Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 181395 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Djamal Abdullah Hasan
"Untuk mencari variabel-variabel yang mempengaruhi keberhasilan resusitasi jantung paru di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, telah dilakukan penelitian secara cross sectional terhadap 37 penderita pada periode 1 Januari sampai 30 April 1992. Untuk melihat kondisi yang dapat pulang hidup, dilanjutkan dengan pengamatan sampai 31 Juli 1992. Dua puluh tiga (62,16%) penderita timbul sirkulasi spontan selama RJP, 15 (40,54%) penderita dapat dipertahankan tekanan darah minimal 1 jam (RJP berhasil). Pada umumnya kematian terjadi dalam 24 jam pertama, 9 penderita dapat hidup setelah 24 jam. Tujuh (18,9%) penderita berhasil pulang hidup dari Rumah Sakit. Satu penderita dengan cacat neurologis menetap. Lima orang masih hidup hingga akhir pengamatan, satu penderita (yang mengalami cacat neurologis pada saat pulang) meninggal dirumah karena CVD dan seorang lagi tidak diketahui alamat terakhir. Dari 55 variabel yang diteliti terhadap keberhasilan RJP dan kondisi penderita pada saat pulang dari RS (hidup/meninggal), diuji secara univariate Perbedaan bermakna bila p < 0,05. Adanya iskemi miokard, tekanan darah < 90 mmHg, kadar ureum > 50 mg/dl sebelum henti jantung merupakan prediktor negatif untuk dapat pulang hidup dari RS. Pada saat. henti jantung, aritmi (FV dan TV, yang sebagian tampak dengan gejala kejang) merupakan prediktor positif untuk keberhasilan RJP dan kemungkinan pulang hidup dari RS . Sedangkan lama henti jantung dengan resusitasi > 15 menit perlunya intubasi merupakan prediktor negatif untuk keberhasilan RJP dan kemungkinan pulang hidup dari RS. Gula darah < 90 atau > 200 mg/dl selama RJP merupakan faktor prediktor negatif untuk dapat pulang hidup dari RS. Setelah teratasi henti jantung, produksi urine < 300 mlj 24 jam pertama, hipotensi lama, RJP berulang, koma setelah RJP, merupakan prediktor negatif untuk dapat pulang hidup dari RS."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1993
T58001
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
May Ratih Wulandari
"Perkembangan operasi katup jantung telah banyak membantu penderita untuk menjalani hidup aktif dan berguna. Katup jantung prostetik mekanik maupun bioprostetik telah memajukan kualitas hidup dan angka survival pada penderita dengan kelainan katup jantung yang parah. Dengan adanya katup jantung prostetik, pemberian antithrombotik untuk pencegahan trombosis pada katup prostetik dan embolisasi sistemik telah terbukti. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan kepatuhan dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pasien pasca operasi katup jantung mekanik dalam pengobatan dengan antitrombosis di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan pengambilan sampel secara accidental sampling. Data yang dipergunakan diperoleh dari hasil pengisian kuesioner oleh pasien pasca operasi katup jantung mekanik tahun 2011 yang kontrol ke poliklinik. Hasil penelitian didapatkan variabel tingkat pendidikan, pengetahuan, sikap responden, efek samping obat, peran keluarga dan peran petugas kesehatan menunjukkan hubungan bermakna dengan kepatuhan responden pasca operasi katup jantung mekanik terhadap pengobatan antithrombosis di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Berdasarkan penelitian ini, disarankan penyuluhan yang intensif untuk meningkatkan kepatuhan pasien Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita hendaknya mengadakan konseling dan penyediaan media informasi dalam bentuk cetak untuk meningkatkan kepatuhan pasien dengan pengobatan antithrombosis pasca operasi katup jantung mekanik.

