCP (Cold Chain Product) dan obat kategori Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Obat-Obat Tertentu juga didistribusi oleh PBF, terutama oleh PBF KFTD. Selama proses distribusi dari sediaan CCP, terdapat titik kritis yang harus selalu diawasi agar tidak terjadi kerusakan sediaan selama proses pengantaran barang. Untuk obat kategori Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Obat-Obat Tertentu juga selama pendistribusian harus diawasi secara ketat karena rawan terjadi penyalahgunaan. Pengamatan dilakukan di KFTD Bogor bagian Logistik dari pukul 08.00 – 16.00 dengan mengamati dan membantu proses penyiapan dan pendistribusian Cold Chain Product dan Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Obat-Obat Tertentu. Tidak terdapat perbedaan antara SOP Pengiriman Cold Chain Product dengan CDOB 2020 dan terdapat perbedaan antara SOP Pengiriman Narkotika dengan CDOB 2020. Perbedaan tersebut adalah hasil investigasi internal yang tidak dilampirkan pada laporan kehilangan barang narkotika ke Badan POM sedangkan pada CDOB dalam laporan kehilangan dilengkapi hasil investigasi internal.

Pharmaceutical preparations distributed by PBF are not only limited to solid, semi-solid, or liquid preparations. CCP (Cold Chain Product) preparations and drugs in the category of Narcotics, Psychotropics, Precursors, and Certain Drugs are also distributed by PBF, especially by PBF KFTD. During the distribution process of CCP preparations, there are critical points that must always be monitored so that inventory damage does not occur during the goods delivery process. Drugs in the category of Narcotics, Psychotropics, Precursors, and Certain Drugs during distribution, must be closely monitored because they are prone to abuse. Observations were made at KFTD Bogor in the Logistics section from 08.00 – 16.00 by observing and assisting in the process of preparing and distributing Cold Chain Products and Narcotics, Psychotropics, Precursors, and Certain Drugs. There is no difference between the SOP for Cold Chain Product Delivery and CDOB 2020 and there is a difference between the SOP for Narcotics Delivery and CDOB 2020. The difference is the result of an internal investigation which is not attached to the report on the loss of narcotics to the POM while the CDOB in the loss report is accompanied by the results of the internal investigation. It is necessary to add the results of internal investigations to the attachment to the report on the loss of narcotic goods in the SOP so that they can comply with the 2020 CDOB.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Imadera Intan Jatu Pangestika
"PT Kimia Farma Trading & Distribution (KFTD) adalah salah satu anak perusahaan dari PT Kimia Farma Tbk. yang bergerak di bidang usaha distribusi dan perdagangan, antara lain produk-produk Farmasi, Alat Kesehatan, Kosmetik, Cold Chain Product, dan produk lainnya. KFTD Surabaya memiliki dua gudang yaitu gudang operasional yang terletak di Jemursari dan gudang tambahan/gudang buffer yang terletak di Waru. Gudang tambahan yang terdapat di Waru belum memiliki sistem inventory yang baik dan masih dilakukan secara konvensional. Hal ini menjadi kendala dalam sistem inventory karena sistem inventory yang dilakukan tidak terkendali dan tidak adanya pengawasan yang benar serta metode yang dapat dijalankan dengan baik. Implementasi WMS dapat dilakukan dengan adanya pengembangan digitalisasi inventory di Gudang Tambahan PT Kimia Farma Trading & Distribution Surabaya. Laporan ini bertujuan untuk mendapatkan sistem inventory yang dapat memonitoring stok dengan valid, terciptanya efektivitas operasional pada Gudang Tambahan PT Kimia Farma Trading & Distribution Surabaya dan pekerjaan dapat menjadi lebih tersistem. Metode pembuatan sistem inventory dilakukan dengan basis aplikasi menggunakan Visual Basic for Applications (VBA) Ms. Excel. pembuatan dilakukan mulai dari penyusunan konsep/ide, pembuatan database aplikasi menggunakan Ms. Excel, pembuatan desain form, pembuatan sistem coding dan menautkan form dengan sistem coding. Aplikasi ini dapat diterapkan di Gudang Tambahan KFTD Surabaya sebagai sistem inventory yang dapat memonitoring stok dengan valid serta dapat menjadikan pekerjaan lebih tersistem serta menciptakan efektivitas operasional.

