Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 115395 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Makes, Benyamin
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1985
S70306
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iin Kurnia
"Karsinoma serviks uteri merupakan tumor ganas yang sering ditemukan di Indonesia dan pada umumnya penderita datang dalam keadaan ianjut dimana radioterapi merupakan terapi pilih. Penilaian respon radiasi dapat dipelajari secara klinis maupun secara histopatologik. Secara histopatologik, selama ini penilaian dilakukan secara kasar yaiutu dengan melihat ada tidak sel tumor yang viable. Respon radiasi antara lain dipengaruhi oleh tingkat prolifersi sel, penilaiannya dapat dilakukan dengan berbagai metode antara lain dengan metode Ag NOR. AgNOR merupakan Salah satu cam penilaian proliferasi sel dengan cars menghilung nuclear organizer region (NOR).
Pada penelitian ini nilai AgNOR digunakan untuk melakukan hubungannya dengan derajat respon radiasi secara hisropomlogik. Penghitungan nilai AfNOR dilakukan dengan 2 cara yaitu (1) rata-rata nilai AgNOR pada nukleus (mAgNOR) dan persentase AgNOR (PAgNOR). Penilaian derajat respon radiasi secara histopalogik dilakukan menurut metode Shimosato yang membuat derajat respon radiasi dari jaringan yang resisten sampai paling sensitif terhadap radiasi dengan gradasi 1A sampai 4C.
Hasil dan kesimpulan, dari 20 kasus karsinoma serviks yang diperiksa, didapatkan 2 kasus dengan derajat respon radiasi 1,5 kasus dengan derajat respon radiasi 4B dan 1 kasus dengan derajat respon radiasi 4C. Karena perbandingan kasus yang tidak seimbang, kasus-kasus ini dikemlompokkan lagi menjadi 2 kelompok yaitu: (1) kelompok denga respon radiasi baik (13 kasus) dan (2) kelompok dengan derajat respon radiasi buruk (7 kasus). Walaupun terlihat kecenderungan nilai mAgNOR yang lebih tinggi ppada kasus dengan derajat respon radiasi lebih tinggi, nilai mAgNOR yang tidak berbeda bermakna pada kelompok-kelompok yang diperiksa, kemungkinan disebabkan karena mAgNOR tidak secara sppesifik mewakili fraksi pertumbuhan yang tinggi sehingga tidak langsung terkait dengan radiosensitifitas jaringan.
Dari penelitian ini ditemukan nilapAgNOR yang lebih tinggi secara bermakna pada kelompok dengan responn radiasi baik debandinglan dengan kelompok dengan derajat respon radiasi buruk (p=0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa nilai pAgNOR lebih spesifik dan ditelti lebih lanjut dengan digabungkan dengan metoda sehic diharapkan dapat dipakai sebagai salah satu cara untuk memprediksi respon radiaso karsinogen serviks uteri.

Cervical uterine cancer is one of tlte most common malignant tumors in Indonesia, patients usually presented in an advance stage where radiotherapy is a therapy of choice. Evaluation of radiotherapy is done both clinically and histopathologcally. Ust; histopathologic assessment was done roughly bythe presence of viable tumor cells. Radio response is influenced by cell proliferation rate and the assessment can be done with methods. ie. Ag NOR method. AgNOR is one of cell proliferation marker that cour nuclcolar organizer region (NOR).
In this study, AgNOR counts was used to soc corelation with grade ofhistopathological radiation response. AgNOR counts was carried in 2 wajrs: (1) mean of AgNOR counts in the nuclei (mAgNOR0 and (2) percentag AgNOR (PAgNOR). Evaluation of histopathologic radiation response grade was a following Shimosato that made gradation radiation response from radioresistant to alt radiosensitiv tissue in IA to -1C grade.