Development of heart valve surgery has helped many people to lead an active and useful life. Mechanical prosthetic heart valves or bioprosthetic been advancing the quality of life and survival rate in patients with severe heart valve disorder. With a prosthetic heart valve, giving antithrombotic for the prevention of thrombosis in prosthetic valve and systemic embolization has been proven. The purpose of this study was to describe adherence and factors associated with postoperative patient compliance in the treatment of mechanical heart valve with antithrombotic at Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. This research is a descriptive analytic with accidental sampling. The data used is obtained from the results of questionnaires by patients after mechanical heart valve surgery in 2011 which controls to the clinic. The results of this study obtained variable level of education, knowledge, attitudes, respondents, drug side effects, the role of the family and the role of health workers showed significant correlation with adherence respondents postoperative mechanical heart valve for the treatment antithrombosis at Rumah sakit Jantung dan Pembuluh darah Harapan Kita. Based on this study, it is suggested that extensive counseling to improve patient compliance. Rumah sakit Jantung dan Pembuluh darah Harapan Kita should conduct counseling and the provision of information in the form of print media to improve patient compliance with treatment antithrombosis postoperative mechanical heart valves."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S45156
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erwin
"Tingginya angka kejadian rawat inap pasien gagal jantung memiliki resiko kejadian rawat ulang yang sama bila manajemen diri pasien gagal jantung tidak baik. Manajemen diri dipengaruhi oleh berbagai faktor yang beragam dan penelitian ingin mengetahui faktor yang berhubungan dengan manajemen diri pasien gagal jantung. Penelitian ini adalah penelitian cross sectional dengan metode pengambilan data retrospektif pada 70 pasien gagal jantung di ruang rawat jalan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor dukungan keluarga dan faktor aktifitas pelayanan keperawatan merupakan faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi kemampuan manajemen diri pasien gagal jantung (p value=0.000, OR=50.1, CI 95% dan p value=0.013, OR=7.3, CI 95%). Hasil penelitian menyarankan agar pelayanan keperawatan pasien gagal jantung mengutamakan program manajemen diri baik di institusi pelayanan kesehatan hingga sampai di rumah sehingga dukungan keluarga lebih optimal.

The high incidence of hospitalized patients with heart failure will have a risk of re-hospitalization rate if the self-management of patiens with heart failure is insufficient. Self-management is influenced by many factors. This study investigated factors associated with self-management of patients with heart failure.The study used a cross-sectional approach with retrospective data collection method in 70 respondents in outpatient clinics.
The results found that the factor of family support and nursing care activities are the most dominant factors influencing the ability of self-management in patients with heart failure (p value=0.000, OR=50.1, 95%CI and p value=0.013, OR=7.3, 95%CI). The results of this study suggested that in providing care of patients with heart failure, a self-management program should become a priority both for health care institutions and patients at home so that the family support is more optimal.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
T35786
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amran
"Gagal jantung merupakan salah satu jenis penyakit jantung dengan insiden, prevalen serta mortalitas yang terus meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh keteraturan berobat terhadap kesintasan lima tahun penderita gagal jantung kongestif (GJK). Desain penelitian adalah kohort retrospektif. Sampel sebanyak 402 orang penderita baru GJK yang didiagnosis antara tahun 2001 s.d. 2002 dan dirawat di Rumah Sakit Pusat Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Ditemukan penderita GJK yang meninggal selama lima tahun follow up adalah 78 orang (19,4%). Probabilitas kesintasan penderita GJK adalah sebesar 88,65% (tahun pertama), 80,11%(tahun ke dua). 72.22% (tahun ke tiga), 63,75% (tahun ke empat) dan 54,41% (tahun ke lima). Penderita GJK yang tidak teratur berobat mempunyai risiko kematian lebih tinggi dari pada yang berobat teratur. Pada analisis Cox regression keteraturan berobat merupakan yariabel independen pada kesintasan penderita GJK (HR:1,95; 95% Cl: 1.23-3.11). Faktor-faktor Iain yang juga bermakna terhadap kesintasan penderita GJK adalah Ejection Fraction (HR:1,91; 95% Cl:1,18-3,08), Diabetes Melitus (HR:1,85; 95% Cl:1,08-3,18). Beberapa variabel pada penelitian ini hubungannya tidak bermakna terhadap kesintasan penderita GJK yaitu: umur, rokok,functional, riwayat PJK , hipertensi , kreatinin dan tindakan pengobatan. Keteraturan berobat terbukti mempengaruhi probabilitas kesintasan penderita GJK. Penderita GJK disarankan untuk senantiasa melakukan pemeriksaan dan pengobatan secara teratur.

