Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185090 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maryam Rizqi Nursyifa
"Bagian pengawasan mutu pada industri farmasi bertugas untuk memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan terhadap setiap sampel baik berupa produk jadi, produk ruahan, bahan kemas, ataupun bahan baku telah dilakukan dengan baik. Setiap pengujian yang dilakukan oleh bagian pengawasan mutu suatu industri farmasi mengacu pada spesifikasi dan metode analisis yang telah ditetapkan pada industri tersebut sebelumnya. Dalam hal ini, penulisan tugas khusus mengenai analisis spesifikasi dan metode analisis pada catatan pengujian produk Betadine Solution dan Pantoprazol Tablet Salut Enterik dimaksudkan untuk mengkaji lebih dalam terkait ketepatan serta kesesuaian antara parameter analisis, spesifikasi, dan metode yang digunakan dalam pengujian produk tersebut. Metode yang digunakan dalam pembuatan laporan yaitu dengan cara menganalisis kesesuaian spesifikasi dan metode analisis produk Betadine Solution dan Pantoprazole Tablet Salut Enterik yang terdapat pada Catatan Pengujian Produk (CPP) terhadap Farmakope Indonesia Edisi VI. Berdasarkan proses analisis yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa parameter spesifikasi yang digunakan dalam catatan pengujian pada kedua produk telah relevan dengan kriteria sediaan yang diinginkan, dan metode analisis yang digunakan telah sesuai dengan kompendial yang berlaku.

The quality control department in the pharmaceutical industry is responsible for ensuring that necessary and relevant tests on each sample, whether in the form of finished products, bulk products, packaging materials, or raw materials, have been carried out properly. Each test carried out by the quality control department of a pharmaceutical industry refers to the specifications and analysis methods that have been previously established in the industry. In this case, the writing of the special assignment report regarding the analysis of specifications and analysis methods in the test records of Betadine Solution and Pantoprazole Enteric-Coated Tablets is intended to examine in more depth the accuracy and suitability between the analysis parameters, specifications, and methods used in testing the product. The method used in making the report is by analyzing the suitability of the specifications and analysis methods of Betadine Solution and Pantoprazole Enteric-Coated Tablets contained in the Product Analytical Worksheet (CPP) to the Indonesian Pharmacopoeia Edition VI. Based on the analysis process carried out, it can be concluded that the specification parameters used in the analytical worksheet of both products are relevant to the desired specification criteria, and the analysis methods used are in accordance with the applicable compendial.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hutabarat, Rismauli Ruth Natasari
"Setiap perusahaan farmasi perlu memerhatikan efektivitas kinerja untuk dapat bersaing pada perkembangan industri farmasi yang pesat yang dapat dinilai dari Key Performance Indicator (KPI), yang digunakan untuk mengevaluasi performa dari proses manufacturing suatu industry. Salah satu KPI yang banyak digunakan adalah yield. Secara umum, yield didefinisikan sebagai perbandingan atau rasio jumlah produk baik yang diproduksi terhadap jumlah seluruh unit yang dibuat dalam setiap proses manufaktur. Salah satu produk obat di PT Kalventis Sinergi Farma dengan tingkat frekuensi produksi yang tinggi adalah sediaan supositoria vagina (ovula) nistatin/metronidazol. Karenanya, perlu dilakukan identifikasi penyebab untuk dapat melakukan perbaikan sebagai upaya peningkatan efektivitas produksi. Maka dari itu, dilakukan analisis yield produksi sediaan ovula nistatin/metronidazol dan pembuatan rencana perbaikannya. Prosedur pelaksanaan laporan praktik kerja profesi apoteker (PKPA) di industri ini dimuat dalam beberapa tahapan sesuai dengan kerangka berpikir Define, Measure, Analyze, Improve, dan Control (DMAIC). Hasil identifikasi penyebab rendahnya yield produksi sediaan ovula nistatin/metronidazol menunjukkan bahwa penyebab terbesar adalah reject proses/isi pada proses filling. Rencana perbaikan dan yield control dibuat untuk menyediakan rencana secara menyeluruh.