Result and conclusion, from 20 cases of Cervical cancer studied based on Shimosato method. 2 cases were of grade 1, 5 cases of grade ZA. l case of grade 5, 2 cases of grade 49., 9 cases of grade 4B and 1 of gade 4C . Due to unequal number of cases in each group, it was grouped into 2 groups, good radiation response. which is iound in 13 cases and (2) poor radiation response a cases. Altough there is higher number mAgNOR counts irt group with higher grade radiation response. It was not statistically significant, most likely because in mAgNOR is specitically representing high growth fraction, therefore was not correlated directly with tis radiosonsitivitly. From this study, it was showed that pAgNOR counts was hit significantly in group with good radiation response compared to group with poor radia response (p=0.05).
The result showed that pAgNOR count is more speciiic, therefore it car used in more research combine with another method make this method will used as one method for the prediction of radiation response in cert-?ical uterine carcinoma.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
T3739
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silitonga, Imelda Setiana
"Latar belakang: Karsinoma urotelial merupakan keganasan kandung kemih tersering pada laki-laki. Faktor risikonya adalah merokok, pajanan bahan kimia, radiasi, infeksi Schistosoma hematobium. Mutasi p53 merupakan mutasi tersering pada karsinoma urotelial kandung kemih yang menyebabkan akumulasi protein p53 di inti dan terlihat dengan imunohistokimia. Tujuan penelitian adalah untuk melihat perbedaan ekspresi p53 pada karsinoma urotelial kandung kemih derajat rendah dan derajat tinggi serta hubungan ekspresi p53 dengan: "stadium tumor. Bahan dan cara: Penelitian menggunakan desain potong lintang. Sampel terdiri atas 47 kasus yang terbagi menjadi 22 kasus karsinoma urotelial derajat rendah dan 25 kasus karsinoma urotelial derajat tinggi di Departemen Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI/RSCM) tahun 2009-2017. Dilakukan pulasan imunohistokimia p53 dengan menggunakan cut off positif ≥ 20% berdasarkan penelitian Thakur et al, Ong et al, dan Saint et al. Hasil: Ekspresi p53 positif pada 33 sampel (70,21%), terbanyak pada karsinoma urotelial derajat tinggi 20 kasus (80%), sedangkan pada karsinoma urotelial derajat rendah terdapat 13 kasus (59,1%). Sebanyak 22 kasus (68,8%) Nonmuscle invasive bladder cancer dan 11 kasus (73,3%) Muscle invasive bladder cancer menunjukkan ekspresi positif. Ekspresi p53 cenderung lebih banyak ditemukan pada karsinoma urotelial derajat tinggi dan stadium tinggi. Kesimpulan: Tidak ada perbedaan ekspresi p53 pada karsinoma urotelial kandung kemih derajat rendah dan derajat tinggi. Tidak ada hubungan antara ekspresi p53 dengan stadium tumor.
Kata kunci: Karsinoma urotelial, kandung kemih, p53, imunohistokimia.