Heart failure is one of cardiovascular disease which incidence, prevalence and mortality remain height and increased. The purpose of this study was to evaluate the effect of routine medical evaluation (compliance) on five year survival rate of patients hospitalized due to congestive heart failure. The Study design used in this study is retrospective cohort with 402 patients of newly diagnosis congestive heart failure (CHF) admitted in year 2000 to 2001 at National Cardiovascular Center - Harapan Kita, Jakarta. During 5 year follow-up, 78 patients died. Survival at 1 to 5 years was in order of 88,65%, 80,11%, 72,22%, 63,75%, and 54,41%, respectively. CHF patients who did not underwent routine medical evaluation had higher prognostic of death than CHF patients who had medical evaluation routinely. By Cox regression analyses, the independent predictors of mortality were routine evaluation (HR:1,95; 95% CI: 1.23-3.11). low ejection fraction (HR:1,91; 95% CI:1,18-3,08), and diabetes mellitus (HR:1,85; 95%CI:1,08-3,18). Other predictors were not statistically significant, i.e: age, gender, smoking, functional class, coronary heart disease, creatinine, and the medication. The status of compliance is an independent predictor of survival for patients with CHF, besides low ejection tiaction and diabetes mellitus. These evaluation, like the other research, suggested the importance of compliance in the treatment of CHF."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amran
"Latarbelakang: Gagal jantung merupakan salah satu jenis penyakit jantung dengan insiden, prevalen serta mortalitas yang tenis meningkat.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh keteraturan berobat terhadap kesintasan lima tahun penderita gagal jantung kongestif (GJK).
Desain: Desain penelitian adalah kohort retrospektif. Sampel sebanyak 402 orang penderita baru GJK yang didiagnosis antara tahun 2001 s.d. 2002 dan dirawat di Rumah Sakit Pusat Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita.
Hasil dan Diskusi: Ditemukan penderita GJK yang meninggal selama lima tahun follow up adalah 78 orang (19,4%). Probabilitas kesintasan penderita GJK adalah sebesar 88,65% (tahun pertama), 80,11%(tahun ke dua), 72,22% (tahun Ice tiga), 63,75% (tahun ke empat) dan 54,41% (tahun ke lima). Penderita GJK yang tidal( teratur berobat mempunyai risiko kematian lebih tinggi dari pada yang berobat teratur. Pada analisis Cox regression keteraturan berobat merupakan variabel independen pada kesintasan penderita GJK (HR: 1,95; 95% CI: 1.23-3.1 I). Faktor-faktor lain yang juga bermakna terhadap kesintasan penderita GJK adalah Ejection Fraction (HR:1,91; 95% CI:1,1 8-3,08), Diabetes Melitus (HR:1,85; 95%C1:1,08-3,18). Beberapa variabel pada penelitian ini hubungannya tidak bermakna terhadap kesintasan penderita GJK yaitu: umur, rokok,functional, riwayat PJK, hipertensi , kreatinin dan tindakan pengobatan.
Kesimpulan dan saran: Keteraturan berobat terbukti mempengaruhi probabilitas kesintasan penderita GJK. Penderita GM( disarankan untuk senantiasa meiakukan pemeriksaan dan pengobatan secara teratur.

The effect of compliance on five year survival rate of congestive heart failure patients at National Cardiovascular Center Harapan Kita. xviii + 99 pages, 8 tables, 6 figures, 9 appendices. ABSTRACT Background. Heart failure is one of cardiovascular disease which incidence, prevalence and mortality remain height and increased.