PT Kimia Farma Trading & Distribution (KFTD) is a subsidiary of PT Kimia Farma Tbk. engaged in the distribution and trading business, including Pharmaceutical Products, Medical Devices, Cosmetics, Cold Chain Products, and other products. KFTD Surabaya has two warehouses: an operational warehouse in Jemursari and an additional warehouse/buffer warehouse in Waru. Additional warehouses in Waru do not yet have a good inventory system and are still carried out conventionally. This is an obstacle in the inventory system because the inventory system is carried out out of control and there is no proper supervision and methods that can be carried out properly. WMS implementation can be done with the development of inventory digitization in the Additional Warehouse of PT Kimia Farma Trading & Distribution Surabaya. This report aims to obtain an inventory system that can monitor valid stock, create operational effectiveness at PT Kimia Farma Trading & Distribution Surabaya's Additional Warehouse, and work can become more systemized. The method for creating an inventory system is done on an application basis using Visual Basic for Applications (VBA) Ms. Excel. The manufacture is carried out starting from the preparation of concepts/ideas, making application databases using Ms. Excel, creating form designs, creating coding systems, and linking forms with coding systems. This application can be applied at the Surabaya KFTD Additional Warehouse as an inventory system that monitors valid stock, makes work more systematic, and creates operational effectiveness."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ana Uswatun Hasanah
"Proses pendistribusian obat oleh Pedagang Besar Farmasi harus mematuhi prinsip CDOB (Cara Distribusi Obat yang Baik). Berdasarkan Pedoman CDOB untuk mempertahankan sistem mutu harus memastikan bahwa setiap penyimpangan atau ketidaksesuaian terhadap prosedur yang telah ditetapkan harus didokumentasikan dan diselidiki penyebabnya serta tindakan perbaikan dan pencegahan yang tepat perlu diambil untuk memperbaiki dan mencegah terjadinya penyimpangan sesuai dengan prinsip manajemen risiko. Di PT Anugerah Pharmindo Lestari (APL) setiap ketidaksesuaian yang terjadi dari semua cabang APL akan dilaporkan ke dalam suatu portal untuk selanjutnya ditinjau secara periodik untuk mengevaluasi dan melihat trend dari quality near miss. Analisis kejadian near-miss dilakukan untuk mengetahui kejadian Near miss yang sering terjadi di APL dengan melakukan analisis trend data near miss tahun 2022. Trend kejadian near miss berdasarkan kategori kejadian pada tahun 2022 banyak terjadi pada kategori Building & Facility, Cleanliness, Inventory Issue, dan Equipment dengan persentase masing-masing berturut turut adalah 20,90%, 18,33%, 9,50% dan 7,47%.