Every pharmaceutical company needs to pay attention to performance effectiveness to be able to compete in the rapid development of the pharmaceutical industry which can be assessed from the Key Performance Indicator (KPI), which is used to evaluate the performance of an industry's manufacturing process. One of the KPIs that is widely used is yield. In general, yield is defined as the ratio or ratio of the number of good products produced to the total number of units made in each manufacturing process. One of the medicinal products at PT Kalventis Sinergi Farma with a high level of production frequency is nystatin/metronidazole vaginal (ovule) suppositories. Therefore, it is necessary to identify the causes in order to make improvements as an effort to increase production effectiveness. Therefore, an analysis of the production yield of nystatin/metronidazole ovule preparations was carried out and an improvement plan was made. The procedure for implementing the pharmacist internship (PKPA) report in industry is contained in several stages in accordance with the Define, Measure, Analyze, Improve and Control (DMAIC) thinking framework. The results of identifying the causes of the low production yield of nystatin/metronidazole ovule preparations show that the biggest cause is process/fill rejects in the filling process. Improvement and yield control plans are created to provide a comprehensive plan.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bonita Risky Aprilenia
"Validasi adalah penetapan bukti terdokumentasi yang memberikan jaminan bahwa suatu proses tertentu akan secara konsisten menghasilkan suatu produk yang memenuhi spesifikasi dan kualitas yang telah ditentukan sebelumnya. Validasi bertujuan untuk membuktikan prosedur yang digunakan telah sesuai untuk pelaksanaan produksi rutin dan proses yang ditetapkan dengan menggunakan bahan dan peralatan yang ditentukan akan selalu menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu. Validasi pembersihan merupakan suatu tindakan pembuktian yang didokumentasikan bahwa prosedur pembersihan yang disetujui akan menghasilkan peralatan bersih yang sesuai untuk pengolahan obat. Validasi pembersihan dilakukan untuk membuktikan bahwa peralatan yang digunakan telah dibersihkan dari residu produk, limbah, bahan yang terbawa udara (misalnya debu dan partikulat), dan mikroba hingga tingkat yang dapat diterima sehingga dapat mencegah adanya kemungkinan kontaminasi dan kontaminasi silang. PT Kalbe Farma melakukan validasi pembersihan untuk setiap produknya, salah satunya pada multivitamin. Multivitamin merupakan suplemen makanan yang mengandung semua atau sebagian besar vitamin yang tidak tersedia dalam makanan yang dikonsumsi sehari-hari. PT Kalbe Farma sudah menerapkan prosedur validasi pembersihan yang sesuai dengan aspek-aspek yang tercantum dalam pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) sehingga menghasilkan produk obat yang terjamin mutu, khasiat, dan keamanannya (khususnya multivitamin).