Background : Urothelial carcinoma is the most common malignancy in the bladder and mainly occurs in older men. Risk factors for bladder cancer include smoking, exposure to chemicals, radiation and schistosoma hematobium infection. P53 is a tumor suppressor gene that is involved in the cell cycle and plays a role in the occurrence of apoptosis in response to DNA damage. P53 gene mutation is one of the most common genetic changes in urothelial bladder carcinoma. The p53 gene mutation will cause accumulation of p53 protein in the nuclei which can be detected through immunohistochemical examination. The aim of this study is to see differences of p53 expression in low grade and high grade urothelial carcinoma and to see the association of p53 expression with tumor stage. Material and method : This study uses a cross sectional study design. The sample consisted of 47 cases of urothelial bladder carcinoma divided into 22 cases of low grade urotelial carcinoma and 25 cases of high grade urotelial carcinoma originating from the archives of the Anatomical Pathology Department Faculty Medicine of Universitas Indonesia/Cipto Mangunkusumo Hospital (FKUI/ RSCM) in 2009-2017. The study was carried out by p53 immunohistochemical examination and assessment of p53 expression using a percentage with a positive cut off value of ≥ 20%. Result : This study obtained positive p53 expression in 33 samples from 47 samples studied (70,21%). Most are found in high grade urothelial carcinoma as many as 20 cases (80%). Whereas in low grade urothelial carcinoma there are 13 cases (59,1%) with positive p53 expression. As many as 22 cases (68,8%) of Non muscle invasive bladder cancer (NMIBC) and 11 cases (73,3%) of Muscle invasive bladder cancer (MIBC) showed positive p53 expression. There was no difference between p53 expression in low grade and high grade bladder urothelial carcinoma (p=0,118). This study also showed no association between p53 expression with tumor stage (p=1,000). Conclusion : P53 expression was not significantly different with tumor grade. P53 expression was not significantly associated with the tumor stage."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57631
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendy Setyo Yudhanto
"ABSTRAK
Latar belakang: Karsinoma urotelial kandung kemih merupakan kasus terbanyak di organ kandung kemih mencapai 90% kasus. Stadium dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu non invasif jika belum menembus lapisan muskularis dan invasif jika sudah menembus lapisan muskularis. Kesintasan 5 tahun tergantung dari derajat keganasan dan stadium. Derajat keganasan rendah dan belum invasi muskuler dapat mencapai 90 %, tetapi angka rekurensi berkisar 40-60%. Derajat keganasan tinggi dan sudah invasi hanya berkisar 10-17%. Mitosis dan invasi limfovaskuler berhubungan dengan angka rekurensi tinggi. Namun masih terdapat kontroversial terhadap ekspresi Bcl-2 pada karsinoma urotelial kandung kemih. Penelitian ini bertujuan untuk menilai perbedaan ekspresi Bcl-2 dengan 4 faktor yang berhubungan dengan prognosis yaitu derajat keganasan, stadium, mitosis, dan invasi limfovaskuler.
Bahan dan cara: Dilakukan penelitian deskriptif analitik secara potong lintang pada karsinoma urotelial kandung kemih tahun 2010-2014 di Departemen Patologi Anatomi FKUI/RSCM. Didapatkan 21 kasus derajat keganasan rendah dan 21 kasus derajat keganasan tinggi. Dilakukan pulasan Bcl-2 pada seluruh kasus dan dihitung persentasenya dan dilakukan skoring 0-3.
Hasil: Usia terbanyak pada dekade 5 sebanyak 27 kasus. Didapatkan 4 kasus ditemukan invasi limfovaskuler. Penelitian ini mendapatkan hubungan antara mitosis dengan derajat keganasan(p:0,000)dengan koefisien korelasi 0,512 Penelitian ini mendapatkan hampir seluruh kasus mengekspresikan Bcl-2 (39 dari 42 kasus), 1 kasus tidak mengekspresikan dan 2 kasus mengekpresikan sedikit. Tidak didapatkan perbedaan antara ekspresi Bcl-2 dengan derajat keganasan (p:0,232), stadium(p:0,455), mitosis(p:0,835), dan invasi limfovaskuler(p:0,087).
Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan ekspresi Bcl-2 dengan derajat keganasan, stadium, mitosis, dan invasi limfovaskuler.

ABSTRACT
Background: Urothelial carcinoma comprises of 90% of all cases in bladder. There are two groups which are non invasive depend on whether the tumor has reached muscularis mucosa. 5-Years survival rate depend on grading and staging. Low malignant grade and non invasive can reach 90% survival rate, with recurrence rate 40-60%. High malignant grade and invasive tumor has only10-17% survival rate. Mitosis and lymphovascular invasion are related with recurrency. However, there are some controvesi regarding Bcl-2 expression in bladder urothelial carcinoma. This study aimed to evaluate different expression of Bcl-2 with 4 related factors contributy to survival, which are degree of malignancy, stage, mitosis, and lymphovascular invasion.