The drug distribution process by Pharmaceutical Wholesalers must comply with the principles of CDOB (Good Drug Distribution Method). Based on the CDOB Guidelines, maintaining a quality system must ensure that any deviations or non-compliance with established procedures must be documented and the causes investigated and appropriate corrective and preventive actions need to be taken to correct and prevent deviations in accordance with risk management principles. At PT Anugerah Pharmindo Lestari (APL) any discrepancies that occur in all APL branches will be reported to a portal for further periodic review to evaluate and see trends for quality near misses. Analysis of near-miss events was carried out to find out the near-miss events that often occur in APL by analyzing trend data for near misses in 2022. The trend of near-miss events based on event categories in 2022 occurs mostly in the Building & Facility, Cleanliness, Inventory Issue, and Equipment categories with the respective percentages being 20.90%, 18.33%, 9.50% and 7.47%, respectively."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Netty Supartiasih
"Penelitian ini dilatarbelakangi bahwa unit rawat inap merupakan salah satu unit di rumah sakit yang harus memberikan pelayanan komprehensif kepada pasien. Salah satu pelayanan yang ada di unit ini adalah pelayanan obat, melalui sistem distribusi obat kepada pasien yang dirawat. Dari analisa situasi di Rawat Inap RS Karya Husada ditemukan bahwa penyediaan obat/alkes di ruang rawat inap tidak memenuhi kebutuhan pasien rawat inap, dan sistem distribusi obat yang diterapkan adalah sistern peresepan individu. Hal ini sering menghambat penyampaian obat/alkes kepada pasien di ruangan dan terjadinya obat sisa . Pelayanan obat dilakukan oleh perawat ruangan yang pelaksanaannya berdasarkan kesepakatan tidak tertulis di masing-masing ruangan.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisa penyediaan obat/alkes habis pakai, sistem distribusi obat/alkes di rawat inap dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaannya yang dikelompokkan sebagai masukan, proses dan keluaran. Jenis penelitian ini merupakan studi kasus dengan pendekatan kualitatif Data dan informasi diperoleh mclalui wawancara. observasi dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih kurangnya saran dan ketenagaan yang kompeten di Instalasi farmasi dan Ruang Rawat Inap. Pelaksanaan sistem distribusi obat di rawat inap RS Karya Husada dikerjakan oleh perawat, belum berjalannya penyampaian informasi, pengawasan penggunaan obat, ketepatan waktu penyampaian dan pelaporan/adminstrasi obat/alkes yang ada di rawat inap. Dari instalasi farmasi juga didapat adanya obat sisa yang dikembalikan pasien rawat inap. Belum terlaksananya hal tersebut kemungkinan disebabkan belum adanya aturan baku tentang pelayanan farmasi di rawat inap dan rumah sakit serta belum ada peran dan koordinasi dengan pihak farmasi baik dalam hal administrasi maupun pelayanan farmasi yang seharusnya menjadi tanggung jawab dan wewenangnya.
Pihak rumah sakit harus menetapkan kebijakan yang mengatur sistem distribusi obat di rawat inap sebagai pedoman pclaksanaan kegiatan, dan memperbaiki sarana serta kualitas ketenagaan yang berperan di dalamnya. Selain itu Rawat Inap RS Karya Husada perlu mengadakan kordinasi dcngan Instalasi Farmasi dan Bagian Gizi agar dapat memberikan pelayanan yang optimal dalam pelayanan obat.

Analysis of Drug Distribution System of Inpatient Care Unit at Karya Husada Hospital in Cikampek, April 2002The background of the research was that Inpatient The Care Unit is an important service unit in hospital which has to be able to deliver a comprehensive service. One of the service is drug distribution for the patient. From the situational analysis, it was foumd that the Inpatient Care Unit's drugs availability haven't enough for inpatient need and applies The Individual Prescription Order System. Its sometimes cause delayed drug using for patient and amount of unused drugs remain. This activity was done by nurse and based on approval from Chief Nurse in every Inpatient Care Unit.
Therefore the purpose of this research is to analyze Drug Availability, Drug Distribution System to Inpatient Care Unit at Karya Husada Hospital and the factors which related. The analysis is through a system approach which has three component : Input, Process and Out put. The design of this research was a case study with a qualitative approach. Data was obtained by using interview, observation and documentation study.
The result, of this research shows that there are limited facilities and competence employees in Pharmacy Installation and Inpatient Care Unit of Karya Husada Hospital. Drug Distribution System to inpatient is worked by nurse. Drug information, controlling of drug usage, appropriate drug using as doctor's instruction, and reporting/administration of drug usage in this unit arc not being done well. There was found drugs remain which was returned to Pharmacy Installation. That facts may be due to inavailability of regulation and standar Operation Procedure. There are no function and coordination of Pharmacy Installation for Pharmaceuthical Services of inpatient treatment.