Aims. The purpose of this study was to evaluate the effect of routine medical evaluation (compliance) on five year survival rate of patients hospitalized due to congestive heart failure.
Design. The Study design used in this study is retrospective cohort with 402 patients of newly diagnosis congestive heart failure (CHF) admitted in year 2000 to 2001 at National Cardiovascular Center - Harapan Kita, Jakarta.
Results. During 5 year follow-up, 78 patients died. Survival at 1 to 5 years was in order of 88,65%, 80,11%, 72,22%, 63,75%, and 54,41%, respectively. CHF patients who did not underwent routine medical evaluation had higher prognostic of death than CHF patients who had medical evaluation routinely. By Cox regression analyses, the independent predictors of mortality were routine evaluation (FIR: 195; 95% Cl: 1.23- 3.11), low ejection fraction (HR:1,91; 95% CC:1,18-3,08), and diabetes mellitus (HR:1,85; 95%C1:1,08-3,18). Other predictors were not statistically significant, i.e: age, gender, smoking, functional class, coronary heart disease, creatinine, and the medication.
Conclusion. The status or compliance is an independent predictor or survival for patients with CHF, besides low ejection fraction and diabetes mellitus These evaluation, like the other research, suggested the importance of compliance in the treatment of CHF.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34316
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Sulastri C.
"Terdapat hubungan antara kejadian PJK dan stroke iskemik,keduanya memiliki faktor risiko yang sama yang berhubungan dengan aterosklerosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase PJK berdasarkan pemeriksaan angiografi koroner pada pasien dengan stroke iskemik yang dikonfirmasi dengan CT scan kepala juga memberikan kontribusi berupa sebaran faktor risiko apa yang berperan pada kejadian PJK yang disertai dengan stroke iskemik. Seluruh subyek penelitian dengan stroke iskemik (64 orang) yang dilakukan pemeriksaan angiografi koroner memiliki PJK (100%). Seluruh subyek penelitian memiliki faktor risiko stroke dan PJK bahkan sebagian besar memiliki 3 atau lebih faktor risiko.

There is a relationship between the incidence of CHD and ischemic stroke , both have the same risk factors associated with atherosclerosis . This study aims to determine the percentage of CHD by coronary angiography examination in patients with ischemic stroke confirmed by head CT scan also contribute to the spread of what the risk factors that play a role in CHD events were accompanied by ischemic stroke. All subjects with ischemic stroke ( 64 men ) who had a coronary angiography examination CHD ( 100 % ) . All recipients have risk factors for stroke and CHD in fact most have 3 or more risk factors ."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T58580
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bertha Farida
"Latar belakang: Empat puluh sampai enam puluh satu persen dari pelayanan di rumah sakit adalah pelayanan keperawatan yang diberikan pada rawat jalan dan rawat inap. Mutu asuhan keperawatan yang diberikan melalui pendekatan proses keperawatan merupakan barometer baik buruknya pelayanan kesehatan di rumah sakit. Proses keperawatan yang diterapkan sebagai pendekatan penyelesaian masalah di RSJHK Jakarta belum baik sekitar 50,5% (pengamatan Tim audit kep, 2000), yang menyebabkan masalah keperawatan klien diselesaikan tidak secara tuntas. Penelitian ini bertujuan memperoleh gambaran hubungan karakteristik perawat, karakteristik pekerjaan dan karakteristik situasi pekerjaan dengan pelaksanaan proses keperawatan di RSJHK Jakarta.
Disain dan metodologi. Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif analitik dengan desain cross sectional. Data yang digunakan adalah data primer dan responden. Sampel 134 perawat pelaksana. Pengolahan data dengan analisis univariat, analisis bivariat dengan Uji Chi Square Tingkat kemaknaan 95%.