Validation is the establishment of documented evidence that provides assurance that a specific process will consistently produce a product that meets predetermined specifications and quality standards. The purpose of validation is to demonstrate that the procedures used are suitable for routine production and that the established process using specified materials and equipment will consistently produce products that meet quality requirements. Cleaning validation is a documented evidencebased action that demonstrates that an approved cleaning procedure will result in equipment being clean and suitable for drug processing. Cleaning validation is performed to prove that equipment used has been cleaned from product residues, waste, airborne materials (such as dust and particulates), and microorganisms to an acceptable level, thereby preventing the possibility of contamination and crosscontamination. PT Kalbe Farma conducts cleaning validation for each of its products, including multivitamins. Multivitamins are dietary supplements that contain most or all of the vitamins not available in the daily diet. PT Kalbe Farma has implemented cleaning validation procedures in accordance with the aspects outlined in the Good Manufacturing Practices (CPOB) guidelines. This ensures the production of pharmaceutical products (particularly multivitamins) that are guaranteed in terms of quality, efficacy, and safety."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Larasati Nurhidayah
"Industri farmasi harus mengandalkan faktor sumber daya manusia, fasilitas, dan sistem berdasarkan standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Pedoman CPOB harus diaplikasikan di industri farmasi untuk tercapainya standar mutu dengan tujuan meningkatkan kepuasan pengguna dan meminimalkan risiko. Industri farmasi menjadi badan yang berada dibawah regulasi ketat dibawah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam melakukan aktivitas produksi dan pengujian yang dapat disanksi jika melanggar peraturan dan menyebabkan bahaya terhadap pengguna. Insiden cemaran dalam obat sirup yang mengakibatkan kematian merupakan contoh kelalaian industri farmasi dalam melakukan pengujian produk yang berujung fatal. Pengujian eksipien, zat aktif dan produk jadi yang akan disebarkan di pasar lokal adalah inti dari kebijakan baru BPOM dalam menanggulangi kasus ini. Gap screening adalah proses pengumpulan data dan membandingkan metode analisis yang diatur dalam regulasi. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan gap screening terhadap metode pengujian obat dan bahan obat sebagai bentuk kepatuhan kepada regulasi. Obat dan bahan obat merupakan material dari obat sediaan oral yang diproduksi industri farmasi dan metode pengujiannya diambil dari Farmakope Indonesia edisi VI yang kemudian di bandingkan dengan metode plant. Total lima obat dan tiga puluh tiga bahan obat yang dilakukan skrining metode uji dengan parameter yang sesuai dengan farmakope, seperti identifikasi, disolusi, keseragaman sediaan, dan penetapan kadar. Metode dan prosedur uji dikumpulkan beserta dengan syarat penerimaannya. Hasil penelitian menghasilkan pedoman metode pengujian dan syarat untuk obat dan bahan obat sediaan oral yang sesuai dengan ketentuan BPOM.

Pharmaceutical industry has to rely on human resources, facilities, and systems based on Good Manufacturing Practices (GMP) standard. GMP is applied in pharmaceutical industry to achive quality to satisfy customer and minimize risk. Pharmaceutical industry produce and testing products under regulations of Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Fine and penalty can be given to industries that violate regulations and cause danger to user. Contamination in liquid medicine that caused deaths is an example of fatal industry negligence in testing their product. Active pharmaceutical ingredients, excipients, and finished goods testing for local market is the main objective of the new regulation by BPOM to cope with the tragedy. Gap screening is aproses of compiling data and comparing it to compendial methods. This study aims to screen test method used for finished good and pharmaceutical ingredients as a form of compliance. Finished goods and pharmaceutical ingredients used are oral dosage form produced at the plant and methods were taken from Farmakope Indonesia sixth edition. Total of five finished goos and thirty-three pharmaceutical ingredients are screened according to parameters and acceptance in Farmakope Indonesia. Result of study is list of test methods requirements for oral dosage form finished goods and pharmaceutical ingredients based on BPOM regulation.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nasya Khaerunnisa
"Industri Farmasi merupakan badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. PT. Kimia Farma Plant Jakarta sebagai salah satu produsen obat memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk menghasilkan obat yang bermutu, aman dan berkhasiat.
Gudang penyimpanan merupakan sarana pendukung dalam industri farmasi sebagai tempat penyimpanan yang juga bertanggung jawab dalam menjaga mutu raw material, packaging material dan finished goods dari segala kerusakan karena pengaruh lingkungan, serangga dan binatang pengerat dan lain-lain. Dalam memastikan gudang penyimpanan dapat melaksanakan perannya dengan baik maka diperlukan pengelolaan yang diatur sedemikian rupa sehingga material dan produk yang disimpan di dalamnya memiliki mutu yang terjamin.
Menyadari akan pentingnya semua aspek yang berkaitan dengan mutu produk di industri farmasi khususnya dalam hal penyimpanan maka dilakukan PKPA di PT. Kimia Farma Tbk. Plant Jakarta untuk dapat mengetahui peran Apoteker dalam penyimpanan bahan baku obat, bahan kemas dan produk jadi di Gudang Penyimpanan PT. Kimia Farma Plant Jakarta.