The researcher suggest that Karya Husada Hospital should make Regulation and Standar Operation Procedure of Pharmaceuthical Services, especially Drug Distribution System to Inpatient; improve facility and human resources of Pharmacy Installation/Inpatient Care Unit; improve Pharmacy Installation's function for Inpatient phamaceuthical services; improve coordination between Pharmacy Installation, Inpatient Care Unit and Dietary Installation in order to give optimal treatment effect.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T 8320
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herni Budiyanti
"Kegiatan logistik di rumah sakit mempunyai peran yang sangat besar karena berkaitan dengan semua unit pelayanan di rumah sakit. Pembelanjaan terbesar rumah sakit setiap bulannya adalah untuk pembelian obat-obatan dan bahan habis pakai. Banyak dan beragamnya item obat yang harus disiapkan untuk pelayanan sehingga mempunyai nilai investasi yang paling besar dengan persediaan lainnya, di Rumah Sakit Risa Sentra medika sekitar 49-56% pembelanjaan obat dalam trimester pertama tahun 2012 dibandingkan dengan total biaya operasional Rumah Sakit Risa Sentra Medika. Gudang farmasi RS Risa Sentra Medika belum melakukan perhitungan safety stock yang sesuai sehingga sering terjadi kekosongan stock. Oleh karena itu, maka untuk menjaga agar stock selalu tersedia saat dibutuhkan maka perlu di adakan sistem pengendalian persediaan obat yang sesuai seperti pengendalian persediaan dengan safety stock.
Jenis penelitian ini adalah analitik kualitatif untuk melihat perhitungan safety stock di Rumah Sakit Risa Sentra Medika selama periode Januari hingga Maret 2012. Obat antibiotik yang fast moving di bulan januari dengan jumlah 84 item dengan nilai persediaan sebesar Rp 126.889.911, pada bulan februari sebanyak 93 item dengan nilai persediaan Rp 135.524.014 dan pada bulan maret 2012 di dapatkan 85 item antibiotik yng tergolong fast moving dengan nilai persediaan Rp 117.021.085 berarti jumlah total pembelian dalam tiga bulan adalah Rp 379.435.010 sehingga didapatkan rata-rata pembelian perbulan adalah Rp 126.478.337. Data penjualan ini diolah menjadi rencana anggaran pembelian obat-obatan khususnya golongan antibiotika yang fast moving.
Peneliti menyarankan untuk perhitungan safety stocknya menggunakan metode pemakaian maksimum dikurangi pemakaian rata-rata dikalikan dengan lead time. Metode ini sederhana namun bisa diterapkan. Peneliti juga menyarankan untuk membuat rencana anggaran berdasarkan omset.

Logistics activities in hospitals have a very big role as it pertains to all service units in hospitals. Largest expenditure is the hospital every month for the purchase of medicines and consumables. Many and varied items that drugs should be prepared for the ministry which has the largest value of investments with other supplies, in Risa Sentra Medika Hospital of approximately 49-56% drug spending in the first trimester of 2012 compared to the total operational cost of Risa Sentra Medika Hospital. Risa Sentra Medika Hospital pharmacy logistic has not made the appropriate safety stock calculations that are common stock blanks. Therefore, it is to keep the stock is always available when needed it is necessary to invent a drug inventory control system such as inventory control in accordance with safety stock.
This type of qualitative research is to see the analytic calculation of safety stock in Risa Sentra Medika Hospital from January to March 2012. Antibiotic drugs are fast moving in January to 84 the number of inventory items with a value of Rp 126 889 911, in February a total of 93 items with a value of Rp 135 524 014 inventories in March 2012 and get 85 items in yng antibiotic belonging to the fast moving supply of Rp 117 021 085 the total number of purchases within three months is Rp 379 435 010 so we get the average purchase per month is Rp 126 478 337. Sales data is processed into the budget plan the procurement of medicines particularly fast moving class of antibiotics.
Researchers suggest stocknya safety calculations using the maximum use of reduced consumption multiplied by the average lead time. The method is simple but can be applied. Researchers also suggested creating a budget plan based on turnover.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
T31291
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>