Hasil. Didapatkan: umur rata-rata perawat 31 tahun, 79,1% perempuan, lama kerja rata-rata 8 tahun, 56% telah kawin, 91,8% dengan latar belakang pendidikan DIII Keperawatan dan seluruhnya telah mendapat pendidikan tambahan, 70,9% perawat dengan tingkat tanggung jawab perawat pelaksana, .88,8 % ada bimbingan teknis dari perawat senior dan 69,4% ada supervisi kepala ruangan dalam pelaksanaan proses keperawatan. Proses keperawatan belum termasuk kategori baik dengan cut off point 80% disebabkan oleh: belum mengikuti pelatihan pelaksanaan proses keperawatan, kurang pemahaman, kurang tenaga, beban kerja berat, proses keperawatan menyita waktu, tugas lain selain tugas pokok, tidak ada bimbingan, arahan, evaluasi dan umpan balik dari kepala ruangan. Analisis bivariat didapatkan 9 dari 10 variabel yang diteliti tidak berhubungan secara bermakna dengan pelaksanaan proses keperawatan, namun mempuayai hubungan yang positif dengan pelaksanaan proses keperawatan kecuali pendidikan formal dan tingkat tanggung jawab. Hal ini diasurnsikan karena tuntutan tugas terhadap sumberdaya keperawatan dengan tingkat pendidikan lebih tinggi tidak ada perbedaan dengan perawat dari latar belakang pendidikan yang lebih rendah, sehingga tidak ada tantangan untuk bekerja lebih baik. Demikian juga dengan tingkat tanggung jawab antara perawat pelaksana dan ketua tim, didapatkan tidak ada perbedaan tuntutan tanggung jawab dalam pelaksanaan proses keperawatan. Supervisi kepala ruangan berhubungan bermakna secara statistik dengan pelaksanaan proses keperawatan dengan a = 0,04.
Kesimpulan: Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan proses keperawatan di ruang rawat inap RSJHK Jakarta belum termasuk kategori baik (<80%). Pengkajian, Perencanaan dan Evaluasi berkisar antara 73% - 77% sedangkan diagnosa dan implementasi masing-masing 80,3% dan 89,4%. Persentase rata-rata proses keperawatan 78,2%, lebih tinggi dari hasil pengamatan tim audit keperawatan terhadap pelaksanaan proses keperawatan (50,5%) pada tahun 2000. Ditemukan supervisi kepala ruangan berhubungan bermakna secara statistik dengan pelaksanaan proses keperawatan pada a < 0,05.
Saran: Mengacu pada kesimpulan, peneliti menyarankan agar bidang keperawatan sebaiknya mengevaluasi kinerja kepala ruangan dalam pelaksanaan supervisi kegiatan pelaksanaan proses keperawatan yang dilakukan perawat pelaksana di ruang rawat inap RSJHK Jakarta. Agar kepala ruangan meningkatkan kegiatan supervisi berupa birnbingan, arahan dan evaluasi terhadap kegiatan pelaksanaan proses keperawatan yang dilakukan oleh perawat pelaksana.

Analysis of Factors Relate To the Implementation of Nursing Process in Inpatient Room of the Rumah Sakit Jantung Harapan Kita JakartaIntroduction: Forty to sixty one percent of hospital services are nursing services which is provided in to inpatients and outpatients. The quality of nursing care which is delivered by nursing process as an approach is a barometer of health services in the hospital. The nursing process as an approach to solve the nursing problem in the RSJHK Jakarta has done up to about 50.5% (Observation of the Nursing Audit Team, 2000) that may lead to incomplete solution of the client problems. The purpose of this study was to get the correlations of nursing, work and work-environment characteristics and the implementation of nursing process in the RSJHK Jakarta.
Design and Methodology: This study was the descriptive-analytic research with cross-sectional design. The data used were primary data. Sample involved 134 nursing staffs. The univariat and bivariat analysis were applied for this study. The level of significance was 95%.