Berdasarkan hasil yang diperoleh selama pelaksanaan PKPA, peran Apoteker di Gudang Penyimpanan Kimia Farma Plant Jakarta diperlukan untuk menjamin mutu bahan baku obat, bahan kemas dan obat jadi sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan oleh Badan POM pada CPOB 2018 sebelum didistribusikan.

The Pharmaceutical Industry is a business entity that has permission from the Minister of Health to carry out drug manufacturing activities or medicinal materials. PT. Kimia Farma Plant Jakarta as one of the drug manufacturers has the obligation and responsibility to produce quality, safe and efficacy of drugs.
Storage warehouses are supporting facilities in the pharmaceutical industry as storage areas that are also responsible for maintaining the quality of raw materials, packaging materials and finished goods from all damage due to environmental influences, insects and rodents and others. In ensuring that the storage warehouse can carry out its role properly, management is needed in such a way that the materials and products stored in it have guaranteed quality.
Realizing the importance of all aspects related to product quality in the pharmaceutical industry, especially in terms of storage, PKPA was carried out at PT. Kimia Farma Tbk. Plant Jakarta to be able to find out the role of Pharmacists in the storage of raw materials, packaging materials and finished goods in the Storage Warehouse of PT. Kimia Farma Plant Jakarta.
Based on the results obtained during the implementation of PKPA, the role of Pharmacists in the Jakarta Farma Plant Chemical Storage Warehouse is needed to ensure the quality of raw materials for drugs, packaging materials and finished drugs in accordance with the requirements set by BPOM in CPOB 2018 before distribution.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Dewi Lestari
"Dokumentasi di Pedagang Besar Farmasi (PBF) merupakan salah satu bagian penting dari sistem manajemen mutu yang diatur dalam Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). Kegiatan dokumentasi bertujuan untuk menjamin pelaksanaan distribusi berjalan sesuai dengan panduan mutu serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. PT Kimia Farma Trading & Distribution (KFTD) merupakan anak perusahaan dari PT Kimia Farma Tbk. yang bergerak di bidang pelayanan distribusi dan perdagangan produk-produk farmasi, Cold Chain Product (CCPs), alat kesehatan, hingga kosmetik. Penelitian ini bertujuan untuk menilai kesesuaian surat pesanan dan faktur sebagai bentuk dokumentasi kegiatan yang berjalan di Kimia Farma Trading and Distribution Cabang Jakarta 2 berdasarkan CDOB. Kelengkapan yang dinilai mencakup aspek identitas penanggung jawab sarana pemesan, identitas dan legalitas sarana pemesan, identitas PBF, identitas surat pesanan dan faktur, serta identitas produk pesanan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 20 surat pesanan yang dievaluasi belum ada yang memenuhi syarat kelengkapan secara sempurna, sementara untuk evaluasi faktur terdapat 14 faktur yang memenuhi kelengkapan dari 20 faktur yang dievaluasi.