Material and methods: A retrospective and cross sectional study of urothelial carcinoma of the bladder was conducted in 2010-2014 in the Department of Anatomical Pathology, Faculty of medicine / RSCM. In this study found 21 cases of low grade and 21 cases of high high grade. Bcl-2 staining performed in all cases and percentages are calculated and made scoring 0-3.
Results: Most case is fifth decade as many as 27 cases. Obtained 4 cases found limfovaskuler invasion. This study obtains the relationship between mitosis with grade of tumor (p: 0.000). There were no differences between the expression of Bcl-2 with the degree of malignancy stage , mitosis and lymphovascular invasion.
Conclusions: There were no associated expression of Bcl-2 with the degree of malignancy, stage, mitosis, and invasion limfovaskuler.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thyrza Laudamy Darmadi
"Karsinoma kandung kemih merupakan keganasan nomor empat terbanyak. Dampak beban ekonomi karsinoma kandung kemih cukup nyata, sehingga diperlukan deteksi dini keganasan kandung kemih untuk menurunkan beban ekonomi. Sistoskopi merupakan pemeriksaan baku emas untuk identifikasi karsinoma kandung kemih, tetapi pemeriksaan tersebut invasif dan menyebabkan ketidaknyamanan bagi pasien. Sitologi urin tidak invasif, tetapi hasilnya tidak bisa didapatkan dengan cepat dan terdapat ketergantungan interpretasi pemeriksa.Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan nilai diagnosis dua penanda tumor, yaitu ELISA NMP-22, ELISA UBC urin, serta kombinasi keduanya pada pasien karsinoma kandung kemih. Penelitian uji diagnostik ini terdiri dari 25 orang pasien dengan indikasi sistoskopi dan trans ureteral resection bladder tumor (TUR-BT)/biopsi tumor. Pasien yang memenuhi kriteria masukan dan tolakan dilakukan pengambilan urin pasien kemudian dilakukan pemeriksaan ELISA NMP-22 dan ELISA UBC urin. Hasil pemeriksaan ELISA NMP-22 dan ELISA UBC urin akan dibandingkan dengan pemeriksaan sistoskopi disertai dengan hasil histopatologi.Permeriksaaan ELISA NMP-22 urin dengan cut-off 10 U/ml mempunyai sensitivitas 62,3% dan spesifisitas 83,3%, nilai prediksi positif 81,8% dan nilai prediksi negatif71,4%,likelihood ratio positif3,73 dan likelihood ratio negatif0,45. Jika kasus sistitis dieksklusi maka didapatkan sensitivitas adalah 69,2%, spesifisitas 75%, nilai prediksi positif 81,8%, nilai prediksi negatif 60%, likelihood ratio positif 2,76 , likelihood ratio negatif0,42. Pemeriksaan ELISA UBC dengan cut-off 12 ug/Lmempunyai sensitivitas 38,5% dan spesifisitas 91,7%, nilai prediksi positif 83,3% dan nilai prediksi negatif57,9%,likelihood ratio positif4,63 dan likelihood ratio negatif0,67. Jika kasus sistitis dieksklusi maka didapatkan sensitivitas adalah 38,5%, spesifisitas 87,5%, nilai prediksi positif 83,3%, nilai prediksi negatif 46,7%, likelihood ratio positif 3,08 , likelihood ratio negatif0,70. Kombinasi pemeriksaan ELISA NMP-22 dengan UBC urin mempunyai sensitivitas 76,9% dan spesifisitas 75%, nilai prediksi positif 76,9% dan nilai prediksi negatif75%,likelihood ratio positif3,08 dan likelihood ratio negatif0,31. Jika kasus sistitis dieksklusi maka didapatkan nilai sensitivitas adalah 78,5%, spesifisitas 71,4 %, nilai prediksi positif 84,6 %, nilai prediksi negatif 62,5%, likelihood ratio positif2,74 , likelihood ratio negatif0,30. Kami menyimpulkan kombinasi pemeriksaan ELISA NMP-22 dengan ELISA UBC urin lebih baik karena mempunyai sensitivitas paling tinggi sehingga adanya tumor di kandung kemih baik primer maupun rekuren tidak akan luput dari diagnosis, meskipun harus dipastikan lagi dengan pemeriksaan sistoskopi.