Results: The average of age of the nurses was: 31 years, 79.1% of them were females, the average of work experience was 8 years, 56% were married, 91.8% educational background of the nurse were DIII of Nursing and all of them got extra education, 70.9% of them were nurses staff, 88.8% got technical guidance from senior nurses and 69.4% got supervision from Head Nurse in the implementation of nursing process. The nursing process does not at good category with cut off point 80% because-of: did not get nursing process training, lack of understanding about the nursing process, lack of nursing staff heavy work load, time-consuming, have extra duty other then nursing duty, no counseling, guidance, evaluation and feed-back from the Head Nurse. From Bivariat analysis 9 of 10 variables were not had a significant correlation with the implementation of nursing process, but have a positive correlation with implementation of nursing process except for formal education and level of responsibility. It was assumed that because of no difference between the duties of nursing staff with high and low level educational background, so there were not challenges for working better of them. Moreover, there were not differences between the responsibilities of nursing staff with team leader in concern of implementation of nursing process. Supervision of Head nurse has significantly correlation statistically with the implementation of nursing process which was; a = 0.04.
Conclusions: From this study there was a conclusion that the implementation of nursing process at Inpatients Room of RSJHK Jakarta was not in good category (<80%). Assessment, Planning and Evaluation range between 73% - 77%, diagnosis was 80.3% and evaluation was 84.9%_ Average percentage of the nursing process was 78.2%, it was higher than the Nursing Audit Team observation in the year 2000 that is just 50.5%. It was also found that supervision of the Head Nurse has a significant correlation statistically with the implementation of nursing process, which was a< 0.05.
Suggestions: Base on the conclusions, the researcher suggest that the Nursing Department should evaluate the Head Nurse performance of the head nurse in giving supervision to the nursing staffs in the implementation of nursing process at Inpatients Room of RSJHK Jakarta. There for, the Head Nurse should improve the activity in relation to the supervision of nursing staff in implementation of nursing process such as guidance, counseling, and evaluation."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2001
T1863
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erwinanto
"Angioplasti koroner diterima sebagai cara alternatif revaskularisasi pada arteria koronaria dengan stenosis bermakna. Keberhasilan angioplasti koroner pada miokardium viable berpeluang untuk memperbaiki gerak dindingsegmental bilik kiri. Oleh karena itu, keberadaan miokardium viable pra-angioplasti memegang peran penting dalam perbaikan gerak dinding segmental pasca-angioplasti. Stres ekokardiografi dobutamin dosis . rendah merupakan salah satu cara yang telah diterima untuk mengetahui keberadaan miokardium yang viable. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan terjadinya perbaikan gerak dinding segmental bilik kiri pasca-angioplasti berhasil pada satu atau lebih artreria koronaria penderita multivessel disease di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta. Dilakukan penelitian pada 20 orang penderita multivessel disease yang menjalani angioplasti koroner berhasil. Keberhasilan angioplasti ditandai dengan sisa stenosis <50% di satu atau lebih arteria koronaria , yang didilatasi, tidak mengalami· infark miokardium akut dan tidak memerlukan operasi bedah pintas koroner darurat. Dobutamine dosis rendah diberikan yaitu 5j.lg/kg/menit dilanjutkan dengan 10 j.lg/kg/menit selang waktu 5 menit. Gerak dinding bilik kiri diperiksa memakai ekokardiografi transtorakal 1 - 2 hari sebelum