Documentation at Pharmaceutical Wholesalers is an important part of the quality management system regulated in Good Distribution Practice (GDP). Documentation activities aim to ensure that the implementation of the distribution goes according to the quality guidelines and applicable laws and regulations. PT Kimia Farma Trading & Distribution (KFTD) is a subsidiary of PT Kimia Farma Tbk. which is engaged in the distribution and trading services of pharmaceutical products, Cold Chain Products (CCPs), medical devices, and cosmetics. This study aims to assess the suitability of orders and invoices as a form of reporting on ongoing activities at Kimia Farma Trading and Distribution Branch Jakarta 2 based on GDP. Completeness assessed includes aspects of the identity of the person in charge of the health facility, identity and legality of the health facility, Pharmaceutical Wholesaler identity, identity of order letters and invoices, and identity of ordered products. Based on the research results, it is known that of the 20 evaluated order letters, none of them fulfilled the completeness requirements perfectly, while for invoice evaluation, there were 14 invoices that fulfilled the completeness of the 20 evaluated invoices."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Michicho Citra Zhangrila
"Pedagang Besar Farmasi (PBF) berperan sebagai distributor serta penghubung antara pemasok bahan baku ke industri farmasi, maupun industri farmasi ke fasilitas kesehatan. Dalam menjalankan tugasnya sebagai distributor obat dan/atau bahan obat, diperlukan standar untuk mengatur cara distribusi yang baik untuk memastikan terjaganya mutu selama proses distribusi. Salah satu hal penting dalam proses distribusi oleh PBF adalah penyimpanan yang memiliki ketentuan berbeda tergantung kategori atau jenis produknya. Pada penelitian ini, dilakukan evaluasi kesesuaian penyimpanan obat reguler, cold-chain product, psikotropika, dan prekursor farmasi di salah satu PBF terbesar di Indonesia, yaitu PT Anugerah Pharmindo Lestari (PT APL) – Jakarta Distribution Center (JDC) terhadap CDOB 2020. Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan di lapangan (observasi) dan melalui kegiatan tanya-jawab dengan narasumber (wawancara). Berdasarkan hasil evaluasi kesesuaian menggunakan metode evaluasi deskriptif dan analisis campuran dengan skala Guttman, PT APL-JDC telah memenuhi 90,91% (10 dari total 11 poin) ketentuan penyimpanan obat reguler menurut CDOB 2020, 83,33% (5 dari total 6 poin) ketentuan penyimpanan cold-chain product menurut CDOB 2020, serta 100% (3 dari total 3 poin) ketentuan penyimpanan psikotropika dan prekursor farmasi menurut CDOB 2020.

Pharmaceutical Wholesalers (PBF) act as distributors and intermediaries between suppliers of raw materials to the pharmaceutical industry, as well as the pharmaceutical industry to healthcare facilities. In carrying out its role as a distributor of drugs and pharmaceutical materials, PBF requires a standard to regulate suitable distribution methods to ensure quality is maintained during the distribution process. One of the crucial things in the distribution process by PBF is storage which has different provisions depending on the category or type of product. This study evaluated the suitability of regular drug storage, cold-chain products, psychotropics, and pharmaceutical precursors at one of the largest PBFs in Indonesia, namely PT Anugerah Pharmindo Lestari (PT APL) – Jakarta Distribution Center (JDC) for CDOB 2020. Data was collected through field observations and question-and-answer activities with informants (interviews). Based on the results of the conformity evaluation using the descriptive evaluation method and mixed analysis with the Guttman scale, PT APL-JDC has complied with 90.91% (10 out of a total of 11 points) of the regular drug storage requirements according to CDOB 2020, 83.33% (5 out of a total of 6 points) provisions for storage of cold-chain products according to CDOB 2020, and 100% (3 out of a total of 3 points) provisions for storage of psychotropics and pharmaceutical precursors according to CDOB 2020."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Sakinah Qur`ani
"Setiap fasilitas distribusi memiliki kewajiban untuk menjaga mutu obat. Proses penyimpanan yang tidak sesuai dan tidak efisien dapat mempengaruhi mutu obat serta menimbulkan kerugian untuk Pedagang Besar Farmasi. Salah satu kegiatan pemantauan yang dapat dilakukan oleh fasilitas distribusi adalah melakukan pemetaan suhu pada area penyimpanan. Oleh karena itu, pada tugas khusus ini bertujuan untuk memastikan distribusi suhu penyimpanan produk diarea penyimpanan cool room (15-25°C) dan mengidentifikasi titik terpanas pada area penyimpanan cool room yang akan digunakan sebagai acuan titik pemantauan suhu area penyimpanan. Metode yang digunakan pada tugas khusus ini adalah observasi dan pengolahan data terhadap proses pemetaan suhu area penyimpanan cool room. Berdasarkan pengolahan data yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa area penyimpanan cool room PT. Enseval Putera Megatrading cabang Jakarta 1 memenuhi persyaratan suhu penyimpanan produk obat pada semua rak penyimpanan dengan catatan pada rak penyimpanan N hanya diperbolehkan menyimpan produk obat dengan suhu diatas 25°C. Selain itu, diperoleh hasil suhu titik tertinggi, rata-rata tertinggi, dan MKT tertinggi terletak pada XH203E. Penentuan titik tertinggi ini digunakan sebagai pemantauan suhu rutin.