Bladder cancer is the forth most common cancer. Bladder cancer posseses a significant economic burden so that early detection of baldder cancer may decrease the economic burden. Cystoscopy is the reference standard for identification of bladder carcinoma, but it is invasive andcauses significant discomfortto the patient. Urinary cytology is noninvasive but time consuming and hampered by inter-observer variations. The aim of this study is to compare the diagnostic value of the urine NMP-22 ELISA test, UBC-ELISA test and combination of both tests on suspect bladder carcinoma patients.This diagnostic study included25 patients who were indicated for cystoscopy and trans uretheral resection bladder tumor / tumor biopsy. From patients who met requirements for the inclusion and exclusion criteria, the urine voided sample was taken and used for NMP-22 ELISA test and UBC ELISA test. The results of NMP-22 ELISA test and UBC ELISA test were evaluated against the cystoscopy and histological findings as the reference standard.The result of diagnostic study of NMP-22 ELISA test with cut-off 10 U/mlshowed that it had a sensitivity of 62,3% and a specificity of 83,3%, a positive predictive value of 81,8% and a negative predicitive value of 71,4%, a positive likelihood ratio of 3,73 and a negative likelihood ratio of 0,45. If the cystitis case was excluded, it had a sensitivity of 69,2%, and a specificity of 75%, a positive predictive value of 81,8%, and a negative predicitive value of 60%, a positive likelihood ratio of 2,76 , and a negative likelihood ratio of0,42. Diagnostic value of UBC ELISA test with cut-off 12 ug/L had a sensitivity of 38,5% and a specificity of 91,7%, a positive predictive value of 83,3% and a negative predicitive value of 57,9%, a positive likelihood ratio of 4,63 and a negative llikelihood ratio of 0,67. If the cystitis case was excluded, it had a sensitivity of 38,5%, and a specificity of 87,5%, a positive predictive value of 83,3%, and a negative predicitive value of 46,7%, a positive likelihood ratio of 3,08 , and a negative likelihood ratio of0,70.Diagnostic value of combined NMP-22 ELISA test with UBC ELISA test had a sensitivity of 76,9% and a specificity of 75%, a positive predictive value of 76,9% and a negative predicitive value of 75%, a positive likelihood ratio of 3,08 and a negative llikelihood ratio of0,31. If the cystitis case was excluded, it had a sensitivity of 78,5%, and a specificity of 71,4%, a positive predictive value of 84,6%, and a negative predicitive value of 62,5%, a positive likelihood ratio of 2,74 , and a negative likelihood ratio of0,30.The conclusion was that the combined NMP-22 ELISA test with UBC test had the highest sensitivity, thus itwould not miss any primary or recurrent tumour in the bladder, although this neededto be confirmed by cystoscopy."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moeliadi Mansoer Arsjad
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1984
T58799
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Made Parulian
"Pendahuluan dan tujuan: Kanker kandung kemih ditandai dengan tingkat rekurensi dan progresivitas yang tinggi. E-cadherin berfungsi sebagai salah satu molekul terpenting yang mengambil bagian dalam aderensi sel-sel epitel, menunjukkan penghambatan perkembangan sel tumor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara ekspresi E-cadherin dengan progresivitas kanker kandung kemih selama 3 tahun.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif yang melibatkan pasien kanker kandung kemih di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Diagnosis kanker kandung kemih dikonfirmasi oleh pemeriksaan histopatologi dan imunohistokimia antara 2011-2018, dengan penilaian dan stadium ditentukan oleh ahli uropatolog dan urolog onkologi. E-cadherin diperiksa melalui pemeriksaan imunohistokimia pada saat diagnosis. Data demografi, invasi jaringan otot, stadium klinis, derajat, metastasis, multifokal, dan kekambuhan diperoleh dari rekam medis dan laporan patologis. Hubungan ekspresi E-cadherin dengan invasi otot dan kanker kandung kemih invasi non-muskuler dievaluasi dan dianalisis secara statistik. Data kelangsungan hidup pasien ditindaklanjuti melalui komunikasi telepon.