angioplasti koroner.dan dibandingkan dengan akibat yang sama 2 - 3 hari pascaangioplasti. Dinding bilik kiri dianalisa secara kualitatif dengan cara membaginya menjadi 16 segmen dan sebuah nilai diberikan untuk masingmasing segmen. Sebelum angioplasti, ditemukan 59 segmen yang menunjukkan gangguan gerak saat istirahat dan 45 segmen menunjukkan perbaikan gerak saat dilakukan tes dobutamin dosis rendah (p=O,001). Dibandingkan dengan keadaan yang sama sebelum angioplasti, terjadi perbaikan Indeks Angka Gerak Dinding pasca-angioplasti sa at istirahat dari 1,29 ±O,12 menjadi 1,17±-O,13 (p=O,003) dan saat tes dobutamine dari 1, 13±-O, 13 menjadi 1,06 ±-O,11 (p=O,008). Persetujuan dua penilai terhadap perubahan gerak dinding segmental besarnya 94,7 %. Kesimpulan : terjadi perbaikan gerak dinding segmental pasca-angioplasti koroner yang berhasil pad a 1 atau lebih arteria koronaria penderita multivessel disease di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta. Perbaikan terlihat 2 sampai 3 hari setelah angioplasti, baik saat istirahat maupun saat stres dobutamine dosis rendah."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ,
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hisyam Attamimi
"Gangguan fungsi diastolik yang dapat terjadi pada iskemia miokard merupakan gangguan fase relaksasi miokard ventrikel bahkan terjadi lebih awal sebelum gangguan fungsi sistolik-3) Gangguan fungsi diastolik tersebut dapat terjadi tanpa adanya gangguan segmental, sehingga fungsi diastolik dapat digunakan sebagai parameter yang tepat dan peka pada kasus iskemia miokard pada fase awal "Pulse Doppler echocardigraphy" telah banyak terbukti dapat mengukur aliran transmitral cukup akurat, sebagai parameter fungsi diastolik ventrikel kiri berupa pengukuran kecepatan pengisian awal ( E ), waktu deselerasi, kecepatan pengisian oleh atrium ( A ), dan rasio E/A,waktu isovolumik relaksasi. 26 penderita yang memenuhi kriteria penelitian, 23 lelaki dan 3 wanita dengan usia 52,7 ± 6,7 tahun, dilakukan pemeriksaan ekokardiografi sehari sebelum angioplasti dan dilakukan pemeriksaan ulang pada 24-48 jam setelah angioplasti. Secara keseluruhan didapatkan rata-rata kecepatan E menurun setelah angioplasti dari 71,63 ± 18,65 cm/det menjadi 69,67 ± 15,65 cm/det, perbedaan ini tak bermakna dengan p = 0,75, juga pada revaskularisasi lengkap maupun tak lengkap didapatkan perbedaan yang tak bermakna Secara keseluruhan didapat rata-rata nilai kecepatan A menurun setelah angioplasti dari 68,10 ± 18,55 cm/det menjadi 66,18 ± 20,26 cm/det,perubahan inipun tak bermakna dengan p= 0,56. Penurunan kecepatan A pada angioplasti dengan revaskularisasi lengkap maupun tak lengkap, juga tidak berbeda bermakna (tabel 4.1). Secara keseluruhan perubahan ratio E/ A juga tak berbeda bermakna, oleh karena penurunan nilai A setelah angioplasti disertai pula penurunan nilai E, sehingga rasio E/A dari 1,03 ±0,18 menjadi 1,04 ± 0,16, dengan p 0,92, demikian juga pada revaskularisasi lengkap maupun tak lengkap tak dijumpai perbedaan bermakna. Secara keseluruhan waktu deselerasi sesudah angioplasti menurun dari 208,8 ± 59,9 mdet mejadi 191,6 ± 49,9 mdet, perbedaan ini dengan uji kemaknaan Wilcoxson berbeda bermakna dengan nilai p = 0,04, tetapi pada angioplasti dengan revaskularisasi tak lengkap waktu deselerasi menunjukkan perbedaan tak bermakna. Waktu isovolumik relaksasi menurun pada seluruh pasien bermakna dari 119,6 ± 27,65 mdet menjadi 102,3 ± 25,86 mdet, dengan p = 0,001, sedang pada pasien dengan revaskularisasi tak lengkap tak menunjukkan perbedaan bermakna antara sebelum dan sesudah angioplasti. Kesimpulan: setelah angioplasti yang berhasil terdapat perubahan fungsi diastolik ventrikel kiri berupa perbaikan fungsi relaksasi ventrikel kiri yang ditunjukkan dengan parameter waktu deselerasi dan waktu isovolumik relaksasi."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T57313
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luciana Kabang