Every distribution facility has a responsibility to maintain the quality of drugs. Improper and inefficient storage processes can affect the quality of drugs and result in losses for Pharmaceutical Wholesalers. One of the monitoring activities that can be conducted by distribution facilities is temperature mapping in the storage area. Therefore, the specific objective of this study is to ensure the distribution of storage temperature in the cool room area (15-25°C) and identify the hottest points in the cool room storage area to be used as reference points for temperature monitoring in the storage area. The method used for this study includes observation and data processing of the temperature mapping process in the cool room storage area. Based on the data processing, it can be concluded that the cool room storage area at PT. Enseval Putera Megatrading Branch Jakarta 1 meets the temperature requirements for storing drug products on all storage racks, with the exception that storage rack N is only allowed to store drug products with temperatures above 25°C. Additionally, the highest temperature point, highest average, and highest MKT (Mean Kinetic Temperature) were found at XH203E. This highest point determination is used for routine temperature monitoring."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Juise Fennia Putri
"Kualitas mikrobiologi untuk bahan obat dan produk jadi merupakan salah satu persyaratan yang diperlukan untuk mencapai cara pembuatan obat yang baik dan benar. Salah satu hal yang dilakukan dalam pemeriksaan mikrobiologi adalah identifikasi bakteri. Dengan mengidentifikasi dan mengkarakerisasi mikroba, perusahaan farmasi dapat mengambil langkah yang diperlukan untuk mencegah kontaminasi dan menjaga produk tetap aman bagi konsumen. Tujuan dari protokol validasi adalah untuk menentukan skrip pengujian yang harus diikuti untuk menjamin bahwa proses dan peralatan siap untuk memproduksi produk akhir yang aman dan efektif. Metode pengambilan data yang dipakai dalam laporan ini adalah prospektif yang diperoleh dari PT Mahakam Beta Farma. Data tersebut berupa manual book Remel RapID System, dan buku uji biokimia dengan RapId System Laboratorium Mikrobiologi PPOMN BPOM Tahun 2014. Protokol validasi identifikasi bakteri oleh laboratorium QC mikrobiologi PT Mahakam Beta Farma dilakukan berdasarkan validasi yang telah dilakukan oleh Laboratorium Mikrobiologi Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional BPOM dengan metode uji biokimia dengan kit system menggunakan software ERIC sudah dinyatakan valid/ benar dari hasil validasi uji biokimia dengan RapID System dari 3 kali pengulangan dengan RapID system.

Microbiological quality for medicinal ingredients and finished products is one of the requirements needed to achieve good and correct drug manufacturing methods. One of the things carried out in a microbiological examination is the identification of bacteria. By identifying and characterizing microbes, pharmaceutical companies can take the necessary steps to prevent contamination and keep products safe for consumers. The purpose of a validation protocol is to determine the test script that must be followed to guarantee that the process and equipment are ready to produce a safe and effective final product. The data collection method used in this report is prospective, obtained from PT Mahakam Beta Farma. The data is in the form of a Remel RapID System manual book, and a biochemical test book with the 2014 PPOMN BPOM Microbiology Laboratory RapId System. The validation protocol for bacterial identification by the PT Mahakam Beta Farma microbiology QC laboratory was carried out based on validation carried out by the Microbiology Laboratory of the National Food and Drug Testing Center of BPOM with a biochemical test method with a kit system using ERIC software which was declared valid/correct from the results of biochemical test validation with RapID System of 3 repetitions with the RapID system.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Widha Dianasari