Hasil: Empat puluh pasien kanker kandung kemih dengan usia rata-rata 60,05 ± 10,3 tahun menjadi subyek penelitian. Sebagian besar subjek memiliki ekspresi E-cadherin yang tinggi (85%), invasi otot (65%), derajat tinggi (65%), tanpa metastasis (87,5%), multifokal (65%), tanpa rekurensi (62,5%). Ekspresi E-cadherin yang lebih rendah diasosiasikan dengan stadium klinis kanker kandung kemih yang lebih tinggi (p <0,02) dan metastasis (p <0,001). Pasien dengan ekspresi E-cadherin rendah menunjukkan kelangsungan hidup kumulatif yang lebih buruk daripada yang tinggi (rata-rata 32 bulan vs 25 bulan, p = 0,13).
Kesimpulan: Kadar E-cadherin yang rendah dikaitkan dengan risiko invasi otot yang lebih tinggi, stadium klinis, derajat histologis, dan risiko metastasis. Sementara itu, pasien dengan tingkat E-cadherin yang tinggi menunjukkan tingkat kelangsungan hidup tiga tahun yang lebih baik.

Introduction: Bladder cancer is characterized with high recurrence and progressivity. E-cadherin serves as one of the most important molecules partaking in the epithelial cells cell-to-cell adherence, suggested to inhibit tumor cells progression. This study aims to investigate the association between the E-cadherin expressions with bladder cancer progressiveness in 3 years.
Methods: This study was a retrospective cohort study involving bladder cancer patients in Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. Diagnosis of bladder cancers confirmed by histopathological and immunohistochemistry examination between 2011–2018, with both grading and staging determined by uropathologists and uro-oncologists. E-cadherin was examined through immunohistochemistry examination at the time of diagnosis. Data on demography, muscle invasion, clinical staging, grade, metastasis, multifocality, and recurrence were obtained from medical records and pathology reports. The association of E-cadherin expression to muscle invasion and non-muscle invasion bladder cancer was evaluated and statistically analyzed. Patients survival data were followed up by phone.
Results: Forty bladder cancer patients with mean age of 60.05 ± 10.3 years were included. Most subjects had high E-cadherin expression (85%), muscle invasion (65%), high grade (65%), no metastasis (87.5%), multifocality (65%), no recurrence (62.5%). Lower expression of E-cadherin was associated with higher clinical stage (p <0.02) and metastasis (p <0.001). Patients with low E-cadherin expression showed worse cumulative survival than the high one (mean 32 months vs 25 months, p = 0.13).
Conclusion: Low level of E-cadherin was associated with higher risk in muscle invasion, clinical staging, histological grade and risk of metastasis. Meanwhile, patients with high level of E-cadherin showed better three-year survival rate
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Matheus Jorizal
"ABSTRAK
Pada makalah ini akan dikemukakan pengobatan radiasi pada karsinoma prostat, dengan suatu laporan retrospektif pengeobatan radiasi pada pasien yang dikirim ke Unit Radioterapi RSCM/FKUI selama periode Januari 1982 sampai dengan Desember 1986.
Kesimpulannya adalah: (1). Penderita karsinoma prostat yang datang berobat ke Subbagian Radioterapi RSCM/FKUI pada umumnya sudah berada pada stadium lanjut, (2). Limfografi penting bukan saja untuk diagnostik tetapi juga dalam hal penanganan terapi, (3). Pengobatan radiasi yang diberikan pada karsinoma prostat umumnya merupakan radiasi pasca bedah, (3). Perlu disusun protokol pengobatan karsinoma prostat.