"Henti jantung merupakan situasi darurat tertinggi yang membutuhkan resusitasi jantung paru segera. Jika dilakukan dengan benar, peluang hidup tanpa kecacatan neurologis pasien pasca henti jantung meningkat sebesar tiga kali lipat. Peran perawat vital dalam keberhasilan RJP karena umumnya menjadi responden pertama yang mengidentifikasi henti jantung dan mengaktifkan rantai keberlangsungan hidup di Rumah Sakit sebelum bantuan lanjutan datang. RJP berkualitas yang diberikan bergantung pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik perawat. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara pengetahuan, sikap dan kesadaran diri perawat dengan kualitas RJP dewasa di Rumah Sakit. Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan consecutive sampling pada 89 responden. Pengumpulan data menggunakan kuesioner Knowledge Questions on Adult Basic Life Support (BLS), Attitude Questions Related to Cardiopulmonary Resuscitation CPR awareness in clinical practice dan lembar observasi Report Card CPR Quality Analysis American Heart Association , Hasil penelitian ini mendapatkan mayoritas responden berusia £ 35 tahun (84,27%), berjenis kelamin pria (51,7%), pengalaman kerja < 10 tahun (29,2%), status kepegawaian PNS (88,8%), bekerja di unit perawatan dewasa (61,8%), mengikuti pelatihan BHD £ 2 tahun (58,4 %) serta melakukan RJP ke pasien dalam waktu £ 6 bulan terakhir (59,6%). Mayoritas responden memiliki pengetahuan rendah (58,6%), sikap baik terhadap RJP (52,8%) dan kesadaran diri tinggi terhadap RJP(50,6%). Tidak ditemukan hubungan signifikan antara pengetahuan RJP, sikap terhadap RJP dan kesadaran diri perawat dengan kualitas RJP dewasa. Namun ditemukan bahwa pelatihan RJP berhubungan dengan kualitas RJP dewasa. Simpulan dari penelitian ini adalah pelatihan BHD merupakan variabel yang berkontribusi sebesar 71,1% terhadap kualitas RJP dewasa. Rekomendasi penelitian ini adalah perawat perlu melakukan pelatihan RJP yang diperbaharui setiap 2 tahun sekali sesuai dengan rekomendasi AHA.

Cardiac arrest is the highest level of emergency condition that requires immediate cardiopulmonary resuscitation (CPR). Proper resuscitation increases the chance of survival without neurological damage by three times. Role of nurses is pivotal in CPR as they are commonly the first responders to identify cardiac arrest and activate the chain of survival before the advanced team arrives. A proper quality of CPR is affected by nurse's cognitive, affective, and psychomotor aspect. Objective: to identify the association between nurse's knowledge, attitude, and self-awareness and quality of adult CPR at hospital. Method: The study was cross-sectional with consecutive sampling which involved 89 participants. The study involved Knowledge Questions on Adult Basic Life Support (BLS), Attitude Questions Related to Cardiopulmonary Resuscitation, CPR Awareness in clinical practice and observation sheet of Report Card CPR Quality Analysis American Heart Association to collect data. Result: Majority of participants were younger than 35 years old (84,27%), males (51,7%), with working experience less than 10 years (29,2%), civil servants (88,8%), working in adult care unit (61,8%), attended Basic Life Support training within last 2 years (58,4 %), had performed CPR within last 6 months 6 (59,6%), had low level of knowledge (58,6%), proper CPR attitude (52,8%) and high level of self awareness (50,6%). There was no significant correlation between knowledge on CPR, attitude toward CPR, nurse's self awareness of CPR and quality of adult CPR. However, there was significant association between CPR training and quality of adult CPR (P=0,048). Conclusion: CPR training was the most significant variable affecting quality of adult CPR by 71.1%.Recommendation: nurses are required to attend an updated CPR training biannually as recommended by AHA."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>