"Latar belakang: Pemerintah menetapkan Peraturan BPOM No.32 Tahun 2019 tentang Persyaratan Keamanan dan Mutu Obat Tradisional yang dalam praktiknya mendorong semua produsen obat tradisional (OT) melakukan pengujian produk terhadap sepuluh parameter keamanan dan mutu obat tradisional. Sepuluh parameter tersebut antara lain organoleptik; kadar air; cemaran mikroba; jumlah aflatoksin; cemaran logam berat; kesanaan berat; waktu hancur; volume terpindahkan; kadar alkohol; dan pH. Namun demikian, pengujian terhadap kesepuluh parameter tersebut membutuhkan SDM, fasilitas (laboratorium) dan dana yang besar. Pemerintah memberikan kelonggaran terhadap produsen kelompok UMKM dalam bentuk sertifikat CPOTB Bertahap dimana produsen tetap dapat memproduksi OT meskipun tidak memiliki fasilitas lengkap (termasuk laboratorium). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi Peraturan tentang Kemanan dan Mutu OT tahun 2019 oleh Produsen OT di level UMKM. Mengingat peraturan ini merupakan peraturan tingkat nasional tetapi dilaksanakan di level daerah maka factor komunikasi, disposisi menjadi perlu diperhatikan. Selain itu, karena peraturan ini diharapkan dapat diimplementasikan oleh seluruh produsen OT di Indonesia maka variabel lingkungan social dan ekonomi juga perlu diperhatikan. Metode: Dalam menganalisis implementasi peraturan persyaratan keamanan dan mutu obat tradisional tahun 2019 melalui pelaksanaan pengujian sepuluh parameter uji, studi dengan pendekatan kualitatif ini menggunakan data dari berbagai sumber. Kuesioner dibagikan kepada seluruh UMKM di Provinsi Sumatera Utara, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan untuk mendapatkan gambaran kinerja UMKM dalam hal keamanan dan mutu obat tradisional. Ketiga provinsi dipilih secara purposive dengan memperhatikan representasi tiap regional, temuan kasus TMS, serta jumlah UMKM terbanyak sehingga penelitian ini dapat menggambarkan implementasi kebijakan (Peraturan No.32 Tahun 2019 tentang Persyaratan Keamanan dan Mutu Obat Tradisional) di Indonesia, dengan kondisi yang beragam. Untuk analisa mendalam, data tersebut didukung dengan hasil wawancara terhadap UMKM, Balai POM, Badan POM serta Gabungan Pengusaha Jamu. Adapun kinerja implementasi kebijakan dianalisis menggunakan model variabel karakteristik badan pelaksana, komunikasi antar badan pelaksana, disposisi dan lingkungan social dan ekonomi. Hasil: Dari sepuluh parameter uji keamanan dan mutu obat tradisional yaitu organoleptik; kadar air; cemaran mikroba; jumlah aflatoksin; cemaran logam berat; keseragaman bobot; waktu hancur; volume terpindahkan; kadar alkohol; dan pH., hanya tiga di antaranya yang diuji oleh sebagian besar UMKM di tiga provinsi yaitu organoleptis, kadar air dan keseragaman bobot. Sumber daya manusia dan fasilitas, terutama tidak adanya laboratorium, menjadi faktor internal yang menjadi penghambat UMKM untuk melakukan pengujian keamanan dan mutu OT sebelum diedarkan. Di Provinsi Jawa Tengah, komunikasi antara Balai POM dengan UMKM berperan penting sehingga UMKM memahami tujuan peraturan ini dan mengupayakan keamanan dan mutu produk OT. Di Provinsi Sumatera Utara, komunikasi tidak berjalan baik akan tetapi lembaga Pendidikan di daerah mendukung upaya penjaminan keamanan dan mutu obat tradisional. Di Sulawesi Selatan, disposisi kebijakan ini tidak berjalan baik karena komunikasi yang kurang terbangun. UMKM yang tidak mengikuti sosialiasi dari Badan BPOM dan Balai POM dianggap tidak informatif terhadap UMKM. Kesimpulan: Peraturan BPOM No.32 Tahun 2019 tentang Persyaratan Keamanan dan Mutu Obat Tradisional belum terimplementasi dengan baik di tingkat UMKM tiga provinsi ini. Sebagian besar UMKM tidak memiliki laboratorium dan SDM yang adekuat untuk melakukan pengujian terhadap sepuluh parameter keamanan dan mutu. Faktor komunikasi, disposisi dan lingkungan (ekonomi dan sosial) berkaitan dengan kinerja UMKM dalam mengimplementasi peraturan ini. Saran: Komunikasi yang efektif antara badan pelaksana dan pemerintah perlu dibangun untuk mendorong UMKM mampu melaksanakan jaminan keamanan dan mutu obat tradisional melalui pengujian sepuluh parameter uji. Dikarenakan terbatasnya kemampuan UMKM, diperlukan peraturan turunan yang lebih teknis terkait kebijakan pengujian secara berkala berdasarkan kajian risiko.