"
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Husein
"Pendahuluan dan tujuan: Studi ini bertujuan untuk mengusulkan istilah baru terkait batu kandung kemih berukuran besar pada populasi pasien anak berdasarkan stone burden, kapasitas kandung kemih, dan gangguan ginjal yang berhubungan dengan batu kandung kemih.
Metode: Tiga puluh empat anak dengan batu kandung kemih di Rumah Sakit kami antara Januari 2014 hingga Agustus 2019 dimasukkan ke dalam penelitian. Data mengenai usia pasien, gejala klinis, riwayat diet, status sosial ekonomi, pemeriksaan laboratorium termasuk pemeriksaan darah lengkap, urinalisis dan kultur urin, adanya hidronefrosis, ukuran batu, status gizi, dan jenis operasi dikumpulkan. Estimasi Volume Batu (EVB) diukur dengan menggunakan rumus Ackermann, sedangkan Estimasi Kapasitas Kandung Kemih (EKKK) dihitung dengan menggunakan rumus Koff. Kurva Receiver Operating Characteristic (ROC) digunakan untuk menentukan nilai cut-off terbaik untuk menentukan nilai rasio EVB terhadap EKKK di mana batu kandung kemih menyebabkan hidronefrosis.
Hasil: Hidronefrosis tercatat pada 12 pasien. Terdapat perbedaan hasil yang signifikan pada rerata EVB dan rasio EVB terhadap EKKK ditemukan pada kedua kelompok (masing-masing p <0,001 dan 0,006). Kurva ROC digunakan untuk menilai akurasi rasio EVB terhadap EKKK sebagai prediktor kejadian hidronefrosis dengan luas area di bawah kurva 0,768 (95% CI 0,624 hingga 0,949). Nilai cut-off rasio EVB terhadap EKKK adalah 0,0286 dengan sensitivitas 94,40%, spesifisitas 62,50%, nilai prediksi positif 73,91%, dan nilai prediksi negatif 90,90%.
Kesimpulan: Kami mengusulkan untuk menggunakan istilah giant pada kasus batu buli pasien anak dengan menggunakan rasio EVB terhadap EKKK di atas 0,028. Kami berharap penelitian kami akan mendorong peneliti lain untuk secara prospektif mengevaluasi implikasi terapeutik dari terminologi baru.

Introduction: This current study aims to propose a new term related to giant bladder stones in pediatric patient populations concerning the stone burden, bladder capacity, and renal impairment related to the bladder stone.
Methods: Thirty-four children with bladder stones in our center between January 2014 to August 2019 were admitted to the study. Data regarding patient's age, clinical symptoms, dietary history, socioeconomic status, laboratory investigations include complete blood examination, urinalysis and urine culture, presence of hydronephrosis, stone size, nutritional status, and type of procedure were collected. Estimated stone volume (ESV) was measured using Ackermann's formula, while estimated bladder capacity (EBC) was calculated using Koff formulas. Receiver operating characteristic (ROC) curve was constructed to determine the best cut-off value for determining what ESV to EBC ratio value at which a bladder stone cause hydronephrosis.
Results: Hydronephrosis was noted in 12 patients. A significant difference in the mean ESV and ESV to EBC ratio was found between those two groups (p < 0.001 and 0.006 respectively). ROC curve was used to assess the accuracy of the ESV to EBC ratio as a predictor of hydronephrosis incidence with the area under the curve 0.768 (95% CI 0.624 to 0.949). Cut-off value of this ESV to EBC ratio is 0.0286 with a sensitivity 94.40%, specificity 62.50%, positive predictive value 73.91%, and negative predictive value 90.90%.