Background: The government stipulates Regulation of Indonesian FDA No. 32 of 2019 concerning the Safety and Quality Requirements of Traditional Medicines, which encourages all manufacturers of traditional medicines (OT) to conduct product testing on ten parameters of safety and quality of traditional medicines. The ten parameters include: organoleptic, water content, microbial contamination; the amount of aflatoxin; heavy metal contamination; heavy going; ruined time, transferred volume, alcohol content, and pH. However, testing the ten parameters requires human resources, facilities (laboratory), and large funds. The government provides concessions to Micro, Medium, and Small Entreprises (MSME) group producers in the form of Gradual CPOTB certificates where producers can still produce OT even though they do not have complete facilities (including laboratories). This study aims to analyze the performance of the implementation of the Regulation on Safety and Quality of OT by OT Manufacturers at the MSME level. Since this regulation is national but implemented at the regional level, the communication factor and disposition must be considered. In addition, because this regulation is expected to be implemented by all OT producers in Indonesia, the social dan economic environmental variables also need to be considered. Methods: This study uses a combination of quantitative and qualitative approaches using data from various sources. Questionnaires were distributed to all MSMEs in the Provinces of North Sumatra, Central Java, and South Sulawesi to get an overview of MSME performance regarding the safety and quality of traditional medicines. For in-depth analysis, the data is supported by interviews with MSMEs, Indonesia FDA, Indonesian FDA in Provincies, and the Association of Herbal Medicine Entrepreneurs. The performance of policy implementation was analyzed using the Van Meter Van Horn implementation model with variables of the characteristics of the implementing agency, communication, disposition, and social and economic environment. Results: Of the ten parameters of the safety and quality of traditional medicines, namely organoleptic; water content; microbial contamination; the amount of aflatoxin; heavy metal contamination; weight uniformity; ruined time; transferred volume; alcohol content; and pH., only three of which were tested by most MSMEs in three provinces, namely organoleptic, moisture content and weight uniformity. Human resources and facilities, especially the absence of laboratories, are internal factors hindering MSMEs from testing OT safety and quality before being circulated. In Central Java Province, communication between Indonesian FDA in Provincies and MSMEs plays an important role so that MSMEs understand the purpose of this regulation and strive for the safety and quality of OT products. In North Sumatra Province, communication is not very good, but educational institutions in the region support efforts to ensure the safety and quality of traditional medicines. In South Sulawesi, this policy disposition did not work well due to poor communication. MSMEs that do not participate in the socialization from the Indonesian FDA and Indonesian FDA in Provincies are considered uninformative MSMEs. Conclusion: Regulation of Indonesian FDA No. 32 of 2019 concerning the Safety and Quality Requirements of Traditional Medicines has not been implemented properly at the MSME level in these three provinces. Most MSMEs do not have adequate laboratories and human resources to conduct tests on ten safety and quality parameters. Communication, disposition, and environmental factors (geography, economy, social, and politics) are related to the performance of MSMEs in implementing this regulation. Suggestion: Effective communication between the implementing agency and the government needs to be built to create a common perception about the importance of ensuring the safety and quality of traditional medicinal products. Due to the limited capacity of MSMEs, clearer derivative regulations are needed regarding the policy of periodic testing based on risk assessments."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>