Conclusion: We propose to use the term giant in pediatric cases using the EBV to EBC ratio above 0.028. We hope that our work will stimulate other researchers to prospectively evaluate the therapeutic implications of the new terminology.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isaac Ardianson Deswanto
"Latar belakang: Batu buli merepresentasikan sekitar 5% dari semua kasus batu saluran kemih. Banyak kondisi medis yang berperan dalam pembentukan batu tersebut. Penanganan batu buli terus berkembang dari sectio alta, intracorporeal lithotripsy dan extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL). ESWL adalah sebuah modalitas yang menjanjikan dalam penanganan batu buli karena dapat ditoleransi dengan baik dan lebih sederhana. Penelitian ini dilakukan untuk mengumpulkan data yang dapat menggambarkan keamanan dan efektifitas dari ESWL dalam penanganan batu buli
Metode: Studi ini merupakan sebuah studi retrospektif yang mengambil data dari rekam medis 92 pasien yang didiagnosa batu buli di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dari Januari 2011 sampai April 2015. Data yang dikumpulkan meliputi usia pasien, jenis kelamin, jenis batu, prosedur yang dilakukan dan status disintegrasi batu, lama rawat dan komplikasi yang mungkin terjadi. Semua data dianalisa secara statistik menggunakan IBM SPSS versi 20.
Hasil: Mayoritas pasien menjalani prosedur ESWL (49 dari 92, 53,3%). Angka bebas batu untuk tindakan ESWL, intracorporeal lithotripsy, dan sectio alta adalah 93,9%, 97,0% dan 100% secara berurutan. Salah satu pasien harus mengulang prosedur ESWL. Rerata ukuran batu ditemukan paling kecil pada kelompok ESWL bila dibandingkan dengan kelompok intracorporeal lithotripsy dan sectio alta (2,5±2,0 vs 4,8±3,7 vs 7,4±5,4 secara berurutan). Perbedaan rerata batu ditemukan signifikan secara statistik antara kelompok ESWL dan intracorporeal lithotripsy (p=0,014). Prosedur ESWL dilakukan pada klinik rawat jalan.
Kesimpulan: ESWL dapat direkomendaasikan sebagai modalitas terapi yang efektif dan non-invasif dalam penanganan batu buli dengan angka bebas batu yang cukup baik (93,9%) dan bisa dilakukan di poliklinik rawat jalan dengan komplikasi yang minimal.

Background: Bladder stone accounts for 5% of all cases of urolithiasis. Many conditions play a role in its formation. Bladder stones management has evolved over the last decades from open bladder surgery (sectio alta) to intracorporeal cystholithotripsy as well as extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL). ESWL presents to be a promising modality in the management of bladder calculi due to its simplicity and well tolerability. This study is thus conducted to present data on the safety and effectiveness of ESWL in the management of bladder stone patients.
Methods: This is a retrospective study evaluating the medical records of 92 bladder calculi patients admitted to Cipto Mangunkusumo General Hospital (RSCM) from January 2011 to April 2015. Patient’s age, gender, type of stone and procedure being done, status of stone disintegration, length of hospital stay, and any complications that may occur are noted down and statistically analyzed using IBM SPSS v. 20.
Results: Majority of the patients underwent ESWL (49 out of 92, 53.3%). The stone free rates for ESWL, intracorporeal lithotripsy, and sectio alta are 93.9%, 97.0% and 100% respectively. One patient had to repeat ESWL. The ESWL group had the smallest stone size average compared to the intracorporeal lithotripsy and section alta group (2.5±2.0 vs 4.8±3.7 vs 7.4±5.4 respectively). This difference in average stone size was statistically significant compared to the ESWL and intracorporeal lithotripsy group (p=0.014). The ESWL sessions were conducted in the outpatient clinic, and thus no hospital stay was required.
Conclusion: ESWL can be suggested as an effective non-invasive approach in the disintegration of bladder stone of £25 mm with a promisingly high stone-free rate (93.9%) that can be performed on an outpatient basis with minimal complications.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>